Makan-makan itu menghabiskan waktu kurang lebih dua puluh menit. Makan sambil bercakap-cakap dan mereview makanan yang mereka nikmati membuat waktu makan mereka yang seharusnya cepat jadi lebih lambat.
Setelahnya mereka langsung ke inti pembahasan. Yaitu membahas tanggal pernikahan Alyssa dan Ardi yang akhirnya ditetapkan dua minggu yang akan datang. Serta persiapan acara pernikahan lainnya.
Di tengah percakapan hangat itu, Alena bolak-balik ke toilet karena mual. Andrio sempat menawarkan untuk menemaninya, tapi Alena melarang dan dia pergi ke toilet sendiri.
Tapi Alyssa yang merasa khawatir dengan keadaan Alena berinisiatif menyusuli kakaknya itu dengan dalih dia juga ingin buang air kecil. Begitu memasuki toilet restoran yang sedang sepi, Alyssa mendatangi Alena yang kini terlihat bercermin sambil membersihkan mulut dengan tisu.
"Alena, masih ya mual-mualnya? Kalau memang masih mending lo pulang aja, deh, nggak pa-pa." Gadis itu menatap kakakn
Acara dinner antar keluarga itu akhirnya selesai. Mereka bersiap-siap pulang. Sebelum memasuki mobil, Alena diajak bicara oleh orang tuanya. "Ingat itu pesan Mami sama Papi, ya, Alena. Jaga kandunganmu baik-baik." Rista mengusap perut Alena yang masih terlihat datar. "Kandunganmu masih muda dan lemah. Kalau bisa jangan banyak-banyak keluar rumah dulu lah." Alena tersenyum. "Iya, Mi. Pasti, kok. Mas Andrio pasti juga jagain aku ke mana-mana." "Ingat juga pesan Mami, ya, Alena. Jangan bertingkah konyol lagi." Rista menatap Andrio yang berdiri di samping Alena sejak tadi, sekilas. Lalu kembali menatap Alena. Dia harap Alena paham dengan kata-kata 'bertingkah konyol' yang dia maksud. "Jaga keharmonisan rumah tangga kalian. Mami selalu do'akan rumah tangga kalian setelah ini nggak akan ada masalah aneh-aneh lagi." "Makasih, Mi." Alena merasa begitu bahagia mendapat perhatian dari orang-orang sekitarnya. Keluarganya dan suaminya. Alena m
Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Tibalah hari pernikahan Alyssa dan Ardi. Pernikahan itu dilaksanakan satu hari penuh, mulai dari akad hingga resepsinya, mulai dari jam delapan pagi hingga sore hari.Pernikahan Alyssa dan Ardi dilaksanakan dengan konsep outdoor dan tema bunga-bunga. Dilaksanakan di sebuah taman bunga yang amat luas. Sejauh mata memandang dari kejauhan terlihat dua mempelai bersanding di kursi mewah dan dinaungi tenda putih yang dihiasi aneka bunga warna-warni. Sepasang pengantin itu diapit oleh kedua orang tuanya yang sibuk bersalaman dengan para tamu yang juga kemudian menyalami kedua mempelai.Sementara tak jauh di depan sang pasangan pengantin, beberapa pasang meja dan kursi tamu berjejer panjang di dampingi pohon-pohon bunga pula. Tak jauh dari kursi tamu, terdapat tiga meja menu makanan. Mulai dari makanan ringan dan minuman, makanan utama sampai makanan penutup. Meja-meja itu juga dihiasi aneka bunga warna-warni.Dibelahan
