Di tengah ketidaktahuan Mira, di sisi lain Mega yang mulai sadarkan diri pun langsung mengamuk saat menyadari anak-anak tak berada di sisinya lagi. Ia mengacak-acak pesta dan menghancurkan peralatan yang ada. Para karyawan yang hadir di sana pun hanya bisa menatap sambil tertunduk takut.“Berani sekali dia mengambil anakku! Dasar pencuri! Takkan kubiarkan dia mengambil anak-anakku,” teriak Mega sambil mengacak-acak rambutnya.Tatapan Mega terus terfokus pada adiknya yang masih tergeletak tak sadarkan diri. Ia menantikan Rani siuman demi bisa menagih penjelasan atas apa yang terjadi. Hingga tak berselang lama, Rani pun terbangun dengan wajah kebingungan.“Bagaimana? Apa tidurmu nyenyak?” tanya Mega dengan sinis.Rani terkejut, bukan karena dikelilingi oleh orang-orang, tetapi khawatir karena nada suara Mega seakan menunjukan kecurigaan.“Ada apa ini, Mbak?” tanya Rani seraya mengedarkan pandangan, menatap karyawan Mega satu persatu sambil memasang tampang bodoh.“Di mana anak-anak?” ha
Mira dan anak-anak dengan penuh rasa bahagia segera menuju ke area kontrakan yang berada tak jauh dari sana. “Permisi, apa ada kontrakan yang kosong?” tanya Mira pada salah seorang penghuni di sana. “Wah, kurang tahu, ya! Coba tanya sama yang punya saja! Rumahnya di ujung yang paling bagus itu.” “Oh, terima kasih, Mbak.” “Ya, sama-sama.” Tanpa membuang waktu Mira segera pergi menuju rumah yang orang tadi maksud. “Assalamualaikum, permisi,” teriak Mira. Entah sudah berapa menit Mira berdiri di sana, tetapi masih saja tidak ada yang membukakan pintu. Hingga berulang kali memanggil barulah seseorang membukakan pintu. “Aduh, berisik sekali. Ada apa sih?” tanya seorang wanita yang dari penampilannya terlihat seperti baru bangun tidur. “Itu, saya mau tanya, apa masih ada kontrakan kosong?” tanya Mira. Bukannya langsung menjawab, perempuan itu malah memandangi Mira dari ujung kaki sampai ujung kepala, lalu menatap anak-anak satu persatu. “Memangnya kamu punya uang? Kontr
“Bekasi … Bekasi!” teriak kondektur yang kala itu sedang mencari penumpang.Mira seakan pernah mendengar nama tempat tersebut. Hanya saja ia tak tahu di mana dan seperti apa Bekasi. Dalam hati hanya berharap jika dirinya bisa menemukan tempat yang nyaman dan bisa menerima kehadirannya.Perjalan Mira berakhir saat bus berhenti di terminal. Beruntung saat itu ongkos tidak terlalu mahal mengingat jarak yang tak begitu jauh.“Bu, di mana kita?” tanya Arka sambil menatap sekeliling, merasa asing dengan tempat tersebut.“Kita ada di Bekasi. Setelah ini kita cari kontrakan di sekitar sini saja,” sahut Mira yang sebenarnya merasa cemas, khawatir jika kesulitan mencari kontrakan.Karena hari semakin siang, Mira mampir ke warung nasi terlebih dahulu, khawatir anak-anak merasa lapar.“Hana dan Arka mau makan apa? Pilih saja,” titah Mira.“Hana mau ayam sama mie.”“Arka mau ikan, Bu.”“Itu saja?” Mira khawatir jika anaknya merasa kekurangan setelah sekian lama makan enak saat bersama Mega.“Sudah
