Share

Bab 50 Ribut

Author: Dinara L.A
last update Last Updated: 2023-06-19 07:56:00

Kehadiran anak di tengah kami membuat amarah mereda. Akan tetapi kebaikan Hans menolongku persalinan tidak mengubah sedikit pun keputusan. Kupikir hal yang wajar jika ia membantuku. Toh yang kulahirkan adalah anaknya juga.

Sekarang bayiku sudah berusia empat bulan. Perkembangannya baru bisa tengkurap. Kuberi nama dia, Syauqia. Sesuai arti dari namanya, ia adalah bayi yang dirindukan. Setelah aku keguguran dua kali.

Aku masih tinggal di rumahku. Sesekali Hans datang menjenguk anak kami dan memberi nafkah. Setiap ia berkunjung, kami hanya bercengkrama di teras. Tidak pernah kuizinkan dia masuk rumah. Aku ingin menjaga kehormatan sebagai janda dengan tidak memasukkan lelaki yang bukan mahrom. Kadang aku juga meminta tetangga untuk menemaniku saat dia datang.

“Assalamualaikum,” salam papa-nya Syauqia terdengar.

Aku gegas gendong Syauqia dan pergi ke teras. “Waalaikum salam.”

“Hallo Qia anak Papa yang paling cantik,” sapa Hans dan langsung mengambil alih Syauqia dari gendongan.

“Itu apa Ha
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 51 Gelut

    Kulelang semua tas-tas branded koleksiku via onlen. Sebaiknya aku memang jangan bergantung kepada jatah uang bulanan yang Hans kirim. Kurelakan saja resto cafe yang memang sudah tidak dapat kumiliki. Aku mengaku kalah oleh perempuan licik itu.Namun yang terpenting untuk saat ini adalah bagaimana caranya agar aku bisa menghasilkan uang kembali? “Ayok Salma gunakan otakmu! Bukankah kamu cerdas dalam hasilkan uang?” Aku bicara sendiri.Berusaha mencairkan otak yang membeku karena pengkhianatan. Jujur rasa sakit yang ditorehkan Hans menguras segalanya. Aku benar-benar telah jatuh cinta kepada lelaki yang salah. Meski cinta itu kini sudah tak bersisa.Kutatap bayi mungilku. Satu-satunya hal yang kusyukuri atas pernikahan kandas itu. Bayiku yang selalu menjadikan kuat dan semangat hidup tetap menyala.Alhamdulillah, tas-tasku laku terjual. Tentu saja karena selain ori, harga yang kutawarkan lumayan jauh dari harga aslinya. Sebenarnya sayang juga, tapi saat ini aku memang lagi membutuhkan

    Last Updated : 2023-06-19
  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 52 Teman Baru

    Ternyata yang dimaksud perhitungan yang diberikan si Meti adalah berhenti memberi jatah bulanan kepada anakku yang sejumlah satu juta. Dia pikir, aku bakal kesusahan apa dengan uang yang tidak seberapa itu. Biarkan sajalah. Aku malas menanggapi.“Permisi, Mbak,” ucap seseorang menghampiriku yang sedang menyiram tanaman di depan rumah.“Maaf mau ke siapa ya?” tanyaku heran kepada lelaki berkemeja dan bersetelan rapi.“Saya dari pihak Bank Semesta,” terangnya sambil memperlihatkan idcard.“Ada perlu apa, ya?”“Sebelumnya saya meminta maaf, Mbak. Saya mau memeberitahu kalau rumah ini akan segera disita. Ini surat pemberitahuannya.”Aku lekas membaca surat dalam amplop tersebut. Benar saja pihak Bank menyatakan kalau rumah ini akan di sita karena sudah dijaminkan dan tunggakan tidak dibayar-bayar. “Lho, kok bisa? Apa Pak Hans tidak mengangsurnya lagi?”“Iya, Mbak. Kami juga sudah memberi tiga kali peringatan. Akan tetapi diabaikan. Jadi kami terpaksa mengambil kepetusuan terakhir sebagai

