"Astaghfirullah!" "Ini gangguan dari makhluk tak kasat mata!" "Audzu billah himinasyitonirrojim!" Mereka berteriak karena merasa mengkhawatirkan keselamatan kelima penghuni rumah yang terjebak dengan pusaran angin. Sebagian dari warga memanggil bantuan. Tak berapa lama kemudian terdengar suara sirine polisi, mobil damkar dan ambulans. Mobil bala bantuan tersebut menerobos masuk halaman. Mereka bahu membahu mencari cara untuk menyelamatkan kelima orang. Sementara itu, Pak Toyib meminta yang lain duduk dan berdoa untuk memohon pertolongan keselamatan kepada Allah. Lima mobil bala bantuan siaga di pinggir halaman. Mereka sedang mengamati arah pergerakan pusaran angin. Sementara itu Pak Toyib mengajak yang lain mengambil wudhu secara bergantian. Kemudian mereka salat sunah dua rakaat lalu diakhiri dengan zikir dan selawat. Pelan tapi pasti pusaran angin mulai mereda. Ketiga orang masih khusyuk berdoa. Secara mengejutkan Salimah berteriak kesakitan. "Panas! Panaaas!" Tubuh
"Tanyakan itu pada temanmu yang di sana!" Selesai berucap tubuh Ersi lenyap tak berjejak. Pras kaget dan berdiri. Pria ini mendekat ke tempat istrinya menghilang. "Eh, siluman! Apa urusan kami dengan kamu? Kembalikan istriku!"teriak Pras yang marahnya telah sampai ke ubun-ubun. Salimah yang panik, berteriak histeris. "Mas Eko, tolooong!" Eko bersama beberapa petugas damkar berlari menuju teras. Pras marah tidak terkendali. "Kembalikan istriku! Kami tidak ada urusan dengan kalian! Berdebah!" "Pras, sadar! Ada apa ini?"tanya Eko yang segera menepuk bahu iparnya tersebut. "La haula quwata illah billah!" Pria ini berdiri terpaku tanpa kata. Eko membimbingnya untuk duduk di kursi. Salah satu anggota damkar berkata,"Mas, bagaimana kalau tempat ini kami bantu ruqyah? Bisa jadi gangguan tadi masih ada yang tersisa." "Kalian bisa lakukan ruqyah juga?"Eko terkejut dengan tawaran pimpinan tim damkar barusan. "Kebetulan anggota tim damkar yang muslim rutin melakukan pendalaman aga
"Silakan masuk!" Terdengar suara seorang wanita dari dalam. "Itu pasti adek Pak Toyib,"jelas Pras. "Anak istrinya?"tanya Salimah penasaran. "Meninggal dalam kecelakaan kereta api saat pulang kampung,"balas Pras. "Dia orang baik. Gak usah dimintain tolong, sudah peka sendiri. Orang yang ringan tangan dan taat dalam beribadah. Coba gak sakit, dia yang akan memimpin doa ruqyah." Bertiga pun masuk kamar. Namun alangkah terkejutnya mereka, dalam kamar hanya ada Pak Toyib yang sedang terbaring dengan alat bantu pernapasan. "Yang tadi suara siapa?"tanya Salimah. "Baca doa saja! Moga saja gak ada gangguan lagi,"ucap Eko sambil mendekat ke ranjang. Tampak Pak Toyib sedang tidur pulas. Pria berbadan kekar ini memegang tangannya sambil membaca Ayat Kursi. Pras pun ikut berdoa. Salimah hanya menunduk karena dia tidak mengenal doa seperti itu. "Aku mau cari perawat. Bisa-bisanya pasien dibiarkan sendiri tanpa penjagaan,"kata Pras seusai berdoa. Pria ini beranjak keluar kamar. "Bi
