BAB 48
Matahari pagi ini menghangatkan tubuhku. Atas permintaanku, akhirnya Mas Ashraf mengabulkan untuk sarapan pagi bubur ayam di lapak pedagang yang di pinggir jalan. Ami duduk terpisah dengan Farrel. Sementara Pak Hasan hari ini libur berjualan karena akan menengok Bibi Sanah di rumah sakit.
Gawai suamiku berdering. Mas Ashraf meliriknya sekilas. Dia menunda suapan bubur ayamnya yang baru habis separuh. Kemudian mengangkat panggilan dan menjauh dariku. Air mukanya terlihat berubah. Hanya beberapa menit dia sudah kembali menghampiriku.
“Siapa, Mas?” tanyaku sambil mengaduk pinggiran mangkuk yang mana buburnya terasa sedikit asin.
“Tante Maida,” jawabnya singkat sambil kembali melanjutkan makan.
“Tante Maida siapa?” tanyaku penasaran.
“Adik mama---ibu kandungnya Manda,” jawabnya tampak tidak bersemangat.
“Bukannya mereka di Singapur?” tanyaku
BAB 49Mobil yang kami tumpangi menepi. Pak Agus menyalakan sein dan berbelok kea rah parkiran rumah sakit tempat Amanda dirawat.Berulangkali aku menarik napas panjang. Hatiku saat ini benar-benar harus dikuatkan.“Bismillah Ya Allah,” batinku.Aku menggandeng tangan Mas Ashraf ketika memasuki loby rumah sakit. Mama sudah mengirimkan nomor kamar di mana Manda dirawat. Aku berjalan dengan hati berdzikir tanpa henti.Kami melewati beberapa lorong yang kemudian menghubungkan pada lift yang membawa kami ke lantai dua di mana Amanda dirawat.Jemari kami masih saling menggamit, menuju ruang vip tempat wanita itu berada. Aku menghela napas berkali-kali, terasa berat sekali detik-detik ini seolah hendak ujian kelulusan saat sekolah.Mas Ashraf mengeratkan genggamannya ketika mendorong pintu ruang rawat. Tampak wanita itu tengah duduk bersandar pada beberapa tumpukan bantal. Ada Ibu Mertuaku
BAB 50“Satu hal lagi yang perlu Tante tahu, Manda sudah menyuruh orang bayaran untuk menabrak istri dan calon anakku, beruntung Tuhan masih melindungi mereka … dan setelah anak buahku melakukan pelacakan pada cctv di depan serena hotel … orang yang menabrak Manda adalah orang bayarannya sendiri!” ucap Mas Ashraf. Pelan namun penuh penekanan.“Astraghfirulloh … gak mungkin, Ash … gak mungkin Manda berbuat sekeji itu … Astaghfirulloh … Astaghfirulloh … gak mungkin, Ash … gak, mungkin ….” Wanita paruh baya itu tampak terkejut luar biasa. Dia menggeleng-geleng kepala sambil beristighfar berulang-ulang.“Kenytaannya itu yang terjadi, Tante … tadinya kami tidak ingin memberitahumu tentang hal ini … biarkan kami memendam sendiri semuanya … kami tidak ingin melukai hatimu … tapi Tante sendiri yang membuat keadaan sepert
BAB 51Mas Ashraf membantu Amanda untuk duduk pada kursi rodanya sementara aku menghadang Kang Hafiz yang hendak memburu Mas Ashraf kembali.“Saya tidak peduli kamu siapa! Kalau mau menyakiti Sinta, kamu berhadapan dengan saya!” pekiknyha berapi-api.Mas Ashraf berjalan menghampiriku. Dia menatap tajam kepada lelaki yang tengah berapi-api itu.“Kenapa kamu memukulku?” tanya Mas Ashraf sambil mengusap pelipis dan sudut bibirnya yang tampak bengkak.“Aku hanya meluapkan semua kebencianku … kau telah mengambil Sinta dariku tapi kini kau menyakitinya dengan hendak menikahi wanita itu!” Kang Hafiz memekik sambil menunjuk Amanda yang tengah duduk pada kursi rodanya. Tatapan wanita itu tampak kosong.“Ck … bukankah dalam islam boleh memiliki istri lebih dari satu?” Aku melongo mendengar ucapan Mas Ashraf yang seolah memprovokasi.“Dalam islam b
