“APA!!??” seru Wisnu terkejut.
Ratih yang berada dalam rengkuhan Derryl tidak kalah kagetnya. Dia spontan menoleh ke arah Derryl dan dengan mata terbelalak melihat ke arahnya.
Tak lama kemudian terdengar tawa berderai keluar dari bibir Wisnu. Tentu saja Ratih makin bingung, hanya Derryl yang terlihat tenang kali ini.
“Jadi ... jadi kamu selingkuhannya istriku,” imbuh Wisnu kemudian.
Ratih tidak terima dengan ucapan Wisnu. Ia memelotot ke arah Wisnu dan berusaha melepaskan rengkuhan Derryl di pinggulnya.
“Kamu jangan sembarangan ngomong, Mas. Aku dan dia ---“
Belum sempat Ratih membela diri, Derryl sudah memotong pembicaraannya. “Kalau iya, kenapa? Apa tidak boleh? Ratih masih cantik dan menarik di mataku. Apa aku tidak boleh menyukainya?”
Ratih semakin tercengang mendengar ucapan Derryl. Sementara Wisnu tampak kesal mendengar ucapan pria tampan yang usianya lebih muda darinya ini. Wisnu berdecak sambil tersenyum miring menatap Derryl.
“Oke, terserah. Asal jangan menyesal saja, dia itu mandul,” tandas Wisnu dengan kasar.
Ratih hanya diam, menunduk sambil menahan sesuatu yang siap luruh keluar dari sudut matanya. Derryl ikut terdiam tampak melirik Ratih sekilas yang berdiri tak jauh darinya.
“Tak masalah. Aku sudah menyukainya dan aku sama sekali tidak mempermasalahkannya.”
Wisnu berdecak kembali melihat ke arah Ratih dengan jengkel.
“Pantas saja dia minta cerai dariku, ternyata dia punya selingkuhan. Sepertinya bukan aku yang bersalah seratus persen dalam hal ini. Kamu sudah merencanakan sesuatu di belakangku, Ratih.”
Ratih mengangkat kepala dan menatap penuh amarah ke arah Wisnu.
“Maksudmu apa, Mas? Kamu gak ngerti. Aku dan Pak Derryl ---“
“CUKUP!!” Derryl kembali memotong pembicaraan Ratih dan tentu saja Ratih kesal dibuatnya.
“Sudah malam. Sudah waktunya kita pulang, Sayang,” lanjut Derryl sambil menyambar tangan Ratih dan menggandengnya.
Ratih hanya bengong menatap Derryl dengan tatapan tak percaya. Sementara Wisnu semakin geram melihat kelakuan Derryl dan Ratih. Dua insan beda jenis itu seakan sengaja memanasinya kali ini. Derryl langsung mengajak Ratih berlalu begitu saja darinya, tentu saja hal ini membuat Wisnu semkain geram.
“Sialan!! Dasar Mandul!! Tukang selingkuh!! Beraninya kamu mengatai aku selingkuh padahal kamu melakukan hal yang sama juga. Berengsek!!” maki Wisnu kesal.
Ratih pura-pura tidak mendengar apalagi Derryl sudah menarik tangannya semakin menjauh. Dia bahkan tidak mendengar umpatan dan cacian apa lagi yang keluar dari mulut Wisnu. Malam ini untuk kedua kali hati Ratih terluka. Lagi-lagi mantan suaminya itu mengolok dengan sebutan yang menyakitkan.
“Kamu baik-baik saja?” sebuah pertanyaan tiba-tiba tercetus dari bibir Derryl.
Mereka sudah di dalam lift dan sama-sama terdiam kini. Ratih hanya terdiam sambil menundukkan kepala. Kemudian matanya melirik tangan Derryl yang masih menggenggam tangannya. Sepertinya Derryl tahu lirikan Ratih, gegas dia melepas genggamannya.
“Maaf ... aku hanya berusaha menolongmu tadi,” imbuh Derryl.