"Ya, Pak. Rumah dalam keadaan kosong. Hanya ada sekuriti untuk menjaga rumah,"balas Pak Atmo dengan percaya diri. "Baik. Saya minta izin untuk mengambil foto bagian dalam dan luar rumah,"ucap polisi sengaja ingin mengecek keberadaan orang yang sedang dicari. "Silakan, Pak!" Dengan yakin Pak Atmo berdiri dan bersiap mendampingi polisi untuk melakukan aktivitas tersebut. Pria tua ini merasa, polisi ini tidak akan bisa melihat keberadaan Esti karena telah ditutup oleh selubung gaib. Mereka berjalan ke ruang tengah lalu oleh Pak Atmo diarahkan naik anak tangga. Pada saat di lantai dua iniz polisi mengambil foto semua bagian kamar-kamar, ruang keluarga dan balkon. Pria berseragam serba cokelat tersebut tersenyum penuh arti. "Saya rasa sudah cukup lantai sini. Di lantai bawah ada berapa ruangan, Pak?"tanya polisi. "Ada empat kamar, dapur, ruang makan dan ruang tamu. Kamar mandi ada di setiap kamar dan satu di luar,"jelas Pak Atmo seraya mengamati sosok di depannya. Pria tua ini pen
Din! Diiiinn! Dia tekan klakson begitu mobil telah berhasil melaju di samping taksi. Pengemudi taksi langsung ciut nyalinya melihat ada mobil polisi yang mengarahkan dirinya untuk menepi. Pengemudi taksi menepi dan mematikan mesin. "Pak, ada apa dikejar polisi?"tanya Esti yang merasa takut. Wanita ini khawatir kalau polisi mengejar gara-gara dia melarikan diri. Keringat dingin mengucur dari dahi. Mobil polisi berhenti tepat di depan taksi. Tak lama, seorang pria berseragam cokelat keluar dari mobil lalu menghampiri taksi. Esti langsung bisa mengenali pria tersebut. Itu bukankah polisi yang bersama bapak tua tadi? Pengemudi taksi membuka kaca lalu tersenyum ke arah polisi. Pria ini berucap,"Selamat sore, Pak." Polisi tersebut memberi hormat lalu berkata,"Selamat sore. Saya hanya ingin berbicara dengan penumpang Anda, Pak." Tak berapa lama, pria berseragam cokelat itu berjalan menuju pintu penumpang. Esti yang sedari tadi mengawasi kedatangan petugas tersebut merasa deg-degan
"Bismillahirrahmanirrahim,"ucap Eko yang pelan-pelan mengambil barang terbungkus kain putih dari dalam kantong plastik. Dia membuka kain pembungkusnya dengan hati-hati. Saat kain sudah terbuka separuh .... "Allahu Akbar! Ini patung yang Mas minta bakar tukang kebun. Kok masih utuh?" Eko berpikir sejenak dan akhirnya ketemu jawabannya. "Polisi itu dirasuki ruh tukang ojek yang mati kemarin. Dia telah tepati janji membantu kita. Esti bisa kembali dengan selamat sambil membawa patung ini." Sementara itu Pak Atmo yang berada di rumah besar sedang kelimpungan. Wanita yang dibawa oleh Nikita berhasil melarikan diri. Angin berembus kencang beraroma melati sekilas menerpa tubuh pria tua tersebut yang sedang berdiri di teras. "Nduk, maafkan Bapak,"ucap Pak Atmo lirih mengikuti arah angin yang berembus. Dia paham putrinya marah karena tawanan kabur. Pria tua ini menelepon sekuriti. "Selamat sore, Pak,"balasan dari seberang telepon. "Selamat sore. Kamu kesini cepat!"perintah Pak Atmo de
"Teman Mas Eko sudah tahu, kalau rumah kosong?" "Tahu, Pak. Sudah saya kasih alamat sini. Gak ada datang,"ucap Eko. Dalam hati, pria ini merasakan ada sesuatu yang terjadi pada temannya. "Maaf, Mas. Ini ada warga yang mendengar bunyi dering telepon dari dalam. Apa ada hape yang tertinggal?" Pertanyaan dari Pak RT barusan membuat Eko terkejut. Dia pun buru-buru membalas,"Saya hanya punya satu hape, Pak. Ini yang sedang saya pake. Gak salah dengar itu, Pak?" "Gak, Mas. Saya sekarang telah berada di teras dan mendengar dengan jelas suara dering telepon dari dalam. Apa teman Mas Eko dikasih kunci serep?" "Gak, Pak. Dia tadi tiba-tiba kasih tahu sudah ada depan rumah. Saya juga gak menyangka kalau motor dia masih di sana." "Bisa jadi, teman Mas Eko berada dalam rumah. Keadaan rumah gelap-gelapan ini." "Pak, saya segera pulang. Tolong lapor polisi saja! Saya khawatir dengan dia,"ucap Eko dengan perasaan cemas. "Ada apa, Mas?"tanya Salimah yang ikut khawatir mendengar pembica
