Share

Bab 98

Penulis: Aina D
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kafe Red terasa mencekam bagiku padahal kafe bernuansa modern dan instagmable itu cukup ramai. Berkali-kali aku harus menarik napas panjang, mengisi paru-paruku dengan udara sebelum menghembuskannya kembali dengan berat. Candra pun kulihat berkali-kali melirik dengan ekor matanya.

Aku takut, aku masih gemetar. Bayangan Mas Adam dengan jamahan dan suaranya yang menjijikkan di villa masih memenuhi kepalaku, namun sebuah pesan dari Ivan saat dalam perjalanan tadi sedikit membuatku percaya diri.

[Semangat, Sayang. Aku nggak suka ngeliat rasa takutmu saat berhadapan dengannya. Cahayaku pasti bisa!]

Untuk semua pengorbanannya, rasanya tak adil jika aku masih membawa-bawa rasa takut dan traumaku, meski aku tak tahu bagaimana reaksinya nanti saat kejadian di villa kembali di ingatannya. Karena untuk menghindarkanku dari rasa trauma, ia bahkan rela menjual properti kebanggaannya itu.

[Aku nyusul segera.]

Dua pesan itu membuat langkahku sedikit lebih ringan. Ivan orang yang selalu ada untukku m
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Aina D
maaf gak up. anak lagi rewel .........
goodnovel comment avatar
Eny Rozaini
lama nunggu nya thorr
goodnovel comment avatar
Rosnani Amalia
waaaah kayaknya malam ini tersandung ya ka..xixixiixi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DOSA TERINDAH   Bab 99

    “Setelah kita berpisah ... pernah kah sekali saja kamu menyesali perceraian kita, Aya?”“Nggak.” Aku bahkan tak butuh waktu untuk memikirkan jawabannya.Pria di depanku menghela napas kasar.“Penyesalan memang selalu datang belakangan, Aya. Mungkin jika kamu tak memilih pergi dariku, sampai saat ini aku belum menyadari bahwa aku memiliki rasa untukmu. Rasa yang selama ini tertutupi oleh keegoisanku. Tapi bagaimana pun, hal itu harus tetap kusyukuri, bahwa aku akhirnya menyadari perasaanku padamu meski kau bukan lagi milikku.”Mas Adam menjeda kalimatnya, sementara aku merasa tak ada lagi yang perlu kubicarakan dengannya.“Jangan tanya alasanku mencintaimu setelah menyia-nyiakanmu, Aya. Karena cinta tak butuh alasan apa pun.”Keningku bertaut menatapnya. Lelaki ini dulu begitu kuharapkan, merasa ia adalah masa depan dan padanya seluruh restuku berada, tetapi kini takdir berkata lain.“Aku nggak akan pernah bertanya, Mas. Karena sepanjang hidup denganmu dulu aku sudah setiap saat memper

  • DOSA TERINDAH   Bab 100

    PoV Ivan.Dalam perjalanan ke rumah sakit dengan Bude dan seorang bocah yang sampai sekarang tak kuketahui namanya di kursi belakang, sejujurnya perasaanku sedang tak menentu. Melepas Aya menemui Adam tentu saja menimbulkan rasa ragu di dalam dadaku meski aku telah menyuruh Candra menemani dan sekaligus memastikan agar dia menemani dan mengawasi kakaknya sampai selesai.Banyak hal yang membuatku takut. Terus terang saja masih banyak yang mengganjal dari hubungan kami bertiga. Aku, Aya dan Adam. Hal yang paling membuatku penasaran adalah ekspresi menggigil Aya ketika membicarakan mantan suaminya itu. Maka membiarkannya datang menemui Adam kali ini membuatku terus kepikiran, bagaimana jika nanti Aya menggigil di sana? Apakah Candra benar-benar mengawasi sesuai perintahku tadi? Mungkin aku salah, mungkin seharusnya Candra yang kusuruh mengantar Bude ke rumah sakit tadi.Suara tangisan bocah dari kursi belakang membuatku melirik ke kaca spion di atas kepala, di belakang kulihat Bude sedan

