Miranda menyelimuti tubuh Mahesa yang telah lelap tidur, ia juga bersiap untuk segera tidur setelah lelah beraktivitas seharian. Biasanya ia menunggu suami dan ibu mertuanya selesai makan malam kemudian membereskan bekas makan malam mereka sebelum tidur. Namun kali ini Miranda benar-benar sangat lelah dan mengantuk karena seharian pergi."Tok,, tok,, tok,,!" Terdengar suara pintu diketuk dari luar."Mir, aku masuk yah" Rajasa bertanya dari luar kamarnya. Miranda mau tak mau beranjak untuk membuka pintu kamarnya yang tadinya sudah ia kunci."Mahesa sudah tidur?" Tanya Rajasa"Sudah, baru saja""Kamu dari mana saja tadi siang Mir?" Rajasa bertanya setengah berbisik demi menjaga agar Mahesa tak bangun."Menemui Ratna dan Tommy" Miranda menjawab pertanyaan suaminya dengan malas. Ia tahu pasti mertuanya telah mengadu macam-macam pada Rajasa."Untuk apa? Bersenang-senang di belakang aku?""Memangnya kenapa kalau aku bersenang-senang Mas? apa aku salah? Kamu juga bersenang-senang bersama Ale
"Mas, tidurlah di samping Mahesa jika kamu mengantuk, jangan duduk di lantai seperti itu, kamu bisa masuk angin" Miranda membangunkan Rajasa yang tertidur di lantai kamar Miranda. Rajasa pelan membuka matanya dan memandang Miranda lekat-lekat."Mir, aku benar-benar tidak ingin kehilanganmu""Sudahlah Mas, kamu sudah dewasa seharusnya bisa bersikap dewasa juga, segala jenis tindakan pasti ada konsekuensinya"Rajasa melihat ke sekililing kamar ternyata Miranda telah selesai mengemasi pakaian ke dalam koper. Terlihat tiga buah koper bertumpuk di pojokan kamar. Rajasa segera membuka lemari pakaian Miranda, kosong! Rajasa menengok jam dinding, waktu menunjukan pukul dua dini hari. "Kamu mau kemana Mir?" Tanya Rajasa mulai khawatir bahwa Miranda benar-benar akan meninggalkanya"Aku ijin untuk keluar dari rumah ini Mas! Sambil menunggu kamu menceraikan aku biar aku belajar untuk hidup mandiri dan mencari penghasilan sendiri""Tapi Mir, ini jam dua dini hari?""Tentu saja aku tidak pergi sek
Sebuah taxi online tiba di halaman rumah Rajasa. Miranda tak mempedulikan rengekan dari Rajasa untuk tidak meninggalkan rumah itu. Bagi Miranda, tak ada lagi yang layak dipertahankan dari rumah tangganya."Mir, please pikirkan lagi keputusanmu untuk pergi Mir! Tetaplah tinggal di sini!" Rajasa mencoba mengubah pendirian Miranda, namun ia tampaknya tak bergeming.Miranda memasukan kopernya satu persatu ke dalam mobil sementara Miranda menatapnya pasrah. Terakhir, Miranda menggendong Mahesa yang masih tertidur untuk masuk ke dalam mobil."Mas, aku pamit aku tunggu kamu untuk menceraikan aku secara sah" Ucap Miranda sebelum memasuki mobil. Rajasa mencengkeram lengan Miranda."Mir, aku tak akan pernah menceraikanmu sampai kapanpun! Silahkan saja pergi dari rumah ini dengan status yang menggantung janda bukan, istri ku juga bukan lagi" Ucap Rajasa mengancam"Terserah kamu Mas!" Miranda segera menepis lengan Rajasa lalu buru-buru memasuki mobil. Hatinya benar-benar ingin meninggalkan suamin