    Last Updated : 2023-06-19
  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 52 Jilbab

    Minggu yang cerah, aku dan Qia akan ikut Lidia menghadiri pengajian rutin di Mesjid Raya.“Mbak, sudah siap belum?” tanya Lidia menghampiri ke rumah.“Sudah Teh.”“Mbak maaf sekali. Tapi, apa tidak ada kerudung yang panjang sampai menutup dada?”“Lho, memangnya kenapa dengan kerudung yang aku pakai?” Aku heran kenapa aku juga harus memakai kerudung panjang sepertinya.Jujur, aku merasa gerah dan ribet jika harus memakai kerudung panjang. Bagiku semua kerudung sama saja, fungsinya untuk menutup kepala.“Mbak … kita berkerudung bukan hanya sekadar untuk menutup kepala, melainkan untuk menutup aurat,” terangnya seraya tersenyum seolah paham dengan apa yang kupikirkan.“Jadi kerudungku harus diganti nih?”“Sebenarnya memakai kerudung segi empat juga tidak apa-apa. Tapi, jangan dililit ke leher. Itu dadanya jadi terlihat,” ucapnya tidak luput dari senyuman.Bagian dadaku memang terlihat seksi, terlebih dress yang kukenakan berbahan lycra. Jadi jenis kainnya jatuh dan mengikuti lekuk tubuh.

    Last Updated : 2023-06-20
  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 53 Dijodohkan

    Setelah ngobrol-ngobrol seputar hijab, akhirnya sampailah di Mesjid Raya. Sudah ada banyak jemaah yang hadir ternyata. Walau untuk pertama kali diajak ke keramaian, Alhamdulillah, Qia tidak rewel. Justru ia tampak antusias dan senang. Seperti mendukung momi-nya untuk menghadiri acara pengajian secara rutin. Kehadiran anak memang selalu memberi hidup menjadi lebih bermakna dan berwarna. Jadi orang tua adalah proses pembelajaran yang Masya Allah, penuh hikmah.Aku pun menyimak serius kajian yang disampaikan oleh penceramah. Kurang lebih satu jam sudah ustaz berbagi ilmunya. Ceramah beliau membuat ibu-ibu yang hadir tidak berasa lama. Tahu-tahu sang ustaz sudah membacakan doa penutup saja. Saking enaknya cara penyampaian serta gaya bahasa sang ustaz.“Ceramahnya setiap minggu membahas tentang rumah tangga, Teh?” tanyaku penasaran.“Tidak. Ustaznya juga setiap minggu ganti-ganti. Bergilir gitu. Kalau ini namanya ustadz Hadi. Emang favoritnya emak-emak.”“Cakep, ya?” bisikku spontan.“Ya,

    Last Updated : 2023-06-21
  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 54 Tak Salah Lihat

    Aku memutuskan untuk memberitahu Mami dan Papi tentang kehadiran Qia dan perceraianku. Siap tidak siap ini adalah kenyataan. Sesuai saran Lidia, aku harus menjalin silaturahmi yang baik dengan orang tua. Ternyata betapa bahagianya mereka saat mendengar kalau aku sudah punya anak. Otomatis mereka sudah menjadi datuk-nenek. Keesokan harinya mami-papi langsung terbang ke Indonesia.“Apa nama cucu nenek nih?” tanya mami.“Syauqia Assyifa.”“Wah, elok sekali namanya. Anak yang dirindukan seklaigus penyembuh.”Rupanya mami sudah mengerti kurang lebih arti dari nama cucunya. Papi mengambil alih Qia dari gendongan mami. Keduanya tampak tak bosan bermain bersama anakku yang memang menggemaskan. Melihat keadaanku yang tinggal di rumah kontrakan, mami papi langsung menawarkanku untuk membeli sebuah rumah. “Tidak apa-apa, Mih. Tidak usah.”“Awak ini macam mana? Anak kita tuh satu-satunya awak. Harta kita buat siapa lagi kalau bukan buat awak? Janganlah awak terus-terusan menolak. Awak sudah ti

