Harsa segera menutup ponselnya setelah kembali melihat pesan tersebut yang ternyata dari polisi mengenai keadaan terjadinya kasus Nyiur yang hampir saja dibunuh menggunakan belati. Harsa mengurungkan niat untuk ke kamar putrinya, ia segera kembali ke kamar lagi karena rasanya ia perlu dulu meletakkan kepalanya itu berdiam diri sejenak di atas bantal. Keadaannya masih baru sampai depan pintu, mereka masih baru selangkah lagi masuk di kamar Alifa dan Aliza. Ayu yang dari tadi berjalan di belakang Harsa pun juga ikut berpaling kemudian menyusul Harsa ke kamar. Nyiur pun secara diam-diam juga mengikuti langkah tersebut, karena Ayu berhenti di depan pintu jadilah Nyiur juga ikut di situ. Sebenarnya, mereka itu sama-sama ingin memberontak dan bertanya ulang kepada Zalfa beserta Zulfikar mengenai mengapa mereka justru membela penjahat tersebut. Akan tetapi m, mulutnya sudah malas terlebih dahulu karena jawabannya sudah dipastikan akan tidak memuaskan dan justru akan membuat mereka semak
Harsa: “Harus jawab gimana, Cantik?” Ayu: “Iya, Sayang … gitu.” Harsa: “Hahaha, iya Sayang. Insyaallah itu jawabannya lebih sempurna.” Ayu: “Tapi bikin dag dig dug dieeerr.” Harsa: “Hemmm, Mas jalan dulu.” Sebenarnya, Ayu ingin Harsa cepat pulang karena dirinya merasa pusing dan tatkala dirinya pusing itu sangat nyaman ketika berada dalam dekapan sang suami, setidaknya bisa mengurangi rasa pusing tersebut. Mungkin hal itu terjadi karena suatu kebahagiaan atau kesejahteraannya itu berada dalam tangan sang suami, dalam arti ia sangat bahagia ketika dekat dengan suaminya sehingga rasa pusing yang dirasakan pun tidak terlalu terasa. Sama halnya ketika seorang anak kecil yang berada dalam dekapan sang ibu. Ayu: “Iya, My Sunshine.” Harsa: “Kamu lagi apa Sayang sama Nyiur? Jadi masak nggak?” Ayu: “Nyiur yang masak, aku rebahan di kamar. Kenapa?” Mau tertawa terbahak-bahak, tetapi istrinya memang begitu. Ayu lebih bertindak seenaknya sendiri apapun itu yang membuatnya
"Sayang, apa yang nggak perlu Mas tahu dan jadi beban? Ada apa Ma?" tanya Harsa. "Bukan apa-apa! Mas Harsa pembohong, ihh! Gak suka!" Ayu langsung ke kamar. "Lah ... gimana sih Ma? Kok jadi Ayu yang ngambek?" tanya Harsa. "Hahaha, ya memang begitu perempuan. Ayu itu lagi pusing, Har. Cuma nggak mau ngomong sama kamu karena tahu kalau kamu lagi banyak pikiran, takut jadiin beban. Sana susul, dia kecewa ketahuan kamu, kecewa kamu pulangnya katanya masih nunggu sepi, tapi tiba-tiba muncul," kata Zalfa. "Innalillaah, hhhh pasti Ayu nih kalau sakit nggak ngomong. Harsa ke kamar dulu ya, Ma." Harsa berlari ke kamar. Terlihat istrinya sedang membersihkan muka. Hal tersebut bertujuan untuk menutupi raut-raut wajah sakitnya. Harsa tersenyum dan mengusap pelan pundak mungil yang sangat cantik itu. "Mau ke mana kok pakai make up?" tanya Harsa. "Emang yang paling berhak menikmati kecantikanku itu siapa? Orang-orang kantor? Tetangga? Mantan aku si Zhimraan wkwk, atau siapa Gantengku?"
