"Perkenalkan Mbah aku Andrio, temannya Alena." Andrio memperkenalkan diri. "Maaf, Mbah. Tadi aku yang ajak Alena naik perahu, tapi perahunya Alena tiba-tiba bocor dan Alena nyaris tenggelam. Maafin aku, Mbah. Gara-gara aku, Alena jadi begini," jelas Andrio. Dia sudah siap seandainya Mbah Nani memarahinya."Ya Allah, Alena." Mbah Nani menatap wajah Alena lagi. Lalu menatap Andrio. "Ya sudah tolong Mbah bawa Alena masuk ke kamar, baringkan di tempat tidurnya," suruh Mbah Nani.Mendengar itu Andrio agak heran. "Masuk ke kamar Alena, Mbah? Memangnya nggak pa-pa?""Mbah temenin, kamu masuk sebentar saja 'kan buat baringkan dia ke tempat tidur. Mbah ndak kuat kalau harus angkat Alena,"Andrio pun langsung paham. "Oh iya, iya, baik, Mbah." Andrio pun melangkah masuk ke warteg, mengiringi Mbah Nani yang berjalan lebih dulu, melewati meja-meja makan yang ramai pengunjung berdudukan.Mbah membuka pintu kamar. "Nah, di sini." Mbah Nani menunjuk tempat tidur A
"Mami 'kan sudah bilang, kamu jangan dekat-dekat Alena! Sekarang kamu baru tahu 'kan dia seperti apa orangnya!" Rista berdiri dan berteriak marah di depan Alyssa yang duduk di kursi sambil menangis. Alyssa pulang dalam keadaan menangis dan mengadu ke maminya bahwa dia melihat Andrio dan Alena berpelukan di belakangnya. Andrio dan Alena telah mengkhianatinya. Alyssa juga mengatakan kalau dia menyesal karena sudah tidak mendengarkan nasihat maminya yang melarangnya dekat dengan Alena. Mendengar itu pecahlah amarah Rista. Dia makin punya alasan kuat untuk menjatuhkan Alena. "Iya, Mi, aku nyesel," jawab Alyssa sambil terisak. "Memang kurang ajar si Alena itu. Bisa-bisanya dia merebut Andrio dari kamu. Padahal selama ini kamu kurang baik apa sama dia? Bahkan mamimu sendiri kamu lawan demi belain dia. Dasar manusia nggak tahu diuntung. Begini kalau orang terlalu dibaikin, jadinya melunjak." Emosi Rista berapi-api. Alyssa hanya bisa menangis mendengarnya. Sebenarnya dari awal Rista sud
"Sumpah, Tante. Aku nggak ngerti apa yang Tante maksud? Kalau memang aku melakukan kesalahan tolong jelasin apa kesalahan aku, Tante." Andrio benar-benar tak mengerti. Dia merasa ada yang tidak beres. "Kamu itu udah mengkhianati anak saya!" Rista menunjuk wajah Andrio. "Kamu selingkuh sama Alena, iya 'kan? Alyssa sendiri liat kamu pelukan sama Alena!" Andrio tertegun mendengarnya. Andrio lantas menggeleng. "Itu semua salah paham,Tante. Aku bisa jelasin soal itu." Andrio baru tahu ternyata permasalahannya adalah Alyssa melihat dia memeluk Alena waktu gadis itu kedinginan. Andrio bisa membayangkan perasaan Alyssa waktu itu. Gadis itu pasti sudah salah paham dan sakit hati. Makanya gadis itu pergi, membawa mobilnya dan meninggalkannya. "Mau jelasin apa?" "Izinkan aku menjelaskannya dengan Alyssa, Tante. Aku mohon." "Alyssa nggak mau ketemu kamu. Lebih baik kamu pergi sekarang!" "Kalau gitu biarkan aku menjelaskan semuanya sama Tante dan Tante tolong sampaikan ke Alyssa." "Saya ngga
