Share

BAB 2

Penulis: ET. Widyastuti
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-03 15:54:03

“Nduk, usiamu sudah tidak muda lagi. Ibu sama Bapak tidak masalah kalau kamu menikah sama duda. Sudahlah tidak usah pilih-pilih. Apalagi kamu kan sudah kenal siapa Rizal itu,” ujar Bapak. Aku tahu, Bapak menyampaikan itu dengan hati-hati.

Hari itu aku pulang ke rumah orang tuaku. Meski aku kerja di Jakarta, paling tidak, sebulan sekali aku menyempatkan diri untuk menengok Bapak dan Ibu. Dua adikku pun kerja di luar kota. Kami bergantian pulang.

Kepulanganku kali ini, berbeda dengan kepulanganku biasanya. Aku sengaja bicara serius dengan Bapak mengenai rencana Nadia, meski sebenarnya aku tidak setuju. Tapi, berulang kali Nadia memintaku, agar aku menyampaikan maksud baik Rizal ini ke Bapak dan Ibu. Bahkan, sampai tadi pagi, Nadia masih mengingatkanku.

Awalnya, aku berharap Bapak dan Ibu tidak menyutujui perjodohanku dengan Rizal. Apalagi status Rizal yang duda beranak satu. Umumnya, orang tua yang punya anak gadis, belum dapat menerima jika yang meminang seorang duda. Namun, kenapa yang terjadi malah sebaliknya?

“Adikmu sebentar lagi akan dilamar. Kamu anak tertua Bapak dan Ibu. Apalagi kamu anak perempuan. Sebisa mungkin, jangan sampai dilangkahi adikmu,” tutur Bapak.

Aku menarik nafas. Beginikah nasib anak sulung usia menjelang kepala tiga? Apakah aku sudah tak punya pilihan lain? Apalagi adik perempuanku yang baru menginjak umur 25 tahun sudah akan dilamar. Untungnya, adik lelakiku belum ada tanda-tanda mengarah ke sana.

“Ratih nggak masalah kok, Pak, kalau Dini menikah duluan,” ucapku, tak ingin membuat keduanya mengkhawatirkanku. Lagi pula, aku tak ingin memutuskan terburu-buru. Menikah itu adalah keputusan besar. Penentuan masa depan. Tak heran kalau disebut menikah itu setengah agama.

“Bapak ngerti kamu tidak masalah. Tapi, Bapak hanya mau menjaga perasaanmu. Saat ini kamu bisa bilang, tidak apa-apa Dini menikah duluan. Tapi, Nduk, Bapak hanya tidak ingin tetangga dan saudara membicarakanmu. 

Jika sudah datang pria yang akhlaknya baik, mengapa kamu tidak mencoba membuka diri. Coba katakan pada Bapak, apa alasanmu menolak Rizal? Apa karena dia duda?” Pertanyaan Bapak sungguh menyudutkanku.

Aku mengenal Rizal sejak SMA. Meski dia biasa saja, namun memang dari segi akhlak pada orang yang lebih tua, bisa dibilang baik. Itu juga yang membuatku terpikat padanya.

Namun, yang mengherankan, bisa-bisanya dia berucap yang begitu kasar padaku. Bukankah harusnya, kalau punya akhlak baik, dengan siapa saja akan belaku lemah-lembut. Haruskah aku mengatakan pada Bapak tentang hal ini? Tentang ucapannya yang menyakitkan itu?

Tak mungkin! Yang ada, malah aku akan dinasehati oleh Bapak. Bisa-bisanya aku menyimpan dendam selama itu?  

“Kamu perempuan, semakin bertambah umur, resiko memiliki anak sendiri akan lebih kecil. Memang, namanya jodoh, rejeki sudah diatur. Tapi, tidak ada salahnya diikhtiari,” tutur Bapak. 

Bapak melanjutkan nasehatnya panjang lebar. Aku tahu, pasti teramat berat beban Bapak, memiliki anak gadis seusiaku yang belum menikah. Bisa jadi, Bapak juga ingin cepat-cepat mantu, sebagaimana teman-temannya. Atau, juga ingin segera menimang cucu. Namun, nggak harus dari aku, bukan? Toh, adikku sebentar lagi juga akan dilamar dan segera menikah.