Mobil yang dinaiki Miranda dan Mahesa akhirnya sampai di sebuah pelataran panti asuhan. Suasana panti asuhan tersebut masih terlihat sangat asri seperti dulu ketika Miranda dan teman-temanya sering mengunjunginya sewaktu Miranda belum menikah dangan Rajasa.Dulu, ia dan teman-temanya selalu menyisihkan sebagian pendapatanya untuk berdonasi di panti ini. Namanya Panti Asuhan Cahaya Harapan, mereka berlima Bowo, Satria, Tommy, Ratna dan Miranda biasanya secara rutin mengunjungi panti asuhan ini setiap bulan. Namun setelah menikah Miranda benar-benar terputus dari ke empat sahabatnya hingga tak pernah lagi mengunjungi panti ini.Miranda dan Mahesa turun dari mobil dengan membawa tiga koper besar yang langsung menjadi pusat perhatian penghuni panti. Miranda berharap Bu Issa, pengurus panti masih ada di sana dan mengenali dirinya sehingga Miranda bisa lebih nyaman menyampaikan maksud dan tujuanya datang kemari. Miranda memang tidak memiliki tujuan lain selain panti ini sebagai tempat untuk
POV RajasaRajasa tidak bisa konsentrasi bekerja hari ini. Dia terus memikirkan Miranda, ada penyesalan di hatinya mengapa tadi dia tidak serius mencegah Miranda pergi. Dia malah membiarkan wanita itu pergi bersama dengan Mahesa, putranya. Rajasa mencoba menelpon Miranda, ternyata masih tersambung namun tak diangkat. Ia tak putus asa, ia coba lagi menghubingi istrinya namun Miranda tetap tak mau mengangkat telpon dari Rajasa."Sayang, kamu di mana sekarang?" Tulis Rajasa dan segera mengirimkanya ke MirandaTanpa diduga balasan pesan dari Miranda segera masuk ke Handphone Rajasa."Aku berada di tempat yang aman bersama Mahesa Mas, tenang saja aku akn menjaga Mahesa dengan baik, aku hanya menunggu Mas siap untuk menceraikan aku"Rajasa sedikit lega karena Miranda masih merespon pesan nya, namun ia juga sedih karena Miranda benar-benar teguh menginginkan untuk bercerai dengan dirinya.Rajasa merasa menjadi laki-laki pengecut yang tidak memiliki keberanian untuk melawan keadaan. Dia tak p
Kalaupun Ratna tahu dimana Miranda pergi, ia tak akan memberitahukan pada lelaki ini. Ratna ingin Miranda menenangkan diri agar bisa berfikir dengan jernih dan melanjutkan masa depanya tanpa Rajasa. Ratna yakin Miranda bisa kembali menjadi dirinya sendiri jika berpisah dari Rajasa "Kak Raja, kamu harus sadar bahwa tidak semua yang kamu inginkan bisa terpenuhi! Bagaimanapun kak Raja memaksaku untuk memberitahukan keberandaan Miranda aku tetap tak akan meberitahukan pada kakak kerena memang aku tak tahu" Ratna menjawab dengan tenang Rajasa pelan-pelan melepaskan cengkeraman tanganya pada pundak Ratna. "Sorry Na" Ucap Rajasa lemah Sebenarnya Ratna merasa kesal menghadapi suami sahabatnya ini, untung saja sebagai seorang psikolog dia sudah terbiasa menghadapi berbagai macam tipikal klien sehingga dia tetap bisa mengendalikan diri dan perasaanya ketika Rajasa mencoba menggertaknya. "Kalau memang kak Raja sayang sama Miranda, sebaiknya lepaskan saja dia Kak" Ucap Ratna Rajasa menatap Ra
POV Rumah RajasaBaru sehari ditinggalkan oleh Miranda, rumah Bu Merry sudah terasa sangat tidak nyaman. Tidak ada yang memasakan sarapan dan makan malam, lantai terasa berdebu karena tidak disapu dan dipel, serta cucian kotor yang menumpuk di sudut kamar.Bu Merry mencoba mengerjakanya sendiri karena dia tidak punya ART, namun raga yang mulai renta membuat staminanya tak sekuat dulu. Sedangkan mencari ART juga tidak semudah yang dibayangkan olehnya. Dia harus rela merogoh kocek yang lumayan dalam, selain itu dia juga belum tentu cocok dengan hasil kerja ART.Sambil menahan pinggangnya yang kesakitan karena lelah mengerjakan pekerjaan rumah, Bu Merry memustukan untuk segera menghubungi agen penyalur tenaga kerja dengan tujuan mencari ART (Asisten Rumah Tangga).Biasanya Miranda yang mengerjakan seluruh pekerjaan di rumahnya, kali ini ia tidak bisa lagi memanfaatkan menantunya itu karena Miranda telah pergi.Bu Merry segera menekan tombol telepon rumahnya untuk menghubungi kantor jasa