Alena membuka mata pelan dan pandangannya langsung tertuju ke langit-langit kamarnya yang tak asing. Pelan, dia bangun dari pembaringan. Dia menunduk menilik pakaiannya. Dahinya berkernyit melihat baju yang dikenakannya. "Perasaan tadi gue nggak pake baju ini, deh." Lalu gadis itu mengedar pandang ke kamarnya. Dia tiba-tiba berada di kamarnya. Alena coba mengingat-ingat kejadian yang dialaminya sebelumnya. Beberapa detik kemudian dia membelalak. "Gue ingat tadi gue naik perahu sama Andrio dan Alyssa, terus perahu gue bocor dan gue tenggelam, seingat gue, gue ditolongin Andrio. Gue sama Andrio naik ke daratan, gue kedinginan terus Andrio meluk gue, terus ...." Alena mengernyit. "Terus habis itu apa, ya? Kenapa tiba-tiba gue di sini? Apa Andrio yang bawa gue ke sini? Terus yang gantiin baju gue? Ya ampun!" Alena serta-merta memeluk dirinya sendiri. Tiba-tiba terdengar pintu dibuka. Alena langsung menatap ke arah pintu. Mbah Nani muncul dibaliknya sambil membawa air putih dalam gelas k
Alyssa merenung dan mengurung diri di kamar. Terduduk di atas tempat tidur. Mata gadis itu sudah bengkak akibat menangis sedari tadi. Apa yang dialaminya kini begitu menyakitkan. Dia sungguh tak menyangka kejadian ini menimpa dirinya. Kalau boleh memilih dia ingin kejadian ini hanya sebatas mimpi. Dia masih tak percaya kalau ini nyata adanya. "Kenapa lo nyakitin gue dan nyiksa gue dengan cara seperti ini, Kak?" Lagi, air matanya yang telah mengering kembali keluar mengaliri pipi. "Lo jahat, Kak. Jahat!" Alyssa membenamkan wajahnya di kedua lututnya yang ditekuk, terisak lagi sampai bahu gadis itu berguncang-guncang. ".... Yang penting sekarang Kakak nggak ada rasa sama Alena lagi 'kan?" "Nggak." "Nggak kok, Alyssa. Gue nggak ada perasaan apa-apa ke Andrio. Gue cuman anggap dia teman jadi lo tenang aja, ya?" "Percaya sama gue. Lo takut, ya, gue rebut Andrio dari lo. Nggak kok. Nggak akan. Jadi lo ten
From Andrio:Alena, lo udah sadar? Keadaan lo baik-baik aja 'kan?Alena mengernyit. "Andrio nih gimana, sih? Ditanya apa, jawabnya apa? Bukannya jawab pertanyaan gue malah nanyain keadaan gue. Gue jadi yakin pasti ada masalah, nih."Alena pun mengetik lagi.To Andrio:Iya gue baik-baik aja. Jawab dong pertanyaan gue tadi.From Andrio:Alyssa salah paham. Rupanya dia ngeliat gue meluk lo waktu lo kedinginan tadi. Dia ngira gue selingkuh sama lo. Kita udah ngekhianatin dia. Dia juga ngadu ke maminya. Tante Rista marah banget sama gue. Gue udah jelasin tapi mereka nggak percaya. Alyssa juga nggak angkat-angkat telepon gue. Gue bingung mesti ngapain lagi.Alena membekap mulutnya kala membaca pesan itu. Dia tak menyangka masalahnya sebesar itu. Pantas saja Alyssa marah padanya. "Waduh? Nggak bisa dibiarin, nih. Gue harus ke rumah Al
"Tapi, Nek, aku masih pengin main ke sini, aku pengin ketemu Alyssa dan Kakek Bagas." Alena coba membujuk. "Dan aku juga ingin menjelaskan semuanya ke Alyssa supaya Alyssa nggak salah paham."Rista menggeleng. "Saya nggak izinkan. Alyssa juga sudah benci sama kamu dan dia nggak mau ketemu kamu lagi. Kamu harus dengerin saya, Alena. Jangan ngebantah.""Tapi, Nek--""Asal kamu tahu, ya, dari awal kamu datang ke sini saya udah nggak suka. Karena saya udah tahu akal licik kamu. Kehadiran kamu di sini hanya buat keluarga saya nggak tenang. Saya jadi sering ribut sama anak dan suami saya gara-gara kamu. Kalau terus-terusan kamu di sini bisa-bisa keluarga saya hancur."Sudah bagus, ya, kamu dan ibumu pergi jauh dari kehidupan kami. Lalu kenapa kamu datang lagi?! Kamu sama ibumu tuh sama aja kelakuannya, pelacur! Bisanya merebut laki orang!"Alena tertegun mendengarnya. Matanya seketika berkaca-kaca. Perasaannya sesak. Perih hatinya mendengar ibunya dirend