  • DOSA TERINDAH   Bab 101

    “Kak ... makasih udah seperhatian itu ke anak-anakku.”Aku menelan ludah, tak menyadari bahwa ponsel Bude masih terhubung dengan panggilan video yang kali ini menampakkan wajah Tari. Huft!Aku hanya menanggapi dengan anggukan sebelum menutup pintu lalu kembali ke belakang kemudi.***Bayangan kebersamaan Tari dan Kak Dian bersama Wira di sana sejenak menguasai pikiranku. Dari layar ponsel Bude tadi sebelum Tari menutup panggilan, aku masih mendengar suara Kak Dian mencandai Wira, juga bertanya beberapa hal pada Tari. Satu hal lagi yang terngiang di telingaku adalah ucapan terima kasih Tari padaku tadi.‘Kak ... Makasih udah seperhatian itu ke anak-anakku.’Kurasa Bude sengaja melaporkan ke Tari tentang hari ini. Tentang kami yang sedang dalam perjalanan memeriksakan anak bungsunya, tentang aku yang datang ke rumahnya tadi untuk menengok anaknya. Karena aku sama sekali tak mengatakan apa-apa tentang kedatanganku ke rumahnya hari ini, bahkan pada Kak Dian sekali pun.Jauh di lubuk hati,

  • DOSA TERINDAH   Bab 102

    “Tadi ninggalin Bude gitu aja?” Aya bertanya setelah kami kembali dari toilet wanita di mana aku menungguinya tadi.“Hmmm.”“Kenapa ditinggalin sih? Kalo ada apa-apa gimana?”“Ada Toni, Ay.”“Tapi kan posisinya belum ada di sana tadi. Aku nggak kebayang gimana kebingungannya Bude di sana ditinggal sendirian mana ngurusin anak kecil yang lagi rewel.”Aku menatap matanya, tak ada kebohongan di mata Aya, dia memang terlihat mengkhawatirkan seorang bocah yang sedang sakit dan dijaga oleh wanita paruh baya.“Jangan terlalu perhatian, Aya.” Aku menarik pinggangnya.“Maksud kamu?”“Aku takut ada orang-orang yang menyalah-artikan perhatianmu.”Tidak. Bukan perhatian Aya yang kemungkinan disalahartikan, tetapi perhatianku yang kukhawatirkan yang membuat orang lain salah mengartikan.Bukan. Bukan orang lain, tetapi Tari, ibu dari bocah yang sedang aku dan Aya bicarakan.Ahh ... sungguh cara bicara Tari tadi membuatku merasa tak nyaman sekaligus merasa takut.‘Makasih udah seperhatian itu pada a

  • DOSA TERINDAH   Bab 103

    “Woww! Aya ....” Aku masih menatapnya redup, tak rela tautan kami terurai begitu saja.Dengan sisa kesadaranku, kulanjutkan laju kendaraan yang kali ini melaju sedikit lebih lambat, karena sebagian pikiranku masih larut dalam ciuman yang memabukkan tadi.“Lunas kan yang di kafe tadi,” katanya.“Hmm. Lunas. Dibayar dengan yang jauh lebih amoral, karena ciumanmu antrean kendaraan di belakang kita jadi tertahan tadi.”Wanita cantik di sampingku tertawa.Dan tawa itu terdengar seperti sebuah lantunan irama yang indah yang tertangkap oleh pendengaranku.“Aku normal nggak sih, Ay?” tanyaku.“Kenapa emang?”“Dengan kamu ketawa aja senang banget rasanya. Bahagiaaa ... ademmmmm ... kayaknya Kak Dian bener, ya. Aku bucin berat sama kamu.”Usapan di rahang sebelah kiri membuatku menoleh sekilas, dan senyuman itu tertangkap oleh mataku.Cantik banget, Tuhan! Dan mahluk cantik ini adalah milikku.Sepanjang perjalanan hingga tiba di rumah sakit, mataku tak pernah lepas menatapnya. Ciuman panasnya d

  • DOSA TERINDAH   Bab 104

    Meski sudah hampir tengah malam, tetapi ternyata lalu lintas menuju ke rumah dari bandara tetaplah macet. Bang Malik yang duduk di kursi penumpang depan sudah terdengar mendengkur sambil memeluk anak bungsunya. Bisa kupastikan hal yang sama juga terjadi pada penumpang di kursi belakang karena hening menguasai sepanjang perjalanan kami. Sepertinya apa yang dikatakan Bang Malik tadi benar adanya, mereka semua kelelahan setelah tertahan di bandara Changi ber-jam-jam menunggu jadwal penerbangan. Dan kurasa keputusan mengajak Tari dan Wira ke rumah pun adalah keputusan mendesak dari Kak Dian dan Bang Malik.Aku meraih ponsel di atas dashboard saat mobil tengah berhenti di lampu merah, ternyata ada beberapa pesan dari Aya yang masuk satu jam yang lalu, mungkin saat aku dan yang lain masih sibuk memilah bagasi.[Udah landing, Pi?][Kok lama?][Padahal udah kangen Kak Dian pengen berbagi cerita.][Udah di mana, Sayang?][Aku bosan nunggu. Hiks.]Deretan pesan yang masing-masing berjeda bebera

