Harsa menjelaskan maksud yang ia bicarakan. Jangan terlalu di situ maksudnya bukan berarti ia akan menceraikan, melainkan hal tersebut tentang perkara yang jangan berlebih-lebihan saja dalam melakukan. Karena faktanya sesuatu yang lebih dari sekedar wajar itu juga tidak baik untuk dilakukan. Ia beranjak untuk ke dapur terlebih dahulu. Mengambilkan air minum untuk sang istri yang masih saja mengeluarkan air mata. Nyiur adalah orang yang banyak manja ketika bersama Harsa. Nyiur dipaksa keadaan untuk menuruti semua apa yang dikatakan oleh Zalfa, mengikuti dan menerima bentakan-bentakan dari Zulfikar, menerima cacian-cacian dari mereka, itu semua dipaksa untuk ia terima karena kalau ia lawan ia akan menjadi sosok yang rawan akan durhaka. Menjadi yang lebih muda bukan berarti menjadi budak bukan? Bukan berarti menjadi pembantu bukan? Bukan berarti tidak punya wewenang untuk menjalankan pribadinya bukan? Siapa yang tidak ingin berdamai antara mertua dan menantu, keduanya tentu sanga
“Mas lanjut aja sana sama Ayu, tapi lain kali nggak usah ngasih harapan mau ngambilin air putih kalau nyatanya begitu!” Nyiur menolak pelukan Harsa. “Ini minumnya, minum dulu!” pinta Harsa. Nyiur mengambil gelas tersebut. “Makasih, Mas.” “Maaf ya, tadi Ayu suruh bukain obat,” kata Harsa. Nyiur menunduk dan berusaha untuk tersenyum. Ia teringat sesuatu tentang video dua perempuan yang mengatakan hal tersebut. Suaranya sama sekali tidak dikenal, tetapi ada satu hal yang menjadi kejanggalan, yaitu mengenai waktu dengan perintah. “Mas, aku punya bukti nih kalau aku bukan pelakunya,” ucap Nyiur. “Bukti gimana maksudnya, Sayang?” tanya Harsa. “Mereka bilang aku menyuruh pada tanggal 12 Oktober di hotel sebelah, bukannya di hari itu kita nginap di rumah Umma dan Ayah ya Mas? Bahkan, ponselku lowbet ketinggian di kamar. Mas jangan mau dibodohi, ini pasti ulah mereka yang ingin ngancurin keluarga kita.” Nyiur gegas mengambil ponsel dan menyetel ulang. Harsa rasa itu pernyataan d
“Iya! harus begitu!” celetuk Ayu. “Masyaallah, baiklah Mas laporan.” Harsa gegas mengambil ponsel dan duduk di lantai bersandar pada sofa yang ditiduri sang istri. “Mas, jangan di situ!” seru Ayu. “Terus di mana?” tanya Harsa. “Ya di atas ranjang sanalah!” jawab Ayu. Semarah-marahnya Ayu, tetap tidak tega jika sang suami duduk di lantai, apalagi keadaannya dingin. Hawanya masih tetap mendukung untuk berpelukan. Hanya saja yang mau memeluk masih kesurupan angin harimau. “Mana saya tega, Sayang. Nggak akan ke sana, kecuali bareng kamu.” Harsa tersenyum manis sekali. Ayu menghela napas sejenak. “Ya udah gendong Ayu sampai sana, Mas chat Daddy sambil peluk Ayu! Jangan kepedean, masih marah kalau belum chat Daddy! Cuma lagi dingin aja gak mau nyia-nyiain dengan adanya selimut hidup!” “Hahaha, iya-iya sini saya gendong.” Harsa mengecup kening sang istri dulu sebelum menggendong kembali ke atas ranjang. Bukan perkara menyebarkan masalah kepada orang tua. Bahkan, deta
