"Vanilla, jangan bodoh! Suamimu ini pasti datang ke sini karena dia ingin menemui mantan kekasihnya, apalagi?"Mendengar hal itu, bukan hanya Wildan saja yang tidak terima, tapi Isna pun dibuatnya naik pitam.Wanita hamil berdaster ungu itu sontak berdiri. "Apa maksud perkataan Mba?" Todongnya dengan mata melotot. Malik pun jadi ikutan berdiri, berusaha menenangkan sang istri."Tidak usah munafik Isna! Jelas-jelas kamu ini masih ada main dengan Wildan di belakang Mas Malik kan? Aku tau betul wanita macam apa kamu itu!""Bu, sudah Bu," Vanilla ikut menengahi. Merasa bersalah."Eh, anda itu kalau bicara jangan sembarang tuduh ya? Apa anda punya bukti atas ucapan Anda tadi?" Balas Isna dengan teriakan yang lebih keras, telunjuk sang bumil tertuju pada Kenari. Isna terus menepis tangan Malik yang menahannya."Sikap Wildan yang tidak baik terhadap Vanilla sudah menjadi cukup bukti bahwa sebenarnya Wildan tidak benar-benar mencintai Vanilla! Wildan menikahi Vanilla supaya dia bisa lebih lel
Hasil dari keributan yang terjadi malam ini di kediaman Malik, pada akhirnya membuat Wildan memilih Club Malam sebagai cara untuk melupakan sejenak seluruh kemelut di hatinya saat ini.Dulu, Wildan bukan lelaki yang suka dengan gemerlap dunia malam.Hingga dia kehilangan seseorang yang menjadi sandaran hidupnya, wanita yang dicintainya yang telah mengkhianatinya, perlahan kehidupan Wildan berubah.Dia mulai terbiasa dengan hingar bingar dunia malam yang penuh dengan godaan-godaan duniawi. Meski Wildan tetap tahu batasan untuk tidak ikut terjun menyelami dunia hitam ini. Dirinya datang hanya untuk sekedar minum saja, tidak lebih.Seperti malam ini.Lelaki itu sudah menghabisi beberapa botol minuman memabukkan.Tampaknya dia sudah sangat teler. Bahkan sejak tadi Wildan terus meracau tidak jelas."Kenapa kamu melakukan ini padaku Vanilla? Apa salahku? Kamu sudah berhasil menyembuhkan luka di hatiku karena Isna, tapi kenapa sekarang justru kamu sendiri juga yang merobek hati itu lagi Vani
Wildan memijat kepalanya yang terasa begitu sakit.Sialnya, bukan hanya kepala namun seluruh tubuhnya pun ikutan sakit saat dia mencoba untuk menggerakkannya.Wildan pun mulai membuka mata. Dahi lelaki itu mengernyit saat sinar matahari yang menerobos masuk dari jendela kaca mengarah tepat ke wajahnya.Dan terdengar suara gorden yang ditutup.Menghalangi sang sinar matahari masuk sehingga Wildan bisa dengan leluasa membuka mata. Menatap ke arah sekeliling. Dan mendapati seorang wanita tengah berdiri di sisi ranjang tempat tidur yang dia tempati.Wanita itu...Vanilla?Pikir batin Wildan."Kamu sudah bangun? Ini, aku bawakan obat anti pengar, di minum dulu," ucap wanita itu seraya memberikan sebutir obat dan secangkir air bening pada Wildan.Wildan bangkit duduk di sisi ranjang. Menerima obat tersebut untuk kemudian meminumnya."Apa yang terjadi padaku?" Tanya Wildan saat dia sudah selesai dengan kegiatannya meminum obat.Wanita di sisinya tersenyum kecut. "Semalam kamu mabuk berat, la