Panti Asuhan Cahaya HarapanPanti asuhan di mana Miranda tinggal terletak di pinggiran kota, tidak terlalu masuk ke desa namun juga lumayan jauh dari hiruk pikuk dan keramaian kota. Udara pagi masih terasa sejuk dan pepohonan hijau serta persawahan masih banyak di temukan di sekitar panti.Setiap hari Miranda selalu bangun di pagi hari sebelum waktu subuh. Ia melakukan sholat tahajud dilanjutkan sholat subuh bersama anak-anak panti. Selain Bu Isa ada satu orang lagi yang membantunya menguurs anak-anak panti yaitu Mba Santi. Beliau memang tak tidur di panti tersebut namun tinggal tak jauh dari panti. Setiap sehabis subuh Mba Santi akan datang untuk membantu menyiapkan sarapan anak-anak panti sebelum mereka pergi sekolah. Setelah itu akan memandikan anak kecil yang belum bisa mandiri.Panti asuhan Cahaya Harapan dihuni oleh lima belas orang anak dengan berbagai usia, yang terkecil mulai dari bayi usia enam bulan hingga yang terbesar berusia lima belas tahun. Meski begitu mereka semua te
"Aku harus melapor ke polisi!" Ucap Rajasa serius"Untuk apa, Mas?" Tanya Miranda khawatir melihat reaksi suaminya setelah mengetahui bahwa Tommy yang menculik Mahesa."Tentu saja untuk memberikan dia hukuman!" Rajasa menjawab dengan amarah yang membara di hatinya."Aku rasa tidak perlu, bukankah Mahesa bilang, Tommy memperlakukanya dengan baik? Bahkan Mahesa juga sampai merindukanya" Miranda mencoba menjelaskan dengan hati-hati, ia hanya tidak ingin memperpanjang masalah dengan melaporkan pada polisi. Namun Miranda juga khawatir jika Rajasa salah paham dengan sikapnya."Dia sudah membahayakan Mahesa, Mir? Kamu mau diamkan dia begitu saja?" Benar saja, Rajasa tak terima dengan sikap istrinya."Tidak Mas, aku kenal Tommy dengan baik" Miranda merasa yakin, ada alasan yang masuk akal mengapa Tommy sampai tega menculik Mahesa."Kamu kenal dia dengan baik? Lalu bagaimana dengan aku Mir? Apakah kamu juga mengenalku dengan baik? Aku suamimu dan dia orang lain, kamu sedang membela laki-laki l
Kondisi Mahesa semakin hari semakin membaik. Miranda dengan telaten menunggui putranya, ia sangat siaga jika Mahesa membutuhkan sesuatu. Begitu juga dengan Rajasa, ia pun rela meninggalkan pekerjaanya di perusahaan untuk sementara demi menemani Miranda dan Mahesa di rumah sakit.Hingga saat ini, belum diketahui siapa yang telah menculik Mahesa. Miranda dan Rajasa pun masih enggan menanyakan langsung pada putranya yang baru sembuh dari sakit dengan alasan khawatir akan memunculkan trauma. Mereka lebih berfokus pada kesembuhan Mahesa dari pada harus mengusut penculik tersebut untuk saat ini.HP Rajasa bergetar, ternyata Bu Merry yang menelpon. Rajasa pun segera mengangkat telpon dari mamahnya."Halo, Mah" Ucap Rajasa menjawab panggilan dari Bu Merry"Rajasa, bagaimana keadaan Mahesa? Apakah sudah bisa di bawa ke Jakarta? Mamah sudah kangen" Ucap Bu Merry"Sudah mulai membaik Mah, tapi untuk saat ini biarkan dulu kondisi Mahesa stabil baru kita bawa pulang. Begitu saran dokter" Rajasa me