Belum sempat aku memberikan alasan pada Bapak, mendadak, sebuah mobil berhenti dan perlahan masuk pekarangan rumah kami.

Aku dan Bapak saling berpandangan.

Kami mengamati mobil itu dari dalam ruang tamu. Kebetulan kaca jendela kami kalau dari luar terlihat gelap. Siapa tahu, hanya tamu tetangga, karena memang halaman depan kami yang cukup luas, tak jarang tamu tetangga numpang parkir di depan rumah.

Namun, detik berikutnya, jantungku menjadi berdegup tak terkontrol. Bagaimana tidak, lelaki yang keluar dari pintu kemudi, adalah sosok yang pernah kukenal. Sosok yang baru saja aku dan Bapak bicarakan.

Rizal! Mengapa dia datang ke rumah? Bukankah aku sudah bilang ke Nadia bahwa aku belum bisa menerima Rizal. Darimana dia tahu rumahku?

Mataku semakin melebar saat tahu siapa yang datang bersamanya. Wanita dan lelaki seusia Bapak dan Ibuku, dan seorang anak kecil berusia lima tahunan. 

Jantungku makin berdegup tak karuan. 

“Nduk, kamu siapin minum saja di belakang. Biar Bapak dan Ibu ganti dulu,” titah Bapak begitu menyadari kalau tamu itu adalah tamu kami. Lidahku sudah kelu untuk menanyakan, apakah Bapak mengenal tamu itu. Ah, sudahlah.

Bapak terbiasa berganti baju jika hendak menerima tamu. Demikian juga Ibu. Sementara, aku ke dapur untuk memanaskan air dan menyiapkan minum, hingga terdengar pintu diketuk. 

Aku segera bergegas ke depan untuk membuka pintu. Namun, langkahku melambat saat hendak mencapai pintu. Ada keraguan terselip. Namun, aku mencoba menguatkan diri. Bismillah, apapun yang terjadi, terjadilah. Batinku, sambil menghela nafas.

“Lha, ini pasti yang namanya Ratih!” Seorang ibu seusia dengan ibuku tersenyum hangat padaku usai aku menjawab salamnya. Pasti ini ibunya Rizal. Beberapa garis wajah, sekilas mirip.

Ibu itu serta merta memelukku.

Aku sedikit kaget dan bingung dibuatnya. Tapi, aku balas juga pelukannya karena merasa tak enak.

Gadis kecil yang tadi digandeng oleh ibunya Rizal mengulurkan tangannya, ingin menyalamiku usai aku mengurai pelukan.

Refleks aku berjongkok dan membalas uluran tangannya. Entah mengapa, spontan aku memeluknya. Dia pun membalas pelukanku erat.

“Siapa namanya?” tanyaku saat gadis itu melepaskan pelukannya. 

“Sasti, Tante,” sahutnya.

Menggemaskan sekali gadis ini. Matanya bulat. Pipinya gembil. Ingin rasanya aku menciumnya. Tapi, aku takut tak diijinkan oleh keluarganya. Akhirnya, aku hanya mengusap kepala, lalu mengelus pipinya yang gembil itu.

“Dia kangen mamanya.” Ibu Rizal menyela dengan raut muka yang serius saat aku menoleh padanya.  

Mendengar perkataan Ibu Rizal, jantung mendadak seolah berhenti berdetak. Apa maksudnya? Namun, secepat kilat, aku segera mencoba mengendalikan diri.

Saking aku fokus pada Sasti, entah kapan, tiba-tiba Rizal sudah berdiri di hadapanku. Dia mengangsurkan sebuah parcel berisi buah.

Keningku berkerut sejenak sambil menatap Rizal dan parcel yang dibawanya. Tak lupa aku mencoba mengontrol kegugupan.

Dia masih sama, dingin, tanpa ekspresi keramahan sedikitpun. Lantas buat apa dia datang ke sini? 