Tatapan orang-orang yang mengontrak di sana sedikit aneh. Ternyata yang tinggal di sana bukan hanya para pedagang kecil saja, sekilas jelas terlihat beberapa perempuan berpakaian seksi pun turut menghiasi kursi panjang yang berada di teras salah satu kontrakan.“Ada apa, Bu?” sapa salah seorang wanita berpakaian mini yang sedang memainkan ponsel.“Nah, begini Neng. Lingkungannya agak kumuh lah dibanding kontrakan sekitar sini. Belum lagi orang-orang yang tinggal di sini….” Pemilik kontrakan seolah ragu melanjutkan kalimatnya dan hanya melirik sekilas ke arah para perempuan berpakaian seksi.Mira seketika menghela napas dalam. Dari penampilan para perempuan itu saja sudah jelas terlihat jika mereka bukan perempuan baik-baik. Selain seksi, beberapa dari mereka bahkan menato bagian tubuhnya. Benar-benar sesuatu yang menakutkan untuk dilihat anak-anak. ‘Apa yang harus kulakukan? Kontrakan lain sangat mahal, sedangkan aku masih belum tau apa bisa mendapatkan uang dalam waktu dekat,’ batin
‘Apa yang akan mereka bicarakan?’ batin Mira yang kala itu merasa sedikit was-was.Mira sedikit ragu untuk menemui para tetangga barunya itu. Hanya saja ia tak ingin menambah masalah di kemudian hari karena dianggap sombong.“Kenapa malah bengong? Yang lain sudah menunggu,” ujar Nia sambil menarik lengan Mira.Mira pun dengan cepat menurut dan bergegas ikut menghampiri para tetangganya yang sedang menunggu.Sesampainya Mira di tempat para tetangga yang tengah menunggu. Ia malah mendapati tatapan tajam seolah ada hal serius yang ingin dibicarakan.“Sebelumnya kami mau minta maaf,” ucap Nia tiba-tiba.Mendengar ucapan tersebut seketika jantung Mira berdebar tak karuan. Ia memiliki trauma dengan kehidupan bertetangga yang membuatnya menjadi berpikiran buruk.“Maaf kalau saya telah melakukan kesalahan. Tolong izinkan saya dan anak-anak tinggal di sini,” Mira mengatupkan kedua tangannya.Para tetangga pun seketika saling pandang, bingung dengan respon Mira. Padahal mereka sama sekali tak m
Setelah selesai menunaikan shalat subuh, Mira berjalan-jalan sebentar ke jalan untuk memperhatikan orang-orang yang mulai berjualan. Kala itu, sepanjang jalan utama mulai ramai para pedagang yang tengah bersiap menggelar lapak jualan mereka.Diperhatikannya satu persatu para pedagang yang tengah sibuk itu. Rata-rata kebanyakan dari mereka menjual makanan berat untuk sarapan seperti nasi uduk, nasi kuning dan nasi lainnya yang biasa dimakan saat pagi hari.“Apa aku harus mencoba untuk jualan sarapan juga?” celetuk Mira yang merasa jika mendapat sebuah ide bagus.Setelah membulatkan tekad, Mira pun yakin untuk mencoba berjualan. Hanya saja, mungkin tidak di jalan utama, melainkan jalan dekat gang kontrakannya saja.Tak terasa hari mulai terang, setelah selesai memperhatikan para pedagang Mira pun membeli beberapa nasi dari tempat berbeda untuk sekedar mengetahui rasa yang umum di daerah sana.Di saat Mira baru pulang, di saat itu pula ternyata Hana dan Arka sudah terbangun dari tidurnya
Di tengah kebimbangannya tersebut Nia mendadak muncul.“Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat seperti orang kebingungan begitu?” tanya Nia sambil merangkul Mira.“Mira mau jualan sarapan pagi. Tapi aku sedikit ragu untuk itu.”“Kenapa tidak mencoba dulu saja. Kamu tidak akan tahu kalau belum mencobanya,” sahut Nia dengan santainya.Mira setuju dengan apa yang Nia katakan, hanya menduga-duga saja malah membuatnya berlarut dalam pikiran buruk yang belum terbukti.“Kalau begitu, mungkin aku memang harus mencobanya.” Mira telah memantapkan hati dan yakin untuk berjualan besok.“Ya sudah, yang terpenting kamu harus tetap berhati-hati, jangan sampai menyinggung pedagang lainnya,” ujar salah seorang tetangga Mira.“Iya, insyaallah saya akan bersikap sebaik mungkin.” Mira tersenyum lebar, berpikir jika mungkin ini adalah awal baginya untuk memulai sesuatu yang baru.Mira lantas segera kembali ke kontrakannya. Setelah mengecek semua kesiapan untuk jualan besok, ia juga tak lupa mengambil meja pembe