"Mahesa, itu Mahesa kita Mas!" Pekik Miranda saat melihat Mahesa di ruang ICU rumah sakit.Miranda tak dapat menahan air matanya, perempuan muda itu menangis di pelukan Rajasa. Perasaan Miranda dan Rajasa campur aduk saat ini, mereka senang karena bisa kembali melihat putranya namun juga sedih karena kondisi Mahesa saat ini. Di sisi lain, mereka penasaran bagaimana Mahesa bisa sampai di rumah sakit ini. Namun juga bersyukur karena ada yang menolong putranya."Apakah Bapak dan Ibu adalah orang tua pasien?" Ucap seorang dokter yang tiba-tiba mendekati Miranda dan Rajasa. Miranda langsung menghapus air matanya demi melihat dokter tersebut."Ya, benar! Kami orang tuanya, kami juga membawa semua dokumen yang dibutuhkan sebagai bukti bahwa kami adalah orang tua kandungnya" Ucap Rajasa mantap."Baiklah, ikut saya!" Ucap dokter tersebut tanpa basa-basi. Dokter laki-laki yang terlihat seumuran dengan Rajasa tersebut berjalan menuju sebuah ruangan, diikuti oleh Miranda dan Rajasa.Miranda dan R
"Mas, ada telpon dari rumah sakit" Ucap Miranda menyampaikan pada suaminya dengan penuh harap."Apa ada kabar baik, Mir?" Rajasa pun tak kalah berharap mendapatkan kabar baik"Ya, ada pasien anak tanpa orang tua dan tanpa identitas yang baru saja dirujuk ke rumah sakit tersebut, mungkin saja itu Mahesa, Mas!" Ucap Miranda bersemangat"Ayo kita ke sana sekarang juga, Mir!" Ajak Rajasa, Miranda pun setuju.Mereka tidak mau membuang waktu lagi untuk segera menemukan putra semata wayangnya. Miranda pun segera bersiap dengan membawa berbagai macam perlengkapan, mulai dari alat mandi dan bantu ganti, mengingat daerah yang akan di tuju cukup jauh dari kediaman mereka."Perjalanan kita cukup jauh Mas, apakah tidak apa-apa jika menggunakan mobil? Aku khawatir Mas akan kecapean di jalan" Ucap Miranda pada suaminya."Tak apa sayang, kita akan lebih fleksibel jika menggunakan kendaraan pribadi" Jawab Rajasa sambil menaikan koper ke dalam bagasi.Tak menunggu lama, mereka kemudian segera berjalan
"Om, Mahesa pusing, mau bobo" Ucap Mahesa pada pria yang ada di dekatnya. Pria itu kemudian membopong Mahesa ke dalam kamar dan menidurkanya. Ia menyadari bahwa suhu tubuh anak kecil itu terasa sangat panas, tidak seperti biasanya. "Gawat, anak ini demam" Ucap pria tersebut."Mahe, om keluar sebentar membeli obat dan makanan, Mahe bobo dulu ya!" Ucap pria tersebut."Om, kapan Mahe pulang? Mahe kangen Mamah om" Ucap Mahesa menyampaikan kerinduanya pada Miranda."Hm,, sabar yah! Nanti kalau sudah waktunya Mahesa bisa bertemu Mamah!" Pria itu beralasan. Mahesa mengangguk pelan, Anak kecil itu terlihat sangat lemah dan lelah. Ia kemudian memejamkan matanya dan tertidur sambil merasakan rasa lelah di tubuhnya. Tak menunggu lama, pria penculik itu kemudian pergi meninggalkan Mahesa. Ia membeli obat penurun panas untuk anak dan sebungkus bubur ayam. Setelah keduanya didapatkan, pria itu segera kembali ke rumah di mana Mahesa berada."Mahesa, Om datang! Mahesa makan dulu terus minum obat y
Di perjalanan pulang dari kantor polisi, di dalam mobil"Dari mana kamu tahu bahwa bukan Devka yang menculik Mahesa, sayang?" Tanya Rajasa penasaran."Aku tahu dari bagaimana cara dia menyampaikanya dan mimik mukanya. Dari feelingku, Devka memang bukan pelakunya!" Ucap Miranda yakin.Rajasa mengangguk mendengar jawaban istrinya. Dia mempercayai istrinya, toh Miranda adalah calon psikolog, mungkin dia mempelajari bagaimana bahasa tubuh Devka ketika berbicara sehingga membuat Miranda mengambil kesimpulan demikian."Apa rencana Mas Raja untuk Devka dan Alexa?" Tanya Miranda penasaran."Biarkan pengacaraku yang mengurus, saat ini aku ingin fokus mencaari Mahesa dan memastikan anak kita selamat" Ucap Rajasa sambil mengelus kepala Miranda. Miranda mengangguk, ia setuju dengan suaminya. Menurutnya keselamatan Devka adalah hal yang terpenting saat ini.***Sudah lima hari Mahesa menghilang tanpa berita, Miranda tak berhenti menangisi anaknya. Miranda bahkan sampai mengambil cuti dari pekerjaa
