Rentetan tembakan peluru menghujani di mana posisi Jonathan, Dante dan Rocky berusaha melarikan diri. Mereka Langsung terjun bebas ke bawah sambil berpegangan tangan. Entah berapa meter mereka terjatuh dari atas yang mereka rasakan hanya angin dingin melesat mengenai tubuh mereka beserta percikan air dari ketinggian. Ketiganya berteriak kencang, jantung mereka berdetak tidak beraturan. Mereka memejamkan mata dan hanya bisa berdo'a. Ketiganya langsung diterima oleh permukaan air yang bergelombang. Riak air yang terdengar sangat keras, sepertinya menandakan ketinggian itu cukup curam."Sial, mereka sudah meloncat ke bawah." gumam salah satu anggota gerombolan. "Terus, sekarang bagaimana ini?" sahut yang lainnya."Mana aku tahu!"Sementara itu ketua gerombolan yang berada di hulu lorong air datang menghampiri mereka."Bagaimana? Di mana mayat mereka?""Maaf, Kak. Mereka berhasil lolos mereka terjun ke bawah saat kami memergokinya. Kami sudah berusaha menembaknya. Entahlah, mereka terkena
"Benar, Tuan. Pasien yang baru saja masuk ke dalam ruang UGD, baru saja meninggal dunia." terang dokter. "Baiklah, Dokter. Terima kasih atas pemberitahuannya.""Saya permisi dulu.""Silakan," Senyuman lebar langsung terbit di bibir Marco. Rencananya tidak sia-sia ketika memanggil seseorang yang telah membunuh tunangannya Dante, lima tahun yang lalu kembali ke negeri ini. Ternyata Dante sangat mudah untuk dipancing emosinya. Terbukti setelah pertemuan di hotel itu, Dante langsung pergi meninggalkan hotel untuk mengejar pembunuh tunangannya."Kak Marco." panggil salah satu anak buah Blackstone."Siapkan pemakaman. Kumpulkan semua anak buah Blackstone.""Baik, Kak Marco."Marco menyempatkan diri untuk melihat Dante untuk yang terakhir kalinya sebelum dimasukkan kedalam peti mati. Laki-laki yang menjadi salah satu kaki tangan dari Dante itu mendekati brankar yang ditutupi oleh selembar kain putih yang telah kotor dengan bercak darah."Halo, Tuan Stone. Apa kabarmu?" sapa Marco di depan je
Mata Marco membulat, ia tidak menyangka Rocky masih hidup dan datang kembali ke pemakaman. 'Mungkinkah dia tahu atas apa yang aku perbuat terhadap Tuan Stone?' batin Marco."Rocky?" panggil Steve yang langsung mendekati Rocky dan memeluknya. "Ada Apa denganmu? Kenapa tubuhmu terbungkus perban? tanya Steve khawatir. "Terima kasih atas perhatiannya Steve. Aku baik-baik saja, aku hanya ingin melihat jasad Tuan Stone untuk terakhir kalinya. "ucap Rocky yang melirik sinis kepada Marco."Pak Pendeta, bolehkah saya melihat jasad Tuan Stone untuk yang terakhir kalinya?""Tentu saja boleh, Nak." jawab Pendeta."Kalian, angkat peti mati lalu buka penutupnya." titah Rocky kepada beberapa adik satu organisasi dengannya itu.Rocky mendekati peti yang sudah dibuka."Tuan Stone, saya berjanji akan mencari dalang dibalik kematian Anda. Pasti ada PENGKHIANAT dari organisasi kita. Sehingga Anda bisa terbunuh dengan mudah." Rocky sengaja mengatakan kata pengkhianat dengan intonasi yang dikeraskan."Rock