Lima Tahun Kemudian. Perempuan berambut panjang hitam sepinggang itu berdiri sambil bersidekap dada, menatap jalanan raya kota metropolitan di malam hari melalui kaca lebar yang tembus pandang, dari ketinggian gedung apartemennya. Lampu-lampu kendaraan itu terlihat seperti kunang-kunang berbaris. Gedung-gedung di luar sana yang tak lebih tinggi dari gedung apartemennya terlihat berkotak-kotak. Gadis itu adalah Alena. Pemandangan itu. Kemewahan tempat tinggalnya kini serta apa yang sudah dia miliki sekarang adalah bukti bahwa dia telah berhasil mendapatkan yang dia inginkan. Tak pernah terbayang dalam pikirannya bahwa dia bisa sesukses ini dan meraihnya dalam waktu yang lebih cepat dari perkiraannya. Tak pernah pula terpikirkan olehnya kalau dia akan memimpin sebuah perusahaan ternama milik Bu Ratih--teman Mbah Nani sekaligus orang paling berjasa membantu kesuksesannya. Padahal dulu dia hanya berharap bisa menjadi karyawan atau sekretaris di sebuah perusahaan saja. Memang benar, T
"Kamu nggak coba telepon suamimu?" tanya Mama Marissa.Alena hanya menggeleng."Ini Mama telepon dari tadi nggak diangkat-angkat." Wajah Mama Marissa tampak cemas sambil menatap layar ponsel. Hal itu juga menular ke Alena. Alena jadi mendadak khawatir. Kenapa suaminya tidak mengangkat telepon dari mamanya? Apa sengaja karena ingin memberi suprise? Alena masih berusaha berpikir positif."Mungkin masih di jalan kali, Ma." Putra ikut berbicara dan menenangkan."Aneh," gumam Marissa masih menatap layar ponsel. "Bikin khawatir aja ""Jangan mikir aneh-aneh deh, Ma. Berdoa aja semoga Andrio baik-baik aja dan segera sampai. Mungkin terjebak macet di jalan." Lagi sang papa mertua menenangkan istrinya.Mama Marissa hanya diam masih sibuk dengan ponselnya.Ting Tong!Tak lama kemudian terdengar suara bel menggema. Alena langsung menatap mama mertuanya. "Nah itu pasti Mas Andrio, Ma.""Biar saya ya yang bukain pintu," ucap Bi Jum yang kebetulan lewat di depan meja makan."I-iya, Bi," sahut Alena.
Dua jam kemudian masakan Alena dan Bi Jum sudah terhidang rapi di meja makan bak sajian restoran yang siap disantap."Waduh enak nih keliatannya ...." Mama Marissa menatap hidangan makanan yang terlihat menggugah selera itu. "Oma jadi nggak sabar buat cicipin." Marissa menyengir lebar melirik cucu kesayangannya sudah duduk di kursi makan di sampingnya."Tunggu Papa!" seru balita itu semangat."Iya, Oma ngerti. Kita tunggu Papa dulu ya baru boleh makan?"Si bocah mengangguk antusias.Alena yang mendengar percakapan itu dari ambang pintu dapur hanya tersenyum simpul. Dia lalu teringat sesuatu dan merogoh ponsel di saku celana kainnya lalu perlahan berjalan ke arah ruang tengah. Hendak menelepon suaminya.***Pria itu duduk bersandar di kursi penumpang. Matanya sejak tadi memindai jalanan yang padat akan kendaraan di depannya. Sesekali macet menghampiri membuatnya semakin gelisah saja. Karena hal itu membuatnya makin lama untuk segera sampai ke rumah.Namun, dia tak lupa ada hal lain yang