“Buat Bapak dan Ibu,” ucapnya karena aku masih terdiam mematung belum menerima parcel yang diberikannya.

“Terimakasih.” Aku mengangguk, seraya menerima parsel itu.

“Bapak, Ibu, silahkan duduk dulu.” Aku mohon diri ke belakang saat terdengar bunyi air mendidih, tanpa menatap Rizal. Ada rasa canggung masih menyelimuti. Beruntung Bapak dan Ibu segera keluar untuk menyambut tamu itu.

“Jadi begini, Pak….” Terdengar suara Ayahnya Rizal memulai pembicaraan. “Rizal dan Ratih ini kan sudah kenal sejak SMA...” 

Aku sengaja menajamkan pendengaran sambil mengaduk teh yang akan segera disajikan untuk mereka. 

“Duduk sini, Nak Ratih,” titah Ayah Rizal memintaku bergabung, usai aku meletakkan set cangkir berisi teh panas, di hadapan para tamu itu.

Aku segera duduk di sebelah Ibu. Tak tergambar bagaimana perasaanku. Ada rasa gugup dan tak tenang, bercampur menjadi satu. Aku takut apa yang dikatakan Nadia, terjadi dengan cepat. Padahal aku belum menyiapkan jawabannya. Apalagi kalau sudah melibatkan orang tua seperti ini.

Ayah Rizal menyampaikan tujuan kedatangan mereka untuk menjalin silaturahim.

Aku hanya menyimak saja ungkapan bersayap sambil menduga-duga maksudnya.

Bapak dan Ibu menanggapi dengan ringan. Mereka lalu mengobrol sana sini, dan terlihat cepat akrab, meski baru pertama kali bertemu. Entahlah, apa yang membuat mereka nyambung. Mungkin karena Bapak yang orangnya gampang akrab, juga Bapaknya Rizal.

Karena kedatangan Rizal yang mendadak, terpaksa aku memesan makan siang lewat aplikasi. Beruntung, tak lama makanan itu datang, hingga menyelamatkanku pada kondisi yang canggung itu. Aku segera ke belakang, untuk menyiapkan makan siang untuk tamu.

“Tante, aku mau pipis.” Suara Sasti menghentikan gerakan tanganku yang sedang menata nasi dan lauk di meja makan.

Tangan gadis kecil itu digandeng oleh Rizal menghampiriku.  

Sedetik aku agak bingung. Maklum, aku tak terbiasa dengan anak kecil. Apalagi, ini anaknya Rizal.

“Sini, Tante bantu.” Aku segera mengusir kecanggunganku dan berusaha bersikap sewajar mungkin.

Kalau rasaku masih sama dengan saat aku SMA, tentu berinteraksi dengan anak Rizal akan kujadikan cara meluluhkan hatinya. Tapi, bukankah kini kejadian malah sebaliknya. Aku sedang tak ingin menerima Rizal. Jadi, aku tak perlu berpura-pura terlihat keibuan, bukan?

“Makasih, Tante,” ucap Sasti saat aku usai membantunya di toilet. Gadis mungil itu segera berlari kembali ke depan. Sementara Rizal, masih mematung di posisi yang sama sebelum aku mengajak Sasti ke toilet.  

“Ratih...” 

Rizal menghampiriku yang sudah kembali sibuk menyajikan makanan di meja ruang makan. Adik-adikku tidak ada. Mereka bekerja di luar kota. Sehingga, mau tak mau, aku sendiri menyiapkan semuanya.

“Maaf, tadi mendadak Bapak dan Ibu mengajak ke sini,” ujarnya, seperti tahu aku tak nyaman dengan kehadirannya yang serba mendadak ini.

“Aku minta maaf pernah membuatmu sakit hati,” tambahnya dengan suara terdengar sedikit bergetar. 

Sekonyong-konyong air mataku merebak. Luka lama yang mulai mengering, kini basah kembali.

BERSAMBUNG...

