Daniel menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dia menoleh dan menatap Callista. Tatapannya begitu santai melihat manik mata biru Callista. Dia mengulas senyuman tipis di wajahnya mengingat amarah Callista. “Jadi menurutmu, aku ini brengsek?” tanyanya dengan nada yang terlihat tidak perduli dengan apa yang dikatakan Callista. Callista menghunuskan tatapan tajam ke arah Daniel. “Kau membuang seorang wanita! Kalau bukan brengsek apa namanya?” tantang Callista.Daniel mendekatkan dirinya pada Callisa. Lalu menyunggingkan senyuman miring. “Well, aku akan menunjukan apa maksud dari kata brengsek.”Callista mengerjap, dia mencerna perkataaan Daniel. “Apa maksud-“Mata Callista membulat sempurna, saat Daniel menarik tengkuk lehernya. Dengan berani Daniel membenamkan bibirnya di bibir Callista hingga membuat Callista seakan membeku dan tidak mampu bergerak. Rasanya tubuh Callista ini begitu mati rasa, bahkan Callista sama sekali tidak bergeming.Bibir Daniel terus melumat dengan lembut bibir
Daniel tersenyum saat Callista mematikan telepon darinya. Ya, nyantanya wanita itu memang sangat keras kepala. Kemudian, Daniel melangkah menuju ruang makan. Dia melihat orang tua dan adiknya sudah lebih dulu berada di ruang makan. Daniel berjalan masuk dan duduk di samping adiknya.“Morning ka,” sapa Grace saat melihat Daniel.“Morning,” balas Daniel singkat.Tidak lama kemudian, pelayan mengantarkan roti gandum dan kopi espresso untuk Daniel.“Daniel, tadi malam kau kemana?” tanya Alin sambal menatap Daniel yang tengah menikmati sarapannya.“Aku datang ke pesta pertunangan Jonathan,” jawab Daniel datar.“Kau datang ke pesta petuangan Jonathan?” kali ini Gio bertanya pada putranya itu. Karena yang dia tahu, biasanya Daniel jarang menghadiri pesta. Terlebih jika itu pesta pertunangan atau pernikahan.Daniel mengangguk samar. “Aku tidak mungkin tidak datang. Perusahaan kita cukup banyak terlibat kerja sama dengan Jonathan.”“Ka, apa kau pergi sendiri ke pesta?” Sudah sejak tadi Grace su
Callista merenggangkan lehernya, hari ini benar-benar sangat lelah. Dia melirik arloji kini sudah pukul lima sore. Hampir saja Callista lupa, dia memiliki janji dengan Mike. Callista mengambil tas di atas meja kerja, lalu berjalan keluar meninggalkan ruang kerjanya.Saat tiba di lobby, Callista melihat Mike sudah berdiri menunggunya. Callista tersenyum lalu melangkah mendekat ke arah Mike.“Hi Dokter Mike,” sapa Callista ketika sudah berada di hadapan Mike. “Bisakah di luar jam kerja cukup memanggilku dengan sebutan Mike?” pinta Mike, dia lebih nyaman jika Callista memanggilnya dengan sebutan nama.“Baiklah kalau begitu kau juga bisa manggilku Callista,” balas Callista. Dia juga lebih nyaman dipanggil nama, jika berada diluar dari jam kerja. Mike mengangguk setuju. “Lebih baik kita pergi sekarang.”“Tapi aku rasa kita tidak perlu membawa mobil, jarak kafe sangat dekat. Kita jalan kaki saja.” Jujur saja, Callista lebih menyukai berjalan kaki jika ke Kafe karena lokasinya sangat dekat
Keesokan hari, Callista duduk di sofa sembari menikmati ice cream vanilla di tangannya. Malam ini dia harus pergi menemani Daniel. Harus Calista akui, Daniel adalah sosok pria yang sempuna. Tampan, berkuasa dan memiliki segalanya. Namun, Callista kurang menyukai sikap semena-mena pria itu. Benar-benar menggunakan kekuasaan untuk mendapatkan apa pun yang diinginkan. Callista kembali mengingat sifat ayahnya, Michael terkenal selalu menggunakan kekuasaannya demi mendapatkan sesuatu.Seketika, Callista mengingat sesuatu. Callista menyambar ponselnya, dia langsung menghubungi Jessica. Terakhir Callista bertemu dengan Jessica di pesta pertunangan temannya Daniel. Dia tidak ingin itu terulang lagi. Jangan sampai Jessica melihat dirinya bersama dengan Daniel.“Kakak?” sapa Callista saat panggilan terhubung.“Callista? Ada apa? Kau baik-baik saja kan?” ujar Jessica dari seberang line.“Aku baik, ka. Aku hanya ingin bertanya apa kakak malam ini meemiliki acara?” tanya Callista yang berusaha untu
