Kedua bola mata Tasya melotot semerah darah dengan kedua bibir menyeringai. Dia menatap tajam ke arah bodyguard lalu berucap,”Kami mati. Cari jasad kami!”Bodyguard seketika geming menatap Tasya dengan jantung berdetak kencang. Pria ini syok mendengar ucapan dari mulut Tasya. Namun suara yang terdengar adalah milik Nikita. Tiba-tiba dari dalam mulut yang terbuka lebar tersebut muncul belatung berjumlah puluhan.Hewan-hewan ini melata ke wajah Tasya hingga kulit yang tertempel terkelupas mengerikan. Bodyguard merasa ngeri dan langsung lari tunggang langgang. Pria bertubuh kekar panik lalu lari sekencang-kencangnya ke arah pos jaga.Kini bodyguard kembali dengan ditemani seorang sekuriti. Mereka mencari keberadaan Tasya.Tiba-tiba dari arah belakang mereka, terdengar suara desisan disertai angin semilir beraroma melati bercampur bau kemenyan menyengat lubang hidung.Kedua pria menoleh dan langsung tercengang dengan jantung yang berdebar kencang melihat Tasya berdiri kaku. Wanita ini mem
“Nona Hani dari kemarin belum datang, Mak.”“Baiklah. Nanti kalo sudah datang, suruh ke rumah Mak. Saya pulang dulu kalo gitu.”“Ya, Mak. Terima kasih ceritanya.”Wanita tua ini balik badan lalu beranjak meninggalkan rumah besar. Seketika sekuriti terkejut saat melihat Hani tanpa mata memeluk bakul milik Mak Jamu sambil menatap sedih ke arah sekuriti.Pria ini meringis ngeri lalu buru-buru menutup pintu gerbang sekaligus mengembok kembali. Pria ini tidak habis pikir dengan yang terjadi terhadap dua wanita penghuni rumah besar.Kenapa Nona Hani dan Nona Nikita jadi hantu, kalo tidak mati? Itu jelas, mereka mati tidak wajar. Arwahnya jadi gentayangan, batin sekuriti sambil bergidik.Pria ini balik badan menuju pos jaga. Mata pria ini seketika terbelalak melihat tubuh Tasya terbujur di atas bangku panjang dalam pos. Pria ini mendekat ke arah tubuh si wanita. Pria ini mengecek denyut urat si wanita. Ternyata, masih terasa denyut nadi di lengan Tasya. Sekuriti ini pun tersenyum lega.Dua t
Tangan Nikita mengusap kedua mata pria dengan telapak tangan berlumuran darah. Wanita dengan penampilan mengerikan tersebut mencongkel salah satu bola mata miliknya lalu menggenggamkan pada telapak tangan kiri sekuriti.Darah keluar dengan deras dari kelopak yang sudah tidak ada bola matanya. Nikita tersenyum menyeringai dengan dua taring meneteskan darah merah kehitaman.“Pak, kenapa kamu gak menolongku? Padahal aku pengen kabur? Kenapa justru kamu serahkan aku ke Pak Kades kembali? Aku mati karena ulahmu,” ucap Nikita lirih akan tetapi semakin membuat tubuh sekuriti berguncang hebat.“No-Nona, m-maaf.” Pria Tua ini berucap dengan suara gagap.“Hi hi hi hi!” Suara tawa Nikita melengking dengan kedua tangan tiba-tiba telah menggendong bayi berbulu lebat berlumur darah segar. “Lihatlah! Ini anak Pak Kades!”Pria Tua itu pun seketika jatuh tidak sadarkan diri. Pagi harinya, rumah besar jadi geger oleh keadaan sekuriti tua yang siuman dari pingsan dalam keadaan histeris.“Nona, maafkan sa