"Lanjutkan lagi Mas sampai 35!" pinta Ayu. "Besok ya, kamu udah waktunya tidur," jawab Harsa. "Nggak mau! Harus sekarang dan besok gini lagi! Pokoknya Mas Harsa harus ceramahin aku menjelang tidur!" rengek Ayu tetap saja sesuai keinginan awal. Semangatnya belajar mungkin sudah membara. Harsa senang saja mendengarnya. Ia juga mendukung jika istrinya itu tidak malas untuk mendengarkan apa yang ia ucapkan. Untuk hal ini ia turuti dan untuk selanjutnya, Harsa harus berusaha meyakinkan bahwa istrinya itu sudah waktunya istirahat. "Masyaallah, iya-iya. Janji habis ini harus tidur," kata Harsa. "Sayang, saya seneng banget kalau lihat kamu semangat seperti ini, jangan lama-lama sedihnya. Tadi kamu minta lanjutin sampai ayat berapa? 34 sampai 35 kan? Ayat tersebut menjelaskan mengenai bahayanya keraguan dan perlakuan melampaui batas. Masih sama, itu juga merupakan kisah pada era Nabi Musa a.s. Satu keraguan yang menumpuk itu menimbulkan kesombongan, dan dari kesombongan muncul
"Iya-iya cerita Sayang! Laki-laki kok tukang ngambek! Hadap sini, Ayu nggak suka dibelakangi begini!" Ayu tersenyum, menceritakan akan penyesalan dirinya sudah jahat sekali dengan Nyiur. Sekarang ini keberadaan Nyiur di rumah tersebut sangat tertekan. Sudah tidak ada ruang bicara antara mertua dengan Nyiur 90 % dari biasanya yang sudah secuek itu. Zalfa dan Zulfikar tidak akan mempan disuruh percaya tanpa bukti yang jelas. Untuk izin pindah pun dilarang oleh mereka, tetapi ketika satu rumah justru menyakiti. Paginya, Nyiur iri dengan Ayu yang setiap mau tidur diberi pencerahan surat Ghaafiir. Ia tahu saat Ayu sendiri yang mengakui, tetapi Ayu dan Harsa tidak tahu kalau Nyiur mendengar pembicaraan tersebut. "Mas, aku kok nggak diceritain Surat Ghaafir bagian kisah Nabi Musa a.s pas mau tidur?" tanya Nyiur. "Hmm, kamu pengen? Kamu dengar Mas sama Ayu ngobrol ya? Ya udah, mulai entar malem Mas ceritain," jawab Harsa. *** Nyiur: "Mas, aku diculik" Harsa: "Diculik? Share
“Maksud Mama laki-laki mana?” tanya Harsa. “King Zaheer, dia putra perusahaan ternama. Orang tuanya rekan kerja Papa! Polisi tadi datang ngasih surat keputusan!” bentak Zalfa menyerahkan foto dan surat. “Mau siapa pun dia, kalau salah tetep salah," jawab Harsa. “Mama sudah bilang jangan bawa hukum, boleh sampai hukum, tapi istri kamu sendiri ini yang dipenjara!" Zalfa langsung meninggalkan ruangan tidak peduli dengan jawaban Harsa selanjutnya. Nyiur hanya diam. Ia tidak mau menjawab apapun sekalipun dia memang disalahkan. Harsa aslinya juga demikian, hanya saja karena orang tuanya terus seperti itu, Harsa berusaha untuk membenarkan dan mengusahakan tidak dengan membentak. Sebenarnya, terkadang Harsa itu juga merasa menjadi orang paling jahat kurang dalam hal berbakti, tetapi melihat sudut sana dan sudut sini jika hal tersebut tidak Harsa benarkan, istrinya yang kalah, sedangkan istrinya juga butuh dukungan Harsa. “Ma! Nyiur jelas tidak salah, bahkan kedua wanita itu suda
"Baca ini Quran Surat Surat Ghaafir ayat 41!" Ayu menyodorkan ponsel. "Denger nggak sih? Aku tuh lagi nyindir kamu! Jangan pura-pura tuli plis buta kayak gini!" Ayu memeluk suaminya dari belakang. "Mas! Ngomong! Diammu itu bikin aku marah, huaaaa! Marah kan dosa, Sayang, rawan ke nereka! Tega kamu ya kalau aku ke neraka? Eh ... lanjut aja deh ... kan dosa istri dosa suami, tapi duit suami duit istri hahhahahah. Lanjut aja diamnya! Awas jangan ngomong, jangan ketawa, yang penting nafkahnya jangan lupa!" Harsa terkekeh dan menghampiri istrinya yang sedang marah bersiap memanjat di almari. "Hahaha, ya begitulah rasanya saya menghadapi kamu yang sangat moodyan ini! Gemes banget, jadi pinter bawa-bawa dalil kalau sedang marah. Jangan manjat almari kalau sayang sama saya, manjat ke saya saja!" "Ihhhh, perut aku masih sakit! Gak peka!" cibir Ayu. "Udah tahu masih sakit, malah mau naik ke atas almari. Mas minta maaf ya udah cemberut. Sekarang udah bisa senyum lagi kok." Harsa men