Hari telah berganti, seperti biasa saat langit masih gelap Mira sudah menyiapkan barang dagangannya. Tidak seperti kemarin, kali ini Mira terus berpesan pada anak-anaknya agar mereka tak membantu jualan nanti mengingat ancaman kemarin sudah jelas dapat merugikan mereka nantinya.“Kenapa orang-orang itu jahat sekali, kak? Cuma mau bantu ibu saja nggak boleh,” protes Hana yang kini hanya duduk di bawah meja sambil kesal karena tak bisa membantu sang ibu.“Kemarin katanya ibu berbuat curang karena dibantu kita. Kenapa mereka nggak dibantu anak mereka juga, ya?” celetuk Arka yang masih belum paham jika bantuan dari mereka hanya alasan saja mengingat kontribusi yang besar membuat para pedagang lain iri.“Arka dan Hana di bawah saja, ya! Jangan sampai kita malah dilarang jualan lagi di sini,” pinta Mira sambil menyodorkan beberapa kue untuk ketiga anaknya agar betah di kolong meja.“Iya, Bu,” jawab Arka dan Hana serentak.Meski dalam hati sangat ingin membantu sang ibu. Namun, mereka tak me
“I-itu.” Jojo menggaruk kepala dengan kencang. Tak tahu lagi harus mengatakan apa.Mira hanya diam menanti jawaban Jojo. Ia takut jika terjadi kesalahan dan malah berakhir merugikan orang lain.Sedangkan Jojo sendiri terus bergelut dengan pikirannya demi berusaha mencari alasan yang masuk akal.“Itu … Abang sudah tanya sama orang sekitar, sama penjual nasi uduk lain, tapi nggak ada yang merasa barang belanjaannya tertukar,” sahut Jojo dengan sikap gugupnya.Mira lagi-lagi mengerutkan kening. Sebenarnya ia sedikit tak nyaman jika sampai memakai sesuatu yang bukan haknya, hanya saja mau bagaimana lagi, jika tidak digunakan maka ia tidak bisa berjualan besok.“Ya sudah, kalau misal nanti ada yang merasa kehilangan tolong beritahu saya. Biar saya ganti kelebihan barangnya,” ucap Mira.“Oh, ide bagus itu. Daripada pusing-pusing cari orang yang entah siapa,” sahut Jojo sambil tertawa bahagia.Untuk beberapa detik keduanya hanya berdiri terdiam. Kemudian Mira menyadari jika mereka sudah tida
“Usir dia dari lingkungan sini!” ujar Siska dengan tatapan penuh keyakinan.Jojo seketika membelalak saat mendengar jawaban Siska.“Kamu pikir aku bisa seenaknya mengusir orang dari kontrakannya?” Jojo menaikan suaranya saking merasa kesal.“Ya, pake cara lain lah, Bang. Misalnya Abang fitnah dia, pura-pura gerebek aja, bilang sama semua orang kalau dia habis berbuat mesum.” Siska berkata dengan santainya.Dada Jojo pun seketika bergemuruh, tidak mungkin baginya melakukan sesuatu yang bisa merugikan Mira. Dibanding harus melakukan hal tersebut, ia lebih memilih menjaga sang pujaan hati selama 24 jam agar tidak diganggu Siska yang baginya sudah tak waras.“Nggak waras!” Jojo pun berlalu pergi dengan emosi yang bergejolak.“Bang, katanya mau aku balikin belanjaan perempuan itu! Aku juga janji nggak bakal ganggu dia lagi kalau Abang kau pakai cara itu!” teriak Siska yang masih berharap jika Jojo mau menurutinya.Jojo hanya melambai sambil berlalu pergi. Pria itu sudah sangat muak dengan
