"Kenapa tiba- tiba lo ngajak kita liburan? Gak biasanya lo begini" Livy membuka kaleng minumannya sambil menggunjing ayam goreng."Gue cuma butuh liburan, kalian juga kan? Kita kerja tiap hari, anggap aja ini self reward." Mereka baru saja sampai di villa milik keluarga Meta. Saat Liona bersungut ingin liburan, Meta langsung bersuara untuk menawarkan tempat milik keluarganya itu, itung- itung bisa lebih hemat dan lokasinya lebih dekat. Jadi liburan singkat ini tidak akan menghabiskan banyak waktu di perjalanan.Liona menelungkupkam ponselnya dengan layar yang sudah gelap. Sejak keberangkatan, Liona irit sekali bicara."Lo kok diem aja si Na, harusnya happy dong kan lo yang ajak kita." Meta tak biasa dengan Liona yang masih duduk tenang."iya Na, kok lo murung gitu. Bentar ya gue ke toilet dulu." Livy beranjak dari kursinya.Sepeninggalan Livy, Meta yang berada di sebrang kursinya berpindah tempat, merapatkan diri di sebelahnya."Sebenarnya apa yang terjadi? Gue yakin lo gak lagi baik
“Tadinya mas mau ketemu sekalian ngajak makan di luar mumpung ada waktu di sini dua hari. Kamu pulang kapan Na?”“Ini udah di jalan ko, mas aku lupa ngasih tau kalo aku juga udah pindah. Oh iya, mas nginep di apartemen aku aja dari pada sewa hotel. Kalo mau tar aku kasih alamat nya.”“Ohh gitu, yaudah kalo gitu, tar kita ketemu disana aja kalo kamu udah sampe.”“Mas kesana duluan aja, tar aku kasih tau password akses nya ya, soalnya aku kayanya pulang pagi.”Telpon di tutup, Meta dan Livy yang berada di sampingnya sudah tertidur lelap. Liona segera berbenah untuk mulai memejamkan matanya tapi tak bisa. Ia berjalan ke luar villa untuk sekedar duduk di teras."Kamu belum tidur?" suara di belakangnya berhasil membuatnya terperanjat."Ya ampun, kamu membuatku kaget. Kamu masih ada di sini? Aku kira kamu udah pulang." "Kita jadi nginep disini, Vano sama Andri mabuk berat jadi bahaya kalau berkendara." jelas William."Na, untuk yang kemarin aku minta maaf. Aku gak seharusnya angkat telpon
"Kamu harus datang ke acara makan malam besok Arka." kalimat dari pria tua itu membuat Arka merotasi matanya."Aku tidak punya urusan untuk datang ke sana." harusnya ia lembur malam ini, tapi kedatangan Papanya membuatnya hilang mood untuk bekerja."Kamu yakin masih ingin bekerja di tempat ini? Bahkan perusahaanku lebih besar dari kantor ini. Kamu harusnya mempersiapkan diri mengambil posisiku nanti, bukan malah mengabdi di tempat orang lain." ucap Papanya bersungut pamer. "Jika Papa sudah selesai bicara, silahkan ke luar dari ruanganku." tanpa menatap mata yang sudah keriput itu, Arka menunjuk pintu ke luar dengan tangan kanannya."Bicaramu semakin tidak sopan pada orang tua, pokonya kamu harus datang nanti malam. Banyak klien penting yang akan datang, kamu tahu kan, Tania anak klien Papa sangat tertarik padamu." Lidahnya menusuk ke pipi kirinya, menahan luapan emosi yang hampir tak terkendali, Papanya ini sangat pintar sekali menguji kesabarannya."Ayolah, kamu sudah seharusnya mov