Hujan deras di pagi hari, membuat Daniel dan Callista yang masih tertidur pulas begitu enggan membuka mata mereka. Cuaca yang sejuk karena hujan membuat mereka saling berpelukan. Namun, di saat mereka tengah tertidur pulas Callista menggeliat merasakan ada tangan kokoh yang memeluk dirinya. Perlahan Callista mulai membuka kedua matanya.Saat Callita membuka, dia menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Memejamkan mata kembali, lalu Callista membuka matanya memastikan dengan apa yang dia lihat ini. Tapi ini benar-benar seperti nyata. Callista tersentak, menyadari ini adalah kenyataan.“Aaaaaaa,” Suara teriakan Callista begitu kencang saat menyadari Daniel memeluk dirinya. Mendengar suara teriakan Callista, membuat Daniel langsung membuka matanya. Callista mendorong kasar tubuh Daniel yang memeluk dirinya. “Apa yang kau lakukan di sini! Kenapa kau bisa ada di kamarku!” seru Callista meninggikan suaranya.Daniel mengambil bantal, dia tidak memperdulikan teriakan Ca
“Siapa pria yang menyerangmu saat di klub malam itu? Apa kau mengenal mereka?” Daniel menatap Callista penuh selidik. Ya, sejak pertemuan awal Daniel ingin bertanya siapa para pria yang menyerang Callista di klub malam waktu itu. “Aku tidak mengenalnya.” jawab Callista berbohong. Dia tidak mungkin memberitahukan Daniel tentang identitasnya. Lagi pula sejak dulu Callista memang sangat nyaman ketika orang mengetahui identitasnya yang seorang Dokter. Bukan tidak merasa bangga memiliki ayah seorang Micahel Hutomo. Tapi banyak orang yang menujukan wajah palsunya ketika tahu dirinya adalah putri dari Michael Hutomo.“Benarkah? Tapi aku merasa dia sangat mengenalmu,” balas Daniel yang masih menatap Callista penuh selidik. Callisa membuang napas kasar. “Aku tidak ingin membahasnya. Itu semua sudah lewat. Lebih baik kau bisa menanyakan yang lain.”“Yang lain?” Daniel tersenyum miring.Seketika Callista menyesal mengucapkan itu. Callista yakin setelah ini Daniel akan betanya banyak. Asatga Cal
Suasana hening tercipta di dalam mobil. Sepanjang perjalanan pulang Daniel dan Callista hanya diam tanpa mengatakan sepatah katapun. Daniel fokus menyetir mobil, sedangkan Callista dia melihat ke arah luar jendela. Setelah berciuman dengan Daniel, Callista tidak berani menatap Daniel. Beruntung Daniel diam tidak membahas ciuman tadi. Jika Daniel membahas tentang ciuman tadi, Demi Tuhan rasanya Callista ingin melarikan diri.Bagi Callista, Daniel adalah sosok pria yang otoriter. Tidak hanya itu Daniel sama seperti ayahnya yang selalu menggunakan kuasa untuk mendapatkan apapun. Terlebih Daniel juga belum mengetahui identitas Callista. Semoga itu benar. Karena sangat mudah bagi Daniel mengetahui identitas Callista dengan membaca data tentang Callista di rumah sakit.Hal yang membuat Callista membenci dirinya adalah ketika tubuhnya merespon Daniel mencium dirinya. Harusnya Callista menghajar pria itu karena telah menciumnya. Tapi Callista tidak sama sekali menolak. Bahkan dirinya memberika
Keesokan hari, Daniel sudah di jalan menuju bandara. Kini Daniel tengah berada di dalam mobil. Hari ini Daniel akan melakukan perjalanan bisnis ke Kanada. Jika dulu, Daniel melakukan perjalanan bisnis tidak merasa terbeban, kali ini berbeda dengan sebelumnya. Sejak tadi malam saat Daniel mengirimkan pesan pada Callista, kalau dia akan membawanya ke rumah keluarganya tapi wanita itu tidak juga membalas. Itu yang membuat Daniel ingin segera menyelesaikan pekerjaannya dan segera kembali ke Los Angeles.