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Rizal tiba tiba meminta maaf pada Ratih...... Apa jawaban Ratih?
goodnovel comment avatar
Mina Destine
menarik ni
goodnovel comment avatar
Jess
klo gak suka kenapa dibahas dengan orang tua ? harusnya dipikirpun ndak.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   BAB 3

    “Ratih, aku tahu kamu marah padaku. Tapi, plis. Kasih aku kesempatan.” Rizal sore itu menemuiku di kantor usai jam kerja. Dia ingin mengajakku bicara.Aku sebenarnya malas. Aku kecewa pada Rizal. Pertama kecewa dengan masa lalu dimana dia pernah menghinaku. Yang kedua kecewa dengan kelancangannya datang kepada orangtuaku bersama orang tuanya tanpa membicarakan dahulu padaku. “Aku memang tak pernah berarti bagimu. Sehingga, datang ke rumah pun kamu tak memerlukan persetujuanku. Lalu, kenapa aku harus memberimu kesempatan?” balasku. Apa dia pikir dengan memaksakan datang ke rumahku, dan membawa serta anaknya, hatiku akan melunak dan menerimanya? Tidak akan!“Ratih. Aku minta maaf. Aku tahu aku salah. Tolong beri aku kesempatan. Aku ingin membayar semua perlakuan burukku padamu di masa lalu,” tukasnya. Café yang berada di seberang kantorku ini sudah mulai ramai. Banyak karyawan kantor yang mampir ke sana, sembari menunggu jalanan terurai karena macet saat jam pulang kerja. Sebenarnya,

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   BAB 4A

    Suasana area ruang tunggu bandara pelan-pelan mulai ramai, karena jadwal keberangkatan semakin mendekat. Banyak penumpang mulai masuk memenuhi ruang tunggu.Gadis kecil di sebelahku ini berceloteh dengan riang, seolah kita sudah lama saling mengenal. Sebenarnya aku termasuk orang yang sulit akrab dengan anak-anak. Aku sering kehabisan bahan ngobrol dengan anak kecil. Namun, Sasti sangat pandai membuat rasa canggungku hilang. Aku hanya cukup menanggapi celotehannya. “Dia tak punya teman di rumah. Jadi, dia suka sekali mendapatkan teman bicara,” jelas Rizal. Lelaki itu duduk di sisi kanan Sasti. Sementara aku berada di sisi kirinya. Orang yang tak tahu, bisa saja menyangka kami adalah suami istri yang bahagia. Ingin rasanya aku mengorek dimana mamanya Sasti. Tapi, rasanya tak pantas aku tanyakan saat ada Sasti di sini. Mungkin, nanti saat anak itu sedang tidak bersama kami. Yang aku tahu dari Nadia, Rizal sudah menduda selama dua tahun. “Mamanya sudah menikah lagi.” Rizal seperti

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   BAB 4B

    Mataku mengerjap. Aroma minyak kayu putih tercium di sekitarku. Sudah lama aku tak pernah pingsan. Aku benar-benar shock mengetahui kenyataan kalau aku pun hendak dilamar. Bagiku pernikahan itu menentukan masa depan seseorang. Aku tak boleh gegabah. Mungkin itu juga yang menyebabkan hingga usia mendekati kepala tiga aku masih memilih sendiri. Setiap ada lelaki yang mendekat, aku memilih untuk menjaga jarak. Dan entahlah, sampai kapan itu akan terus terjadi, aku tak tahu. “Nduk, tamunya sebentar lagi datang. Kamu sebaiknya segera bersiap,” tutur Bulik dengan lembut, saat aku masih terbaring di kasur.Aku mengangguk, lalu berusaha bangkit. “Kamu tidak usah mikir macem-macem. Paklikmu sudah tahu siapa Nak Rizal itu. Anaknya baik. Rajin ke masjid. Nggak bakal jahat sama kamu,” terang Bulik di sela-sela merias wajahku. Aku hanya menurut saja. Rumah Paklik dengan rumah Rizal memang cukup dekat. Tak heran kalau Paklik mengenal Rizal dengan baik.Mendengar kata jahat, tiba-tiba hatiku

