Share

Bab 45

Author: Lyra Vega
last update Last Updated: 2022-07-26 14:01:34

"Selain air susu yang kurang lancar, bisa jadi karena tali pusat Rafka masih basah dan belum terlepas makanya rewel terus. Bayi bisanya cuma nangis, dan kita harus belajar memahami makna dari tangisan itu. Barangkali haus atau lapar, kepengin digendong atau perutnya sakit," jelas Ibuk.

"Betul, Nduk. Kamu dulu juga begitu, bahkan sampai sebulan masih rajin begadang nguji kesabaran orang tuamu ini." Bapak mengupas bawang, membantu Ibuk menyiapkan menu makan malam.

"Masa sih, Pak?" Aku menimang-nimang Rafka yang terlelap berbalut kain bedong.

"Iya. Sampai Ibukmu kurus kering." Lelaki itu terkekeh dan mencolek pinggul Ibuk, berbalas pelototan tajam.

"Gimana gak kurus kering, banyak sekali pantangan makanan. Mbah Utimu benar-benar kolot di jamannya. Gak boleh makan telur, ikan dan protein hewani lainnya. Alasannya, nanti jalan lahir jadi gatal dan memperlambat proses pemulihan. Hari-hari, ibuk cuma makan kuluban (sayur rebus) dan botok tempe semangit (tempe yang hampir busuk)."

Masy
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Lyra Vega
Ini aplikasi gak ada notifikasinya kalo ada komen. Maaf ya kak baru tahu saya
goodnovel comment avatar
Tri Wid
MATOS tempat nongkrong nya aku sama sama suami mbak Thor.............
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DITOLAK OM-OM    Bab 46

    "Masak apa, sih? Harum banget." Sebentuk tangan memeluk pinggangku. Pemilik suara itu menaruh dagu di bahu kananku. "Cuma nasi goreng aja, kok. Bukan sesuatu yang spesial." Nasi dalam wajan telah tercampur dengan aneka bumbu, kol, potongan ayam dadu dan kecap. "Kalau yang masak wanita cantik, pasti jadi lebih spesial." Hmmm. Ceritanya ada bau-bau rayuan, dalam rangka apakah gerangan? Aku mendorong kepala Om Bas dan melepaskan tangan yang menyatu di perut. Gak leluasa eksekusi menu sarapan yang bisa dibilang agak kesiangan. Untuk hari libur, aku gak mau setting alarm pagi-pagi sekali seperti hari biasa. Karena gak perlu masak buat siapin sarapan atau bekal. Bunda Sisy libur kerjaan rumah. "Lihatin Rafka dulu, Yah. Siapa tahu bangun." "Baru ayah tinggal lima menit." Iya. Lima menit buat ngintilin istrinya ke sana sini. Gak bisa diem kaya anak kecil yang gak bisa lepas dari pantat ibunya. "Mending duduk manis di meja makan aja, sambil nunggu telur ceploknya matang." Om Bas nem

    Last Updated : 2022-07-27
  • DITOLAK OM-OM    Part 47

    "Makanan kesukaan Om apa?" Sisy bertanya, entah dari mana tapi tampak berkeringat seperti habis berlari-larian. Si dekil cilik itu menggantikan Jatmiko menemaniku mengobrol. Beberapa kali pertemuan membuatnya tak malu-malu lagi. Lebih tepatnya sok akrab. "Apa aja yang penting gak pedes." "Kalau warna favoritnya?" "Biru dongker." "Kalau artis suka sama siapa?" "Gak ada." "Om suka kopi, ya?" Sisy terus menanyakan hal tak penting khas bocah. Padahal sudah tahu tiap aku ke Malang, minuman yang disajikan sang nenek selalu secangkir kopi dan dia pula yang mengantar. Begitu saja masih dipertanyakan lagi. "Om suka nonton Upin Ipin, gak?" "Apa itu?" "Animasi baru dari Malaysia." "Enggak." "Lucu lho, Om. Jadi mereka itu kembar, tapi aneh aja, kenapa coba kepalanya botak terus gak numbuh-numbuh?" Penasaran, aku mengetikkan keyword Upin Ipin di mesin pencarian google melalui ponsel tercanggih di masanya. Keluarlah informasi yang kubutuhkan. Termasuk dua karakter kembar identik berke