"Kamu kenapa nangis?" Alena spontan menoleh dan memegangi pipinya yang basah air mata. Wanita itu pun mengusap air matanya. "Ya ampun aku sampai nangis." "Kenapa?" tanya Andrio lagi. "Oh aku tahu, kamu pasti menangis bahagia kan?" "Aku cuma keingat Bu Dedeh, Mas .... Seandainya beliau nggak di rumah sakit jiwa, dia bisa ikut berbahagia bersama kita di sini. Aku jadi merasa bersalah--" "Berapa kali harus aku bilang, Al. Berhenti nyalahin dirimu ...." "Aku cuman nggak enak rasanya, Mas. Aku kayak merasa udah berbahagia di atas penderitaan orang lain ...." Suami istri itu kini saling pandang dengan wajah yang amat dekat. "Lho kata siapa? Memangnya kamu ngerebut kebahagiaan orang?" Andrio menggeleng tak habis pikir. "Al, jujur, ya, aku nggak suka kamu begini. Berhenti meratapi masa lalu itu. Ini semua bukan salahmu! Udah ya nggak usah nangis." Andrio refleks mengusap pipi Alena yang basah air mata. "Malu, dong, masak di acara b
Belakangan ini Andrio merasa kehidupannya lebih baik dan bahagia dari sebelum-sebelumnya. Masalah-masalah yang mereka hadapi akhirnya bisa terselesaikan satu persatu. Andrio juga sangat bahagia mengetahui Alena, istri yang sangat dicintainya sedang mengandung anaknya. Tidak ada lagi masalah yang berarti selain Bu Dedeh yang masuk ke rumah sakit jiwa. Dan Andrio merasa ini adalah waktu yang tepat untuk dia mewujudkan target-target yang belum tercapai dalam hidupnya. Dan dia tak mau menunda-nunda lagi. Dia membicarakan itu pada istrinya ketika mereka tengah sarapan. "Alhamdulillah, akhir-akhir ini aku liat istriku berseri-seri terus mukanya," sindir Andrio sambil melirik Alena yang baru saja meletakkan teko air di atas meja. Alena membantu Bi Jum menyiapkan sarapan. "Senyum terus, bahagia terus ...." Alena tersenyum menatap Andrio. "Iya, dong, Mas. Aku memang selalu bahagia karena punya suami kayak kamu." Alena duduk di kursinya. Lalu menyiapkan sarapan untuknya sendiri, setelah tadi
Di dalam kamar Alena mencoba menghubungi suaminya lagi. Namun, tak kunjung diangkat. Hal itu membuatnya kian gelisah. Wanita itu mondar-mandir. Kalau sudah begini artinya Andrio benar-benar marah padanya. "Ya Allah udah lama aku dan Mas Andrio nggak berantem kayak gini." Alena mengingat selama ini suaminya hampir selalu menyikapi masalah dengan bijak dan dewasa, tidak suka marah-marah Tapi kenapa tadi Andrio seperti tidak mau mengalah sama sekali? Ucapan suaminya tadi pun kembali terngiang-ngiang. "Coba kamu pikir aku ada nuntut apa sama kamu selama ini? Nggak ada kan? Kamu minta aku nikah lagi aku turutin. Kamu belum bisa hamil, aku juga nggak masalah." "Apa aku emang udah keterlaluan, ya?" Alena merenungkan kesalahannya. "Apa aku egois nggak bisa ngertiin keinginannya Mas Andrio? Eh, tapi nggak deh. Yang aku bilang kan juga benar. Harusnya dia nggak mikirin kepentingannya aja, dong. Harusnya dia mikirin yang lain juga. Dia nggak bisa dong ajak-ajak orang gitu aja ke luar negeri
"Bi Jum! Bibi!" Alena berteriak-teriak di tengah rumah sambil menggendong Kenzy. Wajahnya terlihat panik dan tidak sabaran. Bi Jum tergopoh-gopoh mendatanginya dari dapur. "Ada apa, Bu?" Tidak hanya Bi Jum yang datang dengan wajah tak kalah panik. Rara dan adik-adiknya juga berdatangan, berkumpul ke ruang tengah. "Ada apa, Tante kenapa panik?" tanya Rara. Alena terlihat kesusahan bicara. Dia menatap Bi Jum. "Mas-Mas Andrio ...." "Pak Andrio kenapa?" "Om Andrio kenapa, Tante?" "Dia masuk rumah sakit karena kecelakaan ...," ucap Alena akhirnya. Bi Jum spontan mengucap istighfar. Adik-adiknya Anjani terlihat terkejut dan saling pandang. "To-tolong jagain Kenzy, ya, Bi. Aku mau ke rumah sakit." Alena menyerahkan Kenzy pada Bi Juminten yang langsung menerimanya. "Tante aku ikut, ya?" Rara menawarkan diri. Alena menatapnya dan langsung menggeleng. "Kamu di rumah aja jaga adik-adikmu. Bantu Bi Jum juga, ya." "Tapi, Tante, aku juga pengin liat Om Andrio. Aku juga mau bantuin Tante A
