Lampu indikator ponsel pertanda pesan masuk menyala. Rossa mengecek ponselnya dan membuka aplikasi W******p. Kasimin mengirimkan pesan.
[Mak Nani dan Ilyas datang ke rumah mencarimu, Nak. Mereka menuntut ganti rugi atas mahar yang Soleh berikan sebesar 30 juta. Bapak bingung, bagaimana mencari uang sebanyak itu. Tapi bapak akan mencari bantuan. Kamu di sana jaga-jaga dan lebih waspada, ya, Nak. Salam dari ibunu. Doa kami selalu menyertai.]Wajah Rossa berubah mendung setelah membaca pesan yang masuk. Membuat Inah mencurigainya. Inah khawatir keponakannya mendapat masalah besar.“Ada apa, Rossa?’ tanya Inah sambil menutup buku rincian penjualan pulsa.“Nggak apa-apa, Bi. Rossa hanya khawatir terhadap kedua orang tua di rumah. Mak Nani dan Ilyas pasti akan mencari keberadaan Rossa.” Mendengar penuturan Rossa, Inah turut prihatin. Wanita itu tahu betapa perihnya kehidupan gadis itu sejak kecil. Dari dalam kandungan, ayah kandungnya yang asli Arab dikabarkan wafat. Rossa hanya mampu melihat ayah kandungnya melalui foto buram satu-satunya yang masih tersimpan rapi di laci dalam kamarnya. Setelah Rossa lahir, sang ibu bertemu dengan Kasimin yang saat itu bekerja menjadi kuli bangunan.Sifat pekerja keras dan bertanggung jawab Kasimin membuat hati sang ibu melunak dan mau menerima pinangannya. Ibunya pernah sempat hamil, tapi keguguran. Setelah itu dokter menyatakan bahwa sang ibu tidak bisa dengan mudah untuk hamil karena suatu kondisi yang akan membahayakan nyawanya jika dipaksakan hamil. Jadilah Rossa sebagai anak semata wayang.Tapi sejak kecil nasib janda kembang yang masih perawaan itu selalu naas. Teman dan tetangga sering mengucilkannya. Bahkan ketika dewasa dan menjelma menjadi gadis cantik, dirinya sering diperlakukan tidak manusiawi oleh para lelaki hidung belang. Sampai-sampai menjadi bulan-bulanan ibu-ibu di kampung karena dicap pelakor.Nasib naas semakin parah diterimanya setelah ia gagal dalam dua kali pernikahan. Kedua suaminya meninggal secara misterius. Tanpa diketahui sebab musababnya. Takada lelaki yang berani maju meminang janda perawan itu.Hingga Soleh akhirnya memberanikan diri melamarnya menjadi istri meski keluarganya sangat menentang. Mak Nani sangat tidak suka dengan Rossa karena kemiskinannya. Sementara Ilyas sangat iri dan ingin memiliki Rossa seutuhnya. Pria itu sering membayangkan wajah Rossa jika sedang berhubungan intim dengan istrinya. Sungguh keji.Namun nasib Soleh tidak jauh berbeda dengan yang dialami kedua suami sebelumnya. Ia mati misterius sebelum menyentuh sang istri dan menikmati malam pertamanya. Semakin gempar lah fitnahan terhadap Rossa sebagai perempuan terkutuk pembawa sial.“Sabar, ya, Rossa. Kamu perempuan tangguh. Gusti Allah pasti punya berita gembira untukmu suatu saat nanti." Inah mengelus lembut bahu Rossa.Tak terasa bulir air mata menetes dari kedua matanya. Sejauh ini, Rossa masih berpegang teguh pada pendiriannya untuk tetap menjadi wanita baik-baik.***Sore harinya, datang seorang pria berusia sekitar tiga puluh tahunan ke konter bi Inah. Dari penampilannya, bisa dipastikan pria ini punya cukup uang. Ia bertanya soal Rossa pada bi Inah, yang saat itu sedang menunaikan salat Asar.