“Bang, nanti antar aku ke dokter setelah pulang kantor ya,” pinta Zahra usai menikmati makan siang di ruangan Zyan. Benar-benar makan siang ya, bukan makan siang plus-plus.Alis tebal Zyan tampak bertaut. “Kenapa? Kamu sakit?” Pria tampan itu menelisik wajah istrinya. Namun wajah cantik itu sama sekali tidak terlihat pucat atau sedang menahan rasa sakit.Zahra menggeleng. “Memangnya harus sakit kalau mau ke dokter, Bang?” Dia malah balik bertanya, alih-alih menjawab suaminya.“Ya, tidak. Ke dokter juga bisa buat konsultasi. Kamu mau konsultasi?” tanya Zyan sesudah menjawab istrinya.“Abang jadi mau ngasih adik buat Zayyan atau tidak?” Zahra balik bertanya lagi.“Ya maulah. Memangnya kamu sudah hamil, Ra?” Zyan jadi terlihat sangat antusias.“Aku ‘kan masih pakai IUD, Bang. Gimana ceritanya bisa hamil,” tukas Zahra.“Oh, abang tahu. Kamu pasti ingin konsultasi biar kita bisa punya anak kembar ya?” tebak sang CEO.Zahra menghela napas panjang. Dia merasa heran karena hari ini suaminya s
“Jangan tegang, Bu. Rileks saja. Insya Allah prosesnya akan cepat dan tidak sakit kalau rileks,” tutur dokter kandungan sebelum melepas IUD dari dalam tubuh Zahra.“Ya, Dok.” Zahra menarik napas panjang lalu mengembuskannya pelan-pelan sampai dia merasa tenang.Begitu Zahra terlihat rileks, dokter mulai melakukan tindakan. Sambil bekerja, dokter mengajak Zahra membicarakan Zayyan agar perhatiannya teralihkan ke hal-hal yang menyenangkan. Beberapa kali dokter mengingatkan Zahra agar rileks setiap kali ibu muda itu mulai tegang.“Alhamdulillah, sudah terlepas IUD-nya, Bu,” lontar dokter begitu selesai melakukan tindakan.Zahra menghela napas lega. “Alhamdulillah,” ucapnya.“Bagaimana sakit atau tidak?” tanya sang dokter.Zahra menggeleng. “Alhamdulillah, tidak, Dok.”Dokter tersenyum. “Syukurlah. Kuncinya rileks, Bu. Kalau tegang selama pelepasan IUD memang malah sakit atau nyeri.”Zahra mengenakan kembali pakaiannya sebelum keluar dari ruang tindakan. Setelah itu kembali duduk di sampi
Zyan menoleh pada istrinya. “Kalau sampai ada yang bilang seperti itu, abang akan menuntutnya. Tidak peduli siapa orangnya dan berapa jumlahnya,” tegasnya.“Jujur, Ra, abang lebih senang melihatmu saat hamil karena jadi lebih seksi. Bukan berarti kalau tidak hamil tidak seksi, tetap seksi, cuma aura seksinya itu lebih menggoda saat kamu hamil,” imbuh Zyan.“Bohong, Abang cuma mau menenangkan aku saja. Mana ada orang gendut malah kelihatan seksi,” tukas Zahra yang tidak mau percaya begitu saja pada ucapan suaminya.“Abang jujur, Ra. Mana ada abang bohong. Di mata abang, kamu memang lebih seksi waktu hamil. Apalagi kalau kamu pakai lingerie warna merah, bikin abang tidak bisa menahan diri,” ucap Zyan seraya mengerling pada istrinya.“Aduh, gawat!” ceteluk pria bercambang tipis itu.“Kenapa, Bang?” tanya Zahra dengan raut khawatir.“Gara-gara ngomongin kamu pakai lingerie merah, abang jadi ngebayangin dan malah pengen,” ungkap Zyan tanpa merasa malu.“Ish, Abang. Lagi nyetir, bisa-bisany