"Arka, aku rasa ini bukan waktu yang tepat untuk ketemu Mas Elang." tangan itu menghentikan langkah Arka dengan meraih lengannya.Sesuai kesepakatan, pasangan baru itu berniat menjenguk Elang untuk permintaan maaf Arka. Menyadari sikap kekasihnya yang begitu terbaca, Arka langsung menggenggam tangan kecil Liona dengan tangannya yang besar membentuk satu kepalan. “Tenang aja, dia gak akan marah.”“Dia kakak aku, aku kenal banget mas Elang.”Bukannya menjawab Arka malah mendekatkan genggaman tangannya yang sedang memegang tangan Liona ke bibirnya dan mendaratkan kecupan yang menenangkan."Semuanya akan baik- baik saja." Liona membuka pintu ruangan Elang yang tidak lagi sendiri, sudah ada Sela istrinya. Langkah yang diayunkan Liona dan Arka terhenti saat tiba- tiba Sela menyadari kehadiran mereka dan berteriak marah tak suka dengan kehadiran Arka yang sudah diketahuinya adalah penyebab suaminya terluka.“Kamu pasti yang membuat suamiku terluka kan, masih berani kamu muncul hah.”Sela m
“Aishhh iya.. iya ini udah di jalan kok, aku gak bohong.”Liona penasaran siapa yang menghubungi kekasihnya, samar- samar terdengar suara wanita yang mengomel dari balik telpon. Arka menoleh ke sampingnya dan tersenyum penuh arti.“Lihat, Mama cerewet banget pengen cepet ketemu calon menantunya.”“Ap.. apa? Maksudnya?”“Kita ke rumah aku sekarang, aku udah janji bawa kamu ketemu Mama.”“Enggak,. Maksud aku.. aku belum siap ketemu Mama kamu.” Liona menggeleng, ingatan tempo lalu masih membuatnya terluka, dia belum siap untuk bertemu dengan orang yang pernah mencaci makinya. “Sayang, Mama mau minta maaf sama kamu, please. Dia selalu nanyain kamu bahkan sampe minta alamat kamu. Dia benar- benar ngerasa bersalah tentang sikapnya saat pertama kali kalian ketemu. Ya.. ya.. aku janji kita langsung pergi kalo kamu gak nyaman disana.” Arka memegang tangan Liona dan memohon penuh harap, Liona merasa jahat jika menolaknya dan memutuskan untuk memenuhi undangan itu.“Apa Mama kamu tahu kita resm
"Bagaimana pertama kali kamu kenal Arka?" Mendengar pertanyaan itu mata Liona mengerjap pelan."Kita teman lama Ma, satu kuliahan dulu." Arka yang menjawabnya."Ahh satu kuliahan rupanya, kalian pasti sudah kenal dekat dari lama kalau begitu." Sedang enak- enaknya menyantap hidangan, pintu depan rumah mereka terbuka begitu saja yang membuat mata ketiganya memburu ke sumber suara."Semua orang menunggu kamu Arka, dan kamu malah berada di sini? Kamu sudah bikin Papa malu. Tania bahkan sudah rela jauh- jauh hadir untuk bertemu denganmu." Dewi berdiri, menyambut Rama mantan suaminya dengan wajah tidak suka namun Arka lebih dulu angkat suara."Aku tidak pernah menjanjikan untuk datang ke pertemuan itu, Papa yang hanya membual pada mereka." balasnya tak tanggung- tanggung membuat Rama berwajah merah padam."Jaga bicaramu, hormati aku sebagai Papa mu Arka. Ohh ternyata sedang ada tamu ya, apa dia yang menjadi alasan kamu tidak menemui Tania malam ini?" tatapannya tertuju pada Liona yang mas
"Ar-arka kamu sudah janji tidak akan macam- macam." Nafas di belakang lehernya semakin tak beraturan membuat Liona ikut tegang. Niat hati untuk bangun dari tidurnya, tapi saat itu juga pinggulnya di peluk posesif oleh tangan besar di belakangnya."Jangan bergerak akhhh, ini- akan sulit untuk membuatnya tenang kembali." masih sambil memeluk tubuh ramping Liona."Ta-tapi kamu tidak bisa seperti ini, kamu udah janji gak-""Aku janji, aku hanya akan menggeseknya seperti- ini hnggg hhh. Tunggu sampai dia tenang." Bulir keringat kini rembes di pelipisnya, Liona semakin kesulitan dengan suara Arka yang menahan erangan sambil menggesekkan juniornya. Ia dapat merasakan seberapa keras milik Arka meski terhalang kain dari pakaiannya."Akhhhh hmm" Liona spontan menutup mulutnya saat tiba- tiba desahannya keluar begitu saja ketika tangan Arka meraih payudaranya."Apa kamu tidur seperti ini setiap malam? Maksudku, kamu tidur tanpa bra?" tanya Arka sambil meremas pelan."Atau karena aku disini? Kamu