“Rossa ada, Bi?” tanyanya tanpa basa-basi.“Ada, sedang salat Asar. Maaf, mas ini siapa, ya?” Inah bertanya balik.“Perkenalkan, saya Anwar. Saya CEO di salah satu perusahaan kecil di kota ini. Saya ada perlu dengan Rossa.” Pria itu menjelaskan singkat latar belakang dirinya.“Oh, silakan menunggu, Mas. Sebentar saya panggilkan.”Lantas Inah memasuki rumah dan memberitahu Rossa bila ada yang mencarinya. Rossa sempat merasa takut dan khawatir. Ia takut pria itu ternyata antek suruhan Ilyas atau Mak Nani. Tapi akhirnya ia memberanikan dirinya untuk menemui lelaki itu.Wajah pria ini sangat rupawan namun begitu asing.“Hai, Rossa. Masih ingat saya? Saya Anwar, atasan mendiang suamimu, Sulaiman. Saya datang ke pernikahan kalian beberapa tahun lalu.” Kali ini pria bernama Anwar itu menjelaskan lebih terperinci tentang siapa dirinya.“Oh ... iya, iya. Maaf saya baru ingat, Pak Anwar,” Rossa membungkukkan badannya seraya menangkupkan kedua telapak tangannya di dada. “Ada perlu apa, ya, Pak?”“Saya tahu kamu sedang butuh uang banyak, bukan?” Anwar mengeluarkan bungkus rokok lalu memantik api. Pria ia menghisap sebentar dan mengepulkan asapnya. “Saya punya job untukmu,” lanjutnya kemudian.“Jobnya apa, ya, Pak? Saya memang sangat membutuhkan pekerjaan,” raut wajah Rossa berubah memelas.“Tapi job ini sedikit berisiko.” Anwar menatap Rossa tajam. Seolah ingin mempertegas dan memberi penekanan.“Ngga apa-apa, Pak Anwar. Saya akan lakukan apa pun pekerjaannya.”Inah yang menyimak obrolan antara Rossa dan Anwar sambil mengecek pembukuan merasakan firasat tak enak. Tapi Rossa bukan anak kecil. Gadis itu sudah dewasa dan berani menanggung risiko apa pun.“Pekerjaanmu sebagai pelakor bayaran. Saya bayar kamu untuk menjadi pelakor saingan bisnis saya. Buat karirnya hancur karena tergoda sama kamu.” Pria itu tersenyum sinis. “Bagaimana?”“Pe-pela-kor bayaran?” terbata-bata Rossa bertanya.Anwar mengangguk mantap. “Saya bayar kamu 100 juta sebagai imbalan di muka. Setelah berhasil, saya akan tambah upahnya.” Anwar mengeluarkan amplop cokelat tebal dari balik saku blazernya.Rossa menjadi gamang antara menerima tawaran pekerjaan itu atau menolaknya. Ia terlihat berpikir keras. Sementara Inah mewanti-wanti, berharap keponakannya menolak tawaran itu.“Baik. Saya siap, Pak!”***Rossa memasuki pekarangan rumah bergaya Eropa yang begitu luas. Taman tertata dengan apik dan cantik. Setelah berjalan beberapa langkah dari gerbang, kakinya menapak di atas lantai berlapis marmer. Pilar-pilar besar berdiri kokoh di beranda teras yang dipijaknya ini. Rossa begitu takjub dengan kemegahan rumah yang baginya seperti istana ini. Dengan diantar satpam, Rossa dipertemukan dengan pemilik rumah.Anwar dan istrinya yang sangat cantik membukakan pintu utama dan menyambut Rossa dengan kehangatan. Begitu melangkah masuk, sorot mata Rossa berbinar karena takjub. Interior rumah bergaya klasik ini begitu mewah dan elegan. Ada sofa besar berjajar membentuk oval di ruang tamu yang megah ini. Anwar mempersilakan Rossa untuk duduk. Kemudian datang asisten rumah tangga berusia paruh baya membawa nampan berisi suguhan minuman dan makanan ringan.“Silakan dicicipi,” tawar istri Anwar dengan senyum dikulum. Nona muda di hadapan Rossa ini memindai penampilan Rossa dari ujung rambut hingga u
