Zyan dan Zahra benar-benar tidak keluar kamar selama tiga hari. Paling hanya ke balkon untuk menjemur handuk atau melihat pemandangan saat matahari terbenam. Selain itu tidak ke mana-mana. Makan tiga kali pun mereka selalu menggunakan layanan kamar.Kegiatan mereka di kamar hanya tidur, makan, salat, mandi, dan memadu kasih. Bila merasa sudah cukup beristirahat, Zyan akan mengajak istrinya mengarungi bahtera cinta. Mendayung bersama hingga mencapai surga dunia.Pria tampan itu selalu ingin mencoba gaya baru yang didapat dari internet. Zahra pun hanya bisa pasrah dan menuruti keinginan suaminya. Meskipun merasa lelah, tapi dia juga merasakan bahagia karena Zyan selalu mampu membuatnya melayang tinggi di angkasa.“Bang, besok kita jalan-jalan ya,” pinta Zahra usai mereka berbagi peluh. “Masa di kamar terus? Apa Bang Zyan ga bosen,” imbuhnya.Zyan mengecup kening Zahra yang basah oleh keringat. “Tidak ada rasa bosan selama abang bersamamu, Ra,” timpalnya. Dia mengelus lengan sang istri y
Pukul 7.00 pagi, Zyan dan Zahra akhirnya keluar dari kamar. Mereka menyantap sarapan di restoran yang ada di resor tersebut sambil menunggu Rudi datang. Zahra terlihat begitu ceria karena akhirnya bisa menikmati pemandangan di Pulau Maratua dengan bebas. Tidak hanya yang terlihat di balkon kamar mereka.Begitu sang pemandu wisata datang, dia memberikan barang-barang yang dipesan oleh Zahra. Zyan pun mengganti uang Rudi yang digunakan untuk membelikan pesanan istrinya. Tentu saja dia tidak memberi uang pas, lebihannya sebagai tanda terima kasih.Usai sarapan, Rudi mengajak pasangan pengantin baru itu ke Pulau Sangalaki. Pulau ini terkenal dengan keindahan bawah lautnya, dan sebagai tempat penangkaran penyu. Ada berbagai macam penyu di sana, termasuk yang sudah hampir punah seperti penyu hijau dan penyu sisik. Pulau ini juga menjadi lokasi utama penyu hijau di Asia Tenggara untuk bertelur.Kondisi alam di sana sangat terjaga dengan baik, berbagai satwa liar masih bisa dilihat dengan mud
“Kamu yakin mau dengar jawaban abang? Bagaimana kalau itu malah membuatmu jadi sakit hati? Abang tidak ingin menyakiti hatimu, Ra.” Zyan menghentikan pijatannya dan balas menatap sang belahan jiwa.“Insya Allah tidak akan sakit hati, Bang. Itu ‘kan sudah masa lalu. Kalau Bang Zyan tidak jujur, saya malah jadi curiga Bang Zyan masih mencintai Mbak Mila,” ujar Zahra tanpa mengalihkan pandangan dari suaminya.“Janji ya, kamu ga akan marah atau berprasangka buruk sama abang setelah ini?” Zyan harus memastikan hal itu pada Zahra agar tidak ada masalah setelah dia berkata jujur.Zahra mengangguk. “Iya, janji.” Dia menjulurkan jari kelingking lalu Zyan menautkan kelingking mereka.“Kalau ingkar janji, setiap malam kamu harus pakai lingeri. Oke!” ucap Zyan yang sukses membuat Zahra langsung membelalakkan mata.“Kalau saya masuk angin tiap hari gimana? Bang Zyan ‘kan tahu itu kainnya sudah tipis, transparan lagi,” protes Zahra yang merasa keberatan.“Enggak akan masuk angin, ‘kan kalau tidur p