“Iya. Terima kasih, Pak. Namun, seharusnya Bapak tidak perlu mengaku sebagai selingkuhan saya juga tadi.”
Derryl tersenyum mendengar bentuk protes Ratih. Perlahan Ratih mengangkat kepala dan melihat pria tampan di sampingnya ini sedang tersenyum manis.
“Kenapa? Kamu keberatan jadi selingkuhanku? Padahal kita sudah melalui malam yang indah kemarin.”
Seketika mata Ratih terbelalak kaget dan tanpa diminta semua bayangan aneh tentang kejadian malam yang menegangkan terlintas di kepalanya. Buru-buru Ratih menghindar dari tatapan Derryl dan menunduk dengan cepat.
Derryl hanya mengulum senyum sambil berulang menggelengkan kepala melihat sikap Ratih yang menggemaskan.
“Kamu masih cantik dan menarik, rasanya pantas jika kamu mencari pria yang lebih baik dari suamimu itu. Tidak perlu berkecil hati dan rendah diri seperti itu. Aku rasa dia yang menyesal karena sudah melepaskanmu.”
Ratih hanya terdiam mendengar ucapan Derryl. Mengapa juga pria yang lebih muda darinya ini pintar sekali menasehati bahkan dia lebih dewasa dibanding Wisnu, suaminya.
“Terima kasih, Pak sudah menghibur saya. Namun, sungguh apa yang Bapak lakukan tadi malah membuat runyam masalah saya.”
Derryl berdecak sambil melipat tangannya di depan dada.
“Runyam kenapa? Aku dengar tadi kamu ingin cerai. Aku rasa aku malah membantumu mempercepat prosesnya.”
Ratih tercengang, menoleh ke arah Derryl dengan mata terbelalak.
“Kenapa? Mau berterima kasih padaku?” lanjut Derryl.
Tidak terdengar sebuah suara dari bibir Ratih. Dia sangat kesal kali ini. Ratih yakin, Wisnu akan terus mengolok dan menuduhnya yang tidak-tidak. Namun, tanpa sadar Ratih membenarkan ucapan Derryl kalau pada akhirnya Wisnu akan marah padanya dan mempercepat proses perceraian mereka. Ratih tiba-tiba mengulum senyum dan Derryl melihatnya.
“Kenapa tersenyum? Apa kamu sudah menyadari kalau tindakanku tadi menolongmu?”
Ratih kembali tersenyum dan menganggukkan kepala.
“Iya, terima kasih, Pak. Maaf, tadi saya sempat salah sangka.”
Derryl hanya manggut-manggut sambil tersenyum. Pintu lift terbuka, Derryl dan Ratih berjalan keluar beriringan. Kemudian siap berpisah saat di parkiran.
“Kamu mau ke mana?” tanya Derryl tiba-tiba.
Ratih menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Derryl.
“Pulang, Pak. Saya meninggalkan mobil saya kemarin di sebuah restoran dan sekarang akan mengambilnya ke sana.”
“Hmm ... jadi mobilmu sudah ketemu?”
Ratih tersipu dan mengulum senyum malu-malu sambil menundukkan kepala. Ia jadi teringat pertemuannya dengan Derryl kemarin juga bermula karena salah masuk mobil.
“Bagaimana kalau aku antar? Kebetulan aku lapar ingin makan malam sekalian di sana.”
“Eng ... Bapak tidak perlu serepot itu. Saya bisa naik taxi online,” tolak Ratih.
“Aku tidak repot. Bukankah aku sudah bilang kalau sekalian mau makan malam di sana. Selain itu bukankah mulai sekarang kamu jadi tanggung jawabku.”
Seketika Ratih terkejut mendengar ucapan Derryl. Bahkan kedua mata bulat Ratih terbelalak kaget mendengarnya.
“Mak—maksud ... Bapak ---“
Derryl menghela napas panjang kemudian menatap Ratih dengan intens.
“Aku hanya tidak ingin terjadi sesuatu pada buah hatiku.”