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   BAB 5

    Tak dapat kupungkiri. Dadaku masih bergetar jika bertemu dengan Rizal. Dia memang cinta pertamaku. Dan setelahnya, aku tak pernah membuka hati untuk pria lain. Dia memang jahat padaku. Dia kejam padaku. Tapi tanpa aku menyadari, rasa ini masih ada. Masih sama dengan saat aku berseragam putih abu-abu.Hatiku memang terluka. Hatiku memang tercabik dengan penolakannya kala itu. Tepatnya bukan penolakan karena aku tak mengatakan apapun padanya. Tapi, dia secara tak langsung menyalahkanku sebagai penyebab ditolaknya cintanya kepada Dewi. Kini, dia datang padaku. Apakah ini yang dinamakan takdir cinta? “Kamu masih ragu?” tanya Nadia. Aku dan Nadia janjian di salah satu resto di pusat kota. Tengah-tengah antara tempatku dan tempat Nadia.Aku sedang mencoba memantapkan hati. Tak mungkin aku menemui Dewi. Dia tinggal di kota lain. Sementara, Nadia tinggal di kota yang sama denganku. Makanya, Nadialah yang awalnya menjodohkan aku dengan Rizal. “Entahlah, Nad. Jauh di lubuk hatiku masih ber

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-17
  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   BAB 6

    “Ratih?!” Sebuah suara yang aku kenal, membuatku menoleh. “Rizal!” Saking kagetnya, tak sadar hingga aku menyebut namanya.Pria itu tersenyum simpul. Ah, aku baru kali ini melihatnya tersenyum padaku. Ada getar aneh dalam dadaku melihat senyum itu. Dulu, sejak SMA dia tak pernah tersenyum padaku. Aku hanya bisa mematri senyumnya dalam anganku. Tapi bukan senyuman untukku. Senyuman untuk orang lain. Dan itupun, sudah membuatku tak bisa tidur. Dulu, dia sangat murah senyum. Itu juga mengapa aku jatuh hati padanya. Sayangnya, memang senyuman itu tak pernah untukku. Kini, dia di depanku, dan tersenyum untukku. Aku seperti terbang ke langit ke tujuh. Rasanya seperti kembali ke masa ABG. Masa-masa aku jatuh cinta. Masa-masa bergelut dengan bayangan cinta pertama. “Kenapa, Ratih?” Aku tergagap mendengar ucapannya. Ah, dia menyebut namaku. Sesuatu yang kutunggu, lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Kukerjapkan mata untuk mengembalikan kesadaranku. “Oh, nggak. Kamu sedang apa di sini?”

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-17
  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   Bab 7a

    “Aku di cafe depan. Ajak Sasti ke sini.” Aku bisa menebak, pasti itu telepon dari mantan isterinya. Apakah dia akan ke sini? “Mungkin, aku duluan?” ujarku mencoba menghindar. Pasti akan ada rasa canggung jika aku bertemu dengan mantan istrinya Rizal. Membayangkan saja, aku tak sanggup. “Aku kenalkan kamu pada Desti dulu,” ujar Rizal mencoba menahanku. Benar saja. Hanya dengan ucapan Rizal seperti ini saja, aku lemah. Aku tak mampu menolaknya. Bagaimana nanti kalau aku benar-benar menkadi istrinya? Saat aku tenggelam dalam dilema, tak lama, ibu dan anak itu datang mendekat ke meja kami.Sasti terlihat akrab dengan mamanya. Lalu, apa yang menjadi alasan Rizal berpisah?Rizal segera melambaikan tangannya ke pelayan café untuk memesankan minum wanita anggun dan putrinya itu sebelum mereka duduk. Aku benar-benar merasa tak nyaman berada di sana. Bagaimanapun aku adalah orang lain yang berada diantara mereka. Tiba-tiba, bayanganku aku merasa mirip sebagai pelakor. Mengambil Rizal dari

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-18
  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   Bab 7b