"Ibu mengatakan, bahwa dia tidak ingin memiliki anak kembar. Itulah sebabnya dia harus membunuh salah satu di antara Aku dan Vanilla... Lalu..." Satu titik air mata Vanessa terjatuh. "Ibu mengatakan, dia akan membunuhku!"Dan Wildan pun tertegun."Setelah hari itu, lalu aku sakit. Pihak lapas mendatangkan dokter untuk memeriksaku. Dia adalah Dokter Aji, lelaki yang telah menyelamatkan nyawaku dari ketidak adilan Ibu," lanjut Vanessa dengan ceritanya. "Alasan yang membuat aku pada akhirnya memutuskan untuk memilih hidup bersama Papa Aji, karena aku takut pada Ibuku sendiri..." Air mata Vanessa semakin deras mengalir.Hati Wildan terenyuh mendengar cerita itu. Sejak dirinya mengenal sosok Vanessa, ini kali pertama Wildan melihat Vanessa menangis di hadapannya.Sejauh ini, sosok Vanessa dinilai Wildan sebagai sosok wanita yang kuat, tegar dan mandiri. Itulah sebabnya, Wildan cukup terkejut saat dirinya kini melihat sisi rapuh dari seorang Vanessa.Terlebih ketika kini Wildan pun tahu, ba
"Jangan pergi Tante, Vanilla mohon... Ibu sangat mencintai Papa, izinkan Ibu merasakan kebahagiaan hidup bersama Papa... Vanilla mohon... Bukankah tadi Tante sendiri yang mengatakan bahwa Tante tahu semua penderitaan hidup yang selama ini Ibu alami? Jadi, apa salahnya jika saat ini Tante memberi Ibu kesempatan untuk bahagi...""CUKUP VANILLA!"Dan suara teriakan Malik pun terdengar.Malik berjalan cepat dari arah teras belakang.Lelaki itu begitu terkejut mendengar apa yang dikatakan Vanilla pada sang istri.Melihat sosok Malik yang semakin mendekat, Isna tahu dari ekspresinya saat itu Malik terlihat marah. Itulah sebabnya, Isna langsung menarik tubuh Vanilla bangkit dari bawah kakinya. Berniat untuk melindungi."Sudah Mas, Vanilla tidak bersalah, jangan marahi dia," ucap Isna saat itu."Aku tidak akan memarahi dia, Isna. Aku hanya ingin Vanilla tahu bahwa selama ini di antara aku dan Kenari itu tidak pernah terjalin hubungan apapun. Semua yang terjadi di antara aku dan Kenari hanyala
Hari ini semua orang pergi.Vanilla pergi dengan Dokter Rulli untuk menemui Linggar.Malik pergi syuting.Sementara Aryan sudah pamit pulang sejak pagi-pagi buta bersama sang istri.Tinggallah Isna, Jhio dan Kenari di kediaman Malik.Saat itu, Kenari sedang membantu Asisten rumah tangga membenahi piring bekas sarapan di dapur. Sementara Isna sedang menemani Jhio bermain di halaman belakang."Bi, habis ini mau ngerjain apa? Biar saya saja yang mengerjakan," ucap Kenari pada Bi Murni."Eh, nggak usah Bu. Biar saya saja. Habis ini saya mau ke pasar sih, persediaan sayur habis buat besok," jawab Bi Murni."Oh gitu. Berapa lama biasanya kalau ke pasar?" Tanya Kenari saat itu.Bi Murni menoleh jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi. "Kalau saya pergi setengah sembilan, palingan jam setengah sebelas atau jam sebelasan juga udah pulang, Bu," jawab Bi Murni apa adanya."Ke sana naik apa biasanya Bi?" Tanya Kenari lagi."Naik angkot, Bu,""Kenapa nggak minta antar Pak Jumar?" Saran Ken
"Hallo, Ki? Aku tunggu kamu di Rooftop rumah sakit Sentosa sekarang. Dua jam kamu nggak datang, aku akan terjun dari atas sini,"Seorang cleaning servis yang sedang beristirahat di atas roftoop setelah dirinya lelah bekerja seharian, cukup terkejut mendengar suara orang bercakap di sana. Posisinya yang memang terhalang tumpukan barang tak terpakai dan cukup tersembunyi jelas tak terlihat oleh siapapun.Sang cleaning servis itu mengintip dari celah tumpukan barang-barang itu dan melihat seorang wanita hamil tengah melakukan sebuah percakapan di telepon.Hingga setelahnya, tak lama kemudian, datanglah dua orang manusia secara bersamaan.Satu wanita dan satu lelaki.Di mana si wanita memakai pakaian rumah sakit, dan pastinya dia adalah pasien di rumah sakit ini.Sang cleaning service itu masih terus mengamati kejadian tersebut, menjadi tertarik saat dia mengamati lebih jelas bahwa ternyata wajah dua wanita itu mirip, alias kembar. Hingga timbullah jiwa isengnya untuk mengabadikan percakap