“Permisi. Kami sedang diburu waktu,”ucap si sopir langsung tancap gas. Tasya yang merasa tidak dihargai lalu berteriak memaki sambil menunjuk-nunjuk mobil jenazah yang secara menakjubkan telah sampai di depan beranda.“Kalian buruan urus itu! Kaga bener!” Tasya memerintahkan dua bodyguard untuk menyusul mobil jenazah.“Siap, Nona!” Kedua bodyguard memberi hormat lalu langsung berlari ke arah rumah.Namun, Tasya dibuat keheranan oleh pergerakan mobil jenazah yang tiba-tiba telah mulai berjalan ke arah kembali. Dari arah dalam rumah, bodyguard dan sekuriti berlari mengejar. Tasya yang punya firasat ada yang tidak beres, segera berlari ke tengah paving untuk menghadang kembali mobil jenazah.“Stop! Siapa kalian? Turun!”teriak Tasya dengan suara nyaring.Teriakan Tasya akhirnya dapat respons dari pengemudi, kaca mobil langsung turun. Dua orang yang sangat dikenal oleh Tasya tersenyum ke arahnya. Si pengemudi yang tidak lain adalah Nikita segera menyapa,“Halo, Tasya! Biarkan kami bawa Pak
“Oek! Oek! Oek!” Tangisannya seketika bergema di seluruh area Bukit Bajul. Sebuah tangisan yang mampu membuat semua pepohonan bergerak tak tentu arah. Semua penghuni hutan pada lari tunggang langgang.“Ya, sudah. Cepat kamu kasih minum. Bapak akan segera melakukan ritual,” ucap Pak Atmo yang lalu mengusap lembut kepala bayi yang berlumuran darah tersebut.“Auuung! Ouuoong!” Lolongan serigala dan anjing liar bergema di atas batu besar.Pak Atmo berjalan naik ke makam keramat. Nikita meniup pintu belajar mobil jenazah dan seketika terbuka. Tubuh Pak RT meluncur masuk ke gudang tua dan langsung terbujur di lantai.Sementara dalam gudang terdapat tiga tengkorak manusia sisa mayat Bon-bon, Jacky dan Bu Lodi. Sementara tubuh Pak Kades masih setengah sekarat dengan luka busuk berbelatung berada di pojok ruangan.Terdengar suara rintihan dari bibir pria tersebut yang separuh sudah membusuk. Pak RT yang pingsan mulai siuman karena bau busuk yang sangat menyengat menusuk lubang hidung.“Auh! Aa
"Semua mati? Pak Kades belum mati. Biarlah anakmu bermain dengan dia,”ucap Pak Atmo yang bersiap akan pergi.Rombongan aneh telah bergerak masuk. Mereka mulai memasukan semua mayat ke keranda, kecuali tubuh Pak Kades yang sengaja dibiarkan sekarat. Sementara Pak Atmo telah berjalan naik ke ujung bukit untuk mempersiapkan lubang kubur keempat mayat.Rombongan ini dipersiapkan untuk melakukan ritual pembangkitan para ruh untuk peresmian anggota baru penunggu Bukit Bajul. Setelah semua jenazah telah dimasukkan keranda masing-masing, rombongan mistis ini bergerak ke arah puncak bukit.Mereka bergerak dipimpin oleh Nikita dan Hani. Seluruh anggota rombongan terbang di antara pepohonan. Saat mereka sampai puncak bukit, keempat liang lahat telah siap untuk mengubur jenazah-jenazah.Mereka masih harus menunggu Pak Atmo selesai melakukan ritual. Banyak sekali hal aneh yang dilakukan orang tua itu bersama teman gaibnya–Nyi Dhiwot–yang terlihat menjijikkan atau bisa dibilang sesat.Malam ini sun
Kalung itu seperti tersangkut sesuatu, dia coba menariknya dengan sekali hentakan, tetapi seperti ada kekuatan yang menarik tangan Pak Atmo masuk ke dalam peti. Bruukk!Pak Atmo pun akhirnya masuk peti. Seorang wanita cantik berbau harum telah menyambut tubuhnya.“Selamat datang di istanaku, Pak Atmo,” ucap wanita cantik.Kedua mata pria tua ini terbelalak sempurna. Sosok yang berada di bawah tubuhnya kini adalah Bu Silvia. Bagaimana bisa dia berada di sini? Tanya Pak Atmo dalam hati.Tiba-tiba semua berubah. Peti berisi perhiasan lenyap, begitu pun sosok Bu Silvia. Sementara itu, Pak Atmo berada di sisi sebuah lubang besar berisi air keruh dan berbau anyir. Cengkeraman tak kasat mata yang menarik tubuh pria tua itu semakin kuat. Dari atas permukaan air yang keruh, dia melihat bayangan makhluk mengerikan sedang menatap tajam. Pak Atmo memejamkan mata untuk menghindari kengerian sembari tetap mempertahankan diri sekuat tenaga, agar tubuh tidak sampai ikut tersedot ke dalam. Tenagany