Ratih semakin terkejut mendengar ucapan Derryl. Ia terbelalak kembali sambil membuka mulut melihat ke arah Derryl. Derryl hanya tersenyum, menghentikan langkah berdiri sejajar di depan Ratih. Kemudian tersenyum sambil berkata dengan tutur kata yang sangat lembut sembari menunjuk perut Ratih dengan telunjuknya.
“Maksudku ... aku tidak ingin terjadi sesuatu pada calon buah hatiku di dalam sana.”
“Maksud Bapak, saya hamil,” seru Ratih dengan mimik terkejut.Derryl tidak menjawab hanya mengendikkan bahu sambil berjalan menuju mobilnya. Ratih hanya diam menatap dengan jengkel pria yang berusia lebih muda darinya ini berlalu begitu saja di depannya.“Ayo, masuk!! Aku gak mau kena sakit maag gara-gara telat makan,” ujar Derryl. Dia sudah masuk ke dalam mobil dan kini melonggokkan kepala keluar dari jendela mobil memanggil Ratih.Ratih menghela napas panjang kemudian menggelengkan kepala. “Eng ... terima kasih, Pak. Saya naik taxi online saja.”Derryl berdecak sambil menggelengkan kepala kemudian tiba-tiba keluar mobil dan berjalan menghampiri Ratih yang berdiri tak jauh dari mobilnya.“Apa kamu ingin aku bukakan pintu mobil?” Sontak Ratih menoleh ke arah Derryl dan menggeleng dengan cepat.“Enggak, bukan begitu, Pak.”“Gak perlu malu. Aku tahu, kok menjadi pria gent
“Kamu mau ke mana?” tanya si Pemilik tangan.Ratih melirik sekilas dan melihat Derryl sedang berdiri di belakangnya sambil menyentuh bahunya. Ratih menghela napas panjang, merasa lega saat tahu bukan Wisnu yang sedang mencegat langkahnya.“Saya ... saya mau ke toilet, Pak,” jawab Ratih lirih.Derryl hanya manggut-manggut kemudian mengizinkan Ratih melangkah pergi meninggalkannya. Sementara dia sendiri kembali duduk di tempatnya tadi. Sedikit bergegas Ratih masuk ke dalam toilet. Ia terpaksa bohong kali ini. Ratih tidak mau Derryl tahu apa yang sedang dialaminya saat ini.Ratih menarik napas panjang sambil menatap pantulan bayangnya di depan cermin dekat vanities di toilet restoran tersebut. Toilet di restoran tersebut mempunyai dua bilik dan keduanya tampak tidak ada yang memakai sepertinya Ratih sedikit lega kali ini.“Aku harus kembali dan tidak boleh membuat Pak Derryl curiga,” gumam Ratih.Memang sudah
“Sudah puas?” tanya Derryl sambil mengurai pelukannya.Ratih mengangguk sambil tersenyum kemudian mengambil beberapa tisu dan menyeka air matanya.“Syukurlah, jadi kamu bisa mengemudikan mobilnya dengan baik kali ini,” lanjut Derryl.Ratih kembali mengangguk. Derryl ikut mengangguk kemudian sudah bersiap keluar dari mobil Ratih. Ratih mengikuti bos barunya itu keluar mobil dan berdiri di samping mobilnya.“Bapak mau langsung pulang?”“Iya. Sudah malam. Kamu juga harus pulang. Aku tidak mau kamu besok datang terlambat gara-gara pulang larut malam.”Ratih hanya tersenyum cengengesan mendengar ucapan Derryl.“Apa Bapak sudah hapal jalan pulangnya?”Derryl menghentikan langkahnya dan membalikkan badan menoleh ke arah Ratih sambil tersenyum.“Kamu mau mengantarku pulang?”Buru-buru Ratih menggeleng dengan cepat. Entah mengapa tanpa diminta bayangan
“HAH!!?”Mata Ratih terbelalak kaget sementara mulutnya sudah terbuka lebar. Ia sangat terkejut saat Derryl mengatakan dengan santai tentang ajakan kencannya.“Bapak sedang bercanda, ‘kan?” lanjut Ratih.“Apa wajahku terlihat bercanda sekarang?” Derryl menunjuk wajahnya dengan telunjuk dan menatap tajam ke arah Ratih.Ratih hanya diam, buru-buru menunduk dan bergegas bangkit. Kenapa juga bos barunya ini bersikap makin aneh padanya. Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu di malam itu dan Derryl bertingkah seolah ingin bertanggung jawab atas diri Ratih kali ini.“Aku tunggu jam 12 di ruanganku nanti,” ucap Derryl kemudian. Dia sudah bangkit kemudian berlalu pergi begitu saja mendahului Ratih yang masih tertegun di tempatnya.“Apa memang telah terjadi sesuatu antara aku dan dia di malam itu?” gumam Ratih pelan.Kemudian wanita berwajah manis itu melirik ke arah perutnya.