“Becak!” teriak Jojo sambil melambai ke arah becak motor yang berada tak jauh dari sana.Mira dan Hana saling pandang.“Maaf, tapi saya tidak berniat untuk naik becak.”“Udah nggak usah dipikirin! Ini tukang becak langganan Abang, setiap hari Jumat dia suka kasih tumpangan gratis buat Jumat berkah,” ungkap Jojo yang kala itu hanya sedang mengarang cerita.“Tapi, ini hari Rabu,” balas Mira.Jojo pun gelagapan. Ia yang seorang pengangguran terkadang sering lupa hari.“Kalau begitu biar Jumat berkahnya di pindah ke hari Rabu saja,” jawab Jojo dengan santainya.Mira menggeleng pelan, heran dengan sikap Jojo yang baginya sangatlah aneh. Hanya saja, ia merasa sudah sangat kelelahan sehingga pada akhirnya berniat untuk tetap naik becak dengan uangnya sendiri.“Eh, Bang Jojo. Mau naik becak, Bang?” tukang becak yang sudah sepuh tersebut tersenyum menatap Jojo yang sama sekali belum pernah menaiki becaknya tersebut.“Bukan, tapi si Neng ini yang mau naik.” Jojo melirik Mira.Tukang becak terse
Matanya terus menatap dengan lekat. Tak sedikitpun Jojo ingin melepaskan pandangannya dari Mira yang kala itu sedang menemui masalah besar.“Apa yang harus kulakukan? Kalau aku membantu Mira sekarang maka masalah akan semakin panjang.”Meski Jojo dikenal sebagai seseorang yang tak takut pada siapa pun, tetapi untuk urusan wanita ia malah menjadi sosok pria yang begitu banyak pertimbangan. Terlebih yang berhadapan dengan Mira kali ini adalah Siska yang pastinya akan membuat masalah semakin panjang dan runyam.Di sisi lain, Mira yang tengah dicegat oleh Siska pun lantas berusaha bersikap tenang agar anak-anak tidak merasa takut.“Heh, ngapain kamu dekat-dekat sama Bang Jojo?! Jangan pikir bisa menarik simpati Banh Jojo dengan cara sok polos begitu!”Mira mengerutkan alis, tak menyangka kenapa malah harus dihadapkan dengan masalah asmara orang lain. Sejak awal pun ia terus diam dan bersikap ketus pada Jojo, dan sekarang malah dituduh yang tidak-tidak.“Maaf, sepertinya Anda telah salah p
“I-itu, Bos … Anu.” Anak buah Jojo masih ragu untuk mengatakannya.“Kelamaan! Sekarang kita ikuti perempuan itu saja!”Baru saja Jojo hendak melangkah di saat itu juga sang anak buah dengan cepat menariknya.“Jangan, Bos!”“Memang ada apa, sih? Kenapa kamu terus menghalangiku?”Lagi-lagi saat di tanya anak buah Jojo lebih memilih diam sampai akhirnya sang preman yang sudah tak sabar itu pun segera melepas genggaman tangan anak buahnya dan berniat untuk segera berlari.“Siska bilang mau kasih perhitungan ke perempuan itu kalau sampai Bos ketahuan lagi sama dia,” teriak anak buah Jojo.Jojo yang semula sudah berlari pun seketika menghentikan langkahnya, lalu kembali menghampiri sang anak buah.“Apa kamu bilang? Siska? Kapan dia bilang begitu?” Jojo menatap tajam.“Sebelum saya ke sini, Bos. Saya cari Bos juga karena di suruh Siska buat bilang begitu.” Anak buah Jojo tertunduk lesu karena merasa tak nyaman berada di situasi yang tak menguntungkan.“Apa-apaan Siska itu. Berani sekali meng
“Kalau begitu biarkan aku mengantar anakku pulang dulu.” Mira berharap bisa meminta bantuan tetangganya.“Ya sudah, aku temani kamu sampai kontrakan biar nggak kabur.” Preman itu tertawa dengan kencang, membuat Mira sedikit bergidik ngeri.Karena tak ada pilihan lain Mira pun mengiyakan tawaran preman tersebut. Setidaknya ia tidak ingin membuat anak-anak merasa ketakutan dengan tingkah preman yang menyebalkan tersebut.Setelah membawa anak-anak ke kontrakan, Mira tak sengaja berpapasan dengan Nia yang kala itu malah terlihat biasa saja meski Mira sedang bersama preman.“Ngapain abang di sini?” tanya Nia seolah sudah akrab dengan preman tersebut.“Mau data warga baru.”Nia menoleh sekilas ke arah Mira yang kala itu menatapnya dengan harapan bisa mendapat bantuan dan lolos dari preman tersebut.“Nggak apa-apa, Mir. Bang Jojo itu memang sering data warga baru, katanya sih buat keamanan.” Tampaknya Nia tau kecemasan Mira.Mira sedikit bisa menghela napas lega, ternyata preman tersebut han