“Ah, lelah sekali.” Callista melangkah keluar dari ruang operasi. Setelah hampir sepuluh jam dia melakukan tindakan, kini dirinya begitu kelelahan.“Callista, apa kau langsung pulang?” tanya Olivia yang juga kelelahan. Dia memijat pelan tekuk lehernya. Tubuhnya seolah benar-benar remuk.“Mungkin iya, tubuhku lelah sekali. Aku ingin berendam,” jawab Callista. “Yasudah, aku ingin ke ruang kerjaku dulu, ya?”Olivia mengangguk. “Ya, aku juga ingin langsung pulang ke rumah.”Callista tersenyum. Kemudian melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya. Meski lelah, tapi Callista selalu bahagia setiap kali operasi berhasil menyelamatkan pasiennya.Saat Callista baru saja tiba di ruang kerjanya—dia mendengar suara dering ponsel miliknya terus berdering. Callista mendekat, lalu mengambil ponselnya dan menatap ke layar. Seketika Callista mengembuskan napas kasar ketika melihat nomor Alice, ibunya tert
“Nyonya.” Seorang pelayan menghampiri Alin yang tengah menyirami bunga-bunga di tamannya.“Ada apa?” Alin bertanya pada pelayan yang kini berdiri di hadapannya.“Nyonya, maaf mengganggu anda. Tapi di depan ada tamu yang Bernama Nona Megan Alister ingin bertemu dengan anda. Beliau mengatakan anda sendiri yang mengundangnya,” ujar sang pelayan memberitahu.“Megan sudah datang?” Raut wajah Alin tampak begitu bahagia mendengar Megan Alister sudah datang. Ya, dia mengundang anak dari teman dekatnnya untuk berkunjung ke rumahnya.Sang pelayan menganggukan kepalanya. “Benar, Nyonya.”Alin tersenyum. “Kau siapkan minuman untuknya. Aku akan segera ke depan.”“Baik, Nyonya.” Sang pelayan menundukan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Alina.Alin terus mengembangkan senyumannya. Kini dia berjalan meninggalkan taman itu, menuju tempat di mana Megan Alist
Berita tentang Daniel Renaldy menjalin hubungan dengan Callista Hutomo, putri keluarga keluarga Michael Hutumo telah tersebar. Banyak yang berkomentar mereka adalah pasangan yang sempurna. Selama ini publik tidak pernah tahu tentang Callista. Karena memang hanya Putri sulung Michael hutumo, Jessica yang kerap kali muncul di hadapan media. Banyak orang pikir Michael hanya memiliki satu putri saja. Namun kenyataanya Michael memiliki putri yang berprofesi sebagai Dokter di rumah sakit milik Daniel.Semua berita yang tampil pagi ini, membuat raut wajah Alin berubah dipenuhi dengan amarah. Iris matanya penuh dengan kebencian mendalam.“Sialan!” Alin membanting vas bunga yang ada di hadapannya, hingga pecahan belingnya memenuhi lantai. Sorot mata Alin menajam, berkali-kali Alin mengumpat kasar.“Aku tidak akan pernah membiarkan putraku menikah dengan putrimu, Casandra,” geram Alin penuh dengan kebencian.Kini Alin menyambar kunci mobilny
Michael membanting kasar guci yang ada di ruang kerjanya. Kini, keadaan ruang kerja Michael benar-benar tampak begitu kacau. Terlihat jelas kemarahan di wajahnya. Ya, Micahel tidak mampu lagi mengatasi amarahnya, kala melihat pemberitaan tentang putri bungsunya dan putra dari Gio Renaldy. Michael terus mengumpat kasar, merutuki kebodohannya sampai dia tidak tahu pemilik Queen Hospital, tempat di mana Callista bekerja adalah milik Daniel Renaldy. Jika saja, dia tahu sejak awal, maka ini tidak akan pernah terjadi.“Sialan kau, Gio. Aku tidak akan membiarkan putriku menikah dengan putramu!” geram Michael dengan tangan yang terkepal kuat. Rahangnya mengetat. Kilat kemarahan