    Last Updated : 2023-06-22
  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 55 Pak Irsyad

    “Apa aku salah lihat? Apa aku salah orang? Ya ampun Salma, kamu merindukan Li sampai begini amat,” gumamku.Namun, tetap saja lelaki yang ada di hadapanku tersebut tampak seperti Li Chen. Hanya saja penampilannya sangat berbeda. Tentu lelaki ini memakai setelan koko dan berpeci.“Kamu tidak salah lihat, Sal,” ucap lelaki itu. Rupanya ia mendengar gumamanku.“Maksudnya?”“Ya Allah, Mbak Salma. Ternyata di sini. Qia sudah ketemu, ya?” sela Lidia menghampiri setelah setengah berjalan tergesa. “Oh ada Pak Irsyad juga?” sambungnya.“Oh ini Pak Irsyad?” tanyaku kepada Lidia.“Ia, Mbak. Kenapa? Pak Irsyad bukan yang menemukan Qia?”“Pak Irsyad?” Aku menatap kembali lelaki itu.“Mbak, jaga pandangan!” tegur Lidia.Lelaki itu tersenyum lebar dan tidak berani membalas tatapanku.“Teh, Pak Irsyad mirip sekali dengan seseorang,” jelasku.“Apa mirip Li Chen?” tanya lelaki itu.“Iya, Kok bisa tahu?”“Sal, aku ‘kan Li Chen temanmu. Irsyad itu nama mualafku. Masa kamu tidak mengenaliku, sih?”“Jadi …

    Last Updated : 2023-06-22
  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 56 Tidak Peka

    Senin pagi, mentang-mentang Qia ada yang ngasuh, aku jadi mager. Jam tujuh masih saja berselimut di atas kasur. Hawa Sukabumi pagi ini masih dingin. Sehingga di dalam selimut membuatku tetap hangat.Semalam gara-gara memikirkan Li terus, aku jadi tidak bisa tidur. Efeknya sekarang masih mengantuk. “Bobo lagi ah,” gumamku.Sedangkan Qia pasti sudah jalan-jalan dengan Datuk-neneknya. Semoga saja Mama-papa masih betah di Indonesia, jadi aku bisa bersantai-santai dalam mengurus Qia. He ….**“Hoam ….”Aku menggeliat. Sinar matahari pagi sudah berhenti menerobos jendela kaca kamarku. Itu artinya ini sudah siang karena sinarnya meninggi.Lamat-lamat terdengar suara ramai dari luar kamar. Mama papa ngobrol sama siapa, sih? Tanpa memikirkan penampilan aku tarik saja handle pintu kamar. Niat hanya akan menengok sedikit, eh malah ketahuan.“Tuh, Momi baru bangun,” seru Mama kepada Qia.Sontak aku malu sendiri. Lebih malu lagi ternyata orang yang tengah ngobrol dengan Mama papa adalah Pak Irsya

    Last Updated : 2023-06-23
  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 57 Cepat Sekali

    Li tidak peka dengan maksudku mengabarkan bahwa telah janda. Sebaiknya jangan berharap berlebihan. “Apa Sal? Yang awak cakap barusan. Jadi awak beli Resto café, tapi si Hans ambil alih demi awak bisa cerai?” Mama terkejut dengan yang aku ucapkan sebelumnya.Aduh kenapa aku sampai bisa lupa? Kalau Mama papa memang belum aku kasih tahu perihal Resto café itu.“Apa Resto café yang tempo hari awak tengok?” timpal Papa.“Iya, Pah.”“Ekhm, katanya punya teman,” sindir papa.“Maaf, Pah.”“Sudahlah, toh semua itu sudah lewat.”Mama hanya memutar bola mata malas. Kalau tidak ada Li, pasti sudah ngomel kayak kereta, panjang.“Iya. Teriam kasih Pah. Oya Li, ngomong-ngomong, kamu bisa jadi mualaf, bagaimana ceritanya?” tanyaku sangat penasaran.Li pun bercerita tentang pengalaman religinya tersebut. Sewaktu menuju bandara, untuk terbang ke Beijing dan menikah serta menetap di sana. Li mengalami kecelakaan hebat. Nyawa sudah sangat terasa diujung kuku.Dalam sekaratnya tiba-tiba ia mendengar seru