Di sebuah rumah di tengah kota ....Sudah sekitar seminggu Rossa menjalankan misi yang diberikan Anwar dan Jelita padanya. Andra bisa beberapa kali menghubungi gadis berparas cantik khas Timur Tengah itu dalam sehari. Dosisnya bahkan bisa melebihi minum obat. Seolah kecantikan Rossa membuatnya candu. Bahkan di tengah kesibukan pria itu bekerja, ia menyempatkan untuk melakukan video call dengan gadis itu.Tidak hanya di kantor, saat di rumah setelah menunggu istrinya tidur, Andra akan menyempatkan diri menelepon Rossa. Suara gadis itu terasa menggoda di pendengarannya. Tak ayal Andra terkadang membayangkan paras cantik rupawan itu tengah bercinta dengannya.Awalnya Devina tidak menyadari keanehan tingkah suaminya. Namun beberapa hari belakangan pria itu bersikap sangat romantis. Devina yang sudah hafal di luar kepala gelagat suaminya akhirnya menaruh curiga. Ia teringat gadis cantik yang dilihatnya beberapa waktu lalu di sebuah kafe. Saat itu pandangan Andra seolah tak ingin terlepas
Rossa tidak dapat berlama-lama di rumah orang tuanya. Ia hanya menjenguk ibunya lalu memberi sejumlah uang. Rossa meminta supaya rumah mereka direnovasi segera karena begitu iba melihat ibunya berbaring lemah di lantai. Di hari itu juga ia mengirimkan kasur busa dengan tebal 30 senti supaya kedua orang tuanya bisa tidur dengan nyaman.Sebelum keluar dari desa, mobil Jazz yang ditumpangi Rossa dihadang beberapa pria bertopeng dan bersenjata tajam. Pak Rudi mengerem mendadak hingga membuat Rossa yang sedang melayani chat dari Andra terlonjak kaget. Pria itu gemetaran. Rossa pun terlihat panik saat melihat dua pemuda memaksa Pak Rudi membuka kunci pintu dengan mengetuk-ketuk kaca. Sementara dua lainnya masih menghadang di depan.Dua orang tadi segera membuka pintu belakang dan menarik tubuh Rossa keluar. Sementara Pak Rudi dibekap hingga pingsan. Rossa menjerit meminta tolong. Tapi suasana jalanan begitu sepi.Gadis itu diseret menuju kebun di pinggir jalan. Rossa memberontak. Akhirnya s
Saat di klinik kemarin Rossa meminta izin Kasimin agar ibunya untuk sementara waktu ikut tinggal bersamanya. Sambil menunggu renovasi rumah sederhana mereka selesai. Hari ini hari pertama rumah bilik penuh kenangan itu akan dibongkar dan menjelma menjadi bangunan permanen, seperti rumah lainnya di desa itu.Melihat interior kamar apartemen yang ditempati Rossa, kedua bola mata Jubaedah membulat sempurna. Ia teringat kemegahan rumah majikannya di Tanah Arab dulu. Jubaedah duduk di atas sofa dengan bantalan yang sangat empuk. Jauh berbeda dengan kasur lantai berbusa tipis yang menjadi alasnya tidur.Meskipun apartemen ini bukan milik putrinya, tapi ia begitu bersyukur Rossa bekerja pada orang yang dianggapnya tepat. Walaupun hingga saat itu dirinya belum tahu pekerjaan apa yang dijalani gadis keturunan Arab itu.“Bosmu pasti orang yang sangat baik, Ros. Sepertinya ibu akan nyaman tinggal bersamamu di sini.” Jubaedah mengelus lembut kulit sofa yang didudukinya. Orang kaya di desanya pun