“Ayah ... .” Lirih Ratih bersuara.Ia sangat terkejut saat melihat Pak Samudro, mantan mertuanya berada di tempat ini.“Tepatnya mantan ayah, Ratih. Kamu lupa kalau Wisnu sedang mengurus perceraian kalian,” sahut Pak Samudro.Ratih hanya diam dan menganggukkan kepala. Ia tidak lupa, bagaimana mungkin ia bisa melupakan perceraiannya. Bukankah dia yang lebih menginginkan hal itu, bukan Wisnu. Hanya saja Ratih masih menjaga tata krama dalam berinteraksi dengan orang yang lebih tua.“Siapa, Pak?” tanya seorang wanita.Sepertinya wanita itu salah satu relasi bisnis Pak Samudro. Perempuan paruh baya itu terus menatap Ratih tanpa kedip. Memindainya dari ujung rambut hingga ke ujung kaki seakan sedang mencari cela pada Ratih.“Dia mantan menantuku. Mandul, makanya dicerai anakku,” jawab Pak Samudro.Entah mengapa pria paruh baya itu sengaja mengeraskan suaranya saat menyebut kata ‘mandul&r
“Sa—saya ... saya baik-baik saja, Pak,” ucap Ratih terbata.Wanita berwajah manis itu berusaha tegar dan melupakan apa yang baru saja dialami di resto tadi. Sementara Derryl hanya diam, meliriknya dengan tajam membuat Ratih risih dibuatnya. Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya Derryl bersuara.“Oke, baiklah. Maaf, bukan maksud saya untuk mencampuri urusanmu.”Ratih hanya manggut-manggut paham dengan maksud ucapan bosnya. Dia kembali fokus mengamati lalu lintas di depan sana. Hingga selang beberapa saat, mobil yang mereka tumpangi sudah masuk ke parkiran kantor.Ratih sudah bersiap turun, tapi Derryl menahan tangannya membuat wanita manis itu urung membuka pintu mobil dan menoleh ke arah Derry.“Sekali lagi aku ucapkan terima kasih mau menemani kencan makan siang bersamaku,” ucap Derryl.Ratih hanya mengangguk sambil tersenyum. “Iya, Pak.”Kemudian Derryl turun lebih dulu dengan
Ratih tersenyum menyeringai kemudian langsung mengarahkan ponsel yang sedari tadi dia bawa dan dengan cekatan mengambil beberapa kali gambar dua insan dalam keadaan polos itu.“Ratih!! Kamu apa-apaan?” Wisnu bergegas bangkit sambil menutup bagian bawah tubuhnya dengan kain seadanya.“Aku hanya mengumpulkan bukti untuk mempercepat proses perceraian kita.” Ratih terus tersenyum.Sementara wanita patner bercinta Wisnu itu hanya duduk terdiam di atas kasur sambil menutupi tubuhnya dengan sisa selimut yang tersisa.“Jadi tidak hanya dengan Fani kamu melakukannya. Bahkan asisten rumah tangga kita kamu embat juga?”Wisnu berdecak sambil menggelengkan kepala.“Aku pria normal, Ratih. Kamu pergi meninggalkan aku dan Fani sedang sibuk dengan pekerjaannya. Wajar jika aku menuntaskan hasratku dengan Sumi, lagian Sumi juga tidak keberatan. Kami melakukannya atas dasar sama-sama suka,” bela Wisnu.Rat
“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Derryl kemudian.Ia sudah masuk ke dalam lift dan terkejut saat melihat ada beberapa barang yang dibawa Ratih. Ratih hanya diam membisu. Memang ini adalah salah satu alasan Ratih tidak mau tinggal di apartemen ini. Ini adalah tempat Derryl tinggal, tempat dia pernah menghabiskan malam bersama pria berondong itu.“Eng ... mulai hari ini Ratih tinggal di sini, Pak,” Mawar menyahut. Tentu saja jawaban Mawar membuat Ratih terkejut begitu juga Derryl.Pria tampan itu menoleh ke arah Ratih dengan kedua alis yang terangkat. “Benarkah? Jadi kita tetanggaan mulai sekarang?”Ratih tidak menjawab hanya meringis menunjukkan gigi putihnya.“Kamu tinggal di lantai berapa, Tih? Siapa tahu aku bisa main ke sana.” Ratih semakin terkejut dengan pertanyaan Derryl, matanya sontak terbelalak menatap pria tampan itu. Lagi-lagi ia menyesal harus menuruti saran Mawar malam ini. Kalau