BAB 52 Aku terus mengajaknya bercakap-cakap. Hingga sebuah ketukan pada daun pintu membuatku segera beringsut. Kutarik kerudung rumahan yang tergantung pada kapstok. Daun pintu kubuka ada Ami di sana membawakanku minuman hangat.“Bukannya kalian di taman belakang?” tanyaku. Ami tampak gugup. Kemudian tergesa meletakkan dua gelas jeruk panas ke atas meja.Dia segera memutar tubuh dan hendak meninggalkan ruangan ini.“Kalian jadian?” ucapanku sontak membuat langkah kaki Ami tertahan.Belum sempat dia berbicara, seseorang muncul dari ambang pintu. Ternyata Ibu Mertuaku yang datang. Ami seolah mendapat angin segar untuk melarikan diri."Permisi Non, Nyonya!" ucapnya tanpa menjawab pertanyaanku.Aku menatap punggungnya yang begitu cepat berjalan meninggalkan ruangan ini. Namun suara Ibu Mertuaku mengalihkan fokus ku padanya."Sayang, ini Mama belikan kamu baju hamil &hell
BAB 53Acara makan malam itu akhirnya selesai. Bu Hesty tetap bersikeras untuk menjodohkan anak-anak kami kelak. Katanya untuk tetap mempererat tali kekerabatan yang sudah dijalin sejak dulu.Untuk menyudahi rengekannya akhirnya Mas Ashraf mengiyakannya. Lagipula perjalanan memang masih panjang. Malas memperdebatkan hal yang masih dalam awang-awang.Waktu baru menunjukkan pukul delapan malam. Kami bermaksud mampir ke butik Mike. Ibu Mertuaku mau memesan gaun khusus untukku. Dia mau membuat beberapa ukuran sesuai usia kandunganku nanti. Baiklah, kami harus mengikutinya.Mobil menepi di parkiran. Kami bertiga masuk ke dalam butik yang masih bertuliskan buka pada papan nama di pintu kaca. Tampak beberapa pegawai tengah melayani pelanggan. Namun tidak ada Mike di sana, pastinya jam segini dia sudah pulang.Ibu Mertuaku terus menghampiri seorang pelayan yang tampak tengah membereskan beberapa pakaian bekas pelanggan.
BAB 54“Bibi!”Kami menoleh ke asal suara. Tampak lelaki dengan setelan pakaian pengantin berwarna putih. Dia baru saja muncul dari dalam di antara kerumunan tamu undangan.“Mike!” Kami berucap bersama. Mata kami menatap ke arah lelaki itu.Mike mengusap wajahnya. Dia masih mematung ketika kami bergerak mendekat padanya. Mas Ashraf menepuk bahunya berkali-kali.“Bro! Congrats!” Satu pelukan singkat untuk lelaki itu.“Sorry mengenai pernikahan ini-“ ucapan Mike keburu dipotong oleh Mas Ashraf.“Tidak usah menjelaskan apapun sekarang! Ayo ajak kami masuk dan bertemu dengan mempelai wanitamu?” ucap Mas Ashraf sambil mengikuti Bibi Sanah yang sudah mendahului masuk ke dalam.Aku menyalami Mike begitupun Ibu Mertuaku. Dia memeluknya lama. Ada tetes bahagia menggenangi matanya.“Mike apakah kamu menyembunyikan semua ini ka
BAB 55 - Pov AuthorMobil yang dikendarai Pak Agus berjalan zigzag. Bagaimanapun dia bertanggungjawab atas ketepatan waktu majikannya yang sejak tadi merintih kesakitan. Keringat dingin tampak bermunculan pada dahi Sinta meski mobil yang dikendarainya sudah memasang full AC.Berkali-kali Nyonya Maisa mengechek gawainya. Memeriksa kabar putranya sudah sampai mana? Pengalaman pertamanya hendak menunggu kelahiran cucu membuatnya serba khawatir dan salah tingkah. Wanita paruh baya itu mengelap keringat Sinta dengan tissue sampai sampahnya sudah berserakan di bawah jok mobil.Mobil yang dikemudikan Pak Agus akhirnya tiba di rumah sakit. Nyonya Maisa memapah menantunya menuju ke ruangan dokter Tika. Pastinya untuk memeriksakan sudah masuk pembukaan berapa.Sementara di kantor pusat Adireja Grup. Setelah menutup sambungan telepon, lelaki beralis tebal itu langsung menyambar kunci mobil yang tergeletak di mejanya. Padahal Farrel baru saja menginform