Usai salat Subuh, Zyan dan Zahra langsung keluar dari kamar karena sudah dijemput oleh Rudi. Pagi ini mereka akan pergi ke Taliyasan untuk melihat hiu paus secara langsung. Menurut para ilmuwan ada sekitar sepuluh hiu paus yang ukurannya mencapai tujuh meter, hidup di kawasan tersebut. Alasan kenapa mereka pergi sangat pagi karena hiu paus sering terlihat mencari makan antara pukul 6.00 sampai 8.00 pagi.Setelah tiba di Taliyasan, yang merupakan kampung nelayan, mereka akan menaiki perahu nelayan untuk melihat hiu paus. Para nelayan lokal yang akan memandu karena mereka lebih mengenal kawasan itu dan juga kebiasaan hiu paus. Zyan dan Zahra dibawa ke kawasan di mana hiu paus sering menampakkan diri. Namun tidak semua pengunjung bisa beruntung melihat hiu paus karena tergantung pada cuaca dan bulan.Nelayan akan melempar ikan yang tidak layak untuk memancing perhatian hiu paus. Saat hiu paus itu muncul, mereka boleh mengambil foto tapi tidak diperbolehkan menggunakan flash. Memang ada b
“Fai, booking-kan kamar hotel terbaik di sini! Check-in Jumat, check out Minggu!” perintah Zyan pada sang asisten pribadi setelah Zahra setuju untuk memperpanjang bulan madu mereka.“Kenapa mendadak sekali, Pak? Saya tidak bisa menjamin dapat kamar terbaik,” sahut Faisal dari seberang telepon.“Keputusannya juga mendadak. Aku tidak mau tahu gimana caranya, kamu harus dapatkan kamar yang bagus!” Seperti biasa, CEO itu harus mendapatkan apa yang diinginkannya.“Baik, Pak. Akan saya usahakan. Sekalian dengan pesawat untuk pulang tidak, Pak?” timpal sang asisten pribadi.“Tidak usah. Aku pulangnya tidak pakai pesawat komersil,” balas Zyan.“Apa ada lagi, Pak?” Faisal kembali bertanya.“Tidak! Segera kabari aku kalau sudah dapat kamar.” Zyan langsung menutup panggilan itu tanpa menunggu tanggapan dari asisten pribadinya.Dia lantas meletakkan gawai di atas nakas begitu pintu kamar mandi terbuka. Zahra keluar dari sana setelah menyelesaikan hajat dan mengambil wudu. Setelah itu gantian Zyan
Pagi hari, sesudah sarapan di restoran, Zyan dan Zahra check-out dari resor yang jadi tempat bersejarah untuk mereka. Di mana untuk pertama kalinya mereka saling memiliki seutuhnya. Tidak ada lagi jarak di antara mereka karena keduanya sudah melebur menjadi satu.Mereka kembali ke Berau dengan menggunakan boat yang memakan waktu kurang lebih tiga jam. Sampai di daratan, mereka tak langsung ke hotel. Zyan meminta Rudi mengantar dia dan Zahra ke tempat penjual durian. Kalimantan terkenal dengan duriannya yang khas dengan rasanya yang lebih manis dan teksturnya lebih pulen, jadi mumpung masih di sana, sekalian berburu durian. Itu juga salah satu alasan Zyan ingin memperpanjang masa bulan madu karena ingin menikmati kuliner khas di sana. Walaupun mungkin di Jakarta tetap bisa menikmati makanan khas Kalimantan, tapi biasanya beda cita rasa bila dengan menikmati di daerah asalnya. Rudi pun mengantar Zyan dan Zahra ke tempat penjual durian. Sejoli itu mencoba durian khas kalimantan yang di
Zyan menatap tajam wanita yang sudah dihalalkannya itu. “Cemburu? Jangan berlebihan. Abang tidak cemburu. Abang hanya tidak suka kamu memuji pria lain,” sangkalnya.Zahra tertawa kecil. “Bang Zyan tidak usah bohong dan gengsi mengakui kalau cemburu sama Pak Faisal. Dulu saya ngobrol sama Pak Yu—”Zyan sontak mencium bibir istrinya sebelum wanita itu menyebut nama pria yang membuatnya sadar kalau dia tidak ingin Zahra dimiliki orang lain. Pria itu tak melepas tautan bibir mereka tapi justru memperdalam ciumannya. Hingga Zahra akhirnya pasrah kala suaminya melepas satu per satu pakaian yang melekat di tubuh mereka dan berakhir menggapai surga dunia bersama di atas sofa ruang tamu.“Jangan memuji dan menyebut pria lain di depan abang atau kamu akan mendapat hukuman seperti ini setiap kali melakukannya,” ucap Zyan sembari menyelipkan rambut di belakang telinga istrainya.“Iya, Bang,” sahut Zahra yang masih mengatur napasnya.“Mandi yuk, habis itu salat Zuhur.” Zyan mengajak istrinya.“Ban