“Bagaimana aku bisa percaya kalo kamu bukan bagian dari makhluk itu?”“Aku barusan datang. Ini hanya ruh saja karena tubuhnya terjebak dalam kamar rumah Pak Kades. Tolong keluarkan tubuhku! Aku akan membantumu untuk membongkar semua tindak kejahatan Pak Kades.”“Buktikan kalo kau itu Bu Silvia!”“Baiklah!”Tiba-tiba tubuh Pak Atmo terasa panas tak terkira. Beberapa saat tubuhnya kejang dan ada sesuatu yang hangat masuk ke raganya. Kini, tubuh Pak Atmo mulai bergerak tanpa kehendaknya sendiri. Dia beranjak pergi menuju arah cahaya lalu langkah kaki sudah berada di luar gua.Sesaat kemudian, tubuh Pak Atmo mengejang hebat lalu lemas lunglai bersimpuh di tanah. Sekujur badan bagai terserap energinya. Pria tua ini berdiam diri beberapa waktu lamanya.“Tolong bongkar kamar ritual Pak Kades!” Terdengar suara Bu Silvia lagi.Pak Atmo menarik napas dalam untuk mendapatkan oksigen. Berdiam dalam gua pengap, dalam dada berasa sesak dan terhimpit. Perlahan-lahan jalan napasnya mulai longgar. Dia
Aku tahu, ini pasti jebakan dari Pak Atmo dan Nyi Dhiwot, batin Faisal.Samar-samar terdengar suara Kiai Masruhat di telinga Faisal. "Fokus pada niat dan jangan lepas dengan zikir serta doa!""Baik, Kiai,"ucap Faisal dengan suara lirih."Mas Eko ...!" Simbah memanggil dari balik pintu kamar."Iya, Mbah," jawab Eko yang gegas bangkit dari tempat tidur.Seperti ada yang mengendalikan tubuhnya. Faisal ikut duduk dan mengamati perilaku sahabatnya. Eko menghampiri Simbah. Wanita itu berdiri di depan pintu sambil tersenyum. Dia mengelus rambut Eko lalu menyentuh pipi kanannya."Maukah kamu menjadi suamiku?"Eko pun mengangguk dengan ekspresi wajah datar. Pria ini digandeng tangannya oleh Simbah menuju kamar yang berada paling belakang. Faisal buru-buru mengikuti mereka. Ketika sampai depan pintu, bau anyir darah dan busuk bangkai menyapa indra penciuman Faisal.Pria ini mengambil sajadah dari dalam tas ransel lalu memulai salat sunah. Dia memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk m
"Itu buat kamu. Pengantin baru harus minum jamu kuat, biar gak gampang K.O,"balas Eko tidak mau kalah."Nanti Simbah bikinkan untuk kalian. Yang belum nikah, gak perlu khawatir. Simbah bikinkan ramuan agar lekas laku,"ucap Simbah dengan tawa terkekeh-kekeh."Memang ada ramuan kayak gitu, Mbah?"tanya Eko yang jadi penasaran."Ada. Nanti Simbah pijat di titik-titik tertentu agar sumbatannya ilang."Kedua pria ini telah terpengaruh oleh ilmu sihir Simbah. Namun, baik Faisal maupun Eko masih kuat iman dan tidak begitu terpengaruh."Kami selesaikan kerjaan dulu. Setelah itu akan ke rumah Simbah buat minta ramuan,"ucap Faisal kepada wanita tua."Ya, gak apa. Selesai urusan kalian! Setelah itu datang ke rumah Simbah." Tampak ada guratan kekecewaan terukir pada wajah wanita tua. Namun dia memilih untuk bersabar dan tidak mau memaksakan kehendak.Aku harus dapatkan Eko untuk jadi pasangan abadi Nikita, batin Simbah dengan senyum penuh arti."Kebetulan saya orang asli sini. Simbah tinggal di ma