"Na, kamu tau gak kalau Abi di pecat pagi ini?" Liona yang baru saja duduk di kursinya langsung bereaksi saat mendengar kabar dari teman kerjanya."Bagaimana bisa? Tadi malam aku bahkan datang ke pestanya dan dia baik- baik aja. Dia bahkan nembak temen aku di hari ulang tahunnya." semuanya tak mungkin terjadi, jelas- jelas malam masih berjalan lancar di pesta ulang tahun Abi."Nembak temen kamu?" Desi penasaran."Iya, kamu tau aku punya teman yang namanya Livy kan? Ternyata Abi sama Livy lagi PDKT dan berhasil jadian tepat di ulang tahunnya tadi malam. Aku aja sampe kaget kenapa mereka bisa kenal." Liona semakin yakin bahwa berita yang ia dengar hanya bualan semata."Tapi Abi beneran di pecat Na, aku gak tau apa kesalahannya yang pasti pagi tadi aku liat dia di panggil ke ruangan management kita dan ke luar dengan semua barangnya. Liat, meja dia kosong Na." Wajahnya berubah serius, tidak mungkin apa yang ia pikirkan menjadi kenyataan."Na, kamu mau kemana?" Liona sudah berlari menjauh
"Cerai?" Kosa kata itu sangat berat ke luar dari mulut Liona."T-tapi kenapa Arka? A-aku melakukan kesalahan?" Liona seperti pengemis ulung yang memohon agar Arka menatap matanya untuk setidaknya bersuara. Tapi tidak, suaminya itu bahkan memalingkan wajahnya menghadap tembok."Apa kamu bosan denganku? A-apa--""Cukup" satu kata tidak membuat Liona berhenti mempertanyakan arti secarik kertas dalam genggamannya."Apa ada wanita lain? Apa kamu menyesal kita bersama? Kita--"Kalimat selanjutnya hanya menggantung di tenggorokan Liona setelah Arka menyumpal mulut itu dengan lidahnya. Ciuman itu membuat Liona pusing dan kewalahan, seakan isi mulutnya di jelajah dengan semua kehangatan. Ia perlu bicara lebih banyak tapi bibir Arka di bibirnya terasa begitu menggairahkan. Liona lumpuh oleh cumbuan suaminya. "Huhh hnggh" suara itu lolos dari celah bibirnya.Tapi, ada sesuatu yang salah dalam ciuman ini. Liona merasa pipinya mulai basah, tapi ia tidak menangis. Saat ia membuka matanya, ia me
"Arka, apa kamu serius?" Ini pertanyaan ke tiga kalinya dari Adit semenjak Arka menelponnya beberapa menit yang lalu."Kerjakan saja dan berikan padaku kalau sudah selesai" cengkraman di ponselnya kini semakin erat."Tapi--"Arka menutup sepihak panggilan telpon tanpa repot- repot mendengar kelanjutan dari suara asistennya.Ia mengusap wajahnya yang berkeringat, lalu berbalik menuju kamarnya dan Liona."Ar--""Vio sudah tidur?" Arka mendahului kalimat Liona yang menggantung di udara."Ya." Liona mengangguk meski Arka tak sedang melihatnya.Liona mengunyah bibir bawahnya saat merasa Arka tak akan melanjutkan kalimat apapun."Sayang, Adit bilang kamu belum sempat makan malam. Mau aku masak sesuatu sebelum tidur?" Liona bergerak selangkah lebih maju dan duduk di ujung kasur miliknya berdua."Aku lelah sekali, aku akan langsung tidur" Liona menatap jarinya yang tertaut di pangkuannya, ini lebih menakutkan melihat Arka menjadi pendiam seperti sekarang. Bahkan Arka tak bereaksi seperti bi