Semua mata memandang Dante dengan rasa yang tidak percaya. Ketua mereka yang dinyatakan meninggal, ternyata masih hidup. Lalu? Siapakah yang mereka kuburkan tadi siang? Berbagai pertanyaan dan spekulasi tentang rentetan kejadian yang dialami orang nomor satu di Blackstone itu membuat para anggota tidak habis berpikir."Pertemuan apa ini?" tanya Dante dengan nada bicara yang dingin. Wajahnya yang penuh luka itu, terlihat sangat menyeramkan. Ia melirik ke arah barisan di mana Marco berada.Semua anggota Blackstone diam tak bersuara. Mereka menundukkan kepala karena takut akan dampak dari kemarahan Dante."Aku tanya kalian, apa kalian bisu!" teriak Dante."Brak!" Dante melempar kursi hingga membentur dinding. Seketika kursi itu terbelah menjadi beberapa bagian."Tuan Stone, Anda … kembali." sapa Marco basa-basi. Laki-laki itu mulai berakting."Aku hanya tertidur dan kalian mau menguburku? Siapa yang mengizinkan kalian mengadakan pertemuan untuk memilih calon penggantiku?!" Dante menatap m
"Maksud kalian, Rocky?" tanya Dante."Benar, Tuan." Mereka berempat membenarkan kata-kata pengakuan rekannya.Marco tersenyum simpul karena orang-orangnya sangat bisa diandalkan untuk berbohong. Ia bisa bernapas lega karena kali ini dirinya bisa dipastikan lolos dari hukuman Dante."Rocky yang melakukan pengkhianatan?" tanya Dante sekali lagi."I-itu benar sekali.""Oh ternyata penghianat di sini adalah orang yang paling dekat denganku." jawab Dante yang mulai semakin dingin kata-katanya."Tomi!" teriak Dante."Ya, Tuan.""Ambil cambuk besi kemari.""Baik, Tuan." Tomi berjalan ke belakang sisi podium lalu mengambil sebuah cambuk besi."Rocky, berlutut!" teriak Dante."Tuan, bukan saya." Rocky bingung dengan sikap Dante."Aku tidak peduli! Ternyata kau yang selama ini mengkhianatiku. Pantas saja berbagai kemalangan sering menimpaku, termasuk percobaan pembunuhan kemarin.""Tapi, Tuan. Sungguh saya tidak mengerti dengan kata-kata, Tuan.""Masa bodoh!""Tar!" Dante mengayunkan cambuknya h
Dante langsung mendidih darahnya. Setelah mendengar pengakuan Marco yang mengatakan membunuh Martha gara-gara dia mencintainya.Dante langsung memukul kepala Marco dengan keras. "Kenapa kau membunuhnya kalau kau mencintainya?!" tanya Dante. Marco diam tidak menjawab."Ayo jawab atau aku pecahkan kepalamu sekarang juga!" Dante menarik rambut Marco ke belakang hingga dia mendongak, menatap wajah Dante yang sangat mengerikan."Karena dia memilih Tuan, padahal sebelumnya dia menerima saya dengan baik. Namun setelah kenal dengan Tuan, dia berpaling dan memilih Anda, karena kedudukan Anda lebih tinggi dari saya.""Bohong, kau bohong. Kau hanya ingin mengelabuhiku, membuat nama Martha menjadi jelek di depanku.""Saya bertaruh, Tuan. Saya tidak berbohong. Sebelum kenal dengan Tuan, saya sudah bertemu dengan Martha terlebih dahulu. Satu tahun sebelum Anda kenal dengan Martha. Saat saya menjalankan misi dan terkena luka tembakan. Ketika berobat di rumah sakit itu, saya mengenal Martha. Karena s
"Tuan," panggil Rocky setelah menutup panggilan ponselnya."Ayo kita ke sana!" titah Dante."Jonathan, nanti kau turun di depan markas. Jangan ikut kami hari ini?""Kenapa, Paman?" protes Jonathan. Tadi ia sempat bersitegang dengan ibunya karena meminta izin keluar tanpa alasan."Tidak ada, kau dengarkan aku sekali ini saja." pinta Jonathan."Tidak, Paman. Saya harus ikut, bagaimanapun ini akan menjadi urusan saya. Sejak paman menunjuk saya sebagai pewaris Paman. Saya tidak akan melewatkan urusan penting yang menyangkut Paman dan Blackstone. Kecuali saya sedang sekolah atau menemani Ibu saya." tegas Jonathan."Tapi ini …." Rocky keberatan jika Jonathan ikut serta."Biarkan saja, Rocky. Jika dia bersikeras ingin ikut." potong Dante."Ayo kita susul Steve dan Tomi." ajak Dante."Baik, Tuan."Dante dengan terpaksa mengajak Jonathan untuk menemui Steve dan Tomi yang berhasil menangkap pelaku pembunuhan tunangannya. Entah nanti Jonathan akan syok atau tidak jika Dante mengamuk dan menghukum