Dua tahun kemudianDua tahun sejak kepergian Andrio berlalu. Anak-anak mereka telah tumbuh kian besar dan bisa bicara dengan fasih. Hari-hari yang Alena lalui tanpa Andrio memang terasa berbeda. Walau kadang ditemani keluarganya yang membantunya--entah itu ibu mertuanya, mami dan papi. Malam-malam Alena dia lalui dengan tidur sendiri. Masalah-masalah yang menderanya dia hadapi sendiri.Walau hampir setiap hari mereka bertukar kabar melalui chat dan video call-an. Tetap saja Alena merasa berbeda. Dua tahun dia lewati semua penuh kesabaran dan harapan. Sampai tibalah hari ini. Hari di mana Andrio harusnya pulang."Pagi, Mama ...." Terdengar sayup-sayup suara mungil membangunkan, disusul kecupan hangat di pipi. Wanita itu sontak membuka mata. Lantas menoleh ke samping. Wajah balita mungil dan menggemaskan tersenyum menyambutnya.Alena tersenyum. "Pagi juga, Sayang ....""Bangun, Mama.""Iya, ini Mama udah bangun. Sini peluk dulu." Alena meraih badan mungil itu dan mendekapnya penuh cinta
"Suami gue selingkuh, Al ....""Selingkuh gimana, Far? Lo tahu dari mana itu selingkuhannya? Siapa tahu emang cuman teman kan?""Bukan teman, Al. Tapi selingkuhannya. Udah setahun Al, gue sering baca chatingan mereka. Dari chatingannya jelas-jelas mereka ada hubungan spesial. Gue yang lebih tahu.”"Maaf, Far, co-coba sekarang lo cerita yang jelas sama gue ...."Alena sontak memejamkan mata dan menggelengkan kepala kencang-kencang setiap teringat cerita perselingkuhan sahabatnya itu.Waktu Farah memberitahu kalau pernikahannya sedang dilanda perselingkuhan oleh suaminya. Alena syok tak menyangka dan meminta sahabatnya itu bercerita dari awal pertemuannya dengan calon suaminya hingga bagaimana perselingkuhan itu terjadi. Farah mengadu padanya sambil menangis tersedu-sedu.Farah sudah menikah lima tahun lalu yang itu artinya Farah menikah beberapa bulan setelah dia menikah dengan Andrio, tepat mereka kehilangan kontak satu sama lain hingga Alena pun tidak tahu kapan Farah menikah. Farah j
Mereka akhirnya tiba di rumah Alena. Farah begitu kagum melihat rumah Alena sampai-sampai perempuan itu membuka mulut. Rumah sahabatnya itu begitu mewah, bergaya minimalis modern.Dari depan, rumahnya terlihat tinggi dan megah karena berlantai tiga. Dinding dan tiang-tiang rumahnya terlihat kokoh karena dibangun dengan material batu. Dengan jendela lebar dan pintu yang terbuat dari kaca. Langit-langitnya tinggi. Sementara pagarnya terbuat dari besi yang tingginya melebihi kepala orang dewasa. Bahkan ketika dia sudah turun dari mobil itu pun dia masih saja terpana. "Rumah kalian semewah ini?" Farah menatap Alena tidak percaya.Alena tertawa. "Ah, elo mah berlebihan. Rumah lo emangnya nggak semewah ini?"Farah terdiam, mengingat sesuatu. Lebih tepatnya mengingat masa lalu sahabatnya itu. "Ya maksud gue ... Eng, iya Alhamdulillah kehidupan lo sekarang udah sukses dan nyaman banget." Farah tersenyum kaku. "Gue harus banget berterima kasih sama Andrio atas semua ini."Alena mengernyit hera
"Farah?" tebak Andrio lebih dulu membuat Alena menoleh ke suaminya. Ternyata Andrio juga bisa mengenalnya."Iya, gue Farah," sahut perempuan itu kemudian.Alena kembali menatap perempuan yang mengaku Farah itu. Dia melotot tak percaya. "Farah?! Ya ampun!" Alena sontak berdiri. "Gue hampir nggak bisa ngenalin lo tahu, lo berubah banget!" Alena serta-merta memeluk Farah erat-erat. Sementara yang dipeluk juga membalas hal serupa.Mereka saling berpelukan erat. Tubuh kedua wanita itu bahkan bergerak-gerak ke kiri dan kanan karena Alena begitu antusias. Alena kemudian melepas pelukannya. "Apa kabar lo? Kebetulan banget ya kita ketemuan di sini?""Iya, maaf ya gue nggak ada kabar selama ini," jawab Farah. "Iya, nih. Nomor WA lo udah lama nggak aktif, abis itu nggak ada ngasih kabar ke gue juga. Sombong lo.""Bukannya gitu." Farah menyengir terlihat tak nyaman.Alena tertawa. "Iya, iya, gue cuman bercanda kok."Farah lalu menatap Andrio dan anak-anak mereka. "Kalian pada mau ke mana nih?""M