    Last Updated : 2022-07-28
  • DITOLAK OM-OM    Bab 48

    Hallo semuanya! Cerita ini adalah sekuel My Lovely Om, ya. Ada Om Bas sama Sisy gak, Thor? Ada, dong, tapi bukan sebagai tokoh utama, ya. Cuma jadi cameo aja. Yang udah pernah baca prekuel-nya pasti tahu, dong siapa Evan dan Erin? Nah, ini tentang kisah mereka ya. Kok bisa jadian? Gimana ceritanya? Happy reading! ____~Cara paling ampuh menunjukkan bahwa kita sudah move on dari mantan adalah dengan mengundangnya ke pesta pernikahan kita~Erin quote__________"Akhirnya dia datang juga." Aku menggumam di sela menyalami tamu undangan. Mataku terpusat di satu titik--pada pria berkemeja batik baru saja memasuki ballroom resepsi pernikahan bernuansa serba putih ini. Dari kejauhan saja aku hafal postur tubuhnya. Juga senyum khas yang ditebarkan untuk orang-orang di sekeliling, termasuk untuk wanita bergaun couple yang menggamit lengan pasangannya penuh mesra. Ingin mengumpat, tapi gak sinkron dengan gaun peach menjuntai indah ini. Aku terlalu cantik jika harus melakukan itu, sekalipun

    Last Updated : 2022-07-30
  • DITOLAK OM-OM    Bab 49

    "Maksud kamu apa?" Aku bangkit dan mengebaskan debu-debu yang menempel di celana dan lengan. Apa nanti kata klien yang ingin kutemui lihat casing Erin lebih mirip orang stress gini? Rambut acak-acakan, gak pakai sendal atau sepatu, keringat mengucur dan menghapus sebagian riasanku. "Jujur aja, Mbak! Mbak mau b u n u h d i r i, kan?" Cowok lancang itu ikut berdiri dan menggulung kemeja hingga siku. Seperti sedang berancang-ancang kalau aku akan melompat ke dasar sungai. "Sudah lancang, sok tahu lagi. Kamu pikir sungai dangkal kaya gitu bisa bikin aku langsung mati?" Dia melihat ke bawah mengamati apa yang kutunjukkan. Air yang mengalir gak seberapa, hanya ada di bagian tengah saja. Seakan bisa mengira-ngira kedalaman sungai, pemuda berkulit putih itu menggaruk tengkuk dan tersenyum khas orang kena zonk. "Maaf, tapi ngapain Mbak naik-naik ke besi pembatas segala?" "Mau ambil HP yang jatuh di situ. Bisa minta tolong, nggak?" Tadi saja heroik banget kaya pahlawan yang berhasil men

    Last Updated : 2022-08-01
  • DITOLAK OM-OM    Bab 50

    "Kamu yakin udah pikirin ini baik-baik, Rin?" Vanya menepuk pelan bahuku, tersirat ketidakrelaan di sepasang mata ber-softlens biru itu. Jika aku benar-benar resign, orang pertama yang akan merasa kehilangan pastilah wanita ini. Teman sebangku sejak SMA, juga karibku di kampus yang sama. Banyak ritme hidup yang kami lalui bersama termasuk walk interview di perusahaan ini yang menempatkan kami dalam satu divisi. Hanya garis jodoh saja yang datangnya tidak bersamaan. "Yakin banget." Aku mengeluarkan amplop putih berisi surat pengunduran diriku. "Rin, tapi aku ngerasa ini gak adil. Bisa gak masalah perasaan dipisahin aja dengan jenjang karier impianmu?" "Maunya juga gitu, Van. Tapi aku gak ada pilihan, jika terus menerus berada dalam circle di mana masa lalu selalu lancang dan ikut campur di dalamnya, makin susah buat aku untuk move on. Satu-satunya cara adalah keluar dari semua itu. Please, ngertiin aku, ya! Bukannya kamu seneng kalau aku bisa cepat move on?" "Iya, tapi aku belum