Alena mendapati dirinya berdiri di tengah ruangan besar entah di mana. Ruangan itu tak begitu jelas karena dipenuhi kabut asap entah dari mana. Di tengah kebingungan itu, Alena mendapati sosok pria tinggi yang begitu dia kenali berdiri di hadapannya, di tengah kabut tebal. Pria itu tersenyum ke arahnya. "Mas Andrio!" Alena tersenyum melihat suaminya. "Alena." Andrio merentangkan kedua tangannya. Melihat itu Alena berlari mendekat ke arah suaminya dan memeluk tubuh pria itu dengan senang. Alena lalu mendongak menatap suaminya manja. "Kamu ke mana aja, Mas? Aku nungguin dari tadi." "Aku mau pamit sama kamu." Kalimat Andrio barusan membuat Alena bingung. "Pamit ke mana? Kamu pergi ke mana?" "Aku mau pergi." "Aku ikut, ya." "Jangan." Andrio menggeleng. "Aku pergi sendiri. Kamu tetap tinggal dan jaga anak-anak kita." "Enggak!" Alena menggeleng. "Kamu nggak boleh pergi!" "Aku harus pergi. Selamat tinggal Alena ...." Andrio melepas pelukan istrinya lalu berjalan menjauh dari Alena
Alena, Marissa, Rista dan Bagas menunaikan sholat dzuhur berjamaah di mushola rumah sakit dengan Bagas yang menjadi imamnya. Mereka mendo'akan kesembuhan Andrio. Adalah Alena orang yang paling sedih dan tertekan saat ini. Dia berdo'a sambil menangis pada Allah. Dia berdo'a penuh penghayatan agar Allah segera menyembuhkan suaminya. Setelah selesai sholat dan berdo'a, Alena merasa perasaannya sedikit tenang dan lega. Alena menunduk mengusap perutnya yang masih datar di bawah mukena. 'Kita do'akan kesembuhan papamu sama-sama, ya, Nak.' do'anya dalam hati. Alena lantas menyalami mama mertua dan mami Rista, lalu kemudian yang terakhir menyalami papinya yang menjadi imamnya. Mama Marissa tiba-tiba saja memeluk Alena. "Kamu yang sabar, ya, Nak. Andrio pasti bisa melewati semuanya. Andrio pasti sembuh." "Iya, Ma." Alena bersyukur dalam hati, di saat kondisinya sedang tertekan seperti ini, di saat suaminya tak bisa menguatkannya karena sakit, masih ada keluarganya yang mengelilinginya, mem
"Kamu nggak coba telepon suamimu?" tanya Mama Marissa.Alena hanya menggeleng."Ini Mama telepon dari tadi nggak diangkat-angkat." Wajah Mama Marissa tampak cemas sambil menatap layar ponsel. Hal itu juga menular ke Alena. Alena jadi mendadak khawatir. Kenapa suaminya tidak mengangkat telepon dari mamanya? Apa sengaja karena ingin memberi suprise? Alena masih berusaha berpikir positif."Mungkin masih di jalan kali, Ma." Putra ikut berbicara dan menenangkan."Aneh," gumam Marissa masih menatap layar ponsel. "Bikin khawatir aja ""Jangan mikir aneh-aneh deh, Ma. Berdoa aja semoga Andrio baik-baik aja dan segera sampai. Mungkin terjebak macet di jalan." Lagi sang papa mertua menenangkan istrinya.Mama Marissa hanya diam masih sibuk dengan ponselnya.Ting Tong!Tak lama kemudian terdengar suara bel menggema. Alena langsung menatap mama mertuanya. "Nah itu pasti Mas Andrio, Ma.""Biar saya ya yang bukain pintu," ucap Bi Jum yang kebetulan lewat di depan meja makan."I-iya, Bi," sahut Alena.