"Halo Mas, maafkan Hp aku kehabisan baterai" Ucap Miranda melalui panggilan telepon kepada suaminya, Rajasa."Syukurlah kamu baik-baik saja sayang, Mas sangat mengkhawatirkanmu. Bagaimana dengan Mahesa? Apakah sudah ada info labih lanjut?" Tanya Rajasa pada istrinya."Belum, Mas. Aku sudah meminta bantuan pihak daycare untuk mengecek cctv untuk mengenali siapa orang yang membawa Mahesa. Tapi anehnya cctvnya mati pada saat kejadian" Miranda menjelaskan pada suaminya"Benar-benar sudah direncanakan dengan rapi rupanya!" Gumam Rajasa mendengar penjelasan istrinya."Sayang, Mas sedang dalam perjalanan ke Bandung. Mas sudah tahu siapa yang menculik Mahesa, sekarang Mas justru mengkhawatirkanmu sayang. Carilah tempat yang aman, jangan sendirian!" Ucap Rajasa."Siapa pelakunya, Mas?" Miranda sangat penasaran."Nanti Mas ceritakan semuanya, pesan Mas kamu jangan sendirian. Jaga keselamatan dirimu baik-baik sampai Mas datang sebentar lagi" Ucap Rajasa serius."Baik, Mas" Miranda menuruti apa y
"Halo Miranda? Tumben malam-malam begini telepon, ada apa sayang?" Jawab Rajasa menerima panggilan telepon dari istrinya yang saat ini berada di Bandung."Mas, Mahesa Mas! Mahesa tidak ada di daycare!" Suara Miranda terdengar panik"Maksud kamu tidak ada di daycare gimana Mir? bicara pelan-pelan!" Rajasa ikut panik mendengar kabar dari istrinya."Tadi sepulang mengajar aku kuliah dulu seperti biasa, tapi saat aku hendak menjemputnya pulang selepas kuliah, Mahesa tidak ada di daycare. Katanya sudah dijemput oleh om nya. Pengasuh daycare mengijinkan Mahesa pulang karena menurutnya Mahesa mengenali orang tersebut sebagai omnya!" Miranda mencoba menjelaskan. Saat ini hatinya sudah kalut karena kehilangan anaknya, ia sangat mengkhawatirkan keselamatan Mahesa saat ini."Bagaimana mungkin Mir? Apakah tidak ada petunjuk atau ciri-ciri orang yang membawa Mahesa?" Tanya Rajasa."Dia laki-laki, tinggi sekitar 170 cm dan terlihat sangat akrab dengan Mahesa, begitu info yang diberikan oleh pengasu
Rajasa meremas foto-foto yang barusan ia lihat pagi ini. Emosi Rajasa naik ke ubun-ubun hingga seolah darahnya mendidih melihat potongan-potongan adegan erotis antara Devka dan Alexa. Bukan karena cemburu, melainkan Rajasa merasa dikhianati oleh orang yang sangat dia percayai di kantornya, Devka.Rajasa bahkan tidak menganggap Devka sebagai karyawan, melainkan sebagai keluarganya sendiri. Rajasa tak habis pikir mengapa Devka tega melakukan hal ini, dari sekian banyak perempuan jalang, mengapa harus mantan istrinya yang ia tiduri. "Aargh brengsek kau Devka!" Teriak Rajasa meluapkan amarah pada dirinya sendiri.Entah siapa yang mengirimkan foto-foto adegan tak senonoh antara Devka dan mantan istrinya Alexa ke meja kerja Rajasa, yang jelas hal ini sukses mengaduk-aduk emosi Rajasa hingga ia tak memiliki fokus yang baik untuk bekerja pagi ini. "Apalagi ini Tuhan!" Ucap Rajasa sambil mengacak rambutnya hingga terlihat berantakan. Ia merasa tak mampu lagi menanggung beban. Setelah kematian