    Last Updated : 2022-08-03
  • DITOLAK OM-OM    Bab 51

    "Suamimu belum dateng, Van?" tanyaku. Pemilik wajah tirus itu gelisah, berkali-kali memeriksa ponsel diiringi gerutuan panjang. "Masih nganterin mami mertua belanja katanya. Padahal ada anak yang lain loh, Rin. Gak tahu kenapa kok manjanya sama Mas Rio." "Jadi ceritanya cemburu sama mertua sendiri?" "Ya gak gitu tapi ... entahlah. Sejak aku disinggung-singgung supaya cepat hamil, gak tahu kenapa jadi sebel gitu. Ya kali hamil bisa di-setting semau kita." Inikah realita? Dulu, waktu Rio dan Vanya masih berstatus pacaran, antara calon menantu dan calon mertua bisa dibilang sangat dekat. Sering belanja dan jalan bareng malah, sudah seperti ibu kandung sendiri. Sialannya, itu semua mengingatkanku pada kedekatanku dengan mamanya Bas kala itu. Selalu saja ada sesuatu yang membuat diri ini menoleh ke belakang di mana masa lalu masih membayang. Akhir-akhir ini Vanya sering mengeluhkan sikap sang mertua. Aku cuma bisa menghiburnya dengan kata 'sabar'. Mau kasih solusi bagaimana selain me

    Last Updated : 2022-08-04
  • DITOLAK OM-OM    Bab 52

    Biasanya batinku langsung teriak 'bullshit' jika fisik luarku dipuji terang-terangan. Namun ini aneh, aku sama sekali gak keberatan dengan itu. Aku gak merasa bahwa itu sebuah rayuan. Evan menyaksikan secara nyata bagaimana versi Erin yang waktu itu dekil dan berantakan. "Udah lama tinggal di Surabaya?" Usia cowok di depanku ini mungkin selisih banyak denganku. Bisa jadi jauh di bawahku. Namun, pancaran meneduhkan itu bikin aku gak baik-baik saja. Sepersekian menit timbul lagi suasana kaku. Harus menggali bahan obrolan seru ini biar kembali hangat seperti beberapa saat lalu. "Lumayan, dari kuliah sampai sekarang." "Ooh." "Mbak sendiri?" "Sedari lahir udah di Surabaya." "Iya, saya sudah tahu sedikit banyak tentang Mbak dari Om Hadi." "Oh, ya!" "Hmmm." Pasti ulah papa ini, aku gak begitu dekat dengan sahabat-sahabat beliau. Hanya beberapa kali bertemu dalam jamuan makan malam menemani papa jika Mama berhalangan hadir. Biasalah, Pak tua itu memang rajin menceritakan keempat ana

    Last Updated : 2022-08-08
  • DITOLAK OM-OM    Bab 53

    "Van, kamu ngapain aja, sih, di toilet? Lama banget." Aku gak kasih kesempatan Vanya ngomong duluan begitu panggilanku tersambung ke nomornya. "Sorry banget, Rin. Ini juga aku mau nelpon kamu. Jadi tadi pas aku mau keluar toilet, tiba-tiba Mama mertua nelpon aku, katanya gak enak badan gitu. Aku panik, dong, takutnya kenapa-kenapa. Makanya aku buru-buru pulang sampai gak sempat hubungin kamu, Rin. Sorry, ya!" Jujur, aku ingin marah, nangis dan teriak-teriak. Padahal aku butuh bahu untuk menopang kepala. Butuh seseorang yang mau menampung semua curahan hati. Menginginkan sosok penenang gejolak setelah tanpa sengaja aku bertemu dengan seseorang yang menggugah kenangan dari celah gak terduga. Sakit sekali, Van. "Oke, aku ngerti, kok. Bye ..." Gak tega menyalahkan Vanya jika alasannya demikian. Mertua sama halnya dengan orang tua kita. Sedekat-dekatnya kami sebagai sahabat, aku tetap orang lain. Sudah menjadi keharusan kalau Vanya lebih memprioritaskan sang mertua. Aku menyeret lang