Beberapa panggilan masuk dari Andra tidak sempat Rossa angkat karena sibuk mengantarkan dan menemani Jubaedah check up di salah satu rumah sakit. Ternyata ibunya memiliki flek di paru-parunya sehingga harus mendapatkan pengobatan selama beberapa bulan ke depan.Setelah check up, Rossa membawa ibunya pulang ke apartemen. Ia sudah memesan menu masakan untuk santapan makan siang ibunya. Rossa juga baru saja menyewa asisten untuk mengurus keperluan ibunya bila dirinya sedang keluar menjalankan tugas.Setelah memastikan segala keperluan ibunya tersedia, gadis itu berpamitan. Segera Rossa menemui Pak Rudi yang sudah menunggunya di lobby. Mereka pun segera meluncur dengan Jazz merah dan menuju sebuah kafe. Di sana ia akan menemui Andra. Pria itu sudah tidak tahan ingin segera bertemu dengan Rossa yang beberapa hari belakangan ini sulit dihubungi.“Halo, Beb. Aku rindu berat padamu,” ujar Andra gombal ketika Rossa menghampirinya. Pria itu mengecup punggung telapak tangan Rossa yang lembut. M
Rossa sudah tiba di lobby apartemen. Resepsionis memberitahukan bila ada seorang perempuan telah menunggunya sejak tadi. Rossa menoleh ke arah sofa di mana seorang perempuan yang wajahnya sudah dikenalinya tengah menatap ke arahnya tajam. Rossa tersenyum simpul. Jelita sudah mengajarinya bagaimana cara menghadapi situasi saat istri sah lelaki yang akan direbutnya itu datang melabrak.“Oh, rupanya benar kamu. Kamu perempuan di kafe waktu itu kan?” tanya Devina angkuh. Rossa melipat kedua tangannya di dada.“Jika memang itu aku, kenapa? Kamu takut suamimu akan kurebut?” Rossa menghampiri perempuan itu dengan langkah anggun namun tegas. Tak sedikit pun gadis itu gentar. Apalagi semua ia lakukan demi uang, demi keluarga dan demi masa depannya yang lebih baik.“Huh! Aku tidak akan pernah takut menghadapi pelakor apalagi picisan sepertimu,” cibir Devina. “Oh, pastinya kamu tidak akan pernah takut. Karena kamu sangat tahu bagaimana cara menghadapi pelakor. Bukankah, sebelum menjadi istri An
Sebuah pesan masuk dari Andra melayang di layar ponsel Rossa. Segera ia mengklik pesan itu.[Istriku marah besar. Sementara waktu aku belum bisa menghubungimu, Honey. Sabar, ya. I’ll miss you]Rossa tersenyum sinis. Sama sekali ia tidak akan merindukan lelaki bajingan seperti Andra. Hari-hari wanita itu selalu dibayangi wajah Rusydi. Apalagi semenjak Rusydi menyelamatkannya yang hampir menjadi korban perkosaan Ilyas. Si lelaki biadab.Sayangnya, masa iddah yang dijalaninya belum genap 130 hari. Gadis itu masih berstatus menantu Mak Nani. Sungguh waktu yang sangat lama untuk bisa terlepas dari jeratan nenek sihir penuh kelicikan itu.[Miss you too]Rossa bergidik ketika membaca balasan pesannya sendiri. Kalau bukan karena ia masih butuh pekerjaan ini untuk mengumpulkan pundi-pundi uang, pria itu pasti sudah ditinggalkannya. Meskipun Rossa terkenal sebagai biduan dangdut, yang notabene sering dicap perempuan tidak baik, tapi sampai saat ini gadis itu berusaha menjaga kesuciannya. Ia ha