"Sesaat setelah Kinara jatuh dari atas rofftop itu, dua orang anak buahku mendatangiku ke rofftop karena mereka khawatir terjadi sesuatu padaku. Salah satu dari mereka berhasil membekuk Kenari, sementara anak buahku yang lain aku minta untuk menghilangkan bukti-bukti di lokasi kejadian tersebut termasuk ceceran darah dari kakiku yang terluka agar tidak ada yang tahu akan keberadaanku di sana saat kejadian itu terjadi,""Saat itu aku membawa Kenari, menyekapnya selama beberapa hari dan mengancamnya agar dia bersedia memberikan keterangan palsu untuk menghancurkan Malik dengan mengatakan bahwa dia telah diperkosa oleh Malik! Dan rencanaku berhasil! Berhasil membuat Malik pada akhirnya membenci Kenari... Satu kali mendayung, dua tiga pulau terlampaui olehku, benarkan?" Linggar tertawa di akhir kalimatnya. Tawa yang terdengar hambar."Awalnya aku berpikir, dengan melihat hidup Kenari dan Malik menderita, maka aku bisa puas... Namun kenyataannya semua itu salah. Meski aku sudah membuat hid
"Mahessa mau ajak Wildan untuk bertukar pasangan malam ini dan dia bilang kalau kamu sudah menyetujuinya, benar begitu Nil?" tanya Vanessa yang langsung mengkonfirmasi ucapan Mahessa padanya tadi pagi setelah dia mendapat kesempatan untuk berbincang secara empat mata dengan Vanilla.Saat itu, sepasang wanita kembar tersebut sedang berada di salah satu area permainan ski di St.Moritz.Vanilla yang sedang menyesap cokelat panasnya seketika terbatuk mendengar ucapan Vanessa.Buru-buru dia meraih tissue untuk mengelap sudut bibirnya yang terkena coklat."Aku nggak salah dengerkan? Bertukar pasangan?" ucap Vanilla yang malah tertawa seolah apa yang diucapkan Vanessa hanyalah lelucon."Iya," jawab Vanessa mengangguk cepat.Lagi, Vanilla malah tertawa. "Kamu kenapa sih Nes? Dari kemarin kok ngomongnya ngaco terus?"Seketika kerutan di kening Vanessa menjelas. "Ngaco bagaimana?" tanyanya bingung. Tak habis pikir dengan sikap santai Vanilla yang kelihatan begitu tenang. Padahal jelas-jelas, Van
"Aku benci ibuku! Aku benci perempuan seperti dia! Karena dia Ayah dipenjara dan tidak lagi menyayangiku! Aku benci ibuku, Vi!" ucap seorang bocah lelaki pada seorang bocah perempuan di teras sebuah tempat ibadah di lapas tahanan khusus pria.Bocah lelaki itu menangis meski tanpa isakan, hingga sebuah tangan mungil terjulur membelai pipinya untuk mengusap air mata yang menetes."Nasib kita sama ya Yas? Aku juga benci sama Ibuku. Karena dia lebih menyayangi saudaraku daripada aku!" ujar si bocah perempuan yang dipanggil Vi tadi.Sang bocah lelaki yang bernama Yasa itu mendongak menatap polos ke arah Vi."Apa mungkin, Tuhan mempertemukan kita karena kita memang berjodoh?" tanya Yasa saat itu.Vi tertawa kecil dengan wajah tersipu dan menjadi terkejut saat tiba-tiba Yasa mengaitkan jari kelingking mereka."Kamu maukan janji sama aku, Vi?" tanya Yasa saat itu."Janji apa?""Kalau kamu sudah besar nanti, jaga dirimu baik-baik ya. Jangan menjadi perempuan seperti ibuku, nanti aku akan membe