"Biar saya bantu, Mas,"ucap Pak Rasyid yang segera menyulut ujung tali berbahan pelepah pisang dengan korek api. Percikan api membakar ujung tali hingga habis tidak tersisa. Ajaib! Pelepah palem pembungkus tidak tersentuh lidah api sama sekali."Masyaallah! Hanya talinya yang terbakar,"ucap Faisal yang telah mulai membuka pembungkus dibantu oleh Pak Rasyid."Kita baca Al-Fatihah lanjut Ayat Kursi,"saran Kiai Masruhat yang berdiri sambil mengelus-elus pelepah palem pembungkus. "Lahaula wala quata Illa billah!"Pembungkus tersebut bergerak-gerak. Isinya seperti gerakan sesemakhluk yang ingin membuka paksa dari dalam. Faisal memegang cetakan yang terbentang di permukaan luar."Seperti telapak tangan manusia,"ucap Faisal sambil terus melepaskan satu per satu pelepah palem."Memang benar. Isinya yang sedang kita cari,"sahut Kiai Masruhat dengan tersenyum lebar, hingga tampak jelas kerutan yang menumpuk pada sudut bibir sepuhnya."Masyaallah! Apa itu, Kiai?"tanya Faisal yang semakin penasar
Faisal cekatan mengarahkan mobil untuk mendapatkan tempat parkir yang aman. Kebetulan samping rumah Faisal adalah jalan tembus warga desa menuju Bukit Bajul. Jadi banyak Faisal mengarahkan mobil parkir ke arah depan rumah."Ini gubug saya. Mari kita istirahat sebentar sambil minum kopi,"ucap Faisal saat para penumpang mobil telah turun."Kita ngopi setelah selesai tugas, Mas. Sekarang kita langsung menyusul Mas Eko saja. Kasian sendirian,"balas Kiai Masruhat yang langsung direspon anggukan kepala oleh Pak Rasyid.Akhirnya mereka beranjak menuju Bukit Bajul. Beruntung anak tangga menuju bukit telah terpasang lampu penerangan berjarak setiap meter. Jadi mereka lebih nyaman dalam menapaki jalan menanjak. Hawa sedingin es menerpa tubuh mereka. Anging dari puncak bukit menyambut kedatangan keempat pria.Berisik dahan dan rantjng pohon cemara bergesekan ditiup angin. Suara binatang malam bersahutan memecah hening malam. Mereka tidak melihat penampakannya sosok Eko di puncak tangga. Padahal
"Di kampung saya. Menurut rencana setelah ini, Dek Salimah akan saya ajak pulang ke rumah saya. Akan saya ajari sebagai petani dan peternak, Pak, Kiai.""Masyaallah! Semoga membawa berkah, Mas,"timpal Kiai Masruhat.Tak berapa lama, Pras dan Esti datang. Mereka membawa pesanan pengantin baru. Tentu saja, mereka kaget dengan keadaan dalam ruangan yang porak-poranda. Namun dalam penglihatan ketiga pria ada perbedaan yang terjadi dalam diri pasangan suami istri ini.Keduanya tanpa ucap salam, langsung berdiri di tengah. Mata pasangan suami istri ini memerah. Kiai Masruhat langsung memberi isyarat kepada yang lain dengan memilih tasbih. "Kalian akan tahu akibatnya jika gak serahkan Nikita!"teriak Pras dengan kedua mata melotot. Sementara itu, Esti akan mendekat ke arah Salimah dan buru-buru dihadang oleh Faisal."Minggir, kau!" Teriakan Esti mirip suara pria tua. Ketiga pria langsung paham dengan yang mereka hadapi. Pasangan suami istri ini telah dirasuki Pak Atmo dan pengikut Nyi Dhiwo
Faisal buru-buru memeluk tubuh Salimah lalu berbisik,"Ada yang mencoba mengganggu kita. Dia menyamar sebagai Nikita. Ikuti doa yang Mas ucapkan!".Faisal pun melafalkan Ayat Kursi yang segera diikuti oleh Salimah. Tak berapa lama, muncul penampakan wujud Nikita meski secara samar-samar. "Dia bukan Nikita, Dek. Tetap waspada!" Faisal memegang tangan Salimah dengan erat. Pria ini berzikir dalam hati."Lepaskan aku! Entar aku bantu pulihkan Salimah,"ucap bayangan Nikita tersebut."Kenapa dengan aku?"tanya Salimah dengan ekspresi bingung. Dia merasa sudah sehat dan tidak ada yang aneh dalam dirinya.Faisal mengecup pipi Salimah lalu berbisik,"Dia sengaja menjebaknya kita. Abaikan!""Salimah, roh kamu telah diikat janji oleh Nyi Dhiwot. Janin dalam perutmu adalah untuk persembahan. Dia akan tetap berdiam di rahim, sampai saatnya tiba. Separuh nyawamu untuk dia. Kamu akan jadi budak Nyi Dhiwot karena itu. Kamu gak bisa menolaknya. Aku bisa bebaskan kamu dari ikatan itu. Mau?"Bayangan Niki