Praaakk!Pintu terbuka dan salah satu engselnya sampai copot. Pak RT dan pria pendobrak pintu masuk bersama kedua polisi. Seketika dua orang keamanan desa cekatan menghalangi akses masuk demi keamanan.Warga yang kecewa tidak bisa ikut masuk dengan terpaksa berdiri di halaman rumah dengan suara hirup pikuk. "Gak seru! Gak bisa jadi saksi!"teriak warga yang kecewa.R"Betul! Harusnya ada saksi dari kita buat laporan polisi!"teriak yang lain.Saat mereka telah berada dalam ruang tamu, tidak ada apa pun yang mencurigakan. Bahkan suara dering telepon yang sedari tadi menarik perhatian para warga, tidak terdengar lagi. Sunyi dan senyap.Pak Atmo yang masih duduk dalam mobil, akhirnya merasa pusing juga terhadap kelakuan putrinya. Nikita telah menargetkan darah Adit sebagai stok energi. Namun, dirinya tidak mau membawa pergi pria tersebut. Pak Atmo pun segera memutar otak untuk menyembunyikan si target.Pria tua ini berniat memohon bantuan kepada penguasa Bukit Bajul untuk memberikan selubu
Aku tahu, ini pasti jebakan dari Pak Atmo dan Nyi Dhiwot, batin Faisal.Samar-samar terdengar suara Kiai Masruhat di telinga Faisal. "Fokus pada niat dan jangan lepas dengan zikir serta doa!""Baik, Kiai,"ucap Faisal dengan suara lirih."Mas Eko ...!" Simbah memanggil dari balik pintu kamar."Iya, Mbah," jawab Eko yang gegas bangkit dari tempat tidur.Seperti ada yang mengendalikan tubuhnya. Faisal ikut duduk dan mengamati perilaku sahabatnya. Eko menghampiri Simbah. Wanita itu berdiri di depan pintu sambil tersenyum. Dia mengelus rambut Eko lalu menyentuh pipi kanannya."Maukah kamu menjadi suamiku?"Eko pun mengangguk dengan ekspresi wajah datar. Pria ini digandeng tangannya oleh Simbah menuju kamar yang berada paling belakang. Faisal buru-buru mengikuti mereka. Ketika sampai depan pintu, bau anyir darah dan busuk bangkai menyapa indra penciuman Faisal.Pria ini mengambil sajadah dari dalam tas ransel lalu memulai salat sunah. Dia memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk m
"Itu buat kamu. Pengantin baru harus minum jamu kuat, biar gak gampang K.O,"balas Eko tidak mau kalah."Nanti Simbah bikinkan untuk kalian. Yang belum nikah, gak perlu khawatir. Simbah bikinkan ramuan agar lekas laku,"ucap Simbah dengan tawa terkekeh-kekeh."Memang ada ramuan kayak gitu, Mbah?"tanya Eko yang jadi penasaran."Ada. Nanti Simbah pijat di titik-titik tertentu agar sumbatannya ilang."Kedua pria ini telah terpengaruh oleh ilmu sihir Simbah. Namun, baik Faisal maupun Eko masih kuat iman dan tidak begitu terpengaruh."Kami selesaikan kerjaan dulu. Setelah itu akan ke rumah Simbah buat minta ramuan,"ucap Faisal kepada wanita tua."Ya, gak apa. Selesai urusan kalian! Setelah itu datang ke rumah Simbah." Tampak ada guratan kekecewaan terukir pada wajah wanita tua. Namun dia memilih untuk bersabar dan tidak mau memaksakan kehendak.Aku harus dapatkan Eko untuk jadi pasangan abadi Nikita, batin Simbah dengan senyum penuh arti."Kebetulan saya orang asli sini. Simbah tinggal di ma