Harsa segera menutup ponselnya setelah kembali melihat pesan tersebut yang ternyata dari polisi mengenai keadaan terjadinya kasus Nyiur yang hampir saja dibunuh menggunakan belati. Harsa mengurungkan niat untuk ke kamar putrinya, ia segera kembali ke kamar lagi karena rasanya ia perlu dulu meletakkan kepalanya itu berdiam diri sejenak di atas bantal. Keadaannya masih baru sampai depan pintu, mereka masih baru selangkah lagi masuk di kamar Alifa dan Aliza. Ayu yang dari tadi berjalan di belakang Harsa pun juga ikut berpaling kemudian menyusul Harsa ke kamar. Nyiur pun secara diam-diam juga mengikuti langkah tersebut, karena Ayu berhenti di depan pintu jadilah Nyiur juga ikut di situ. Sebenarnya, mereka itu sama-sama ingin memberontak dan bertanya ulang kepada Zalfa beserta Zulfikar mengenai mengapa mereka justru membela penjahat tersebut. Akan tetapi m, mulutnya sudah malas terlebih dahulu karena jawabannya sudah dipastikan akan tidak memuaskan dan justru akan membuat mereka semak
Harsa: "Aman, Sayang. Kamu di belakang saja sama Nyiur." Ayu: "Huuh, iya-iya!" Harsa: "Hehe, bentar ya Sayang ya." Sejatinya, poligami itu pilihan. Pilihan yang bergantung pada kejadian apa yang menyebabkan diri tersebut harus, wajib, atau tidak dianjurkan poligami. Dalam Al-Qur'an memang poligami itu diperintahkan, Nabi Muhammad juga melakukan, tetapi tidak sekedar perintah mentah yang tak mempunyai syarat dan ketentuan. Dalam surat An-Nisa', poligami diperintahkan sampai maksimal empat, salah satu syaratnya yaitu dengan syarat adil terhadap para istri dan itu pun di ayat selanjutnya dipertegas bahwasannya laki-laki tidak akan bisa adil terhadap istri-istrinya. Itu artinya, poligami sifatnya kondisional. Penjelasan dari maksimal empat itu sendiri memliki maksud dalam sejarahnya sebagai batasan karena dulu di zaman Rosululloh itu laki-laki menikahnya dengan banyak sekali perempuan. Nabi Muhammad pun, melakukan poligami selepas istri pertamanya meninggal, poligami Nabi Mu
Poligami menjadi perbincangan besar mungkin dalam suatu kalangan ada yang berpikir bahwasanya poligami ini dianggap haram. Ada juga yang menganggap bahwasanya poligami itu justru dianjurkan. Saat ini harusnya berada di tengah orang yang menganggap bahwasanya poligami itu haram. Bisa dikatakan yang mengatakannya itu adalah orang baru di lingkungan tersebut. Bukan hanya berhasil menjadi orang baru yang memikat banyak perhatian karena ia adalah seorang yang kaya raya dan menjadi cucu dari kepala desa tersebut tetapi orang tersebut juga menjadi seorang yang terkenal agamanya kuat karena kabarnya juga dia ke situ itu setelah pulang dari pesantren serta kuliah juga di luar negeri. Mengetahui hari saya memang poligami seseorang tersebut mendatangi rumah Harsa dan mencoba mengatakan untuk menceraikan salah satu dari istrinya. Ayo langsung emosi Mendengar hal tersebut ya langsung ke belakang dan membicarakan hal tersebut dengan nyiur dengan keadaan wajah yang sa