Zyan dan Zahra memutuskan pergi ke dokter kandungan karena tidak yakin dengan hasil tes yang samar. Sebenarnya Zyan yang sudah tidak sabar mengetahui hasilnya. Padahal dari informasi yang didapat di internet, mereka bisa melakukan tes kehamilan lagi beberapa hari kemudian. Namun karena Zyan tidak ingin penasaran dan terus kepikiran, dia mengajak istrinya periksa ke dokter kandungan agar bisa melakukan tes darah dan USG untuk memastikan Zahra hamil atau tidak.Mereka pergi ke rumah sakit sebelum pergi ke kantor agar Zyan lebih tenang bekerja karena siang nanti dia ada pertemuan penting dengan investor. CEO itu takut tidak bisa konsetrasi karena kepikiran dengan kehamilan istrinya. Jadi agar pekerjaannya lancar, dia harus mendapat jawaban secepatnya.Setelah melakukan pendaftaran, Zahra pergi ke laboratorium untuk diambil sampel darahnya agar hasil tes kehamilannya sudah ada saat masuk ke ruang praktik dokter kandungan. Dia tidak perlu kembali ke laboratorium karena hasilnya otomatis ak
Zyan langsung memberi tahu kedua keluarga lewat grup setelah mereka keluar dari ruang praktik dokter kandungan. Ucapan syukur, selamat, dan doa langsung memenuhi obrolan di grup keluarga yang terbentuk sesudah kelahiran Zayyan itu. Grup tersebut memang dibuat untuk membagikan foto atau video lucu cucu pertama dari kedua keluarga.“Bang, soal ini jangan diumumkan dulu ke orang-orang kantor ya. Cukup Pak Faisal saja, asistennya jangan,” pinta Zahra saat mereka dalam perjalanan ke kantor.“Kenapa memangnya?” Zyan melirik sang istri.“Kehamilanku ‘kan masih sangat muda dan rentan. Nanti saja kalau sudah tiga atau empat bulan. Lama-lama mereka juga akan tahu sendiri kalau nanti lihat perutku tambah besar.” Zahra membeberkan alasannya.“Abang ikut saja, yang penting kamu nyaman dan senang,” timpal Zyan. “Yang jelas abang akan memberi tahu Faisal agar tidak memberimu banyak pekerjaan,” tandasnya.“Aku masih mampu kerja seperti biasa, Bang. Tidak perlu dikurangi. Lagian kerjaanku lebih banyak
Zayyan terlihat sangat gembira di perayaan ulang tahunnya yang kedua. Pesta bertema bola itu diselenggarakan di salah satu tempat permainan untuk anak-anak. Batita itu tampak ceria bermain dengan teman sekolah dan anak-anak sebayanya yang diundang pada acara tersebut.Sejak berumur satu setengah tahun, Zayyan sudah mengikuti kelas sensory play untuk melatih motoriknya, sekaligus agar bertemu, kenal, dan belajar dengan anak-anak seusianya. Zyan dan Zahra memang sepakat memasukkan putra pertama mereka ke salah satu PAUD elit yang berada di dekat tempat tinggal mereka.Selain teman sekolah Zayyan, mereka juga mengundang para tetangga yang punya anak kecil. Baik tetangga di sekitar kediaman Darmawangsa maupun di kediaman Umar. Anak-anak dari panti asuhan yang berada di bawah yayasan keluarga Darmawangsa pun turut dihadirkan di sana.Ada juga cucu-cucu dari teman-teman Rania yang sengaja diundang oleh wanita paruh baya itu. Rania sekaligus ingin memperlihatkan kalau sebentar lagi, cucunya a
Empat hari sebelum HPL, Zahra sudah merasakan kontraksi. Begitu sang istri mengatakan padanya kalau sudah kontraksi, Zyan langsung meminta sopir mengantar mereka ke rumah sakit. Satu minggu sebelum waktu perkiraan kelahiran istrinya, Zyan sudah bekerja di rumah. Dia tidak mau ketinggalan momen sedikit pun. Semua meeting selama bisa dilakukan secara daring, dia akan mengikutinya. Namun bila harus tatap muka, Faisal yang akan mewakilinya.Saat tiba di rumah sakit, Zahra langsung diperiksa dan dokter menyatakan kalau dia sudah pembukaan dua. Lebih cepat dari saat kehamilan pertamanya yang pembukaan satu sampai beberapa hari. Dokter juga mengatakan kebanyakan di kehamilan kedu prosesnya lebih cepat dari kehamilan pertama.Dalam lima jam, Zahra sudah mencapai pembukaan sepuluh. Dia langsung dipindah ke ruang persalinan. Dokter dan para perawat telah bersiap membantu proses kelahiran Zahra. Begitu juga Zyan yang dengan setia menemani sang belahan jiwa yang akan bertaruh nyawa demi melahirka