"Bawa tidur, Sayang. Semoga nanti bangun-bangun diberi ruang ikhlas ya Cantik. Mas nggak akan tinggalin kamu, mau natap kamu terus saja." Harsa menghembuskan napas pelannya itu di dekat wajah Ayu. Ayu tersenyum. "Iya, Aamiin. Maaf ya Mas ... Ayu rewel terus. Kamu nggak bosan kan?" "Hahahaha, ya gapapa ... gak mungkin saya bosen, Sayang!" Harsa terkekeh, terlihat dengan begitu jelas tawa manis yang semakin membuat Harsa tampak tampan itu dipandang sang istri. Mereka semua tertidur. Awalnya, Harsa ingin menidurkan sang istri saja sembari nanti sewaktu istrinya sudah tidur, ia bisa kerja dari kamar tersebut. Hanya saja, pagi itu terlalu indah untuk mereka saling memeluk dan terpejam bersama. "Masyaallah, tidur semua ternyata. Mereka kan belum sarapan. Ya udah tunggu setengah jam lagi kalau belum bangun aku bangunin," kata Nyiur. Nyiur masuk dan menyaksikan suami dan si istri kedua beradu fisik di atas ranjang. Ia menyaksikan suaminya memeluk dengan erat, terpejam dengan wajah ya
“Semarah-marahnya kamu, besok lagi jangan seperti ini! Daddy nggak suka cara kamu!” seru Zulkarnain. Zulkarnain tidak suka dengan cara putrinya. Ia rasa itu sangat lancang sekalipun memang keadaannya sedang tidak baik-baik saja. Itu sama saja dengan Ayu yang tidak menghargai keberadaan sang suami. Sebenarnya ia ingin marah, tetapi karena melihat keadaan yang seperti itu dan baru saja Ayu kehilangan sang putri, Zulkarnain tidak tega untuk memarahi Ayu. “Yaahh, kok Daddy malah bentak-bentak Ayu, sih! Ayu kan belum cerita!” Ayu terduduk lemas. “Maaf, Sayang. Daddy cuma nggak suka dengan cara kamu yang seperti ini!” kilah Zulkarnain. “Nggak suka nggak harus ngebentak, Dad!” timpalnya. Kembali menangis adalah rutinitas Ayu. Saat di rumah ia sudah mendapatkan kekecewaan dan ketika di kantor jadinya juga mendapatkan kekecewaan yang mana sebenarnya di situ ia ingin mencari kenyamanan, ketenangan, dan senyuman. Apalagi perasaannya kalau bukan merasa sendiri lagi tidak ada yang peka de
“Enggak, Mas,” jawab Ayu. “Tapi kok murung?” tanya Harsa. “Mas Harsa gak perhatian lagi sama Ayu!” rajuk Ayu. “Sayang, gak perhatian apa ini? Ngomong coba,” pinta Harsa. “Masa harus diingetin terus! Pengen loncat deh!” Ayu memonyongkan bibir semonyong mungkin. Harsa baru sadar, tangan sang istri belum ia genggam, ia pun gegas menggenggam tangan sang istri. "Sayangku, My Sunshine ... maaf ya. Dah, sekarang jangan ngambek!" "Jangan lupa-lupa dong!" pintanya. "Hehe, iya Sayang. Kamu pengen kita ngadain resepsi di mana?" tanya Harsa. "Di mana pun, ngikut Mas aja deh," kata Ayu. "Pilih saja, Sayang. Dulu Nyiur juga Mas suruh milih," kata Harsa. "Benci! Apa-apa nggantungin Nyiur! Ayu ya Ayu bukan Nyiur!" "Kamu marah-marah terus awas ya nanti malam, entar saya kasih beronde-ronde full!" Harsa gemas mendekap erat sang istri. "Apaaan, sih! Ya kalau emang udah nggak punya hati ya silahkan!" jawab ketus Ayu. "Sayang, Mas rindu kamu yang bertingkah lucu, jangan ngambek te