    Last Updated : 2022-08-10

Latest chapter

  • DITOLAK OM-OM    Bab 62

    "Mama sama Papa pulang, ya! Kalau Evan macem-macem bilang sama Mama." Ibu mertua memelukku penuh sayang. "Iya, Ma." "Jaga istrimu baik-baik! Sekarang kamu sudah jadi suami, tanggung jawabmu makin besar, jangan petakilan dan main-main gak jelas lagi." Tetap Evan yang diwanti-wanti, dikasih wejangan dengan nada penuh ancaman baik dari sang Mama maupun Papa. "Siap, Komandan!" Masih saja cengengesan di saat yang lain tenggelam dalam haru. "Pak, Bu, kami pamit pulang. Jangan segan-segan menegur anak kami jika dia salah langkah dan arah. Bimbing dia supaya bisa menjadi suami dan calon ayah yang baik." Kedua mertuaku menyalami sang besan. "Insya Allah, Pak, Bu. Terima kasih telah menyempatkan diri mampir ke sini," ucap Papa mewakili keluargaku. "Cici, kamu gak tinggal di Surabaya aja?" Gadis yang sekarang resmi jadi adik ipar masih menggelendot manja di lenganku, lebih manja ke aku daripada kakak kandungnya sendiri. Kami hanya beberapa kali bertemu sebelum acara pernikahan. Namun, akt

  • DITOLAK OM-OM    Bab 61

    Pagiku kini berbeda, biasanya akan terbangun dengan bunyi alarm, atau memang otakku telah tersetting sedemikian rupa oleh kebiasaan sehingga tanpa adanya alarm pun aku pasti terbangun di jam yang sama. Gak peduli tidur larut atau enggak, tetap gak ada pengaruhnya. Aku gak langsung berolahraga atau gegas mandi, tapi hari ini aku seperti mendapatkan dispensasi atas apa yang terjadi semalam. Masih ingin bermalas-malasan dengannya, memanfaatkan cuti yang gak seberapa lama dengan bercengkerama. Evan masih terpejam, mendengkur halus dengan napas teratur. Tanganku terulur menjangkau wajah tampan itu kemudian mengusapnya perlahan. Semalam pasti melelahkan untuk kami, terutama untuknya. Gejolak muda telah terlampiaskan dengan begitu indah bermandikan peluh. Kelopak mata yang tersentuh oleh tanganku mengerjap. Lengkungan di kedua sudut bibirnya begitu hangat hingga merasuk ke dada ini. "Dicium juga boleh," ujar lelaki yang telah memiliki jiwa dan ragaku seutuhnya. Aku tersadar jika jemarik

  • DITOLAK OM-OM    Bab 60

    "Gimana? Sudah sesuai dengan ekspektasi kamu?" Evan menemaniku melihat-lihat interior ruko hasil rancangannya setelah diisi lengkap dengan furniture. Proses finishing mundur satu bulan dari target karena beberapa kendala. Di lantai dua, aku memindai tiap sudut ruangan yang sebagian kecil adalah request-ku sendiri termasuk pemilihan cat dan wallpaper dinding kamar. "Oke, aku suka, kok." Puas menjelajah tiap sudut lantai dua, lanjut ke lantai tiga yang sengaja dikhususkan untuk bersantai. Ada kolam renang kecil, tempat gym dan juga taman minimalis yang difungsikan sebagai area hijau roof top. "This is you're dream, right?" Lelaki berstatus calon suami itu merentangkan tangan seperti mempersembahkan sebuah pertunjukan. "Hmmm." Aku menepi ke tembok pembatas setinggi dada orang dewasa, berdiri menghadap langit barat Surabaya. Sekarang benar-benar terwujud bersamaan dengan view keemasan kala senja. Juga dengan dia--pria tampan yang nantinya akan jadi sandaran kepalaku ketika sama-sa