Zyan tertawa mendengar pertanyaan adiknya. “Kaya mainan saja ada serinya satu dan dua. Mereka baru lahir, cukup panggil Baby Z saja. Nanti waktu akikah baru diumumkan namanya siapa,” ujarnya.Saffa berdecak. “Masa dua-duanya Baby Z, Kak?” protesnya.“Memang nanti namanya pake Z, sama kaya kakaknya. Sudah ada beberapa pilihan nama, cuma aku dan Zahra belum menentukan jadinya nama yang mana yang akan dipakai,” terang pria beranak tiga itu. “Lagian sekarang mau dipanggil apa pun mereka juga belum ngerti,” imbuhnya.“Berarti boleh kupanggil apa saja ‘kan?” pancing Saffa.Zyan mengernyit memandang gadis berusia 25 tahun itu. “Memangnya kamu mau panggil anak-anakku siapa?”“Baby Twins,” jawab Saffa sambil tertawa kecil. Dia memang sengaja menggoda kakaknya.“Boleh kalau itu. Kirain mau manggil pakai nama yang aneh,” lontar Zyan.“Kak Zyan, nih sukanya suuzan aja sama aku Mana mungkin aku panggil keponakanku dengan nama aneh. Mereka aja ganteng dan cantik gini. Bikin gemes,” sahut Saffa.“Si
Zahra membawa nampan berisi dua cangkir lemon tea panas dah sepiring kudapan ke halaman belakang, di mana suaminya sedang duduk berselonjor di gazebo dengan iPad di tangan. Hari ini akhir pekan, tapi keduanya hanya di rumah berdua. Keempat anak mereka sudah sibuk dengan pendidikan dan kegiatannya masing-masing. “Diminum dulu tehnya mumpung masih anget, Bang,” ucap Zahra setelah meletakkan nampan di atas gazebo. Zyan meletakkan iPad di samping lantas tersenyum pada istrinya. “Baik, Cintaku.” Pria itu mengambil salah satu cangkir lalu mencium aroma teh dengan lemon yang begitu menyegarkan. Setelah itu baru menyesapnya. “Nikmat seperti biasa. Terima kasih, Ra,” ucapnya. Zahra yang juga tengah menikmati teh, hanya mengangguk sebagai tanggapan. Dia kembali meletakkan cangkir di atas nampan. “Rumah kita ini sekarang jadi sepi ya, Bang,” gumamnya seraya menyandarkan kepala di bahu suaminya. Zyan meraih tangan kanan sang istri lalu menggenggamnya dengan erat. “Dulu waktu abang ingin namb
Lulus SMP, Zayyan memutuskan keluar dari pesantren setelah berhasil menghafal 30 juz Al-Qur’an. Dia akan lanjut memperdalam ilmunya di luar pesantren karena tak ingin melihat adik bungsunya kesepian di rumah.Zyel dan Zyra dengan kompak masuk pesantren karena ingin mengikuti jejak sang kakak yang sudah hafal Al-Qur’an. Kedua anak kembar itu katanya juga ingin memberikan mahkota pada mama dan papanya di akhirat nanti. Walaupun berat harus berpisah dengan kedua anaknya sekaligus, Zyan dan Zahra tetap mengizinkan.Zayyan kemudian bersekolah di SMA yang masih satu yayasan dengan SD-nya dahulu. Sekolah berbasis Islam tapi menggunakan kurikulum internasional.“Kak, dapat salam dari kakak kelasku.” Zeza memberi tahu Zayyan saat sang kakak menjemputnya di sekolah dengan motor sport-nya. Sejak berumur 17 tahun dan punya SIM, Zayyan memang mengendarai motor sendiri ke sekolah. Motor sport impian yang merupakan hadiah ulang tahun ke-17 dari kedua orang tuanya. Kadang dia mengantar dan menjemput