"Pakaian udah, dalaman udah, pembersih muka udah, pomade udah, jam tangan udah, berkas-berkasnya udah, tiket udah, foto-foto aku sama anak-anak juga udah, hmmm apa lagi, ya ...." Alena mengecek barang-barang yang sudah dia masukkan dalam koper Andrio. "Iya semuanya udah beres."Setelah dirasa semuanya sudah lengkap, Alena pun menutup koper itu lalu menyeretnya dekat pintu agar mudah di bawa keluar. Ada dua koper yang siap Andrio bawa. Sebagian besar isinya adalah pakaian dan barang-barang penting.Bersamaan dengan itu, Andrio keluar dari kamar mandi yang ada di kamarnya. Pria itu baru saja selesai mandi, bertelanjang dada dengan handuk kecil melilit pinggangnya, sedangkan handuk kecil lain menyampir di bahunya. "Udah beresin semua? Makasih, ya, sayang," ucapnya saat melihat kesibukan istrinya menata koper. Dia lalu menatap cermin sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil.Alena menoleh. "Udah beres. Cepetan pakai bajunya. Udah kusiapin di lemari paling depan," beritahu Alena. "Ak
Malam harinya, Alena gelisah seorang diri di kamar. Anna dalam gendongannya sejak tadi tak berhenti menangis kencang. Kekhawatiran Alena terjawab ketika dia menempelkan jemari di kening si bayi yang terasa sangat panas. "Ya ampun, Nak. Badanmu panas banget ...." Alena berdiri menggendong anaknya, mencoba mendiamkan meski rasanya mustahil karena bayi itu sedang demam tinggi.Alena melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul tujuh. Lalu dia meraih ponsel di atas nakas, mengecek pesan dari Andrio, tapi tidak ada.Alena menarik napas, lalu mengembuskannya kembali. Hal itu dia lakukan berkali-kali sampai perasaannya tenang. "Aku nggak boleh panik. Sebaiknya aku cari tahu di g****e pertolongan pertama waktu bayi lagi demam, apa, ya?" Sambil menggendong bayi dengan tangan sebelah, dia mengotak-atik ponselnya.Dia membaca sekilas informasi yang dia dapat dari g****e. Lalu dia menghubungi Bi Jum lewat chat, minta siapkan air hangat dan kain buat kompresan. "Sabar, ya, Nak. Mama siapin air ha
Satu tahun kemudian ...."Kupandang langit penuh bintang bertaburan ... berkelap-kelip seumpama intan berlian ...." Alena bernyanyi kecil sambil mendorong baby stroller, berjalan mengelilingi taman rumah. Di dalam kereta bayi itu ada Anna dan Kenzy.Satu tahun berlalu, tidak banyak yang berubah dari kehidupan Alena dan Andrio selain anak-anak mereka yang sudah tumbuh besar. Alena yang juga sudah terbiasa mengurusi anak-anaknya.Kenzy sudah berusia satu tahun sepuluh bulan, sedangkan Anna berusia satu tahun satu bulan. Kenzy sudah biasa bicara dengan pengucapan yang jelas, sudah mengerti diajak bicara dan sudah bisa berjalan sendiri tanpa dipimpin, sedangkan Anna sudah bisa bicara namun masih tidak jelas pengucapannya, bisa berjalan dengan dipimpin dan bisa mengerti diajak bicara juga."Mau nyanyi apalagi?" tanya Alena pada anak-anaknya. "Lagu kupu-kupu yang lucu mau?""Mau ...," jawab Kenzy sambil mendongak menatapnya, sedangkan Anna hanya menatap ke segala arah."Oke, kita nyanyi lagu