Itu semua adalah bayangan harga dan akibatkanlah mereka saat ini sedang di kamar tidur. tiba-tiba teringat dengan putrinya, yaitu Aliza yang dijodohkan dengan Yudhistira. bentar lagi memang acara apa di pesantren tersebut itu terlaksana dan rencananya mereka akan membahas hal tersebut lagi. Mereka bercerita seperti itu seakan-akan sudah nyata. meskipun harus sah dan istri pertama usai honeymoon di Bobocabin Coban Rondo Malang mana tempat tersebut juga menjadi tempat yang Ayu inginkan saat mereka di sana Ayu merasa sangat iri sekali sangat ingin segera ke sana dengan Harsa setelah Harsa pulang ternyata keinginan tersebut sudah hilang juga Ayu tidak terlalu menginginkan untuk pergi ke sana bahkan sekarang yang ia bahas setelah hari Sabtu pulang itu bukannya menceritakan tentang bobo cabin Coban Rondo tersebut tetapi saat ini Ayu justru terbuka untuk saling ngobrol mengenai masa depan dari anak-anak mereka. tidak keberatan untuk Harsa
Saat acara haflah di pesantren Nyiur, Harsa, dan juga Ayu, mereka terlebih dahulu sowan ke ndalem dan di sana mereka juga bertemu Yudhistira Pamungkas yang menjadi pura kecil dari Bhima Purnama dan Tessa Soraya yang merupakan pengasuh cabang pesantren yang dulu ditempati oleh mereka bertiga. "Om Tila ayo main!" ajak Aliza. "Main apa Za?" Kini keakaraban Yudhistira dengan putri Harsa pun sudah sangat erat. Sebenarnya mereka itu dijodohkan dari kecil, Yudhistira menyadari itu karena saat ini dia sudah menginjak usia SMP. Jaraknya memang sangat jauh, tetapi orang tua mereka yakin untuk menjodohkan sejak dini. Yudhistira ini orangnya cool, tidak terlalu mengurusi juga apa yang orang tuanya rencanakan. Berbeda dengan Aurora Willona. Sosok cantik kembaran Yudhistira yang sangat cerewet dan nakal. Meskipun sudah ditegur beberapa kali, dihukum juga, ia tetap saja teguh pada apa yang menjadi keinginan. Cewek tomboi, andaikan dia tidak berada di lingkungan yang kenthal agama, mungkin
"Mas Harsaaaaaa! Ayu kangen banget banget banget!" Ayu langsung memeluk sang suami saat masih di depan pintu. "Kamu nggak kangen aku, Ay?" tanya Nyiur. Ayu beralih memeluk Nyiur. "Kangen dong! Kapan sih aku nggak kangen sama kamu!" "Huum, Ayu! Lihat nih Mas Harsa KDRT!" kata Nyiur. "Mas Harsa!" Ayo melotot keras saat melihat lebam di tangan Nyiur. "Kalian ini udah mau bikin saya naik daerah ya masih di depan pintu!" CUPP CUPP Harsa mengecup keduanya dan memberi senyuman desta merangkul mereka untuk segera masuk ke dalam rumah. Putri dan putra mereka tanpa senyum bahagia dan bersorak meskipun sang buah hati yang masih kecil masih bisa tertawa tawanya bayi. Raut wajah mereka tidak bisa bohong bahwa mereka itu sangat merindukan Nyiur dan juga Harsa. Meskipun saat berada di dalam telepon juga Mereka terlihat seperti negara-negara saja itu sebenarnya nyiur dan