Zyan dan Zahra dijemput oleh supir keluarga di bandara Soekarno-Hatta. Dari sana mereka langsung ke kediaman keluarga Darmawangsa. Sejoli itu disambut dengan penuh sukacita begitu tiba di sana.“Halo, Sayang. Zyan memperlakukan kamu dengan baik ‘kan di sana?” sapa Rania kala mencium kedua pipi sang menantu tercinta.“Alhamdulillah, Bang Zyan sangat baik, Ma,” sahut Zahra.“Beneran baik? Kamu tidak perlu bohong sama mama kalau Zyan tidak memperlakukanmu dengan baik,” tukas Rani sambil memegang kedua bahu menantunya.“Demi Allah, saya tidak bohong, Ma.” Zahra meyakinkan sang mama mertua.“Astaghfirullah, Ma. Seburuk itukah aku di mata Mama? Lihat saja penampilan menantu Mama yang terlihat semakin cantik. Kalau aku tidak memperlakukan Zahra dengan baik, dia pasti tidak akan seceria ini,” protes Zyan yang terus disudutkan oleh mamanya.“Iya, mama percaya. Mama hanya ingin mengetes kalian,” timpal Rania dengan santai. Wanita paruh baya itu lantas menggandeng menantunya ke ruang keluarga. D
Zahra membawa nampan berisi dua cangkir lemon tea panas dah sepiring kudapan ke halaman belakang, di mana suaminya sedang duduk berselonjor di gazebo dengan iPad di tangan. Hari ini akhir pekan, tapi keduanya hanya di rumah berdua. Keempat anak mereka sudah sibuk dengan pendidikan dan kegiatannya masing-masing. “Diminum dulu tehnya mumpung masih anget, Bang,” ucap Zahra setelah meletakkan nampan di atas gazebo. Zyan meletakkan iPad di samping lantas tersenyum pada istrinya. “Baik, Cintaku.” Pria itu mengambil salah satu cangkir lalu mencium aroma teh dengan lemon yang begitu menyegarkan. Setelah itu baru menyesapnya. “Nikmat seperti biasa. Terima kasih, Ra,” ucapnya. Zahra yang juga tengah menikmati teh, hanya mengangguk sebagai tanggapan. Dia kembali meletakkan cangkir di atas nampan. “Rumah kita ini sekarang jadi sepi ya, Bang,” gumamnya seraya menyandarkan kepala di bahu suaminya. Zyan meraih tangan kanan sang istri lalu menggenggamnya dengan erat. “Dulu waktu abang ingin namb
Lulus SMP, Zayyan memutuskan keluar dari pesantren setelah berhasil menghafal 30 juz Al-Qur’an. Dia akan lanjut memperdalam ilmunya di luar pesantren karena tak ingin melihat adik bungsunya kesepian di rumah.Zyel dan Zyra dengan kompak masuk pesantren karena ingin mengikuti jejak sang kakak yang sudah hafal Al-Qur’an. Kedua anak kembar itu katanya juga ingin memberikan mahkota pada mama dan papanya di akhirat nanti. Walaupun berat harus berpisah dengan kedua anaknya sekaligus, Zyan dan Zahra tetap mengizinkan.Zayyan kemudian bersekolah di SMA yang masih satu yayasan dengan SD-nya dahulu. Sekolah berbasis Islam tapi menggunakan kurikulum internasional.“Kak, dapat salam dari kakak kelasku.” Zeza memberi tahu Zayyan saat sang kakak menjemputnya di sekolah dengan motor sport-nya. Sejak berumur 17 tahun dan punya SIM, Zayyan memang mengendarai motor sendiri ke sekolah. Motor sport impian yang merupakan hadiah ulang tahun ke-17 dari kedua orang tuanya. Kadang dia mengantar dan menjemput