Dua jam kemudian masakan Alena dan Bi Jum sudah terhidang rapi di meja makan bak sajian restoran yang siap disantap."Waduh enak nih keliatannya ...." Mama Marissa menatap hidangan makanan yang terlihat menggugah selera itu. "Oma jadi nggak sabar buat cicipin." Marissa menyengir lebar melirik cucu kesayangannya sudah duduk di kursi makan di sampingnya."Tunggu Papa!" seru balita itu semangat."Iya, Oma ngerti. Kita tunggu Papa dulu ya baru boleh makan?"Si bocah mengangguk antusias.Alena yang mendengar percakapan itu dari ambang pintu dapur hanya tersenyum simpul. Dia lalu teringat sesuatu dan merogoh ponsel di saku celana kainnya lalu perlahan berjalan ke arah ruang tengah. Hendak menelepon suaminya.***Pria itu duduk bersandar di kursi penumpang. Matanya sejak tadi memindai jalanan yang padat akan kendaraan di depannya. Sesekali macet menghampiri membuatnya semakin gelisah saja. Karena hal itu membuatnya makin lama untuk segera sampai ke rumah.Namun, dia tak lupa ada hal lain yang
Dua tahun kemudianDua tahun sejak kepergian Andrio berlalu. Anak-anak mereka telah tumbuh kian besar dan bisa bicara dengan fasih. Hari-hari yang Alena lalui tanpa Andrio memang terasa berbeda. Walau kadang ditemani keluarganya yang membantunya--entah itu ibu mertuanya, mami dan papi. Malam-malam Alena dia lalui dengan tidur sendiri. Masalah-masalah yang menderanya dia hadapi sendiri.Walau hampir setiap hari mereka bertukar kabar melalui chat dan video call-an. Tetap saja Alena merasa berbeda. Dua tahun dia lewati semua penuh kesabaran dan harapan. Sampai tibalah hari ini. Hari di mana Andrio harusnya pulang."Pagi, Mama ...." Terdengar sayup-sayup suara mungil membangunkan, disusul kecupan hangat di pipi. Wanita itu sontak membuka mata. Lantas menoleh ke samping. Wajah balita mungil dan menggemaskan tersenyum menyambutnya.Alena tersenyum. "Pagi juga, Sayang ....""Bangun, Mama.""Iya, ini Mama udah bangun. Sini peluk dulu." Alena meraih badan mungil itu dan mendekapnya penuh cinta
"Suami gue selingkuh, Al ....""Selingkuh gimana, Far? Lo tahu dari mana itu selingkuhannya? Siapa tahu emang cuman teman kan?""Bukan teman, Al. Tapi selingkuhannya. Udah setahun Al, gue sering baca chatingan mereka. Dari chatingannya jelas-jelas mereka ada hubungan spesial. Gue yang lebih tahu.”"Maaf, Far, co-coba sekarang lo cerita yang jelas sama gue ...."Alena sontak memejamkan mata dan menggelengkan kepala kencang-kencang setiap teringat cerita perselingkuhan sahabatnya itu.Waktu Farah memberitahu kalau pernikahannya sedang dilanda perselingkuhan oleh suaminya. Alena syok tak menyangka dan meminta sahabatnya itu bercerita dari awal pertemuannya dengan calon suaminya hingga bagaimana perselingkuhan itu terjadi. Farah mengadu padanya sambil menangis tersedu-sedu.Farah sudah menikah lima tahun lalu yang itu artinya Farah menikah beberapa bulan setelah dia menikah dengan Andrio, tepat mereka kehilangan kontak satu sama lain hingga Alena pun tidak tahu kapan Farah menikah. Farah j
Mereka akhirnya tiba di rumah Alena. Farah begitu kagum melihat rumah Alena sampai-sampai perempuan itu membuka mulut. Rumah sahabatnya itu begitu mewah, bergaya minimalis modern.Dari depan, rumahnya terlihat tinggi dan megah karena berlantai tiga. Dinding dan tiang-tiang rumahnya terlihat kokoh karena dibangun dengan material batu. Dengan jendela lebar dan pintu yang terbuat dari kaca. Langit-langitnya tinggi. Sementara pagarnya terbuat dari besi yang tingginya melebihi kepala orang dewasa. Bahkan ketika dia sudah turun dari mobil itu pun dia masih saja terpana. "Rumah kalian semewah ini?" Farah menatap Alena tidak percaya.Alena tertawa. "Ah, elo mah berlebihan. Rumah lo emangnya nggak semewah ini?"Farah terdiam, mengingat sesuatu. Lebih tepatnya mengingat masa lalu sahabatnya itu. "Ya maksud gue ... Eng, iya Alhamdulillah kehidupan lo sekarang udah sukses dan nyaman banget." Farah tersenyum kaku. "Gue harus banget berterima kasih sama Andrio atas semua ini."Alena mengernyit hera