  • DITOLAK OM-OM    Bab 59

    "Sudah, Mbak. Aku gak mau denger lagi pertanyaan yang selalu kamu ulang-ulang. Kamu yakin, gak? Kamu benar-benar yakin? Aku bosen, sumpah. Ini terakhir kalinya aku menjawab kalau aku sangat-sangat yakin ingin menikahimu ... segera. Paham!" Aku gak bisa lari ketika Evan mengunciku dengan tatapan tegasnya. Celah mana yang ingin kamu jadikan alasan, Erin? Kurang keras kah usahanya mencairkan bekunya rasamu? Bukti apa lagi yang kamu inginkan agar dia bisa leluasa memasuki singgasana hatimu kemudian mengizinkannya menetap di sana? "Kenapa harus segera, Van? Kaya married by accident aja." "Akan terjadi accident beneran kalau kamu sengaja mengulur-ulur waktu." Evan mencondongkan wajah, aku mundur hingga punggungku terdesak ke pintu mobil. Teringat ciuman spontan waktu di Malang, refleks kudorong dadanya hingga kepala pemuda itu terantuk jendela kaca samping pengemudi. Aku puas dia meringis dan mengelus-elus belakang kepala. "Masih berani ngancam?" "Ngeri kamu, Mbak. Mau dikasih enak ma

  • DITOLAK OM-OM    Bab 58

    "Mbak suka yang mana?" tanya Evan. Ada puluhan model cincin tunangan yang berjajar di kaca etalase toko perhiasan bernama Sofia's Jewelry. Bocah gemblung itu memang anti basa-basi. Jika memiliki keinginan tertentu pokoknya harus terlaksana segera. "Bahkan kamu belum bilang apa-apa sama Papa, Van. Apa ini gak lucu?" Gak tahu apa yang ada di kepala bocah ini. Bagiku semuanya serba instan, pertemuan kami, ketertarikan Evan, caranya mendekatiku hingga luluh. Lalu sekarang tahu-tahu sudah mengajak berburu cincin tunangan. "Aku yakin papamu pasti setuju, Mbak. Nanti begitu sampai Surabaya, aku pasti langsung ngobrolin ini sama keluarga besar Mbak." "Van--""Udah, jangan kebanyakan mikir. Buruan pilih yang mana." "Terserah kamu aja, Van." Ada model emas polosan, berhias permata, batu safir dan masih banyak model lainnya. "Enggak bisa, pokoknya harus pilih sendiri and follow your heart. Aku gak suka kata 'terserah'. Takut ngedumel di belakang." "Serius, Van. Pilih aja sesuai feeling d

  • DITOLAK OM-OM    Bab 57

    "Coba ulangi, Mbak!" Evan memiringkan kepala, sengaja mendekatkan telinganya ke bibirku. Ngelunjak memang. "Iya, Van, iya. Puas?" Gak peduli Cici akan terbangun atau enggak. Aku berteriak dan mungkin gendang telinga Evan pecah kali ini. Dia menggosok-gosok daun telinganya dan ngedumel gak jelas. Rasakan! Siapa suruh iseng. Namun itu gak berlangsung lama, aku menyaksikan sebuah selebrasi menggelikan setelahnya. Laki-laki yang baru saja kuterima cintanya melompat-lompat sambil mengepalkan tangan. Berkali-kali mengucap yes-yes. "Tapi aku belum puas kalau belum sah, Mbak," ucapnya, di sela mengatur napas yang ngos-ngosan sehabis jejingkrakan. "Tapi awas ya, kalau sampai kamu sebarluaskan berita ini. Termasuk ke Vanya. Dan jangan sekali-kali posting status apapun di sosmed tentang ini." "Kenapa?" "Kamu udah tahu jawabannya." Pancaran tegas dan kadang meneduhkan itu sedikit meredup. Kedua tangannya mencengkeram besi pembatas balkon. Bukannya aku gak mau mengakuinya, tapi aku takut j