Beberapa bulan berselang sejak kejadian itu, Ratih kembali sibuk dengan aktivitasnya. Begitu juga Derryl, mereka bahkan sudah memilih tinggal di rumah sendiri yang disiapkan Derryl. Pagi itu tidak seperti biasanya. Ratih bangun kesiangan dan entah mengapa dia merasa pusing.Derryl yang sudah bersiap sedari tadi hanya melirik istri cantiknya yang masih bergelut di balik selimut.“Kamu gak kerja, Sayang? Udah siang, nanti terlambat, loh,” ujar Derryl.Ratih hanya mengangguk sambil menyibak selimut dan bangkit dengan ogah-ogahan menuju kamar mandi. Derryl memilih menunggu di ruang makan sedangkan Ratih masih meneruskan aktivitas mandinya. Belakangan ini dia merasa tidak enak badan bahkan mengalami mual terus menerus. Itu sebabnya kali ini Ratih berinisiatif menggunakan test pack.Ratih terperangah kaget begitu melihat hasil dari test pack yang menunjukkan kalau dia positif hamil. Ratih mengulum senyum sambil berulang kali mematut wajahnya di depa
Pagi itu, Ratih mulai beraktivitas kembali di kantor. Banyak karyawan yang menyambutnya dengan suka cita. Apalagi saat meeting pagi, semua menghampiri Ratih dan memberinya ucapan selamat atas kesembuhannya. Sasi yang paling senang karena bosnya bisa kembali aktif.“Syukurlah, Bu. Akhirnya Ibu aktif kembali. Saya benar-benar bingung selama Ibu gak ada,” urai Sasi.Mereka baru saja usai melakukan meeting dan sudah berada di ruangan Ratih. Mawar seperti biasa selalu ikut nimbrung pembicaraan mereka. Dia juga jadi orang kedua yang begitu senang dengan kehadiran Ratih kembali.“Tih, aku mendengar kabar tentang Wisnu dan semua yang dilakukannya. Aku bener-bener gak nyangka, Tih,” ucap Mawar mengalihkan pembicaraan.Ratih hanya tersenyum dan mengangguk. “Iya, aku juga sangat terkejut, Mawar. Entahlah apa yang menyebabkan dia berbuat seperti itu. Sudah semestinya dia bertanggung jawab atas semuanya sekarang.”Mawar dan S
“Sumpah, Pak. Bukan saya pelakunya. Saya hanya tamu dan mau menginap di sana, tapi malah menemukan mayat,” jelas Anggi.Akibat teriakannya tadi membuat petugas security yang sedang berpatroli kompleks berhenti dan menghampiri Anggi. Security tersebut kaget saat melihat temuan Anggi dan segera melaporkannya ke polisi. Kini Anggi terpaksa harus ditahan polisi karena dia yang pertama menemukan mayat tersebut. Padahal tadinya Anggi ingin melarikan diri kini ternyata harus terciduk juga di kantor polisi.“Iya, Nona. Saya tahu. Kami hanya akan mencari informasi saja dari Anda. Namun, sebetulnya kami sedari tadi juga mencari Anda. Anda terlibat dalam kasus pencemaran nama baik.”Anggi terdiam hanya menundukkan kepala usai mendengar penjelasan petugas polisi itu. Padahal dia berharap bisa sembunyi dari polisi. Kenapa juga dia malah harus bertemu polisi?“Kalau boleh tahu rumah siapa itu sebenarnya?” tanya polisi tersebut.