“Pa, Ma, aku mau masuk SMP yang ada di pesantren.” Zayyan mengungkapkan keinginannya pada Zyan dan Zahra saat mereka dalam perjalanan pulang dari acara Parents Day di sekolahnya.Zyan dan Zahra tentu saja terkejut mendengar keinginan putra pertama mereka itu. Keduanya saling memandang sebelum memberi tanggapan.“Kak Zayyan, serius mau masuk pesantren?” tanya Zahra sambil menoleh ke kabin tengah di mana putra sulungnya duduk.Zayyan mengangguk. “Iya, Ma.”“Kenapa mau masuk pesantren, Kak?” Zahra kembali bertanya.“Aku ingin jadi hafiz, Ma. Pak Guru bilang kalau kita hafal Al-Qur’an, nanti kita bisa memberi mahkota pada orang tua di hari kiamat nanti karena itu aku ingin memberikannya sama Papa dan Mama,” jawab Zayyan dengan tenang.“Masya Allah, Kak, mulia sekali tujuanmu. Terima kasih ya, Kak.” Zahra tak dapat menahan rasa haru mendengar jawaban Zayyan. Dia mengusap sudut matanya dengan tisu.“Menjadi hafiz ‘kan tidak harus masuk pesantren, Kak. Besok Papa carikan ustaz yang bisa memb
"Yeay, Mama sama Papa sudah pulang. Mana oleh-olehnya?" todong Zyra yang baru pulang dari sekolah dan melihat kedua orang tuanya duduk di ruang tengah bersama si bungsu, Zeza."Lihat Mama sama Papa itu ya mengucapkan salam terus salim dulu, jangan langsung minta oleh-oleh," tegur Zyan."Iya, Pa." Zyra kemudian menyapa dan menyalami kedua orang tuanya. Tidak bertemu selama satu minggu membuatnya sangat rindu. Meminta oleh-oleh hanya basa-basinya. Melihat kedua orangnya di rumah adalah kebahagiaan terbesarnya. Gadis kecil itu kemudian meminta pangku pada papanya.Zyel yang masuk belakangan langsung menyapa, menyalami, dan memeluk keduanya. Dia lantas duduk di samping sang mama. Wanita yang sangat dirindukannya. Bukan tak rindu pada Zyan, rindu juga tapi kadarnya berbeda. Zyel memang lebih dekat dengan sang mama daripada papanya."Kak Zyel dan Kak Zyra, ganti baju dulu ya. Setelah itu baru main lagi," pinta Zahra."Nanti saja ganti bajunya, Ma. Aku masih mau sama Papa," sahut Zyra yang b
Pukul 3.00 dini hari, Zyan dan Zahra dijemput di hotel oleh tim dari pengelola balon udara. Mereka diantar ke kantor pengelola tersebut untuk menikmati sarapan di sana. Sesudah itu keduanya dibawa ke lokasi peluncuran balon udara.Zyan dan Zahra disambut oleh staf yang ramah dan profesional yang mendampingi mereka sambil menunggu persiapan sebelum penerbangan. Selama balon udara digelembungkan dan disiapkan, keduanya diberikan penjelasan tentang perjalanan yang akan ditempuh dan tindakan yang diperlukan untuk keselamatan. Pilot dan kru yang berpengalaman memastikan Zyan dan Zahra merasa nyaman dan siap untuk memulai perjalanan di angkasa.Zyan naik ke keranjang terlebih dahulu, setelah itu baru membantu istrinya. Mereka kemudian memasang sabuk pengaman sesuai dengan pedoman keselamatan sebelum lepas landas. Di keranjang tersebut hanya ada Zyan, Zahra, dan sang pilot. Setelah semua siap, pilot pun mulai menerbangkan balon udara.Perlahan-lahan balon itu terangkat dari tanah dan mengang
Zyan berbaring di samping Zahra setelah mendayung samudra cinta dan meraih surga dunia bersama. Kepuasan tergambar jelas di wajah keduanya. Titik-titik basah di kening dan mengilapnya tubuh karena keringat menjadi bukti betapa panasnya permainan mereka.Zyan dan Zahra tak bisa selepas itu saat di rumah. Saat mereka sedang bermesraan sering muncul perasaan was-was bila salah satu anak mereka mengetuk pintu kamar. Bukan hanya sekali hal itu terjadi, tapi sering kali. Apalagi kalau sedang hujan deras dan suara guntur terus terdengar. Atau terbangun tengah malam karena mimpi buruk, pasti langsung ke kamar orang tuanya.Pernah saat keduanya sudah menyatukan tubuh dan sedang berusaha menggapai nirwana, pintu kamar digedor-gedor dari luar oleh Zyra yang menangis sembari memanggil-manggil mereka. Tidak dilanjut tanggung, tapi kalau dilanjut pasti akan membangunkan seisi rumah karena suara bising yang dibuat Zyra. Terpaksa keduanya mengakhiri permainan sebelum mencapai puncak dan langsung menge