Hari ini Rossa dan Jubaedah akan meninjau lokasi tanah yang akan ia beli dari Anwar dan Jelita. Anwar memang dikenal juga sebagai juragan tanah, selain sebagai eksekutif muda. Ia memiliki banyak tanah yang tersebar di berbagai kota. Masing-masing tanah juga ada yang mengurusnya.Rossa diajak ke lokasi terdekat, agar ia bisa berdekatan dengan kedua orang tuanya. Kebetulan tanah yang akan dibelinya ini tidak jauh dari kampungnya. Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit saja. Apalagi tanahnya juga berada di pinggir jalan raya. Sungguh strategis.“Lokasi ini sangat cocok buat keluargamu, Rossa,” ujar Anwar.“Kalau kamu bersedia membeli tanah ini, kamu juga boleh memiliki isinya. Kebetulan ada beberapa pohon dan tanaman yang ditanam Pak Yanto, pengurus tanah kami di sini,” tambah Jelita.Lalu mereka berjalan semakin dalam. Ada sebuah gazebo yang sengaja dibuat untuk tempat beristirahat dan bersantai. Mereka pun beristirahat di sana. Pak Yanto membawakan beberapa buah-buahan hasil panen
Urusan perpindahan sekolah Rani dan adik-adiknya sudah beres. Tinggal membantu bibinya melunasi utang-utangnya kepada rentenir. Rossa banyak menggelontorkan sejumlah uang demi membantu adik sepupu bapaknya itu. Di dapur, ibu dan Bi Sari sibuk mengadon kue. Ibu sudah dibekali Rossa usaha bakery. Sementara ini berproduksi skala rumahan karena baru merintis. Bila sudah berjalan lancar, barulah Rossa mencarikan tempat untuk disewa atau dibeli.Sementara bapak sudah dimodali mobil dan motor second untuk usaha angkot dan ojeknya. Masing-masing satu buah kendaraan. Bila usaha bapaknya lancar, barulah menambah jumlah kendaraannya. Tapi bukan bapak yang menyupiri. Bapak hanya tinggal menerima setoran dari supir angkot dan pengemudi ojeknya nanti. Rossa tidak ingin kedua orang tuanya di masa tua masih kerepotan mencari uang sana sini. Apalagi jika teringat masa-masa sulit dulu. Sekadar mencari pinjaman untuk sarapan saja sulit. Tidak jarang kedua orang tuanya harus menjadi kuli dulu agar m
Rossa dan kedua orang tuanya telah sampai di lobby apartemen yang ditempati Rossa. Tampak Bi Inah dan ketiga anaknya sudah menunggu di sofa ruang tunggu. Mereka membawa tas berukuran besar yang tergeletak di atas lantai.Begitu melihat Rossa, mereka langsung menghambur dan memeluk gadis itu. Bi Inah mengisakkan tangis.“Mari kita ke apartemen Rossa dulu, yuk,” ajak Rossa sambil merangkul bahu Bi Inah yang masih terguncang dan mengisakkan tangisnya. Sementara Jubaedah menuntun Rani dan kedua adiknya. Mereka memasuki lift dan meluncur ke lantai tiga.Sesampainya di apartemen, Rossa menyediakan minum untuk para tamu kesayangannya ini. Bi Inah langsung meneguk hingga tandas minuman berwarna oranye dengan rasa jeruk. Lalu Rani dan kedua adiknya juga ikut meneguk minuman yang terlihat menyegarkan dahaga itu. Mereka terlihat sangat kehausan.“Maaf, minumnya jadi habis, Rossa. Kami kehausan. Mau beli minum tidak punya uang sepeser pun,” jelas Bi Inah dengan raut wajah yang sendu dan membu
“Rossa lagi sibuk ngga?” tanya Rusydi dari seberang telepon.“Ngga, Bang. Ini habis ngobrol sama ibu soal keadaan Razan,” jawab Rossa sambil melepas jarum pentul yang mengunci hijab pashminanya. Gadis itu belum terbiasa mengenakan hijab. Tampak wajah cantik khas Timur Tengah miliknya sedikit berkeringat.“Abang lupa bilang. Tadi abang simpan box hadiah di minibar. Mudah-mudahan masih ada. Itu sengaja abang kirim buat Rossa. Karena tadi Rossa sibuk mengobrol dengan Razan, jadi abang kelupaan ngasih ke Rossa. Mohon diterima, ya.”“I-iya, Bang. Sebentar Rossa cek dulu, ya.”Rossa lalu berjalan menghampiri minibar. Benar, box berwarna merah muda itu masih tersimpan dengan baik.“Merah muda warnanya, Bang?” tanya Rossa memastikan.“Iya. Warna kesukaan Rossa, kan?” Rossa mengulum senyum dan tersipu malu. Ternyata pemuda itu masih ingat dan hafal apa warna kesukaannya. Rossa menyukai dua warna, merah muda dan ungu. Bahkan dekorasi kamarnya ini pun bernuansa pink dan ungu.Pelan-pela