    “Aku hanya ingin menghargainya,” tukasku. Aku bisa menerka, Rizal merasa tak nyaman jika aku menanyakan sesuatu pribadi pada Desti. Aku memahaminya. Akupun mungkin tidak merasa nyaman jika Rizal menanyakan pribadiku pada teman dekatku yang lain.Tapi bagiku, pertemuanku dengan Desti dapat menjawab sedikit banyak tentang kedekatannya dengan Sasti. Ataupun, seperti apa selera Rizal terhadap wanita. Cantik!Ini kembali mengingatkanku pada Dewi. Sahabatku saat SMA. Sepertinya memang hanya yang cantik lah yang dapat memikkat hati Rizal.“Kamu nggak jadi belanja?” tanya Rizal kemudian. Sepertinya ia sedang mengalihkan sedikit ketegangan di antara kami barusan. Atau, dia keheranan karena aku tak membawa hasil belanjaan?Aku mengedikkan bahu. Aku memang tak niat berbelanja. Tadi, aku ke mall ini hanya mencuci mata saja. "Sayang, Tante pulang dulu, ya," pamitku pada Sasti. Ingin kucium pipinya, tapi aku rikuh dengan Rizal. "Kok, Tante juga pergi?" Tadi Sasti sibuk dengan mamanya. Aku baru

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-19
  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   Bab 8a

    Hari menjelang senja, Aku kembali ke kosan. Kosanku berada di gang sempit di belakang kantor. Kira-kira 700 meter dari kantor. Tapi, jalanannya hanya bisa dilalui motor atau bajaj. Kalau pun bisa dilalui mobil, tapi hanya satu arah dan tidak bisa bersimpangan. Biasanya, bagi yang bertamu menggunakan mobil harus parkir jauh dari kosan. Parkir di pinggir jalan sebelum masuk gang. Kosku itu berada di lantai dua. Lantai satu dihuni oleh pemilik rumah. Kamarku berada tepat di ujung paling depan. Kalau membuka jendela, maka aku bisa mengintip orang yang lalu lalang di jalanan depan kosan. Termasuk juga melihat penjual nasi uduk yang kadang buka dasaran di pagi dan sore hari. Aku sendiri penghuni paling baru di kosan. Semua rata-rata sudah menghuni kosan lebih dari setahun. Kabarnya, penghuni yang paling sering bergantian ya penghuni kamarku ini. Entah mengapa, meski aku pikir kamarku paling nyaman, karena ventilasi langsung masuk udara luar, buktinya tak ada yang mau pindah ke sini. Mungk

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-19

Bab terbaru

  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   Season 2/ bab 72

    “Besok aku ke kantor. Kita meeting semua ya. Jam delapan harus sudah siap.” Rizal tegas memberikan instruksi. Rizal teringat ancaman mantan mertua dan mantan iparnya. Mungkin ini adalah titik kulminasinya, setelah mereka tahu, pada siapa akhirnya Rizal memutuskan. Pasti saat dia tidak ada di kantor, mantan mertua dan iparnya itu mencarinya. Atau bisa jadi mereka mendengar dari Prita atau malah Desti sendiri. Bukannya dia sendiri yang mengenalkan Desti pada Ratih. Dan cerita Ratih kalau Desti pun berusaha menemuinya di kantor.“Minum, Mas.” Rizal tergagap saat Ratih sudah di dekatnya membawa segelas air putih.“Besok mulai kerja?” sambung Ratih. Ratih paham, urusan pekerjaan pasti sangat beragam.”Iya. Jam delapan ada meeting.”“Mau disiapkan sesuatu?”Rizal tersenyum. Pertanyaan Ratih mengingatkan statusnya yang sudah tak duda lagi.Kalau biasanya dia memikirkan diri sendiri, kini ada orang lain di sampingnya.”Kok malah senyum-senyum doang? Kamu biasanya pagi sarapan apa? Nasi goren