“DERRYL!!! Apa maksudnya ini?” sergah Tuan Robby.Derryl terkejut, menyudahi makannya dan melihat dengan bingung ke arah Tuan Robby. Derryl langsung menerima ponsel yang disodorkan Tuan Robby. Dia semakin terperangah kaget saat melihat apa yang ada di dalam ponsel itu. Ratih yang duduk di sebelahnya mendekat dan ikut melihat apa yang terjadi.Ratih langsung menoleh ke arah Derryl dan menatapnya penuh tanya. Sementara Derryl hanya menghela napas panjang.“Aku bisa menjelaskannya, Pa, Ma dan Sayang ... .”Tuan Robby hanya diam, mata marahnya sudah menyalang melihat ke arah Derryl. Sementara Nyonya Siska yang tidak tahu apa-apa segera merampas ponsel di tangan Derryl dan melihatnya.“Ryl!! Apa-apaan ini? Kamu main gila dengan siapa?” seru Nyonya Siska.“Aku gak main gila, Ma. Kejadiannya tidak seperti yang terlihat di sana. Percayalah.”“Lalu bagaimana yang sebenarnya terjadi, Bang?&r
“Kamu baru datang, Bang?” tegur Ratih.Dia melihat Derryl masuk ke dalam kamar dengan mengendap-endap. Derryl pikir tadi Ratih sudah tidur, ternyata istri cantiknya itu belum tidur dan sedang menunggu kedatangannya. Derryl tersenyum sambil berjalan menghampiri.“Aku pikir kamu sudah tidur tadi.” Derryl langsung duduk di tepi kasur dan mengecup kening Ratih.Ratih tersenyum sambil memposisikan tubuhnya menjadi duduk bersandar. Derryl hanya diam sambil berulang menghela napas panjang sembari menatap Ratih dengan intens. Ratih melihat ada kegelisahan di mata Derryl.“Ada apa, Bang? Apa ada masalah di kantor?” tanya Ratih.Derryl kembali menghela napas panjang dan menggeleng dengan cepat.“Tidak. Tidak ada masalah, hanya saja ---“Derryl menggantung kalimatnya dan kini melihat Ratih dengan sendu. Ratih tersenyum menyentuh wajahnya dan membelainya lembut.“Ada apa? Aku tahu pasti
“Maaf, Ma. Kayaknya aku gak bisa pulang cepat,” ucap Derryl di panggilan telepon.Akibat banyaknya kerjaan di kantor, membuat Derryl tidak bisa menjemput Ratih seperti janjinya tadi. Hingga usai jam makan siang dia masih bergelut di kantor. Entah mengapa hari ini pekerjaan seakan menumpuk dan semua harus diselesaikannya.[“Iya, gak papa, Ryl. Mama ‘kan sudah bilang kalau bisa mengurusnya. Sudah, kamu selesaikan saja urusanmu di kantor. Ratih aman sama Mama.”]Derryl tersenyum mendengar jawaban Nyonya Siska di seberang sana. Ia beruntung mamanya sangat pengertian kali ini.“Terus Ratih mana, Ma? Aku mau ngobrol sebentar dengannya,” pinta Derryl.[“Dia sedang tidur, Ryl. Mama sengaja tidak membangunkannya. Nanti kalau dia sudah bangun, baru Mama ajak pulang. Kalau urusan administrasi sudah beres semua.”]“Ya udah, terserah Mama saja. Nanti kalau udah selesai aku langsung balik, kok.&r