Daniel duduk di kursi kebesaraannya. Dia menyandarkan punggungnya di kursi seraya memejamkan matanya lelah. Pikirannya terus memikirkan perkataan kedua orang tuanya. Diawal hubungannya dengan Callista, kedua orang tuanya menyetujui hubungannya. Bahkan kedua orang tuanya begitu mendukung. Tapi, setelah mereka tahu Callista adalah putri Michael Hutomo, mereka langsung melarangnya menjalin hubungan dengan Callista. Daniel merasakan sesuatu hal antara keluarganya dan keluarga Callista.Tanpa ingin lagi berpikir, Daniel langsung menekan tombol interkom. Dia meminta Harry, assistantnya untuk segera datang menemuinya. Tidak lama kemudian, Harry melangkah masuk ke dalam
“Mereka baik,” jawab Daniel dengan nada datar dan tatapan begitu serius pada kekasihnya itu. “Callista, ada hal yang ingin aku tanyakan padamu,” lanjutnya yang membuat Callista bingung.“Ada apa, Daniel? Apa yang ingin kau tanyakan?” Alis Callista saling bertautan. Dia terus menatap Daniel. Sesaat, dia memperlihatkan tatapan Daniel yang terlihat ingin mengatakan sesuatu padanya. Sebuah tatapan yang sangat berbeda dari biasanya.“Apa kau mempercayaiku?” Daniel membawa t
Daniel turun dari mobil, dia melangkah masuk ke dalam rumah dengan wajah dinginnya. Para penjaga dan pelayan yang melihat Daniel datang, mereka langsung menundukan kepala mereka, menyapa Daniel. Namun, Daniel mengabaikan sapaan para penjaga dan pelayannya. Rasa kesal dalam dirinya, membuatnya bersikap dingin pada penjaga dan pelayanna. Kini, dia melangkah menuju ruang keluarga, dan segera menemui kedua orang tuanya itu.Saat Daniel tiba di ruang keluarga, dia mengerutkan keningnya kala melihat wajah muram kedua orang tuanya. Tatapan Daniel menatap mata sembab Alin, ibunya yang tampak begitu jelas habis menangis. Sedangkan wajah Gio, ayahnya terlihat jelas menahan amarahnya.
“Sayang, angkatlah. Siapa tahu itu penting. Jangan seperti itu, ponselmu sejak tadi tidak henyi berdering. Kita masih memiliki banyak waktu bersama.” Callista membawa tangannya megelus rambut Daniel.Daniel membuang napas kasar. Dia tampak begitu enggan menjawab teleponnya itu. Tapi apa yang dikatakan Callista itu benar. Dengan terpaksa, Daniel mengambil ponselnya yang terletak di atas meja itu, lalu mengalihkan pandangannya ke layar. Seketika kening Justin berkerut, melihat nomor Gio, ayahnya muncul di layar ponselnya.
Daniel menyandarkan punggungnya di kursi, seraya memejamkan mata sesaat. Entah kenapa sejak tadi malam, dia terus memikirkan Callista. Dia merasa ada sesuatu yang Callista sembunyikan darinya. Ya, tentu karena Daniel sangat mengenal kekasihnya itu. Sejak dulu, Callista memang tidak hebat menyembunyikan sesuatu. Namun, meski demikian, Daniel langsung menepis segala pikiran negative yang muncul di benaknya. Disaat Daniel sedikit bersantai, pandangan dia teralih pada sebuah televisi yang ada diruangannya. Seketika Daniel menatap pembawa berita yang tengah menyampaikan sesuatu.*Kabar hari in datang dari pengusaha muda Daniel Renaldy. Pewaris dai Renaldy Group ini dikabarkan menjali