Suara tembakan memecah keheningan. Semua mata terpaku melihat mayat Max tergeletak di lantai dengan luka tembakan di kepala. Lantai kosong itu kini telah banjir dengan darah.Dante menembak Max sesaat setelah laki-laki itu merebut pistol anak buahnya lalu mengacungkan ke arah Rocky. Dante tahu tujuan Max. Ingin mencelakai Rocky dan menggunakan laki-laki itu sebagai sanderanya. Mengancam Dante agar bisa melarikan diri. Namun, Dante sudah memutuskan untuk memberi Max hukuman mati karena ingin mencelakai Rocky. "Dia yang memilih takdirnya. Aku hanya mengabulkan keinginannya." ucap Dante sambil menggunakan kakinya membalikkan tubuh Max untuk memeriksa keadaannya.Tomi segera memeriksa nadi dan detak jantungnya. "Tuan," Tomi mengangguk, memberi kode jika Max telah tewas di tangan Dante."Kuburkan dia, tanggung biaya pengobatan kedua orangtuanya di rumah sakit. Jangan lupa, bantu keuangan adik perempuannya yang baru saja melahirkan. Aku dengar, selama ini dia lah tulang punggung keluarganya
“K-kenapa kau ada di sini?” Maria mundur beberapa langkah. Ia tidak mengira jika bukan Magdalena yang berada di dalam karung. Melainkan Jonathan Smith. Orang yang sangat dicintai dan sekaligus dibenci oleh Maria.“Karena saya ingin melihat orang yang mencoba mengganggu hidup saya, Maria.” Jonathan melepas wig yang diambil dari toko di mana Magdalena diculik.Ide menyamar menjadi Magdalena itu datang secara tiba-tiba. Saat Jonathan melihat seseorang membuntuti Magdalena lalu ikut masuk ke ruang ganti. Awalnya Jonathan ingin menghajar laki-laki yang berusaha menculik Magdalena. Tapi kemudian Jonathan mempunyai ide untuk berpura-pura menjadi Magdalena agar bisa mengetahui siapa dalang dibalik rencana penculikan Magdalena.Setelah menemukan karung yang berisikan Magdalena. Jonathan menyuruh anak buahnya untuk mengamankan Magdalena. Ia lalu mengambil sebuah wig berwarna pirang yang mirip dengan rambut Magdalena. Dengan bantuan anak buahnya, Jonathan masuk ke dalam karung lalu diikat seper
Jonathan waspada, ternyata ada seseorang yang sedang mengawasi Magdalena. Seseorang itu masuk ke ruang ganti. Jonathan sangat marah tapi ia menahan amarahnya demi senuah rencana yang sedang di susunnya.Jonathan mengambil sebuah wig lalu memanggil beberapa anak buahnya.Sementara itu di dalam ruang ganti, Magdalena terkejut di saat akan membuka kancing bajunya ada laki-laki yang masuk ke ruang di mana ia berada. “Siapa kau?”Laki-laki itu diam, tidak menjawab lalu membekap mulut Magdalena menggunakan sapu tangan.Magdalena meronta sebentar lalu pingsan. Laki-laki itu tersenyum karena sudah berhasil melumpuhkan korban. Ia kemudian mengambil sebuah karung lalu memasukkan Magdalena ke dalamnya. Selesai mengikat ujung karung, laki-laki itu keluar dari ruang ganti tanpa sepengetahuan pelayan toko.Lily yang melihat laki-laki itu berhasil membawa pergi Magdalena, langsung buru-buru meninggalkan toko. Ia berjanji akan neninggalkan negara Azdania agar Adam selamat dari intimidasi Jonathan dan