    Last Updated : 2023-06-24

Latest chapter

  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 75 Cinta Sejati

    Kami menyerahkan masalah terkait teman Daffa yang melecehkan Qia kepada pengacara. Biarlah pengacara yang mengurusi segalanya. Sedangkan aku dan Irsyad fokus kepada dampak psikologis putri kami itu.Irsyad mengkonsultasikan masalah Qia kepada psikolog anak terbaik di kota Bandung. Kami masih beruntung, karena dampaknya belum terlalu jauh. Mungkin karena efek ada pembelaan juga dari Daffa sebagai kakak. Jadi rasa aman itu masih ada. Meski ada trauma berupa sedikit ketakutan kepada semua teman laki-laki di sekolahnya.Setelah 3 kali konsultasi, Alhamdulillah bisa dibilang Qia pulih. Kami memutuskan kalau Qia tidak masuk ke sekolah terlebih dahulu.“Bagaimana kalau kita liburan. Kalian mau ke negara mana?” tanya Irsyad di suatu sore.“Negara?” Daffa membelalak tak percaya. Sungguh terasa mimpi. Selama ini ingin sekedar berlibur ke tempat wisata terdekat saja tidak pernah kesampaian. Lalu tiba-tiba ia diajak ayah angkatnya berlibur ke luar negri.“Iya. Dafa sukanya Negara mana?” t

  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 74 Masalah Daffa

    Aku dan Irsyad tentu panik saat Qia mengatakan kalau Daffa hilang. Orang dalam rumah semua berlarian mencari ke setiap sudut. Termasuk kami sebagai orang tua baru. Daffa benar-benar tak ditemukan.Lemas. Tungkaiku mendadak tak ada daya dan melorot ke lantai.“Dek!” Irsyad memburu dan memapahku untuk duduk di sofa. Sedangkan salah seorang asisten rumah bergegas membawakan segelas air minum. “Bang, kenapa Daffa pergi? Kemana dia? Bukankah ini baru pertama kali di Bandung? Kalau dia diculik atau dalam bahaya gimana?” Aku mencecar suami dengan segala pikiran burukku.Sungguh tak pernah terpikirkan jika Daffa akan pergi dari rumah. Dia tampak baik-baik saja dan tidak keberatan. Lalu hal apa yang membuat ia akhirnya memutuskan pergi? Kepala ini sakit sekali saat berusaha mencari jawabannya.“Tuan, apa kita nggak lapor polisi saja?” saran satpam rumah kami.“Belum 24 jam. Tidak bisa,” tangkas Irsyad.“Lagian, kenapa juga sampai tidak ada yang melhat Daffa pergi?” Nadaku ngegas kal

  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 73 Anugerah

    Hari ini, kami mempersiapkan kamar untuk Daffa. Salah satu kamar tamu, akan disulap jadi kamar anak. Qia turut serta memilihkan segala macam fortnitur untuk keperluar kamar kakaknya itu. Sedangkan Daffa sendiri lebih banyak terdiam. Keceriaan belum kembali hiasi hari-harinya. Tentu saja jejak kesedihan ditinggal Meti masih berbekas luka.“Daf, kamu mau gambar apa?” tanyaku saat memilih seprei.“Bagaimana Ibu saja,” jawabnya pasrah.Ada rasa kagum di hati ini. Umumnya anak kekurangan seperti Daffa saat ditawari kemewahan akan antusias dan senang. Berbeda dengannya yang seolah semua ini tidak ada arti bila dibandingkan dengan kehadiran sang mama. Sekali pun Meti bukanlah orang tua yang baik. Sekali pun hidup bersama Meti, ia harus bekerja keras.Karena Daffa menyerahkan semua pilihan, jadi aku dan Qia saja yang memutuskan. Tak ingin berlama-lama belanja, kami segera menyelesaikannya. Aku juga tidak mau pusing-pusing menimbang untuk memilih. Asalkan sesuai dengan anak lelaki seumuran Daf