"DI MANA KALIAN SEMUA?! CEPAT DATANG!"Arka berteriak di seluruh ruangan, tanpa sadar bahwa tak ada orang lain selain pembantu rumah tangga yang baru saja datang baru- baru ini. Dirinya lupa bahwa itu adalah rumahnya dan Liona yang terisolasi, bukan di rumah Mamanya yang penuh dengan security."I-iya tuan." Melihat wanita paruh baya itu hanya membuat kemarahannya semakin meledak."SIALAN, CEPAT PANGGIL AMBULANCE!!"Dengan nafas yang sepuluh kali lebih cepat, wanita itu mengangkat gagang telpon dengan suara bergetar. Ia melakukan apa yang di minta tuannya."Akhh.. A- Arka.. S-sakit" Mata khawatir Arka jatuh kembali ke pangkuannya dimana sang istri yang tengah meringis memegangi perutnya membuat pria berbadan tegap itu kelimpungan."Sayang, bertahan sedikit lagi. Ambulance akan segera datang. Tolong sayang, bernafas dengan baik. Jangan panik, pegang tanganku. Aku akan ada di sampingmu. H-hanya tolong bertahan.." Arka menyuarakan kalimat terakhirnya dengan sedikit bergetar melihat kon
"A-apa yang terjadi Dokter, kenapa- k-kenapa dia menutup matanya?" Liona lolos masuk di antara celah tubuh yang berbaring dan Dokter di sampingnya. Gavin, sang mantan kekasih sekaligus jiwa penolongnya kemarin tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan kepala di perban, mata halusnya tertutup membuat Liona benar- benar ketakutan dengan pikirannya."Tenang nyonya, dia hanya tidur setelah lukanya di jahit. Semuanya baik- baik saja" Terdengar helaan nafas lega dari mulut Liona, ia mengelus dadanya sedikit merasa tenang. Dia tidak yakin lagi apa yang akan dia lakukan jika sesuatu terjadi dengan orang lain demi menyelamatkan dirinya."Terima kasih Dokter" kepalanya menunduk sopan, berterima kasih terhadap kerja keras Dokter yang menangani Gavin.Hatinya terus merasa bersalah, karena beberapa jam yang lalu dirinya bahkan hampir melupakan Gavin karena sibuk menangis di kamar suaminya yang juga sama- sama terluka."Aku selalu membuat orang- orang di sekitarku terluka, kenapa aku
Cekitttt... Pedal rem bergesekan dengan aspal di parkiran basement apartment."CASIE.. TUNGGU.." Gavin melakukan hal yang sama dengan mobilnya, ia memarkir dengan sembarang dan langsung mengejar wanita setengah mabuk itu yang tengah masuk ke dalam lift apartment."Dia gila, astaga" dia terus mengutuk sepanjang kakinya berlari. Setelah memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk mengurusi beberapa hal mengenai pekerjaannya, Gavin di datangi Casie yang menuntut padanya tentang dirinya yang di nilai tidak kompeten terhadap kesepakatan mereka. "Bagaimana kamu bisa membiarkan Arka membawa Liona? Kamu tahu aku sedang mencoba mendapat Arka kembali. Apa kamu lupa?" Kalimat itu yang terlempar dari bibir setengah mabuk wanita itu. Setidaknya sebelum dirinya hilang kendali saat Gavin menjelaskan tentang kehamilan Liona yang baru di ketahui oleh Casie."D-dia hamil? dia hamil anak Arka? Tidak. Tidak.. aku tidak akan membiarkan mereka bersama apapun yang terjadi, aku tidak rela. Liona mengamb
Lenguhan samar tak tertahankan saat sarafnya di ambil alih. Lidah Arka menjelajah ke area yang sudah di kenali, melesak mencari celah untuk menggedor kewarasan Liona yang sedang berperang dengan egonya."Aku.. rindu.. mendengar suaramu, jangan menahannya sayang.."Liona terus menggeliat sambil membungkam bibirnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya berusaha memberikan dorongan yang sama sekali tak berarti pada tubuh Arka yang menempel begitu mengikat."Keluarkan.. aku ingin mendengarnya.." Arka menggusur lidahnya semakin dalam, jarinya dengan tanpa di instruksi membantunya membuka jalan untuk membuka dua kancing baju Liona untuk memudahkan aksesnya sampai lidahnya bertemu dengan kedua puting yang merekah seakan siap menjadi hidangan."Hhnggghhh.. akhh..mmff" suara lenguhan dari bibir istrinya membuat Arka tersenyum di sela- sela aktifitas sedangkan Liona justru mengutuk diri karena jebol dari pertahanannya. Tubuhnya rindu dengan sentuhan hangat Arka yang memabukan. Gelen