“Sumi!! Kamu apa-apaan?” seru Wisnu.Dia sangat terkejut saat melihat Sumi menyambar pisau dan menghunus ke arahnya.“Saya hanya minta pertanggung jawaban Bapak. Saya hanya mau nikah sama Bapak. Bukankah Bapak sudah janji. Saya bahkan sudah menyerahkan semua untuk Bapak. Saya cinta Pak Wisnu,” ujar Sumi dengan terisak.Wisnu diam, menghentikan makannya dan berdiri perlahan dari kursinya.“Lalu kamu sekarang mengancamku dengan pisau agar aku menikahimu?”Sumi menangis lagi sambil menganggukkan kepala. “Saya terpaksa melakukannya, Pak. Tolong, jangan biarkan saya berbuat nekad. Saya mencintai Bapak dan ingin selamanya bersama Bapak.”Wisnu menyeringai sambil menatap sinis ke arah Sumi.“Sinting, kamu!!! Mana mungkin aku nikah sama kamu. Aku hanya suka dengan badanmu, suka dengan keperawananmu saja, tidak lebih. Saat melakukannya pun aku membayangkan Ratih. Sama sekali bukan karena ci
“Bukannya dia bekas sopir keluarga Mas Wisnu?” lirih Ratih bertutur.Seketika Derryl, Tuan Robby, Nyonya Siska dan petugas polisi menatap Ratih dengan terkejut. “Anda mengenalnya, Nyonya?” tanya petugas polisi tersebut. “Eng ... tidak. Saya hanya pernah melihatnya bekerja di keluarga mantan suami saya. Waktu itu hanya beberapa bulan bekerja di sana sebagai sopir pribadi mantan mertua saya. Setelah itu saya tidak pernah melihatnya lagi. Baru kali ini melihatnya kembali.” Petugas polisi itu hanya menganggukkan kepala sambil menatap Ratih dengan seksama. “Apa orang ini yang telah menyabotase mobil dan merupakan residivis itu?” Ratih bertanya. “Iya, Nyonya. Dia ini residivis dan telah menyabotase mobil suami Anda dua kali.” Ratih terdiam dan tampak sedang berpikir. Derryl melihatnya. “Apa kamu berpikir kalau Wisnu di belakang ulahnya?” Ratih menoleh ke arah Derryl dan mengangguk. “Bisa saja, Bang. Bukankah setelah kita menikah dia juga pernah datang ke kantor dan mengirimi aku bung
“Sus, bagaimana istri saya? Apa dia baik-baik saja?” cercah Derryl.Usai kecelakaan itu terjadi, Derryl bersama Ratih sudah dibawa ambulance ke rumah sakit. Derryl tidak mengalami luka serius hanya luka gores saja di beberapa bagian tubuh. Berbanding terbalik dengan Ratih yang saat ini sedang mendapat penanganan khusus.“Sabar, Tuan. Dokter masih menanganinya, nanti kalau sudah selesai pasti akan kami beritahu.”Derryl hanya mengangguk sambil terus berjalan mondar-mandir, sesekali ia remas jemari tangan untuk mengusir kegelisahannya.“Ryl!!” Sebuah suara memanggil Derryl. Derryl menoleh dan melihat Nyonya Siska datang bersama Tuan Robby.“Ma, Pa ... Ratih. Mereka masih menolongnya. Aku gak tahu harus bagaimana. Ini benar-benar kesalahanku.” Derryl berurai air mata dan menyesali keteledorannya tadi.“Sudah, Ryl. Ini semua musibah, kamu harus mengikhlaskan semuanya,” ujar Nyonya Siska