BAB 56 - Pov Author Sembilan bulan kemudian “Ma, gimana Sinta dan bayinya?” Ashraf datang dengn tergopoh. Sementara Danes berdiri mematung menatap ekspresi wajah ayahnya yang tampak penuh kekhawatiran. “Kamu tuh, ya … enggak anak pertama, enggak anak kedua datangnya telat terus, Ash … udah kayak polisi India tahu!” gerutu Nyonya Maisa sambil menatap kesal pada putranya. Ashraf menarik napas kasar. “Ya, namanya macet mana bisa dihindari! Ini aja udah kecepatan maksimal, Ma!” ucapnya sambil melangkahkan kakinya menuju ruang bersalin. “Boss! Anakku laki-laki! Yes!” Tiba-tiba suara yang tidak asing muncul dari balik pintu ruang bersalin yang bersebelahan dengan ruang Sinta. Mike tampak sumringah mengabarkan kebahagiaan yang begitu besar di rasakannya. “Congrats!” ucap Ashraf sambil melempar sekilas senyum pada wajah sumringah lelaki yang baru saja membuktikan jika dia m
Pov Author Selamat Membaca! Maafkan kalau kurang maksimal. Masih oleng Mak Othornya 😁 Rumah Madina dan Alka sudah ramai sejak pagi. Beberapa tetangga turut rewang karena untuk pertama kalinya Madina dan Alka akan menyelenggarakan acara empat bulanan kehamilan untuk cucu pertamanya. Awalnya Nyonya Sinta bersikeras agar semua perayaan dilaksanakan di rumahnya. Namun Madina menolak, karena ingin terlibat langsung dalam syukuran calon cucu pertamanya itu. Meskipun demikian, Tuan Ashraf tidak kalah antusias dalam menyambut kehadiran cucu-cucunya. Lelaki yang masih terlihat jelas garis ketampanannya itu tidak mau tinggal diam. Sejak pagi, semua orang dibuat berdecak kagum dengan kiriman beragam makanan dengan kualitas premium ke kediaman besannya. Beragam makanan itu untuk
Pov Author Selamat Membaca! Alma menelan saliva. Benar-benar gugup dan takut. Khawatir jika dirinya memang belum hamil. Tidak kuasa melihat wajah Arya kecewa nanti. “Bismillah, semoga Engkau memudahkan segalanya,” batinnya. Arya menuju ke bagian pendaftaran. Beberapa pasang mata tampak mencuri-curi pandang pada lelaki yang menggamit jemarinya itu. Tampak mereka mengusap perutnya, mungkin berharap memiliki anak rupawan seperti lelaki gagah yang membersamai Alma. Usai daftar. Mereka duduk berjejeran dengan beberapa wanita hamil. Namanya juga poli kandungan, isinya kebanyakan wanita-wanita hamil pastinya. Tampak mereka bersama masing-masing pasangan. Hanya ada satu orang yang tampak sendirian, hamilnya sudah kentara mungkin sudah tujuh bulanan. “Hamil
Pov Alma (bulan madu) Extra part Gaess! Selamat Membaca! Coba komen yang masih hadir di sini! 😁 Hari ini kami sudah berada di salah satu tempat yang jauh dari keramaian. Kata Bang Arya kami ini sedang bulan madu. Di sini hanya ada kami berdua. Entah seberapa kaya suamiku ini. Satu area pulau ini katanya hanya di sewa oleh kami selama seminggu. Selain para pekerja yang memang ada, tidak ada lagi pengunjung lainnya. Bang Arya melingkarkan lengan kekarnya pada pinggangku. Aku menyandarkan kepalaku yang tak terbalut kerudung ini pada dada bidangnya. Kami duduk bersisian tanpa cela. Sesiang ini masih betah menikmati suasana cottage terbuka yang kami tempati. Dari sini, kami bisa langsung menatap indahnya riak gelombang lautan. Hembusan angin sepoi yang mendamaikan.&n
Pov Author “Bang, ini aku Alma---istrimu. Sadarlah, Bang! Maafkan aku yang bodoh ini! Kalau kamu sadar, aku berjanji akan mengabulkan apapun keinginanmu, Bang! Sadarlah, Bang!” ucapnya sambil terisak. Alma duduk pada kursi di tepi ranjang tempatnya berbaring. Detak jam dinding terdengar. Entah sudah berapa lama dia berbicara sendiri hingga akhirnya terlelap. Tiba-tiba dia menatap sosok berpakaian putih itu datang mendekat. Dia mengusap pucuk kepalanya dan berbisik. “Terima kasih, Dek … terima kasih sudah menjagaku,” lirihnya lembut. Wajahnya tampak. Gerak jemari yang digenggamnya membuat Alma mengerjap. Rupanya dia kembali tertidur dan bermimpi bertemu dengan Arya. “Bang, kamu sudah sadar?” Alma menata