  • DOSA TERINDAH   Bab 105

    “Ay ....” Aku berbisik di dekat telinganya. Biasanya Aya akan selalu merespon jika seperti ini, namun sepertinya ia benar-benar tertidur pulas, mungkin karea memang kelelahan menungguku pulang menjemput Kak Dian. Apalagi sore tadi dia memang menghabiskan waktu di taman belakang yang menjadi tempatnya menyalurkan hobi berkebunnya.Aku menatapnya lama, menikmati wajah lelap dengan dengkuran halusnya. Anak-anak rambut yang jatuh di kening Aya kembali kurapikan. Huhh! Semoga kehadiran Tari di rumah ini tak membuat wanita kesayanganku ini marah esok hari, karena aku sungguh tak ingin melihatnya marah walau hanya sekadar cemberut. Suara ponselku di atas nakas membuatku menoleh, juga membuat Aya menggeliat sebentar sebelum kembali pulas.Kak Dian? Alisku bertaut, antara heran dan kesal.“Ada apa?!” Aku menjawab telepon.“Yeile! Nih anak minta dislepet emang. Nggak ada sopan sopannya sama yang lebih tua.” Kak Dian mengomel.“Kakak sih, tadi katanya udah kecepean, udah ngantuk berat. Ehh sekar

  • DOSA TERINDAH   Bab 106

    “Aku tau, Pi. Ada tamunya Kak Dian, kan?”Aku mematung menatap matanya.“Aya ...,” panggilku lirih, aku masih menunggu reaksinya takut-takut.“Aku tau, tadi pagi Kak Dian udah cerita banyak ke aku. Bik Jum juga pagi-pagi udah ngejelasin kalo ada tamunya Kak Dian.”Aku terdiam, teringat bagaimana semalam menjelaskan singkat kepada Bik Jum bahwa Tari dan Wira adalah tamu Kak Dian. Rupanya penjelasan asal asalanku ke Bik Jum menjadi salah satu penyelamatku pagi ini. Selamat dari tatapan marah atau cemburu Aya.Aku tersenyum.“Nggak usah senyum-senyum,” katanya.“Makasih, Sayang. Tadi malam itu ....”Aku menghentikan bicara ketika Aya meletakkan telunjuk di bibirku.“Nggak perlu ngejelasin apa-apa. Aku udah dengar semua dari Kak Dian. Semuanya. Dan aku percaya Kak Dian nggak mengarang cerita. Nggak perlu ngejelasin apa-apa lagi supaya kamu nggak terus menerus nyebut nama dia dengan penjelasanmu.”Ah, manisnya mahluk ini.“Sini peluk.” Kurasa pelukan adalah satu-satunya hal yang ingin kula

Bab terbaru

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 2

    “Kalian ini ya ... sama aja dua-duanya! Bucin gak ada obat emang!” Tak kupedulikan suara Kak Dian. Aku segera memeluk Aya sebisaku, membuatnya senyaman mungkin.“Untung bayimu nggak kembar, Ay. Kamu bayangin deh kalo dapat bayi kembar, punya tiga bayi kamu di rumah. Sanggup?” Kak Dian kembali bicara. “Kurasa yang paling ngerepotin sih bayi raksasamu yang ini, Ay.” Telunjuk Kak Dian mengarah padaku.“Jangan bikin Aya ketawa, Kak! Kakak nggak tau kan gimana rasanya ketawa pasca operasi lahiran?” Aku mengulangi kata-kata Kak Dian.“Oiya, sanggup puasa nggak lu, Bro! Empat puluh hari loh.” Kak Dian menekankan kata empat puluh. “Nggak bisa bikin anak orang keramas tiap hari lagi lu.” Suara kekehan Kak Dian terdengar mengejek.“Nak Dian dan Ivan di sana. Biar Ibu yang di sini.” Sebuah perintah lain membuatku dan Kak Dian tak bisa membantah lagi. Ibu mengambil alih posisiku, mengusap lembut kening putri sulungnya dan memberi bisikan-bisikan yang kurasa berisi banyak makna, sebab setelahnya k