“Pa, Ma, aku mau masuk SMP yang ada di pesantren.” Zayyan mengungkapkan keinginannya pada Zyan dan Zahra saat mereka dalam perjalanan pulang dari acara Parents Day di sekolahnya.Zyan dan Zahra tentu saja terkejut mendengar keinginan putra pertama mereka itu. Keduanya saling memandang sebelum memberi tanggapan.“Kak Zayyan, serius mau masuk pesantren?” tanya Zahra sambil menoleh ke kabin tengah di mana putra sulungnya duduk.Zayyan mengangguk. “Iya, Ma.”“Kenapa mau masuk pesantren, Kak?” Zahra kembali bertanya.“Aku ingin jadi hafiz, Ma. Pak Guru bilang kalau kita hafal Al-Qur’an, nanti kita bisa memberi mahkota pada orang tua di hari kiamat nanti karena itu aku ingin memberikannya sama Papa dan Mama,” jawab Zayyan dengan tenang.“Masya Allah, Kak, mulia sekali tujuanmu. Terima kasih ya, Kak.” Zahra tak dapat menahan rasa haru mendengar jawaban Zayyan. Dia mengusap sudut matanya dengan tisu.“Menjadi hafiz ‘kan tidak harus masuk pesantren, Kak. Besok Papa carikan ustaz yang bisa memb
"Yeay, Mama sama Papa sudah pulang. Mana oleh-olehnya?" todong Zyra yang baru pulang dari sekolah dan melihat kedua orang tuanya duduk di ruang tengah bersama si bungsu, Zeza."Lihat Mama sama Papa itu ya mengucapkan salam terus salim dulu, jangan langsung minta oleh-oleh," tegur Zyan."Iya, Pa." Zyra kemudian menyapa dan menyalami kedua orang tuanya. Tidak bertemu selama satu minggu membuatnya sangat rindu. Meminta oleh-oleh hanya basa-basinya. Melihat kedua orangnya di rumah adalah kebahagiaan terbesarnya. Gadis kecil itu kemudian meminta pangku pada papanya.Zyel yang masuk belakangan langsung menyapa, menyalami, dan memeluk keduanya. Dia lantas duduk di samping sang mama. Wanita yang sangat dirindukannya. Bukan tak rindu pada Zyan, rindu juga tapi kadarnya berbeda. Zyel memang lebih dekat dengan sang mama daripada papanya."Kak Zyel dan Kak Zyra, ganti baju dulu ya. Setelah itu baru main lagi," pinta Zahra."Nanti saja ganti bajunya, Ma. Aku masih mau sama Papa," sahut Zyra yang b
Pukul 3.00 dini hari, Zyan dan Zahra dijemput di hotel oleh tim dari pengelola balon udara. Mereka diantar ke kantor pengelola tersebut untuk menikmati sarapan di sana. Sesudah itu keduanya dibawa ke lokasi peluncuran balon udara.Zyan dan Zahra disambut oleh staf yang ramah dan profesional yang mendampingi mereka sambil menunggu persiapan sebelum penerbangan. Selama balon udara digelembungkan dan disiapkan, keduanya diberikan penjelasan tentang perjalanan yang akan ditempuh dan tindakan yang diperlukan untuk keselamatan. Pilot dan kru yang berpengalaman memastikan Zyan dan Zahra merasa nyaman dan siap untuk memulai perjalanan di angkasa.Zyan naik ke keranjang terlebih dahulu, setelah itu baru membantu istrinya. Mereka kemudian memasang sabuk pengaman sesuai dengan pedoman keselamatan sebelum lepas landas. Di keranjang tersebut hanya ada Zyan, Zahra, dan sang pilot. Setelah semua siap, pilot pun mulai menerbangkan balon udara.Perlahan-lahan balon itu terangkat dari tanah dan mengang
Zyan berbaring di samping Zahra setelah mendayung samudra cinta dan meraih surga dunia bersama. Kepuasan tergambar jelas di wajah keduanya. Titik-titik basah di kening dan mengilapnya tubuh karena keringat menjadi bukti betapa panasnya permainan mereka.Zyan dan Zahra tak bisa selepas itu saat di rumah. Saat mereka sedang bermesraan sering muncul perasaan was-was bila salah satu anak mereka mengetuk pintu kamar. Bukan hanya sekali hal itu terjadi, tapi sering kali. Apalagi kalau sedang hujan deras dan suara guntur terus terdengar. Atau terbangun tengah malam karena mimpi buruk, pasti langsung ke kamar orang tuanya.Pernah saat keduanya sudah menyatukan tubuh dan sedang berusaha menggapai nirwana, pintu kamar digedor-gedor dari luar oleh Zyra yang menangis sembari memanggil-manggil mereka. Tidak dilanjut tanggung, tapi kalau dilanjut pasti akan membangunkan seisi rumah karena suara bising yang dibuat Zyra. Terpaksa keduanya mengakhiri permainan sebelum mencapai puncak dan langsung menge