Pov Alma Selamat Membaca! “Alma! Maafkan aku. Rumah tangga ini tidak bisa kita lanjutkan! Terima kasih sudah memberiku kebebasan! Aku bisa leluasa memilih hidupku ke depannya! Aku pergi … jaga diri baik-baik!” “B—Bang, B—Bang Arya!” Satu sentuhan mengguncang bahuku. Aku mengerjap ditengah isak. Rupanya aku tertidur selepas shalat isya tadi di kamar belakang. “Ma, kamu kenapa? Mimpi?” Anggrainin tengah menatapku. “Astagfirulloh ....” Aku menyeka sudut mata yang hangat. Aku menangis. Isaknya terbawa ke alam nyata. Barusan aku bermimpi, Bang Arya benar-benar terasa nyata. Dia memakai pakaian
Pov Author Selamat Membaca! Pikiran Arya berkecamuk. Semua campur aduk menjadi satu. Kalimat demi kalimat yang Azka ucapkan membuat dirinya benar-benar tidak bisa berpikir dengan baik. Ya, memang foto itu benar, dirinya dan Naila pernah mengikat janji untuk menua bersama. Semua yang Azka ucapkan itu benar, dia menikahi Alma karena pernah berjanji jika dia akan membalas hutang nyawa pada Azka dengan cara apapun juga. Menikahi Alma tanpa cinta, itu juga benar. Awalnya dia memperlakukan dengan baik karena rasa tanggung jawab akan amanah dari sahabatnya itu. Harusnya Arya senang ketika lelaki itu tidak lagi menuntutnya untuknya terkungkung dalam hutang budi. Dia sudah bisa bebas kembali ke dalam kehidupannya tanpa terikat janji pada Azka untuk memperla
Pov Author Selamat membaca! Azka menatap punggung Alma yang sudah menghilang dibalik angkutan. Azka tahu, Alma akan baik-baik saja di sana. Azka juga tahu jika sudah ada pancaran rasa dari setiap tatapan adiknya pada Arya. Namun dia tidak berpikir jika di hati Arya---sahabatnya masih ada Naila. Azka memutar sepeda motornya. Dia menuju sebuah café. Alamat itu didapatkannya dari Riani yang mengirimkan foto pada Alma beberapa waktu tadi. Azka berjalan memasuki café tersebut dan mengedarkan pandangan matanya ke seluruh ruangan. Benar saja, sosok yang dicarinya ada di sana. Arya tampak tengah duduk berhadap-hadapan dengan Naila. Tidak ada kesan resmi terkait pekerjaan. Bahkan tidak ada berkas dan laptop juga di antara mereka.
Pov Alma “Bismillahirrohmanirrohim!” Aku memejamkan mata sambil membuka amplop tersebut. Jujur hatiku bercampur antara was-was dan penasaran atas isi dalam amplop milik suamiku ini. Perlahan lembaran yang ada didalam itu kutarik keluar. Netraku menyipit, mengintip apa sebetulnya yang ada di dalam amplop ini. Tiba-tiba ada yang bergemuruh dalam dada. Ada dua lembar foto di sana. Tampak dalam gambar itu, suamiku sedang menyematkan cincin pada jemari seorang perempuan yang tidak lain ialah Naila. Begitupun pada foto yang satunya. Tampak dengan wajah sumringah, Naila menyematkan cincin pada jemari Bang Arya. "Ya Tuhaaan? Sejauh apa sebetulnya hubungan mereka dulu? Apakah mereka sudah bertunangan?" Hatiku rasanya tercubit. Meski itu masa l
Pov Author Selamat Membaca! Teriakan dari kamar Mina membuat semuanya terbangun. Mina berlari keluar setelah berhasil mendorong tubuh Mang Pian yang seperti kerasukan. Lelaki itu berusaha mengendalikan dirinya dan berlari ke kamar mandi. Mengguyur tubuhnya malam-malam. Nyonya Sinta, Arya dan Alma turun dari lantai atas. Karena Mina berteriak sekuatnya di luar kamar. Mereka melihat wajah Mina yang panik ketakutan. Entin yang tengah terlelap pun terbangun. Sambil menggisik-gisik mata dia keluar. “Ada apa sih, Min?” tanya Entin sambil sesekali menguap. Matanya mengerjap-ngerjap. Arya, Alma dan Nyonya Sinta menuruni tangga dan mendekat ke arah di mana Mina berada. “