Pandangan mata Rusydi mengawasi gerak-gerik pemuda yang sedang mengobrol dengan Rossa. Setelah acara tasyakuran, pria yang tidak dikenal Rusydi itu tidak langsung pulang. Dia sengaja menunggu Rossa.Sikap Rossa yang terlihat hangat dan ramah membuat hati Rusydi dibakar api cemburu. Namun ia harus bisa menahannya. Bagaimana pun mereka berdua tidak memiliki hubungan apa pun meskipun Rusydi sudah mengutarakan perasaannya. Rossa hingga kini belum memberi jawaban.“Baiklah, Rossa. Kapan-kapan aku mampir ke apartemenmu, ya. Jangan lupa simpan nomorku,” pesan Razan. Pemuda itu meninggalkan rumah ibu Rossa dan berjalan menghampiri mobilnya yang terparkir agak jauh dari rumah itu. Rossa berbalik hendak memasuki rumah.Namun tiba-tiba beberapa warga berteriak histeris. Terdengar suara rintihan kesakitan yang Rossa kenal. Bergegas Rossa menghampiri asal suara. Disusul Rusydi di belakangnya.Di luar rumah para warga berkerumun mengelilingi seseorang yang terluka akibat luka tusuk di perutnya.
Ponsel pintar Rossa berdering beberapa kali dan bersumber dari telepon nomor tidak dikenal. Bi Sari sampai kebingungan mengapa majikannya tidak mau mengangkat telepon itu. Padahal sejak tadi aktivitasnya menonton TV terganggu karena suara bisingnya.“Non, kenapa ngga diangkat dulu?” tanya Bi Sari dengan sopan. Wanita itu tengah membersihkan laci-laci menggunakan kemoceng dan lap basah.“Biarin aja, Bi. Nomornya ngga dikenal. Paling juga orang iseng,” jawab Rossa sambil terus mengunyah keripik singkong buatan ibunya. Jubaedah sudah tidak tinggal di apartemen ini. Ibu Rossa itu sudah menempati rumahnya sendiri. Malam ini akan diadakan tasyakuran. Pagi ini Rossa akan berkemas untuk menginap di rumah baru ibunya selama beberapa hari. “Bi, nanti tolong kemasi barang-barang keperluan saya, ya. Jangan lupa skincare yang saya pakai jangan sampai ketinggalan. Sekalian pakaian bibi juga dikemas. Kita akan menginap sekitar tiga hari di rumah ibu,” pinta Rossa.“Baik, Non. Siap, laksanakan!” sah
“Rossa ... keluarlah! Pangeranmu sudah datang!” Dengan begitu percaya diri Ilyas memanggil nama Rossa. Wanita yang sedang mengintip dari balik gorden itu tampak kesal dan tak menghiraukan. Rossa menoleh ke arah Rusydi yang tampak keheranan. Pemuda itu penasaran dan akhirnya ikut mengintip. Ia menertawakan tingkah kakak ipar Rossa yang begitu aneh itu.Bagaimana tidak? Lelaki itu datang dengan gaya berpakaian ala A Rafiq, penyanyi dangdut legendaris yang sering mengenakan celana jeans model cutbrai. Lengkap dengan kacamata hitam yang bertengger di batang hidungnya dan rambut klimis. Belum lagi, wanita yang selalu menempel di lengannya seperti prangko, si ‘janda herang’ Kartika. Perempuan itu seperti tidak punya harga diri, dengan beraninya menggaet suami orang.“Kakak iparmu itu lucu sekali, Rossa. Sifatnya tidak berubah sejak kecil, ya. Jauh berbeda dengan Saleh,” ujar Rusydi berkomentar. Rossa pun tersenyum sinis.“Iya, tuh. Entah kenapa Bang Saleh harus bersaudara dengan lelaki t