  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 72 Keputusan

    Tiga bulan kemudian. “Hallo, Bu … Ma-ma, mama su-dah dipang-gil oleh Allah,” ucapnya terdengar serak di sambungan telepon. “Innalillahi wainnailaihi rojiun.” Aku, Irsyad dan Qia langsung berangkat ke Sukabumi untuk melayat.Sesampainya ternyata Meti baru saja sudah dikebumikan. Masih beruntung warga sekitar peduli dan mau mengurusi. Dengar-dengar marbot mesjid yang paling berjasa membantu. Karena beliau katanya cukup dekat dengan Daffa meski tidak ada hubungan darah.Di rumah duka, aku tidak melihat ibunya Hans atau Dea. Kata Daffa, merek memang belum dikasih tahu.Kini bocah hitam kurus itu tampak sembab juga kuyu. Kepergian sang mama benar-benar menyisakan duka yang mendalam."Maaf sudah menghubungi ibu dan bapak. Itu permintaan terakhir mama." Daffa merasa bersalah."Tidak perlu minta maaf, Nak. Kami pasti datang saat seperti ini." Irsyad yang menyahut."Iya, Nak." Aku duduk di tepat di sampingnya. Membelai lembut Surai Daffa. Terbersit rasa iba dan tak tega kepadanya.Kini di

  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 71 Rencana

    POV. 3Dengan tubuh yang ringkih Meti berusaha untuk ke kamar mandi. Setidaknya ia harus cuci muka sebelum memutuskan keluar rumah.Daffa yang baru datang beli nasi uduk pagi ini terkejut melihat mamanya kepayahan. Ia lekas memburu untuk membantu."Mama mau kemana? Kenapa nggak tunggu aku aja?""Cuma mau ke kamar mandi. Mama kuat kok, Daffa."Meti menolak untuk dibantu. Ia ingin melakukannya sendiri meski dengan gerakan lamban. Daffa hanya memperhatikan tak berani membantah. Sebab, kalau mamanya sudah bersikukuh dan jika ia memaksa, maka akan kena marah.Meti sampai juga di kamar mandi yang langsung aroma tak sedap tercium dari dalam. Begitu masuk, lantainya juga kotor serta licin. Jika ia sedang kuat, biasanya ia sendiri yang sikat dan kuras. Namun, akhir-akhir ini tenaganya seolah terus tersedot oleh rasa nyeri.Masih dalam gerakan lamban Meti menggosok gigi serta mencuci muka. Setelah itu kembali ke kamar dan memilih pakaian terbaiknya."Mama mau kemana?""Mama ada perlu sama papam

  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 70 Mendung

    Meti tampak sudah putus asa. “Apa kamu melakukan pengobatan?” “Sekarang sudah tidak lagi."“Lho, kenapa? Kamu jangan menyerah, demi Daffa.” Aku mengulanginya. Berharap, Meti tetap hidup dan Daffa tetap tumbuh bersamanya. Maaf, aku merasa tidak siap mengurus anak itu.“Sudah kubilang jangan beri aku harapan!” nadanya penuh penekanan. “Semuanya akan sia-sia. Lihatlah ini!” sambung Meti seraya membuka ciputnya.Aku terperangah saat melihat kepala tanpa sehelai rambut. Sepertinya Meti sudah benar-benar hilang harapan.Hari beranjak semakin sore. Sebentar lagi magrib datang. Setelah mengobrol panjang, Daffa tetap mau tinggal dengan mama-nya. Sebetulnya yang merayu untuk tinggal bersama kami hanya Irsyad. Aku hanya diam dan tak berani membantah. Sebelum pulang, aku meninggalkan nomer kontak. Jadi kalau ada apa-apa, mereka tinggal menghubungi. Kurasa kebaikanku sudah lebih dari cukup.Namun saat Irsyad berikan sejumlah uang, baik anak ata