Waktu tak terasa cepat berlalu, keempat anak Zyan dan Zahra tumbuh dengan baik. Semuanya jadi anak yang aktif, cerdas, dan kritis. Zayyan sudah kelas 3 SD, Zyel dan Zyra sekolah TK besar, sedangkan Zeza di PAUD. Untuk merayakan ulang tahun pernikahan yang ke 10, Zyan mengajak Zahra liburan. Mereka hanya pergi berdua, tanpa mengajak anak-anak. Tentu saja di sela liburan tersebut tetap ada agenda bisnis yang harus Zyan lakukan. Ya, ibarat kata menyelam sambil minum air. Kalau untuk urusan bisnis, anak-anak memang tidak pernah diajak. Namun mereka tetap mengagendakan liburan dengan anak-anak minimal setahun sekali.“Abang menepati janji membawamu ke tempat ini lagi,” ucap Zyan kala mereka tiba kamar hotel yang terletak di Kota Cappadocia, Turki. Dia menarik istrinya menuju jendela kaca besar, di mana mereka bisa melihat banyak balon udara yang sedang melayang di angkasa. Pria itu berdiri di belakang sang belahan jiwa lantas memeluknya. Diletakkannya dagu di bahu sang istri.“Kamu ‘kan
“Hore! Mama dan Papa pulang.” Zayyan berteriak sambil berlari kala melihat kedua orang tuanya keluar dari pintu kedatangan. Dia ikut sopir keluarga yang menjemput Zyan dan Zahra di bandara.Lelaki kecil itu langsung menghampiri dan memeluk perut mamanya. “Ma, aku kangen,” ungkapnya.“Mama juga kangen sama Kak Zayyan,” sahut Zahra seraya mengelus punggung putra pertamanya itu.“Kak Zayyan, tidak kangen sama papa?” lontar Zyan yang berada di samping istrinya.“Kangen Papa juga.” Zayyan melepas pelukannya pada Zahra lantas berganti memeluk papanya.Zyan tersenyum mendapat pelukan dari sang putra tercinta. Dia kemudian menggendong Zayyan.“Pa, turunin. Aku ‘kan sudah besar. Tidak boleh digendong lagi,” protes Zayyan.“Tapi papa mau gendong Kak Zayyan. Masa tidak boleh? Papa kangen. Lama tidak gendong Kakak.” Zyan beralasan.“Tapi aku udah besar, Pa,” tukas Zayyan.“Buat papa, kamu tetap masih bayi.” Zyan menciumi pipi putra sulungnya itu.“Papa, please. Jangan cium-cium lagi!” Zayyan meng
“Mama sama Papa kapan pulang?” tanya Zayyan saat Zahra melakukan panggilan video pada pengasuh putra pertamanya itu saat mereka dalam perjalanan ke tempat pertemuan dengan para pengusahan dari Kota Malang.“Lusa, Kak,” jawab Zyan yang duduk di samping istrinya.“Katanya cuma sebentar, kok sampai lusa,” protes lelaki kecil yang wajahnya mirip dengan papanya itu.“Pekerjaan papa sama mama belum selesai, Kak, jadi tidak bisa pulang besok. Kalau Kak Zayyan sama adek-adek kangen ‘kan tinggal video call papa atau mama,” timpal Zyan.“Gimana sekolahnya tadi, Kak.” Zahra memilih mengalihkan pembicaraan daripada melihat wajah sendu putranya. Zayyan biasanya sangat antusias bila menceritakan kegiatannya di sekolah, jadi Zahra ingin membuat sulungnya itu kembali ceria. Dia sebenarnya juga sedih berjauhan dengan keempat anaknya, tapi demi menemani suami dan menjalankan pekerjaan, Zahra harus menjalaninya.Benar seperti dugaan Zahra, putra sulungnya itu langsung ceria begitu memberi tahu sang mama