"Biar saya bantu, Mas,"ucap Pak Rasyid yang segera menyulut ujung tali berbahan pelepah pisang dengan korek api. Percikan api membakar ujung tali hingga habis tidak tersisa. Ajaib! Pelepah palem pembungkus tidak tersentuh lidah api sama sekali."Masyaallah! Hanya talinya yang terbakar,"ucap Faisal yang telah mulai membuka pembungkus dibantu oleh Pak Rasyid."Kita baca Al-Fatihah lanjut Ayat Kursi,"saran Kiai Masruhat yang berdiri sambil mengelus-elus pelepah palem pembungkus. "Lahaula wala quata Illa billah!"Pembungkus tersebut bergerak-gerak. Isinya seperti gerakan sesemakhluk yang ingin membuka paksa dari dalam. Faisal memegang cetakan yang terbentang di permukaan luar."Seperti telapak tangan manusia,"ucap Faisal sambil terus melepaskan satu per satu pelepah palem."Memang benar. Isinya yang sedang kita cari,"sahut Kiai Masruhat dengan tersenyum lebar, hingga tampak jelas kerutan yang menumpuk pada sudut bibir sepuhnya."Masyaallah! Apa itu, Kiai?"tanya Faisal yang semakin penasar
Faisal cekatan mengarahkan mobil untuk mendapatkan tempat parkir yang aman. Kebetulan samping rumah Faisal adalah jalan tembus warga desa menuju Bukit Bajul. Jadi banyak Faisal mengarahkan mobil parkir ke arah depan rumah."Ini gubug saya. Mari kita istirahat sebentar sambil minum kopi,"ucap Faisal saat para penumpang mobil telah turun."Kita ngopi setelah selesai tugas, Mas. Sekarang kita langsung menyusul Mas Eko saja. Kasian sendirian,"balas Kiai Masruhat yang langsung direspon anggukan kepala oleh Pak Rasyid.Akhirnya mereka beranjak menuju Bukit Bajul. Beruntung anak tangga menuju bukit telah terpasang lampu penerangan berjarak setiap meter. Jadi mereka lebih nyaman dalam menapaki jalan menanjak. Hawa sedingin es menerpa tubuh mereka. Anging dari puncak bukit menyambut kedatangan keempat pria.Berisik dahan dan rantjng pohon cemara bergesekan ditiup angin. Suara binatang malam bersahutan memecah hening malam. Mereka tidak melihat penampakannya sosok Eko di puncak tangga. Padahal
"Di kampung saya. Menurut rencana setelah ini, Dek Salimah akan saya ajak pulang ke rumah saya. Akan saya ajari sebagai petani dan peternak, Pak, Kiai.""Masyaallah! Semoga membawa berkah, Mas,"timpal Kiai Masruhat.Tak berapa lama, Pras dan Esti datang. Mereka membawa pesanan pengantin baru. Tentu saja, mereka kaget dengan keadaan dalam ruangan yang porak-poranda. Namun dalam penglihatan ketiga pria ada perbedaan yang terjadi dalam diri pasangan suami istri ini.Keduanya tanpa ucap salam, langsung berdiri di tengah. Mata pasangan suami istri ini memerah. Kiai Masruhat langsung memberi isyarat kepada yang lain dengan memilih tasbih. "Kalian akan tahu akibatnya jika gak serahkan Nikita!"teriak Pras dengan kedua mata melotot. Sementara itu, Esti akan mendekat ke arah Salimah dan buru-buru dihadang oleh Faisal."Minggir, kau!" Teriakan Esti mirip suara pria tua. Ketiga pria langsung paham dengan yang mereka hadapi. Pasangan suami istri ini telah dirasuki Pak Atmo dan pengikut Nyi Dhiwo
Faisal buru-buru memeluk tubuh Salimah lalu berbisik,"Ada yang mencoba mengganggu kita. Dia menyamar sebagai Nikita. Ikuti doa yang Mas ucapkan!".Faisal pun melafalkan Ayat Kursi yang segera diikuti oleh Salimah. Tak berapa lama, muncul penampakan wujud Nikita meski secara samar-samar. "Dia bukan Nikita, Dek. Tetap waspada!" Faisal memegang tangan Salimah dengan erat. Pria ini berzikir dalam hati."Lepaskan aku! Entar aku bantu pulihkan Salimah,"ucap bayangan Nikita tersebut."Kenapa dengan aku?"tanya Salimah dengan ekspresi bingung. Dia merasa sudah sehat dan tidak ada yang aneh dalam dirinya.Faisal mengecup pipi Salimah lalu berbisik,"Dia sengaja menjebaknya kita. Abaikan!""Salimah, roh kamu telah diikat janji oleh Nyi Dhiwot. Janin dalam perutmu adalah untuk persembahan. Dia akan tetap berdiam di rahim, sampai saatnya tiba. Separuh nyawamu untuk dia. Kamu akan jadi budak Nyi Dhiwot karena itu. Kamu gak bisa menolaknya. Aku bisa bebaskan kamu dari ikatan itu. Mau?"Bayangan Niki