"Hehe," jawab Harsa. "Mas Harsa ganas, Pa. Liat nih kaki Ayu sampai lecet!" Ayu memonyongkan bibir saat digendong Harsa dan berada di hadapan mertuanya. “Belum ngerasain karet ban melayang ya Har bisa setega itu sama istri?” sindir Zulfikar. “Hahaha, yang ganas tuh bercandanya Pa, bukan bikin anaknya!” Harsa tertawa terbahak-bahak sembari menatap wajah cemberut sang istri yang tertarik juga akhirnya untuk ikut tertawa. *** Arumi Qulaibah dan Rana Tihani, dua perempuan asing yang ikut andil dalam menyerang keluarga Jayabaya. Benar sekali dugaan dari Zhimraan, selain karena mereka berdua yang menjadi budak nafsu dari Zaheer, mereka berdua melakukan itu demi mendapatkan bayaran berupa materinya untuk keluarganya yang memang tidak mampu. Apa yang dikatakan mereka berdua kepada polisi itu sebenarnya benar. Hanya saja dua wanita tersebut mengaku atas keberadaan yang di tempat itu juga merupakan perintah dari Zaheer sendiri. Mereka tidak menunjukkan identitas Zaheer yang asli dari
"Kenapa diam lagi?" tanya Harsa. "Seneng aja," jawab Ayu. "Masyaallah. Ngerti sekarang kenapa anak kita cepet pulang?" Harsa tak lepas dari mendekap dan menatap sang istri. Tingkat tawakkal seseorang itu juga belum tentu sama. Ada mereka yang sekedar pasrah, sekedar percaya bahwa Tuhan memberinya yang terbaik, tetapi masih enggan untuk berusaha melakukan sesuatu lagi atau bisa dikatakan dalam menyerah, tetapi hatinya masih bisa meyakini bahwa itu yang terbaik lalu bisa juga seseorang itu sudah berada pada tahap percaya akan semua itu yang terbaik, cuma dipasrahkan kepada Tuhan dengan keadaan hatinya yang masih khawatir akan perkara yang dijalani tersebut adalah perkara yang masih buruk meskipun pada dasarnya juga sudah jelas bahwasanya yang diberikan oleh Allah itu adalah sesuatu hal yang terbaik menurut-Nya. Ada juga yang berada dalam tingkatan tertinggi, yaitu mereka yang memang berpasrah, tetapi tetap bangkit untuk berusaha dan tidak mempunyai rasa khawatir akan seluruh t
Harsa: "Aman, Sayang. Kamu di belakang saja sama Nyiur." Ayu: "Huuh, iya-iya!" Harsa: "Hehe, bentar ya Sayang ya." Sejatinya, poligami itu pilihan. Pilihan yang bergantung pada kejadian apa yang menyebabkan diri tersebut harus, wajib, atau tidak dianjurkan poligami. Dalam Al-Qur'an memang poligami itu diperintahkan, Nabi Muhammad juga melakukan, tetapi tidak sekedar perintah mentah yang tak mempunyai syarat dan ketentuan. Dalam surat An-Nisa', poligami diperintahkan sampai maksimal empat, salah satu syaratnya yaitu dengan syarat adil terhadap para istri dan itu pun di ayat selanjutnya dipertegas bahwasannya laki-laki tidak akan bisa adil terhadap istri-istrinya. Itu artinya, poligami sifatnya kondisional. Penjelasan dari maksimal empat itu sendiri memliki maksud dalam sejarahnya sebagai batasan karena dulu di zaman Rosululloh itu laki-laki menikahnya dengan banyak sekali perempuan. Nabi Muhammad pun, melakukan poligami selepas istri pertamanya meninggal, poligami Nabi Mu
Poligami menjadi perbincangan besar mungkin dalam suatu kalangan ada yang berpikir bahwasanya poligami ini dianggap haram. Ada juga yang menganggap bahwasanya poligami itu justru dianjurkan. Saat ini harusnya berada di tengah orang yang menganggap bahwasanya poligami itu haram. Bisa dikatakan yang mengatakannya itu adalah orang baru di lingkungan tersebut. Bukan hanya berhasil menjadi orang baru yang memikat banyak perhatian karena ia adalah seorang yang kaya raya dan menjadi cucu dari kepala desa tersebut tetapi orang tersebut juga menjadi seorang yang terkenal agamanya kuat karena kabarnya juga dia ke situ itu setelah pulang dari pesantren serta kuliah juga di luar negeri. Mengetahui hari saya memang poligami seseorang tersebut mendatangi rumah Harsa dan mencoba mengatakan untuk menceraikan salah satu dari istrinya. Ayo langsung emosi Mendengar hal tersebut ya langsung ke belakang dan membicarakan hal tersebut dengan nyiur dengan keadaan wajah yang sa