Hari sudah hampir tengah malam, tapi Mahessa belum juga pulang.Entah kenapa, kekhawatiran menggelayuti benak Vanessa saat itu, bahkan saat dia menanyakan keberadaan Mahessa pada supir pribadi lelaki itu, tapi Pieter mengatakan bahwa sejak sore tadi, majikannya itu sama sekali tidak menghubunginya untuk meminta dijemput, jadi, dia tidak tahu menahu di mana Mahessa berada saat ini."Kamu belum tidur, Nessa?" sapa Wildan yang kebetulan berpapasan dengan Vanessa di tangga.Saat itu, Wildan hendak ke dapur untuk membuatkan Vanilla susu.Vanessa tersenyum tipis seraya menggeleng. "Aku tidak bisa tidur," jawabnya pelan."Loh, kenapa? Bukannya tadi kamu bilang hari ini sangat melelahkan? Apa kamu sakit?" tanya Wildan lagi.Belum sempat Vanessa menjawab, Pieter datang tergesa dari arah luar memasuki rumah besar itu.Langkah lelaki berkumis tipis itu berhenti tepat di bawah tangga."Nona Vanessa, saya baru saja mendapat telepon dari pemilik salah satu Club malam di Zurich, katanya, Tuan Mahess
Seharian ini, kedua pasang pengantin baru itu puas berkeliling kota Zurich.Di pagi hari, mereka menaiki kapal mengelilingi Danau Zurich, lalu berkunjung ke sisi utara danau sambil melihat sejumlah perumahan dan villa menarik.Vanilla tak hentinya berdecak kagum saat menikmati indahnya suasana sekitar dengan pancaran sinar matahari di tengah hawa sejuk sekeliling danau.Siang harinya, usai makan siang bersama di sebuah restoran ternama di Zurich, mereka berkunjung ke Rapperswill, yang dikenal sebagai kota bunga mawar.Rapperswill terletak di ujung timur Danau Zurich. Sebutan tersebut disematkan lantaran kebun-kebun publik di sana memiliki lebih dari lima belas ribu bunga mawar.Dari jumlah tersebut, sebanyak enam ratus jenis bunga mawar dapat mereka temui di sepanjang jalan kota tua abad pertengahan tersebut.Terakhir, Vanilla mengajak Wildan, untuk menaiki Tuk tuk.Tuk tuk merupakan transportasi sejenis bajaj yang kerap terlihat di Thailand.Selama berada di Zurich, para wisatawan as
Wildan terbangun saat sorot matahari sudah terang benderang.Angin sepoi-sepoi masuk melalui jendela yang terbuka dan mengayun-ayun tirai putih tipis yang menghalanginya.Suara gemericik air dari aliran sungai Geneva terdengar samar.Menatap ke sekeliling, kening lelaki berpiyama abu-abu itu seketika mengernyit.Kenapa aku ada di sini?Pikir Wildan membatin saat menyadari keberadaannya di dalam kamar pribadinya bersama Vanilla.Wildan meremas kepalanya sekilas, mencoba mengais kembali ingatan tadi malam.Sialnya, Wildan tak mengingat apapun kecuali dirinya yang mendengar suara Mahessa berbicara untuk pertama kalinya dengan Vanilla di kebun belakang itu."Sebenarnya, sejak awal aku sudah tahu bahwa Vi yang asli adalah Vanessa, bukan kamu."Ya, hanya sederet kalimat itulah yang berhasil Wildan ingat, karena setelahnya, yang dia ketahui, dia merasa seperti ada seseorang yang membekapnya dari arah belakang hingga membuatnya tak sadarkan diri.Apa mungkin dia berhalusinasi?Tapi rasanya ti
Malam itu, akhirnya Vanilla menemui Mahessa setelah berembuk cukup lama bersama sang suami.Meski awalnya Wildan melarang keras sang istri untuk pergi, namun, setelah Vanilla memberikan pengertian pada sang suami dan meyakinkan Wildan bahwa semua akan baik-baik saja, akhirnya Wildan pun pasrah dan membiarkan sang istri pergi, dengan catatan, Vanilla harus merekam seluruh percakapannya dengan Mahessa di kebun belakang agar Wildan tahu apa yang Mahessa ingin bicarakan dengan istrinya malam ini.Rasa kantuk yang awalnya dirasakan Wildan menguap begitu saja begitu Vanilla sudah keluar dari kamar.Lelaki itu menggeram tertahan sambil menepuk sisi tempat tidur lalu meremas kepala frustasi.Menatap kembali daun pintu kamar, Wildan yang tak mau ambil resiko jika Mahessa akan berbuat hal yang tidak-tidak terhadap Vanilla pun akhirnya memutuskan untuk menguntit kepergian Vanilla dan menguping langsung pembicaraan sang Kakak Ipar dan istrinya itu.Saat itu, Wildan menangkap sosok Mahessa dan Van