Pras yang mulai merasakan bulu kuduknya berdiri lalu berbisik ke telinga Esti. "Sepertinya ada pesan kematian."Esti pun segera menoleh dengan wajah terkejut. "Maksud Mas ...?""Bisa jadi tadi Mbak Salimah melihat malaikat maut yang sedang mengantar jenazah seseorang,"balas Pras dengan wajah yakin."Bisa jadi, itu benar, Mas,"sahut Faisal. "Dek Salimah diberi penampakan ghoib."Salimah masih terisak-isak dalam dekapan Faisal. Akhirnya oleh suaminya diajak masuk ruang perawatan. Sementara itu, Pras dan Esti masih geming menatap ke arah lorong menuju kamar mayat. Mereka syok melihat sosok berpakaian hitam dengan perut terbuka mengucurkan darah segar. Sosok itu Salimah. "Oek! Oek! Oek!"Terdengar tangisan bayi. Sosok dengan jubah berapi yang berkobar keluar dari dalam ruang mayat membawa peti. Suara tangisan bayi semakin tidak terdengar bersamaan dengan hilangnya sosok dengan jubah api. Wanita mirip Salimah masih merogoh bagian perut yang berlubang.Air matanya berubah semerah darah. P
Kiai Masruhat gegas masuk ruangan untuk menghampiri sumber suara. Sementara Pak Rasyid berbicara lirih kepada Faisal. "Tolong, botol diberi tambahan doa.""Baik, Pak." Faisal pun segera membaca doa dalam hati lalu mengambil botol dari balik baju lalu meniup permukaannya sebanyak tiga kali."Tolooong!" Terdengar teriakan lagi. Namun kali ini keluar dari mulut perawat."Tidak ada orang yang mendengar teriakanmu, Cantik! Percuma kamu buang-buang energi! Menurutlah!"ancam Eko ke telinga perawat. Pria ini tidak menyadari jika Kiai Masruhat sedang menghampiri mereka dalam keadaan tanpa wujud."Tolong lepaskan saya! Ada pasien lain yang harus saya cek,"ucap perawat dengan bibir gemetar.Kiai Masruhat langsung mendekat. Perawat tidak mengetahui keberadaannya. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Eko. Pria yang telah dirasuki oleh ruh Pak Atmo, bisa melihat kehadiran Kiai Masruhat."Gak usah ikut campur urusanku!"teriak Eko dengan tawa terkekeh-kekeh khas orang tua. Terang saja, teriakan Ek
"Alhamdulillah. Dengan ini kita bisa menangkap arwah Pak Atmo yang masih gentayangan,"ucap Pak Rasyid sambil menerima botol lalu mengamati beberapa saat. "Semoga setelah ini diamankan, Mbak Salimah tidak bersikap aneh lagi. Moga hubungan rumah tangga yang terjalin bisa harmonis." "Saya mohon maaf, sebelumnya, Pak. Saya berniat untuk mengembalikan Dek Salimah ke Eko, setelah 40 puluh hari usia pernikahan." "Kenapa begitu? Pernikahan itu peristiwa sakral. Gak boleh dibuat main-main." "Iya, saya tahu, Pak. Seharusnya Dek Salimah itu menikah dengan Eko. Mereka telah berniat untuk menikah. Saya hanya perlu menunggu, apakah ada benih tertanam dalam rahim Dek Salimah? Itu saja! Saya akan melanjutkan pernikahan, jika memang Dek Salimah hamil." "Hal ini harus dibicarakan bersama dengan yang bersangkutan dahulu. Bagaimanapun pernikahan adalah sebuah ibadah. Terlebih ini adalah tanggung jawab yang harus diemban. Cinta bisa tumbuh seiring dengan berjalannya waktu, selama kalian berniat men