“Gimana, Ros? Kamu terdampak pelet si Andra ngga?” tanya Jelita penasaran. Wanita itu tahu, kemarin Andra dan Rossa berjanji bertemu di kafe biasa mereka ketemuan.“Alhamdulillah, aman, Bu. Ngga terjadi reaksi apa pun pada saya. Perasaan saya masih seperti sebelumnya. Andra bukan tipe saya,” jawab Rossa dengan santai. Ia baru saja selesai mandi dan akan bersiap mengenakan pakaiannya. “Bagus, Rossa. Sepertinya penangkal pelet yang saya berikan kemarin sangat ampuh.”“Sepertinya begitu, Bu.”“Oh, ya. Saya sudah mengirim sejumlah uang ke rekeningmu. Kerjamu bagus, Rossa. Saya suka,” puji Jelita. Entah sudah berapa banyak rupiah ia gelontorkan untuk membayar gadis itu. Sebenarnya, Jelita seorang dermawan. Ia dan suaminya tidak sulit mengeluarkan uang untuk siapa pun. Apalagi yang membutuhkan. Hasil jerih payah mereka pun murni karena kerja keras. Bukan hasil pesugihan dan menumbalkan apa pun. Mereka juga tidak menggunakan penglaris dalam usahanya. Saat mendengar kisah Rossa dari
Akhirnya, Andra bisa bernafas lega karena Rossa mau bertemu dengan dirinya. Mereka akan bertemu di kafe biasa di jam biasa juga. Andra sudah berpesan pada istrinya agar tidak menunggunya pulang karena ia akan bertemu klien. Kebohongan yang biasa ia perbuat, seperti biasanya. Tapi wanita itu hanya mengangguk dan menurut. Pelet yang digunakan Andra membuat wanita itu takluk dan tak bisa membantah.Sepulang kerja, mobil Andra langsung melaju menuju kafe yang dituju. Tak sengaja Andra melihat mobil yang biasa dipakai Rossa sudah terparkir di parkiran. Artinya wanita itu sudah lebih dulu datang. Tidak biasanya gadis itu datang duluan. Sepertinya Rossa mulai terpikat padanya, pikir Andra. Ia memuji kerja si dukun yang ternyata memiliki minyak yang begitu ampuh. Buktinya, belum bertemu pun Rossa sudah terlihat antusias menyambut kehadirannya.Dengan langkah penuh percaya diri, Andra berjalan memasuki kafe. Di sofa yang biasa ia tempati, seorang gadis cantik sudah menunggu dirinya. Gadis it
Jelita segera meminta Rossa datang ke rumahnya. Ia dan Anwar sudah mendapatkan jimat penangkal pelet dari seorang dukun langganan kerabatnya. Jimat itu berbentuk ikat pinggang dengan tali kecil dan gandulan dari buntalan kain. Saat gadis itu tiba di rumah Jelita, wanita itu segera menarik lengannya dan membawanya ke sebuah ruangan. Ruangan yang biasa ia pakai untuk membriefing Rossa.“Angkat sedikit bajumu, Rossa. Aku akan memakaikan ikat pinggang ini. Ini adalah jimat penangkal pelet.”Rossa menurut. Ia mengangkat sedikit baju bagian atasnya lalu Jelita memakaikan ikat pinggang itu di pinggang Rossa yang ramping.“Pas sekali,” ujar Jelita. “Kali ini kita tidak perlu khawatir dirimu akan terkena guna-guna lelaki hidung belang itu, Rossa. Tapi berhati-hatilah. Jimat ini harus kau lepas saat mandi,” pesan Jelita.Rossa tidak banyak bicara. Gadis itu hanya menagangguk dan menuruti apa yang diinginkan oleh orang yang menyewa jasanya.“Lalu apa lagi rencana kita, Bu?” tanya Rossa. I