  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 69 Luka Lama

    Akhirnya urusan Irsyad sudah selesai. Dia langsung menjemput kami dari rumah neneknya Qia. Mengingat mami sedang kurang fit di rumah, jadi kami memutuskan untuk langsung pulang lagi ke Bandung.Namun, sebelum pulang, kami membeli dulu oleh-oleh khas Sukabumi. Pilihan jatuh kepada Mochi. Sebuah kue yang terbuat dari beras ketan, bertekstur lembut dan lengket. Bercita rasa manis dengan aneka varian isi.Usai membeli oleh-oleh sampai bagasi mobil penuh, kami melanjutkan perjalanan pulang. “Ayah, tolong berhenti!” teriak Qia tiba-tiba.“Ada apa, Sayang?” Irsyad terkejut.“Berhenti dulu, Yah!” pintanya lagi.Irsyad pun menepikan mobil.“Ada apa, Nak?” tanyaku.“Mom, itu anak yang tadi!” tunjuknya kepada sosok anak yang sedang berjalan di trotoar.“Oh, iya.”“Anak yang tadi apa, sih?” Aku pun menceritakan tentang tadi sewaktu di Mesjid.“Kasihan, Yah,” ujar Qia.“Hei, Dek! Sini sebentar!” Irsyad melambaikan tangan ke anak itu.Anak itu tampak celingukan. “Saya?” Ia menunjuk dirinya sendir

  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 68 Bocah Hitam

    Jika biasanya pengantin baru berbulan madu hanya berdua, berbeda dengan kami. Aku dan Irsyad memilih untuk memboyong dua keluarga yang baru bersatu ini. Awalnya tentu keluarga kami menolak karena berpikiran akan mengganggu. Akan tetapi kami terus bersikukuh untuk mengajaknya.Aku, Irsyad, Qia, mama, papa, mami serta asisten rumah tangganya yang sudah dianggap keluarga itu menghabiskan waktu keliling Indonesia. Dari mulai Gorontalo, Bangka Belitung, Lombok, Bali, hingga pulau Komodo. Kami benar-benar berlibur.“Mih, malam ini Qia biar tidur sama kita aja,” tawar Irsyad.“Enggak! Qia malam ini giliran tidur dengan Mama lagi, Syad.”“Mah. Aku juga kangen sama Qia,” ucapku.“Kalian ‘kan bisa sama Qia siangnya. Malamnya biar Qia tidur sama Mama, ya!”Sejak pergi bulan muda, belum pernah sekalipun Qia tidur bersama aku dan ayahnya. Oya, anakku memanggil Irsyad dengan sebutan ‘ayah’. Kami sangat paham kenapa orang tuaku dan mami Mohan melakukan semua itu.Mereka hanya ingin agar kami bisa

  • Dalam Pernikahan Tanpa Nafkah   Bab 67 Hangat

    Karena kami sudah menyelenggarakan pernikahan di ballroomnya, pihak hotel memberikan hadiah menginap gratis satu malam pasca resepsi.Saat pintu kamar terbuka wewangian langsung menguar dari dalam. Terlihat taburan kelopak mawar merah muda di atas bad ukuran king. Di tengah bad ada sepasang handuk berbentuk angsa dalam posisi beradu. Kemudian ada beberapa balon berbentuk hati menggantung di langit kamar. Serta pencahayaan remang dari lampu tumblr menambah kesan semakin romantis.Irsyad menggandengku untuk duduk di tepi ranjang.Tik tok tik tok, bunyi jarum jam yang berputar begitu terdengar jelas bagi kami saat ini. Jarumnya sudah menunjukkan pukul 22.30 Wib.“Eum … karena kita sudah menikah, enaknya aku panggil apa, ya?”“Tidak tahu,” jawabku seraya menunduk malu.Sungguh tidak disangka, seorang yang sudah lama kukenal, seorang teman, seorang rekan, dan seorang Bos, bisa membuat jantungku dag Dig Duk tidak karuan seperti ini. “Aku panggil kamu … Sayang?” Aku menggeleng karena mirip

DMCA.com Protection Status