Waktu tak terasa cepat berlalu, keempat anak Zyan dan Zahra tumbuh dengan baik. Semuanya jadi anak yang aktif, cerdas, dan kritis. Zayyan sudah kelas 3 SD, Zyel dan Zyra sekolah TK besar, sedangkan Zeza di PAUD. Untuk merayakan ulang tahun pernikahan yang ke 10, Zyan mengajak Zahra liburan. Mereka hanya pergi berdua, tanpa mengajak anak-anak. Tentu saja di sela liburan tersebut tetap ada agenda bisnis yang harus Zyan lakukan. Ya, ibarat kata menyelam sambil minum air. Kalau untuk urusan bisnis, anak-anak memang tidak pernah diajak. Namun mereka tetap mengagendakan liburan dengan anak-anak minimal setahun sekali.“Abang menepati janji membawamu ke tempat ini lagi,” ucap Zyan kala mereka tiba kamar hotel yang terletak di Kota Cappadocia, Turki. Dia menarik istrinya menuju jendela kaca besar, di mana mereka bisa melihat banyak balon udara yang sedang melayang di angkasa. Pria itu berdiri di belakang sang belahan jiwa lantas memeluknya. Diletakkannya dagu di bahu sang istri.“Kamu ‘kan
“Hore! Mama dan Papa pulang.” Zayyan berteriak sambil berlari kala melihat kedua orang tuanya keluar dari pintu kedatangan. Dia ikut sopir keluarga yang menjemput Zyan dan Zahra di bandara.Lelaki kecil itu langsung menghampiri dan memeluk perut mamanya. “Ma, aku kangen,” ungkapnya.“Mama juga kangen sama Kak Zayyan,” sahut Zahra seraya mengelus punggung putra pertamanya itu.“Kak Zayyan, tidak kangen sama papa?” lontar Zyan yang berada di samping istrinya.“Kangen Papa juga.” Zayyan melepas pelukannya pada Zahra lantas berganti memeluk papanya.Zyan tersenyum mendapat pelukan dari sang putra tercinta. Dia kemudian menggendong Zayyan.“Pa, turunin. Aku ‘kan sudah besar. Tidak boleh digendong lagi,” protes Zayyan.“Tapi papa mau gendong Kak Zayyan. Masa tidak boleh? Papa kangen. Lama tidak gendong Kakak.” Zyan beralasan.“Tapi aku udah besar, Pa,” tukas Zayyan.“Buat papa, kamu tetap masih bayi.” Zyan menciumi pipi putra sulungnya itu.“Papa, please. Jangan cium-cium lagi!” Zayyan meng
“Mama sama Papa kapan pulang?” tanya Zayyan saat Zahra melakukan panggilan video pada pengasuh putra pertamanya itu saat mereka dalam perjalanan ke tempat pertemuan dengan para pengusahan dari Kota Malang.“Lusa, Kak,” jawab Zyan yang duduk di samping istrinya.“Katanya cuma sebentar, kok sampai lusa,” protes lelaki kecil yang wajahnya mirip dengan papanya itu.“Pekerjaan papa sama mama belum selesai, Kak, jadi tidak bisa pulang besok. Kalau Kak Zayyan sama adek-adek kangen ‘kan tinggal video call papa atau mama,” timpal Zyan.“Gimana sekolahnya tadi, Kak.” Zahra memilih mengalihkan pembicaraan daripada melihat wajah sendu putranya. Zayyan biasanya sangat antusias bila menceritakan kegiatannya di sekolah, jadi Zahra ingin membuat sulungnya itu kembali ceria. Dia sebenarnya juga sedih berjauhan dengan keempat anaknya, tapi demi menemani suami dan menjalankan pekerjaan, Zahra harus menjalaninya.Benar seperti dugaan Zahra, putra sulungnya itu langsung ceria begitu memberi tahu sang mama