  • DITOLAK OM-OM    Bab 56

    "Santai aja, Mbak. Gak usah tegang." Evan menutup pintu mobilnya, lalu menarik tanganku ke sebuah bangunan modern klasik berlantai dua. "Kamu yang santai, Van. Aku enggak bakalan ilang." Kulepas genggamannya yang hangat, seketika detak jantungku kembali normal. Dia gak tahu irama menyebalkan itu cukup mengganggu. "Evan!" seru seseorang, setelah daun pintu ditarik ke dalam. Wanita berambut keriting sebahu memeluk erat pemuda itu. Erat sekali seperti seakan semua rindu tumpah di sana. Seolah dia pernah bepergian ke suatu tempat, lalu kembali setelah bertahun-tahun. "Kangen banget ya, Ma?" Evan lebih erat membalas. "Iyalah. Biasanya seminggu sekali pulang, ini enggak. Mentang-mentang sudah nemu--" "Oh, ya, Ma. Kenalin, ini wanita cantik yang pernah Evan ceritain ke Mama." Pelukan terurai dan dengan lancangnya tangan Evan merangkul leherku. Cerita apa saja dia ke ibunya? "Oh, jadi kamu yang namanya Erin? Cantik sekali. Real pict seperti di foto-foto yang sering dikirim Evan." "I

  • DITOLAK OM-OM    Bab 55

    "Semudah itu papa kasih izin Evan?" Terpaksa aku prepare juga pagi ini. Aku kalah telak dengan pendukung cowok cute itu. Papa, Mama dan Vanya bersekongkol meluluhkanku dengan sejuta cara. "Dia meminta izin dan bicara baik-baik sama papa. Papa cuma bisa kasih semangat, sekalian ingin melihat bagaimana cara dia berjuang mendapatkan cinta Erin yang kerasa kepala. Berani juga anak itu." Lelaki itu duduk di tepi ranjang, menungguku bersiap-siap karena sebentar lagi Evan menjemput. "Sekarang papa pasrah, ya?" Aku tertawa kecil menggodanya, mengingat pria-pria rekomendasi papa yang pernah kutolak sebelum ini. Dari kesemua lelaki tersebut, aku tahu papa sudah menyelidiki dulu latar belakang masing-masing. Gak mungkin asal walaupun bisa dikatakan aku begitu terlambat menemukan pasangan. "Bukan pasrah, tapi ingin mengikuti apa yang terbaik menurut kamu karena yang akan menjalani adalah kamu. Soal Evan ... menurut papa, dia memiliki daya tarik kuat. Bisa kamu lihat dari niat baiknya, keber

  • DITOLAK OM-OM    Bab 54

    Aku tertawa, tepatnya menertawakan diri sendiri. Menyedihkan, bukan! Bahkan sekarang aku sedang dihibur oleh lelaki muda dengan gombalannya. Gombalan yang sering kulihat di acara komedi talk show atau cuplikan video singkat di sosmed. Evan berhasil, melebur sakitku, kecewaku juga sedihku dengan caranya meski di balik semua itu batinku meronta-ronta. "Ada yang lucu, Mbak?" Pertanyaan yang membuatku menghentikan tawa ini. Bukankah dia pencipta mood booster itu? Lawakan khas anak muda ketika iseng merayu wanita-wanita di sekitarnya. Kenapa dia malah datar saja? "Maaf, Van. Aku terbawa suasana dan gak bisa nahan tawa." "Jadi, Mbak pikir aku sedang becanda?" "Loh, terus?" Apa ini sebuah kode tertentu, kode lelaki terhadap perempuan yang memiliki kepekaan tinggi. Masa depan Mbak sudah ada di sini katanya. Apa itu artinya dia sudah berani melangkah lebih jauh? "Mungkin terlalu cepat dan begitu konyol di mata Mbak. Tapi jujur, apa yang sedang kurasakan ini gak salah. Serius!" Pramusaj

DMCA.com Protection Status