"Hahah, iya-iya. Kita keluarkan bareng-bateng ya Sayang!" Harsa masih sempat mengecup Sudah sejauh ini ia melangkah dalam rumah tangganya. Pernah berpikir, dulu waktu kecil punya kesenangan yang luar biasa itu ketika berkumpul dengan teman dan bermain bersama. Harsa terbengong di depan cermin saat menunggu istrinya masih buang air besar. Waktunya cepat sekali berubah. Seakan-akan kita hidup di dunia ini hanya tentang kenikmatan sementara dan digantikan dengan kenikmatan lain seiring berjalannya waktu. Itu bukan seakan-akan, tetapi kenyataan. Yang sebenarnya, dari situ Tuhan sudah memberi peringatan. Ya, peringatan bahwasannya hidup di dunia hanya mampir. Kebahagiaan di setiap detiknya berubah. Ini juga tentang, bagaikan merawat waktu yang sedikit ini untuk bisa menyelaraskan antara kepuasan dan kebijaksaan. Hidup itu ya begitu-begitu saja. Ada ekspetasi, kepuasaan, kekecewaan, dan kekhilafan. Kecil adalah simulasi dari besar. Waktu
"Sayang, aku kebelet banget! Tapi males ini gimana?" tanya Nyiur. "Ya dilawan dong malasnya. Emangnya kamu mau jadi budaknya hawa nafsu? Mau jadi pembantunya? Baru aja semalam kita bahas di Qosidah Burdah pasal 2. Hati-hati sama nasihatnya hawa nafsu, hawa nafsu sesat Sayang!" Harsa menghentikan mobilnya. "Mas! Apa sih orang kebelet malah diceramahin! Bisa-bisa aku ngompol aja di mobil kamu ini!" sahut ketus Nyiur. "Hmmm, maaf Sayang nggak ada maksud Mas yang mau menghakimi kamu! Sini peluk dulu!" kata Harsa. Nyiur pun mengambil kesempatan yang diulurkan oleh tangan sang suami. "Ceramahin boleh banget, tapi Nyiur lagi sensitif hawanya Mas. Aku pengennya marah-marah, aaa nggak jelas deh. Aku jadi makin kangen Ayu kalau lagi nggak jelas kayak gini. Tahu gak Mas? Aku sama Ayu yuh kadang punya perasaan ngerasa gak jelas kayak gini barengan loh." Mungkin, efek akan datang bulan. Ini yang ada da
mereka sudah beberapa hari menginap di Bobocabin Coban Rondo. saat sore hari sudah waktunya mereka untuk pulang, rasanya ya seperti masih ingin berteduh di tempat tersebut lebih lama. akan tetapi tidak bisa dibohongi mereka juga merindukan yang di rumah entah itu Aliza dan Alifa Ayu Alil dan Aliq maupun orang tua dan mertuanya. Salah satu beredar mereka supaya bisa ikhlas atau menerima bahwa mereka itu tempatnya tidak bisa selalu di situ ya karena menyadari bahwa mereka itu sudah berkeluarga dan memiliki keluarga yang tempatnya tidak di situ. tempat tersebut memang memberi sebuah ketenangan yang luar biasa untuk mereka dibalik seluruh keresahannya selama ini. bukan hanya menyediakan tempat untuk bersenang-senang bagi mereka dalam menjalankan sesuatu yang memang menjadi misi akan tetapi mereka di sana Ini juga banyak belajar tentang sebuah kerukunan yang ternyata Puncak dalam mencapainya itu harus disertai effort yang luar biasa. Di sana mere
Endingnya selalu memuaskan. Mereka sama-sama puas dan merasakan apa yang memang menjadi tujuan. Namun, di sisi lain Harsa merasa dirinya terlalu keras terhadap sang istri dalam urusan dunia erotisnya. "Maaf ya kalau di sini Mas mainnya lumayan lebih keras," bisik Harsa. "Hemm, gapapa suamiku, Nyiur seneng kok. Cuman kalau jadi, Mas jangan marah," jawab Nyiur. "Jadi apanya?" tanya Harsa. "Ya jadi anaklah," jawab Nyiur terkekeh. Sebuah hal terjadi di dunia ini sudah banyak tipu dayanya. Harsa mencoba angkat bicara seperti apa yang dinasihatkan dalam Qosidah Burdah pasal dua. Salah satu baitnya mengatakan tentang tipu daya, di sana pakai kata lapar lebih sering dari kenyang. Ini artinya, godaan hawa nafsu itu lebih pintar menyusun godaan yang mana akibatnya tidak seberapa memberi keberuntungan. "Jadi kembalinya gini Sayang. Ya kalau nggak siap dengan akibat, ngapain berbuat?" "Kan bisa jadi karena ngga