Itu semua adalah bayangan harga dan akibatkanlah mereka saat ini sedang di kamar tidur. tiba-tiba teringat dengan putrinya, yaitu Aliza yang dijodohkan dengan Yudhistira. bentar lagi memang acara apa di pesantren tersebut itu terlaksana dan rencananya mereka akan membahas hal tersebut lagi. Mereka bercerita seperti itu seakan-akan sudah nyata. meskipun harus sah dan istri pertama usai honeymoon di Bobocabin Coban Rondo Malang mana tempat tersebut juga menjadi tempat yang Ayu inginkan saat mereka di sana Ayu merasa sangat iri sekali sangat ingin segera ke sana dengan Harsa setelah Harsa pulang ternyata keinginan tersebut sudah hilang juga Ayu tidak terlalu menginginkan untuk pergi ke sana bahkan sekarang yang ia bahas setelah hari Sabtu pulang itu bukannya menceritakan tentang bobo cabin Coban Rondo tersebut tetapi saat ini Ayu justru terbuka untuk saling ngobrol mengenai masa depan dari anak-anak mereka. tidak keberatan untuk Harsa
Saat acara haflah di pesantren Nyiur, Harsa, dan juga Ayu, mereka terlebih dahulu sowan ke ndalem dan di sana mereka juga bertemu Yudhistira Pamungkas yang menjadi pura kecil dari Bhima Purnama dan Tessa Soraya yang merupakan pengasuh cabang pesantren yang dulu ditempati oleh mereka bertiga. "Om Tila ayo main!" ajak Aliza. "Main apa Za?" Kini keakaraban Yudhistira dengan putri Harsa pun sudah sangat erat. Sebenarnya mereka itu dijodohkan dari kecil, Yudhistira menyadari itu karena saat ini dia sudah menginjak usia SMP. Jaraknya memang sangat jauh, tetapi orang tua mereka yakin untuk menjodohkan sejak dini. Yudhistira ini orangnya cool, tidak terlalu mengurusi juga apa yang orang tuanya rencanakan. Berbeda dengan Aurora Willona. Sosok cantik kembaran Yudhistira yang sangat cerewet dan nakal. Meskipun sudah ditegur beberapa kali, dihukum juga, ia tetap saja teguh pada apa yang menjadi keinginan. Cewek tomboi, andaikan dia tidak berada di lingkungan yang kenthal agama, mungkin
"Mas Harsaaaaaa! Ayu kangen banget banget banget!" Ayu langsung memeluk sang suami saat masih di depan pintu. "Kamu nggak kangen aku, Ay?" tanya Nyiur. Ayu beralih memeluk Nyiur. "Kangen dong! Kapan sih aku nggak kangen sama kamu!" "Huum, Ayu! Lihat nih Mas Harsa KDRT!" kata Nyiur. "Mas Harsa!" Ayo melotot keras saat melihat lebam di tangan Nyiur. "Kalian ini udah mau bikin saya naik daerah ya masih di depan pintu!" CUPP CUPP Harsa mengecup keduanya dan memberi senyuman desta merangkul mereka untuk segera masuk ke dalam rumah. Putri dan putra mereka tanpa senyum bahagia dan bersorak meskipun sang buah hati yang masih kecil masih bisa tertawa tawanya bayi. Raut wajah mereka tidak bisa bohong bahwa mereka itu sangat merindukan Nyiur dan juga Harsa. Meskipun saat berada di dalam telepon juga Mereka terlihat seperti negara-negara saja itu sebenarnya nyiur dan