Setelah seharian ini puas menikmati suasana di dalam mansion mewah milik Mahessa, Vanilla dan Wildan yang baru saja selesai menyantap makan malam bersama dengan Mahessa dan juga Vanessa tampak memasuki kamar pribadi yang disiapkan khusus untuk mereka beristirahat.Sadar ada yang berbeda dari sikap sang suami, begitu dirinya dan Wildan sudah merebahkan diri bersama di tempat tidur, Vanilla pun merangsek memepet tubuh sang suami untuk memeluknya."Wil?" panggil Vanilla ketika Wildan baru saja mematikan lampu nakas."Hm?""Kamu kenapa? Kok seharian ini banyakan diemnya sih? Biasanya juga bawel," tanya Vanilla sambil mengerucutkan bibir.Helaan berat napas Wildan membuktikan bahwa lelaki itu memang sedang dilanda sesuatu yang membebani pikirannya dan hal tersebut jelas membuat Vanilla jadi khawatir."Apa, ini ada sangkut pautnya sama Mahessa?" tanya Vanilla lagi karena Wildan tak juga angkat bicara."Boleh aku tanya sesuatu sama kamu?" ucap Wildan kemudian.Vanilla sedikit mendongak menat
Keesokan harinya, setelah sarapan pagi lalu check out dari hotel tempat mereka singgah, sebuah Limousine mewah sudah menunggu kedatangan dua pasang pengantin baru itu di depan lobi hotel.Tak perlu ditanya lagi siapa pemilik mobil super mewah itu, karena Wildan dan yang lain sudah bisa menebak bahwa Mahessa lah orangnya.Ya, siapa lagi?Toh setelah ini pun mereka akan pergi ke mansion mewah milik Mahessa yang berada tepat di tepi Danau Geneva.Memasuki kendaraan mewah itu, manik hitam Vanilla seolah tak mampu berkedip, saking terkesima dengan apa yang dia lihat di bagian dalam mobil tersebut."Bagus banget mobilnya, Wil!" seru Vanilla berbisik di telinga sang suami. Namun, akibat keheningan di dalam mobil, jadilah bisikan tersebut mampu tertangkap oleh yang lain. Dan hal tersebut sukses membuat Wildan merasa malu."Kamu kan udah sering naik mobil bagus di Jakarta, jangan norak deh!" balas Wildan yang juga jadi berbisik sambil sesekali melempar senyum ke arah Mahessa dan Vanessa di had
"Kamu tau Nessa? Apa alasan utamaku mengajakmu dan Vanilla ke Switzerland?" ucap Mahessa kemudian.Vanessa tak menjawab karena masih terlalu sesak dengan tangisannya."Karena aku ingin menyelamatkan kalian dari Aro!" lanjut Mahessa lagi, memberitahu.Vanessa menyeka air matanya, menatap Mahessa bingung. "Apa maksudmu?" tanyanya tak mengerti.Mahessa menghela napas berat seraya menyandarkan kepalanya ke sofa. Memejamkan mata seolah dirinya hendak melepas penat.Hal itu dia lakukan dalam beberapa menit sebelum akhirnya sepasang mata hitam itu kembali terbuka dan menatap ke arah Vanessa yang masih menunggu jawaban atas pertanyaannya."Saat ini, Aro dan komplotannya sedang berada di Indonesia--""APA?" pekik Vanessa dengan wajah yang teramat sangat terkejut. Bahkan belum sempat Mahessa menyelesaikan ucapannya, Vanessa sudah lebih dulu memotongnya.Menatap lekat sosok Vanessa, sebuah senyum miring terbit di wajah Mahessa. "Apa kamu takut?" tanya lelaki itu kemudian.Perasaan was-was kian m