Hari telah berganti, seperti biasa saat langit masih gelap Mira sudah menyiapkan barang dagangannya. Tidak seperti kemarin, kali ini Mira terus berpesan pada anak-anaknya agar mereka tak membantu jualan nanti mengingat ancaman kemarin sudah jelas dapat merugikan mereka nantinya.“Kenapa orang-orang itu jahat sekali, kak? Cuma mau bantu ibu saja nggak boleh,” protes Hana yang kini hanya duduk di bawah meja sambil kesal karena tak bisa membantu sang ibu.“Kemarin katanya ibu berbuat curang karena dibantu kita. Kenapa mereka nggak dibantu anak mereka juga, ya?” celetuk Arka yang masih belum paham jika bantuan dari mereka hanya alasan saja mengingat kontribusi yang besar membuat para pedagang lain iri.“Arka dan Hana di bawah saja, ya! Jangan sampai kita malah dilarang jualan lagi di sini,” pinta Mira sambil menyodorkan beberapa kue untuk ketiga anaknya agar betah di kolong meja.“Iya, Bu,” jawab Arka dan Hana serentak.Meski dalam hati sangat ingin membantu sang ibu. Namun, mereka tak me
Di tengah kebimbangannya tersebut Nia mendadak muncul.“Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat seperti orang kebingungan begitu?” tanya Nia sambil merangkul Mira.“Mira mau jualan sarapan pagi. Tapi aku sedikit ragu untuk itu.”“Kenapa tidak mencoba dulu saja. Kamu tidak akan tahu kalau belum mencobanya,” sahut Nia dengan santainya.Mira setuju dengan apa yang Nia katakan, hanya menduga-duga saja malah membuatnya berlarut dalam pikiran buruk yang belum terbukti.“Kalau begitu, mungkin aku memang harus mencobanya.” Mira telah memantapkan hati dan yakin untuk berjualan besok.“Ya sudah, yang terpenting kamu harus tetap berhati-hati, jangan sampai menyinggung pedagang lainnya,” ujar salah seorang tetangga Mira.“Iya, insyaallah saya akan bersikap sebaik mungkin.” Mira tersenyum lebar, berpikir jika mungkin ini adalah awal baginya untuk memulai sesuatu yang baru.Mira lantas segera kembali ke kontrakannya. Setelah mengecek semua kesiapan untuk jualan besok, ia juga tak lupa mengambil meja pembe
Setelah selesai menunaikan shalat subuh, Mira berjalan-jalan sebentar ke jalan untuk memperhatikan orang-orang yang mulai berjualan. Kala itu, sepanjang jalan utama mulai ramai para pedagang yang tengah bersiap menggelar lapak jualan mereka.Diperhatikannya satu persatu para pedagang yang tengah sibuk itu. Rata-rata kebanyakan dari mereka menjual makanan berat untuk sarapan seperti nasi uduk, nasi kuning dan nasi lainnya yang biasa dimakan saat pagi hari.“Apa aku harus mencoba untuk jualan sarapan juga?” celetuk Mira yang merasa jika mendapat sebuah ide bagus.Setelah membulatkan tekad, Mira pun yakin untuk mencoba berjualan. Hanya saja, mungkin tidak di jalan utama, melainkan jalan dekat gang kontrakannya saja.Tak terasa hari mulai terang, setelah selesai memperhatikan para pedagang Mira pun membeli beberapa nasi dari tempat berbeda untuk sekedar mengetahui rasa yang umum di daerah sana.Di saat Mira baru pulang, di saat itu pula ternyata Hana dan Arka sudah terbangun dari tidurnya