  • DOSA TERINDAH   Extra Part 1

    PoV IvanAku seperti berada di sebuah ruangan sempit, terkunci rapat dan membuatku tak bisa bernapas. Kilasan-kilasan kebersamaan selama lima tahun lebih pernikahanku dengan Aya berputar kembali di kepala seperti adegan film yang membuat dadaku semakin sesak terhimpit.Tahun-tahun bersama Cahaya adalah tahun-tahun terbaik dalam kehidupanku. Tentu saja jika ini adalah film, seharusnya ini adalah film romantis, bukan film sedih yang membuat dadaku sesak seperti ini. Akan tetapi, sesak ini semakin tak dapat kutahan saja. Tak kupeduikan lagi bagaimana rupaku sekarang. Aku terisak ketika sudah tak dapat menahan sesak, lalu kembali menghirup udara ketika merasa sudah hampir kehilangan napasku.Ruangan ini tentu saja bukanlah ruangan yang sempit mengingat aku sedang berada di ruang VIP salah satu rumah sakit ternama. Di ruangan ini aku juga tak sendirian, ada ibu, Candra dan kembarannya, Kak Dian dan Bang Malik, namun meski banyak orang di ruangan ini, tak ada satu pun di antara kami yang be

  • DOSA TERINDAH   Bab 191

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 190

    “Terima kasih buat keluarga dan teman-teman yang udah hadir malam ini.” Ivan mengambil momen, menghentikan alunan music akustik yang sedari tadi mengisi pendengaran. Pria itu mengucapkan terima kasih yang tulus pada keluarga kami yang hadir malam ini, lalu pada teman-teman dekat yang diundang khusus olehnya. Aku menatapnya dari tempatku duduk tepat di depan panggung kecil di mana ia berdiri. “Malam ini kami merayakan tahun kelima pernikahan. Aku dan Cahaya Kirana, istriku, sudah lima tahun bersama-sama.” Dia menatapku dari depan sana, dan tatapan itu selalu membuatku merasa dicintai. Ivan masih menatapku sambil bicara. “Aku jatuh cinta pada wanita ini sejak kami masih memakai almamater yang sama, lalu Tuhan begitu baik mempertemukanku kembali dengannya belasan tahun kemudian hingga kami menikah. Dan sejak menikahinya, aku masih jatuh cinta padanya setiap hari, masih saja jatuh cinta padanya berulang kali. Malam ini saya meminta doa pada kalian semua agar kami tetap dikuatkan dalam

  • DOSA TERINDAH   Bab 189

    Lima tahun bersamanya, lima tahun penuh bahagia meski tak sedikit pula ombak kecil yang menghantam. Lima tahun bisa menjadi diriku sendiri setelah tahun-tahun sebelumnya terjebak dalam hubungan yang membuatku nyaris kehilangan kepercayaan diri. Malam ini Twin House ditutup untuk umum demi merayakan lima tahun pernikahan ku dan Ivan.Dekorasi anniversary sudah menghiasi Twin House, deretan-deretan makanan pun sudah tertata rapi di sana. Aku sendiri tak terlibat sedikit pun mempersiapkan malam ini, aku hanya memperhatikan kesibukan Iin yang berlalu lalang mengatur venue, lalu Byan yang mondar mandir menyusun catering. Sepasang kekasih itu kini benar-benar menjadi orang kepercayaanku dan Ivan.Aku juga sama sekali tak terlibat mengatur siapa saja undangan malam ini, sebab beberapa hari terakhir aku benar-benar hanya fokus pada diriku sendiri. Setelah siang itu di mana aku berbincang dengan Nindya dan baru menyadari ada yang aneh pada diriku, aku benar-benar melakukan pemeriksaan demi mem

  • DOSA TERINDAH   Bab 188

    “Emang akunya yang kecepatan sih, Ay. Sebenarnya janjinya agak sorean, tapi karena tadi kebetulan Mas Adam juga pas mau keluar, ya udah aku ikut aja. Aku nggak apa kan nunggu di sini?”“Nggak apa, Nin.”“Oiya, Aya. Aku tadi bareng Mas Adam,” katanya lagi tepat di saat sosok yang dibicarakannya itu muncul dari arah parkiran.“Hai, Aya. Gimana kabarmu?” Kaku sekali, pria itu menyapa.“Baik, Mas. Mas Adam gimana kabarnya?” Akupun menjawab sama kakunya. Kini aku mengerti mengapa Ivan berusaha menghindarkan pertemuan seperti ini. Aku dan dia pernah punya cerita, dan meski selalu berusaha untuk saling biasa saja, namun tak bisa dipungkiri akan ada kekakuan seperti ini saat berinteraksi.“Aku juga baik. Oiya, Ivan ada?”Kembali kujelaskan bahwa suamiku baru saja keluar.“Kalo gitu aku titip Nindya ya, Ay. Dia ada urusan dikit sama Ivan untuk urusan pekerjaan.” Mas Adam menjelaskan dengan detail urusan pekerjaan antara Nindya dan Ivan padaku.Aku kembali mengangguk setuju.“Ya udah, kutinggal