“Adam, hubungi anak buah kita untuk segera ke mansion Moris atau mencari keberadaan Magdalena.”Walaupun Adam bingung dengan maksud dari perintah Jonathan. Ia tidak banyak bertanya dan langsung melaksanakan apa yang Jonathan minta. Sudah berkali-kali Jonathan bereaksi seperti ini dan memang ada kejadian genting yang sedang terjadi.Jonathan berlari keluar ruangan diikuti oleh Adam.“Nona Rodriguez, ubah skedul jadwal pekerjaan saya hari ini. Ada kepentingan mendadak yang harus saya tangani bersama Adam.”“Baik, Pak.” Rebecca juga tidak banyak bertanya. Ia pun juga sudah hafal dengan gerak-gerik Jonathan yang sedang tertimpa masalah.Selesai memberi perintah kepada Rebecca, Jonathan masuk ke dalam lift bersama Adam. Ia menghubungi nomor ponsel Abraham. Tapi sayang ponsel Abraham tidak aktif. Jonathan menebak jika calon mertuanya itu sedang berada di kantor pemerintahan karena saat ini adalah jam kantor.“Sial,” desis Jonathan.“Halo, apakah Nona Moris tidak ada di mansionnya?” Jonathan
“Nona Moris,” Lily menyapa Magdalena.“Kau pasti kekasihnya Adam. Lily, kan, namamu?” tebak Magdalena.“Benar Nona.”“Ayo masuk.” Magdalena menarik tangan Lily. Namun ia berhenti setelah mengingat Adam.“Adam, aku bawa Lily ke dalam. Nanti jam lima sore kau bisa menjemputnya.”“Baik, Nona.”“Lily cantik, pantas kau memilihnya.” bisik Magdalena.Adam hanya tersenyum sambil menggaruk rambutnya.“Sudah, sana pergi. Nathan pasti sudah menunggumu di kantor.”“Baik, Nona.” Adam melambaikan tangan kepada Lily sebelum pergi ke kantor Smith Corp.***“Bagaimana? Kau sudah mengantarkan kekasihmu ke rumah Lena?” tanya Jonathan yang baru saja tiba di kantor.“Sesuai perintah dari Tuan.”“Bagus.”“Tuan tidak bertanya, bagaimana reaksi Nona Moris saat bertemu Lily?” Adam kesal karena Jonathan tidak mencari tahu reaksi tunangannya saat Adam membawa Lily.Jonathan tersenyum tipis, “Dia pasti sangat senang. Senyumnya sangat lebar dan dia tak henti-hentinya bersenandung.”Adam mengernyit, “Tanpa bertemu
“Tuan Adam.” Lily kaget melihat kedatangan Adam yang tiba-tiba.“Boleh, aku masuk?”Lily mempersilakan Adam masuk. “Tuan, ada apa?” Lily takut jika ibunya Adam akan marah jika Adam kembali berhubungan intens dengannya.“Lily, jangan panggil aku, Tuan. Panggil saja Adam.” Sebenarnya Adam rindu, tapi ia menahan diri untuk tidak menyentuh gadis itu karena takut jika Lily akan marah.“Tuan, saya tidak ingin melanggar apa yang sudah saya ucapkan kepada ibu Anda.”Adam menghela napas, sungguh sulit meluluhkan hati Lily semenjak ibunya dengan keras memberi peringatan kepada gadis itu agar menjauhi dirinya.“Tuan Smith ingin meminta bantuanmu.” Adam berharap dengan membawa nama Jonathan, Lily akan memperlakukannya sedikit hangat.“Tuan Smith?” Lily kaget karena Jonathan yang terkenal dingin dan tak tersentuh itu tiba-tiba ingin meminta bantuannya.“Boleh aku duduk?” tanya Adam.“Oh, silakan duduk.” Lily lupa mempersilakan Adam untuk duduk.“Terima kasih,” Adam duduk. Namun ia merasa tidak ena
Maria ingin menghubungi orang yang bisa menolongnya dari jeratan Ronald. Namun sayang ponselnya saat ini sedang mati karena baterainya kosong.“Ayolah Nona Soriano. Kau tidak bisa mengelak dari kemauanku.” Ronald tetap saja menarik Maria hingga masuk ke dalam mobilnya. Saat ini kemarahannya harus dilampiaskan. Apalagi Maria adalah partnernya untuk menghancurkan Jonathan Smith. Tentu saja keadaan hatinya yang sedang marah harus ia bagi adil dengan Maria.‘Sialan,’ Maria mengumpat dalam hatinya. Dalam keadaan setengah tidak sadar ia bersumpah akan menghancurkan Ronald. Ia juga tidak peduli jika laki-laki itu juga mempunyai misi yang sama untuk menghancurkan Jonathan.***“Ada apa? Kenapa sudah hampir seminggu ini kau di rumah dan tidak kemana-mana?” tanya Abraham kepada Magdalena.“Aku hanya ingin beristirahat, Pa. Sebelumnya aku sempat kelelahan dan badanku sedikit terasa pegal-pegal.” dusta Magdalena yang tidak ingin memberitahukan larangan Jonathan padanya.“Jangan berbohong, Lena. Pa