Kepalanya menoleh ke jendela pesawat, ia tak peduli bahwa lehernya mungkin akan patah karena saking lamanya. Dirinya hanya tidak ingin melihat sosok yang duduk di sampingnya, kesal dan benci saling mendominasi di hatinya saat ini."Sayang.." Pria yang terduduk itu dengan leluasa menyentuh tangan yang mengepal di pangkuan istrinya, namun semua itu tak lain hanya mendapat penolakan dan menjatuhkan tangannya ke sisi lain.[Beberapa jam lalu di rumah Gavin]"Kalau kamu tidak ikut aku pulang sekarang maka aku akan membawa hal ini ke ranah hukum, kamu masti istriku secara sah" Liona mengunyah kulit pipi bagian dalam, menahan semua tekanan yang sedikit membuat nyalinya ciut. Gavin juga tidak menyalak seperti sebelumnya, kalimat Arka barusan cukup membuatnya berpikir ulang untuk menahan Liona untuk tinggal bersamanya."Tapi aku.. tapi aku tidak mau hidup denganmu lagi" cicit Liona meredam semua keinginannya untuk marah.Liona bersikeras untuk cerai, tapi jangan lupakan Arka yang akan jauh l
"Kamu mantan Liona kan?" Gavin menghentikan langkahnya, membalik tubuh tegapnya penuh ke arah wanita berambut coklat terang di belakangnya."Kamu lagi, selain arogan dan pemarah kamu juga ternyata suka mengusik kehidupan orang rupanya." balas Gavin masih di tempat."Apa itu adalah jawaban YA untuk pertanyaanku? Aku gak mungkin salah, kamu mantan Liona." senyum mencurigakan dengan alisnya yang tidak lagi presisi setelah yang satunya terangkat dengan sengaja."Aku punya penawaran yang bagus dan saling menguntungkan" Gavin tak tertarik dengan kalimat wanita yang sekarang menangkap langkahnya dengan berdiri di depan dirinya itu."Apa yang kamu mau? anakku menungguku di mobil." Sekali lagi Casie menghentikan langkah Gavin."Percaya padaku bahwa dalam hitungan hari mantanmu itu akan tersakiti, dan itulah saatnya kamu mengambil posisi untuk mendapatkan kembali hatinya. Lebih tepatnya, bawa dia jauh dari Arka, selamanya" kalimat terakhirnya sengaja ditekankan ke telinga Gavin yang merasa ke
"Mama bilang apa Sya?" Bily memecah keheningan di antara tarikan nafas berat di sampingnya."Kenapa dengan Arka?" Kini Liona angkat suara, tapi Tasya terlihat kesulitan menyusun kalimat yang tepat.Memangnya kenapa dengan suaminya, jelas dia pasti bahagia kembali bersama dengan mantan kekasihnya kan. Apalagi saat dirinya pergi, Arka bisa lebih leluasa kembali bersama tanpa ada penghalang, itulah yang coba Liona pikirkan untuk mengusir ke khawatirannya."Kakak di bawa ke rumah sakit lagi" terang Tasya yang bagai kilatan petir untuk Liona di sampingnya."Lagi? Apa maksudnya? A- arka sakit?" Liona tidak tahu kalimat itu ke luar begitu saja dari bibirnya, seperti semua serat di tubuhnya bekerja keras untuk melawan pikirannya sendiri, dia mulai khawatir saat ini."Itu yang mau aku bilang sama kamu Na, Kakak gak baik- baik aja selama kamu pergi. Dia sakit bahkan sampai kecelakaan-""Sya.." itu suara Bily yang menghentikan kalimat Tasya, lalu melihat Liona yang perlahan menekan jantungnya de