Pras yang mulai merasakan bulu kuduknya berdiri lalu berbisik ke telinga Esti. "Sepertinya ada pesan kematian."Esti pun segera menoleh dengan wajah terkejut. "Maksud Mas ...?""Bisa jadi tadi Mbak Salimah melihat malaikat maut yang sedang mengantar jenazah seseorang,"balas Pras dengan wajah yakin."Bisa jadi, itu benar, Mas,"sahut Faisal. "Dek Salimah diberi penampakan ghoib."Salimah masih terisak-isak dalam dekapan Faisal. Akhirnya oleh suaminya diajak masuk ruang perawatan. Sementara itu, Pras dan Esti masih geming menatap ke arah lorong menuju kamar mayat. Mereka syok melihat sosok berpakaian hitam dengan perut terbuka mengucurkan darah segar. Sosok itu Salimah. "Oek! Oek! Oek!"Terdengar tangisan bayi. Sosok dengan jubah berapi yang berkobar keluar dari dalam ruang mayat membawa peti. Suara tangisan bayi semakin tidak terdengar bersamaan dengan hilangnya sosok dengan jubah api. Wanita mirip Salimah masih merogoh bagian perut yang berlubang.Air matanya berubah semerah darah. P
Kiai Masruhat gegas masuk ruangan untuk menghampiri sumber suara. Sementara Pak Rasyid berbicara lirih kepada Faisal. "Tolong, botol diberi tambahan doa.""Baik, Pak." Faisal pun segera membaca doa dalam hati lalu mengambil botol dari balik baju lalu meniup permukaannya sebanyak tiga kali."Tolooong!" Terdengar teriakan lagi. Namun kali ini keluar dari mulut perawat."Tidak ada orang yang mendengar teriakanmu, Cantik! Percuma kamu buang-buang energi! Menurutlah!"ancam Eko ke telinga perawat. Pria ini tidak menyadari jika Kiai Masruhat sedang menghampiri mereka dalam keadaan tanpa wujud."Tolong lepaskan saya! Ada pasien lain yang harus saya cek,"ucap perawat dengan bibir gemetar.Kiai Masruhat langsung mendekat. Perawat tidak mengetahui keberadaannya. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Eko. Pria yang telah dirasuki oleh ruh Pak Atmo, bisa melihat kehadiran Kiai Masruhat."Gak usah ikut campur urusanku!"teriak Eko dengan tawa terkekeh-kekeh khas orang tua. Terang saja, teriakan Ek
"Alhamdulillah. Dengan ini kita bisa menangkap arwah Pak Atmo yang masih gentayangan,"ucap Pak Rasyid sambil menerima botol lalu mengamati beberapa saat. "Semoga setelah ini diamankan, Mbak Salimah tidak bersikap aneh lagi. Moga hubungan rumah tangga yang terjalin bisa harmonis." "Saya mohon maaf, sebelumnya, Pak. Saya berniat untuk mengembalikan Dek Salimah ke Eko, setelah 40 puluh hari usia pernikahan." "Kenapa begitu? Pernikahan itu peristiwa sakral. Gak boleh dibuat main-main." "Iya, saya tahu, Pak. Seharusnya Dek Salimah itu menikah dengan Eko. Mereka telah berniat untuk menikah. Saya hanya perlu menunggu, apakah ada benih tertanam dalam rahim Dek Salimah? Itu saja! Saya akan melanjutkan pernikahan, jika memang Dek Salimah hamil." "Hal ini harus dibicarakan bersama dengan yang bersangkutan dahulu. Bagaimanapun pernikahan adalah sebuah ibadah. Terlebih ini adalah tanggung jawab yang harus diemban. Cinta bisa tumbuh seiring dengan berjalannya waktu, selama kalian berniat men