“Sialan, brengsek! Dia telah menghinaku,” umpat Ronald yang saat ini telah sampai di hotel yang ditempatinya. Ia mengamuk, mengobrak-abrik isi seluruh kamar hotel yang ditempatinya.“Tenanglah, Tuan.” ucap Alex, asisten pribadinya Ronald.“Tenang katamu?” Ronald langsung menarik kerah bajunya Alex. “Kau tidak melihat bagaimana wajah si keparat itu ketika menghinaku? Penolakannya sungguh sangat membuat wibawaku turun. Kau tahu, selama ini tidak ada satu pun orang yang pernah memandangku dengan sebelah mata. Namun si Jonathan Smith itu berani-beraninya merendahkanku di pertemuan pertama kami.”“Tenanglah, bukankah sebelumnya Nona Soriano sudah memperingatkan Anda akan kelebihan dari Tuan Smith?”“Sialan,” Ronald melempar tubuh Alex ke dinding. “Aargh,” Alex mengerang.“Kau memujinya?”“Saya hanya mengingatkan Anda, Tuan. Tentu saja saya ingin kebaikan di pihak Tuan. Saya bekerja untuk Tuan.” ucap Alex ketakutan.“Ke mana perginya wanita itu?” Ronald menanyakan keberadaan Maria.“Sepert
“Tuan Smith,” Ronald langsung menyambut kedatangan Jonathan yang baru saja keluar dari lift.“Silakan masuk,” ucap Jonathan dingin.“Nona Rodriguez, sediakan dua minuman dingin untuk kami.”“Baik, Tuan.” Rebecca langsung menuju ke pantry untuk membuatkan minuman yang diminta oleh Jonathan.Sedangkan itu Adam langsung mengikuti langkah dari Jonathan dan Ronald. Ia sudah merasa jika ada hal yang tidak beres dengan sikap Jonathan. Maka dari itu ia tidak mau meninggalkan Jonathan sendirian untuk berhadapan dengan Ronald. Adam takut jika emosi Jonathan tidak stabil dalam menghadapi musuh bisnisnya. Walaupun Jonathan belum mengatakan jika Ronald adalah musuhnya. Namun Adam bisa merasakan aura buruk yang dipancarkan oleh Jonathan terkait dengan kedatangan Ronald Robinson.“Tuan, silakan diminum.” Rebecca datang dengan membawa dua gelas cocktail dingin untuk Jonathan dan Ronald.“Terima kasih, Nona Rodriguez.” ucap Jonathan.“Terima kasih, Nona manis.” Ronald mengucapkannya dengan nada yang se
"Pantas saja Jonathan Smith sangat setia, putri Abraham Smith sangatlah cantik." puji Ronald saat menatap photo Magdalena di berita online."Ck," Maria berdecak kesal."Akui saja, Nona Soriano. Kalau pesonamu tidak bisa mengungguli Magdalena Morris. Kau tidak akan patah hati sehingga ditolak oleh Jonathan Smith." cibir Ronald."Cukup sudah aku mendengarkan ocehanmu. Sekarang apa rencana kita untuk menghancurkan Jonathan Smith?""Aku harus bertemu dulu dengan laki-laki itu sambil menunggu orang-orangku yang menyelinap untuk mencari informasi penting di Smith Corporation.""Heh," Maria kecewa. "Lalu kenapa kau mengajakku bertemu?" Maria berkacak pinggang."Sebagai tuan rumah, harusnya kau menjamu tamu penting sepertiku." Ronald mendekati Maria sambil mengelus pipinya."Lupakan itu, aku tidak akan menjual tubuhku." Maria ingin meninggalkan kamar hotel tempat pertemuannya dengan Ronald. Namun kedua penjaganya Ronald menghalangi kepergian Maria."Apa maksudnya ini?""Jangan berpura-pura bod