  • DOSA TERINDAH   Bab 187

    “Hari ini ikut ke Twin House, ya.”Ini sudah sebulan sejak kami kembali dari Bali setelah seminggu menikmati kebersamaan di sana. Dan untuk memenuhi permintaannya waktu itu agar aku mengurangi waktuku di butik, aku juga sudah mulai beradaptasi. Tentu tak ada alasan bagiku untuk tak mengikuti inginnya, apalagi alasan yang mendasari keinginannya sangat masuk akal.“Adam akan lebih sering datang ke kantorku, dan tentu saja akan lebih sering bertemu kamu juga. Bagaimanapun juga, kalian pernah memiliki cerita, aku hanya ingin menjagamu lebih baik lagi.”“Aku juga bakalan banyak pekerjaan, Aya. Dan keberadaanmu di sekitarku hanya akan membuatku tak bisa berkonsentrasi. Yang ada bukannya kerja, tapi malah ngerjain kamu.”Itu dua alasan yang membuatku menerima keingingannya, karena sejujurnya memang seperti inilah kebersamaan yang sejak dulu kuinginkan. Bertukar pendapat dengan pasangan, saling mendengarkan isi hati, saling memahami apa yang pasangan inginkan. Pernikahanku dengan Ivan adalah

  • DOSA TERINDAH   Bab 186

    “Dari mana, Pi?” Rasanya tak dapat kutahan kekesalanku hari ini. Bagaimana tidak? Kami tiba di villa sejak beberapa jam yang lalu, dan beristirahat sebentar. Lalu saat aku terjaga, tak kutemui pria itu di sudut mana pun sementara ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja.“Udah bangun, Sayang? Gimana istirahatnya udah cukup belum?”Dan kesalnya lagi, Ivan justru menanggapi santai dengan kecupan di keningku.“Dari mana aja? Ponsel ditinggal nggak bisa dihubungi, tadi kan cuma mau istirahat bentar abis itu kita jalan-jalan. Kenapa malah ditinggalin berjam-jam gini?” Aku benar-benar kesal kali ini. Yang ada dalam pikiranku tadi, setelah tiba di villa, kami hanya perlu beristirahat sebentar lalu keluar dan menikmati liburan ini.Villa yang disewa Ivan kurasa bukan villa sembarangan. Lokasinya tepat menghadap ke pantai Jimbaran yang terkenal dengan keindahan sunset-nya. Bukan hanya aku, Kia dan Mbak Ri pun terlihat begitu antusias ketika tiba di villa ini tadi. Pemandangan pantai yang

  • DOSA TERINDAH   Bab 185

    Dari sini aku bisa melihat seperti apa hubungan kekeluargaan mereka di masa lalu yang sering Kak Dian ceritakan. Mungkin seperti inilah hubungan akrab mereka dulu di masa lalu sebelum semua hancur karena sebuah kesalahan. Tak ada yang perlu disesali, karena jika menyesali masa lalu, maka mungkin kehadiran Wira juga akan menjadi penyesalan. Padahal bocah yang memiliki banyak keisitimewaan itulah yang menjadi pemersatu kebersamaan kami ini.Tangan Ivan pun tak lagi selalu tertaut padaku. Kurasa dia juga sudah mulai menyadari bahwa Tari sudah berubah, setidaknya berusaha sangat keras untuk berubah.Dan hingga kebersamaan itu berakhir, kami semua seperti sedang menemukan kebahagiaan baru. Aku, Ivan dan Kia serta pengasuhnya melanjutkan liburan kami ke Bali, meninggalkan Tari dan anak-anaknya di rumah Kak Dian.“Aku bangga punya kamu, Aya.” Dan genggaman tangan itu kembali tertaut saat kami dalam perjalanan melanjutkan trip liburan. “Kalo bukan karena kebesaran hatimu, nggak akan ada keber

DMCA.com Protection Status