"Farah?" tebak Andrio lebih dulu membuat Alena menoleh ke suaminya. Ternyata Andrio juga bisa mengenalnya."Iya, gue Farah," sahut perempuan itu kemudian.Alena kembali menatap perempuan yang mengaku Farah itu. Dia melotot tak percaya. "Farah?! Ya ampun!" Alena sontak berdiri. "Gue hampir nggak bisa ngenalin lo tahu, lo berubah banget!" Alena serta-merta memeluk Farah erat-erat. Sementara yang dipeluk juga membalas hal serupa.Mereka saling berpelukan erat. Tubuh kedua wanita itu bahkan bergerak-gerak ke kiri dan kanan karena Alena begitu antusias. Alena kemudian melepas pelukannya. "Apa kabar lo? Kebetulan banget ya kita ketemuan di sini?""Iya, maaf ya gue nggak ada kabar selama ini," jawab Farah. "Iya, nih. Nomor WA lo udah lama nggak aktif, abis itu nggak ada ngasih kabar ke gue juga. Sombong lo.""Bukannya gitu." Farah menyengir terlihat tak nyaman.Alena tertawa. "Iya, iya, gue cuman bercanda kok."Farah lalu menatap Andrio dan anak-anak mereka. "Kalian pada mau ke mana nih?""M
"Pakaian udah, dalaman udah, pembersih muka udah, pomade udah, jam tangan udah, berkas-berkasnya udah, tiket udah, foto-foto aku sama anak-anak juga udah, hmmm apa lagi, ya ...." Alena mengecek barang-barang yang sudah dia masukkan dalam koper Andrio. "Iya semuanya udah beres."Setelah dirasa semuanya sudah lengkap, Alena pun menutup koper itu lalu menyeretnya dekat pintu agar mudah di bawa keluar. Ada dua koper yang siap Andrio bawa. Sebagian besar isinya adalah pakaian dan barang-barang penting.Bersamaan dengan itu, Andrio keluar dari kamar mandi yang ada di kamarnya. Pria itu baru saja selesai mandi, bertelanjang dada dengan handuk kecil melilit pinggangnya, sedangkan handuk kecil lain menyampir di bahunya. "Udah beresin semua? Makasih, ya, sayang," ucapnya saat melihat kesibukan istrinya menata koper. Dia lalu menatap cermin sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil.Alena menoleh. "Udah beres. Cepetan pakai bajunya. Udah kusiapin di lemari paling depan," beritahu Alena. "Ak
Malam harinya, Alena gelisah seorang diri di kamar. Anna dalam gendongannya sejak tadi tak berhenti menangis kencang. Kekhawatiran Alena terjawab ketika dia menempelkan jemari di kening si bayi yang terasa sangat panas. "Ya ampun, Nak. Badanmu panas banget ...." Alena berdiri menggendong anaknya, mencoba mendiamkan meski rasanya mustahil karena bayi itu sedang demam tinggi.Alena melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul tujuh. Lalu dia meraih ponsel di atas nakas, mengecek pesan dari Andrio, tapi tidak ada.Alena menarik napas, lalu mengembuskannya kembali. Hal itu dia lakukan berkali-kali sampai perasaannya tenang. "Aku nggak boleh panik. Sebaiknya aku cari tahu di g****e pertolongan pertama waktu bayi lagi demam, apa, ya?" Sambil menggendong bayi dengan tangan sebelah, dia mengotak-atik ponselnya.Dia membaca sekilas informasi yang dia dapat dari g****e. Lalu dia menghubungi Bi Jum lewat chat, minta siapkan air hangat dan kain buat kompresan. "Sabar, ya, Nak. Mama siapin air ha
Satu tahun kemudian ...."Kupandang langit penuh bintang bertaburan ... berkelap-kelip seumpama intan berlian ...." Alena bernyanyi kecil sambil mendorong baby stroller, berjalan mengelilingi taman rumah. Di dalam kereta bayi itu ada Anna dan Kenzy.Satu tahun berlalu, tidak banyak yang berubah dari kehidupan Alena dan Andrio selain anak-anak mereka yang sudah tumbuh besar. Alena yang juga sudah terbiasa mengurusi anak-anaknya.Kenzy sudah berusia satu tahun sepuluh bulan, sedangkan Anna berusia satu tahun satu bulan. Kenzy sudah biasa bicara dengan pengucapan yang jelas, sudah mengerti diajak bicara dan sudah bisa berjalan sendiri tanpa dipimpin, sedangkan Anna sudah bisa bicara namun masih tidak jelas pengucapannya, bisa berjalan dengan dipimpin dan bisa mengerti diajak bicara juga."Mau nyanyi apalagi?" tanya Alena pada anak-anaknya. "Lagu kupu-kupu yang lucu mau?""Mau ...," jawab Kenzy sambil mendongak menatapnya, sedangkan Anna hanya menatap ke segala arah."Oke, kita nyanyi lagu