"Hahah, iya-iya. Kita keluarkan bareng-bateng ya Sayang!" Harsa masih sempat mengecup Sudah sejauh ini ia melangkah dalam rumah tangganya. Pernah berpikir, dulu waktu kecil punya kesenangan yang luar biasa itu ketika berkumpul dengan teman dan bermain bersama. Harsa terbengong di depan cermin saat menunggu istrinya masih buang air besar. Waktunya cepat sekali berubah. Seakan-akan kita hidup di dunia ini hanya tentang kenikmatan sementara dan digantikan dengan kenikmatan lain seiring berjalannya waktu. Itu bukan seakan-akan, tetapi kenyataan. Yang sebenarnya, dari situ Tuhan sudah memberi peringatan. Ya, peringatan bahwasannya hidup di dunia hanya mampir. Kebahagiaan di setiap detiknya berubah. Ini juga tentang, bagaikan merawat waktu yang sedikit ini untuk bisa menyelaraskan antara kepuasan dan kebijaksaan. Hidup itu ya begitu-begitu saja. Ada ekspetasi, kepuasaan, kekecewaan, dan kekhilafan. Kecil adalah simulasi dari besar. Waktu
"Sayang, aku kebelet banget! Tapi males ini gimana?" tanya Nyiur. "Ya dilawan dong malasnya. Emangnya kamu mau jadi budaknya hawa nafsu? Mau jadi pembantunya? Baru aja semalam kita bahas di Qosidah Burdah pasal 2. Hati-hati sama nasihatnya hawa nafsu, hawa nafsu sesat Sayang!" Harsa menghentikan mobilnya. "Mas! Apa sih orang kebelet malah diceramahin! Bisa-bisa aku ngompol aja di mobil kamu ini!" sahut ketus Nyiur. "Hmmm, maaf Sayang nggak ada maksud Mas yang mau menghakimi kamu! Sini peluk dulu!" kata Harsa. Nyiur pun mengambil kesempatan yang diulurkan oleh tangan sang suami. "Ceramahin boleh banget, tapi Nyiur lagi sensitif hawanya Mas. Aku pengennya marah-marah, aaa nggak jelas deh. Aku jadi makin kangen Ayu kalau lagi nggak jelas kayak gini. Tahu gak Mas? Aku sama Ayu yuh kadang punya perasaan ngerasa gak jelas kayak gini barengan loh." Mungkin, efek akan datang bulan. Ini yang ada da
mereka sudah beberapa hari menginap di Bobocabin Coban Rondo. saat sore hari sudah waktunya mereka untuk pulang, rasanya ya seperti masih ingin berteduh di tempat tersebut lebih lama. akan tetapi tidak bisa dibohongi mereka juga merindukan yang di rumah entah itu Aliza dan Alifa Ayu Alil dan Aliq maupun orang tua dan mertuanya. Salah satu beredar mereka supaya bisa ikhlas atau menerima bahwa mereka itu tempatnya tidak bisa selalu di situ ya karena menyadari bahwa mereka itu sudah berkeluarga dan memiliki keluarga yang tempatnya tidak di situ. tempat tersebut memang memberi sebuah ketenangan yang luar biasa untuk mereka dibalik seluruh keresahannya selama ini. bukan hanya menyediakan tempat untuk bersenang-senang bagi mereka dalam menjalankan sesuatu yang memang menjadi misi akan tetapi mereka di sana Ini juga banyak belajar tentang sebuah kerukunan yang ternyata Puncak dalam mencapainya itu harus disertai effort yang luar biasa. Di sana mere
Endingnya selalu memuaskan. Mereka sama-sama puas dan merasakan apa yang memang menjadi tujuan. Namun, di sisi lain Harsa merasa dirinya terlalu keras terhadap sang istri dalam urusan dunia erotisnya. "Maaf ya kalau di sini Mas mainnya lumayan lebih keras," bisik Harsa. "Hemm, gapapa suamiku, Nyiur seneng kok. Cuman kalau jadi, Mas jangan marah," jawab Nyiur. "Jadi apanya?" tanya Harsa. "Ya jadi anaklah," jawab Nyiur terkekeh. Sebuah hal terjadi di dunia ini sudah banyak tipu dayanya. Harsa mencoba angkat bicara seperti apa yang dinasihatkan dalam Qosidah Burdah pasal dua. Salah satu baitnya mengatakan tentang tipu daya, di sana pakai kata lapar lebih sering dari kenyang. Ini artinya, godaan hawa nafsu itu lebih pintar menyusun godaan yang mana akibatnya tidak seberapa memberi keberuntungan. "Jadi kembalinya gini Sayang. Ya kalau nggak siap dengan akibat, ngapain berbuat?" "Kan bisa jadi karena ngga