  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   Season 2/ Bab 71

    Rizal menghentikan mobilnya di luar kompleks perumahan. Nomor Gilang disegera dihubunginya. “Lang, ketemuan sekarang!” ucapnya begitu nomor Gilang tersambung. “Astaga. Ada apa lagi sih, Zal. Udah berapa kali kamu ganggu aku?” terdengar suara ketus dari Gilang. “Bisa nggak?” Rizal tak menimpali ucapan Gilang. “Nggak bisa, Bos. Gue ini cuma pegawai rendahan. Nggak kayak elu yang CEO! Jam makan siang, deh,” tawar Gilang. “Justru gue nggak bisa jam makan siang.” “Eits. Tumben?” “Nggak usah ngeledek. Besok siang. Awas jangan bikin janji sama yang lain!” ”Ya nggak bisa jamin juga....” Gilang belum selesai bicara, namun Rizal dengan semena-mena menutup sambungan teleponnya. Pikiran Rizal sedikit terganggu dengan beragam hal. Pertama pertemuannya dengan Desta. Cepat atau lambat, keluarga Desti pasti tak akan tinggal diam mengetahui dirinya memutuskan menikah lagi, dan bukan dengan Desti. Padahal Papa Desti sudah berulang kali memintanya. Dan, perusahaan yang dipegangnya, tentu sekara

  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   Season 2/ Bab 70

    ”Makasih, Sa.” Ekor mata Ratih mencari-cari Rizal yang tak kunjung kelihatan. Teman SMA-nya itu baru saja keluar dari supermarket. Dia tengah membawa tentengan belanjaan. “Ingat pesanku dulu. Jangan sampai kamu dimanfaatkan oleh Rizal.” Suara Danisa terdengar tegas dan mengancam. ”Aku duluan. Salam buat Rizal,” sambungnya. Belum sempat mencegah, Danisa sudah berlalu. “Kok malah bengong. Ayo. Katanya mau belanja.” Rizal mengambil alih troly yang dipegang Ratih. Mereka berdua masuk ke dalam area supermarket. Meski hari masih pagi, tapi supermarket ini sudah buka. ”Tadi ada Danisa. Kamu ingat kan? Nitip salam buat kamu.” Ratih berbicara sambil memberi kode Rizal untuk berhenti di stand aneka seafood. Kalimat paling belakang, sungguh menganggu Rizal. Rizal tahu, itu bukan salam biasa layaknya teman. Danisa, memang pernah kuliah satu kampus dengannya. Dulu, seperti Ratih, gadis itu dulu sering mencari perhatian padanya. Namun, lagi-lagi, Danisa bukan tipe yang Rizal inginkan.

  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   Season 2/ bab 69

    Darah Rizal seolah mendidih. Dari kejauahan dia melihat istrinya yang tengah ngobrol dengan seorang pria.Awalnya dia pikir hanya seseorang yang ingin bertanya sesuatu. Namun, mendadak, dia merasa cukup mengenal sosok itu.Sejenak Rizal berusaha mengingat, hingga satu nama ada di kepalanya. Ya, saat itu, dia bertemu dengan pria itu di pusat kuliner di ibukota saat tengah janjian makan siang dengan Gilang.Ya, benar. Itu adalah pria yang akan dikenalkan pada Ratih oleh Gilang.[Lang, sepupu Sekar yang kamu sebut tempo hari namanya siapa?] Rizal langsung mengirim pesan ke Gilang. Dia sungguh tak mengingatnya.[Sepupu Sekar yang mana?] Tumben Gilang langsung membalas. Padahal biasanya sepagi itu dia akan sibuk dengan urusan domestic dan anak-anaknya.[Yang kamu kenalin ke aku sebelum aku melamar Ratih.][Hah? Emang ada apa? Pengantin baru kok malah nanyain rival?] Sebuah emotikon tawa ngakak terlihat di layar ponsel Rizal.Tanpa menunggu lama, Rizal langsung menelon sahabatnya itu.”Jawa

  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   Season 2/ Bab 68

    “Mas, bangun. Udah adzan!” Tepukan lembut di pipi kanan sekaligus suara lembut yang memenuhi gendang telinganya membuat mata Rizal mengerjap.Pria itu bak hidup di alam mimpi. Bahkan dia baru menyadari di mana dia berada.“Jam berapa ini?” tanyanya. Tubuhnya merasa sungguh kelelahan. Dia bahkan seolah mati suri.”Jam 5.””Hah? Jam 5?”Rizal yang tadinya masih malas membuka mata, kaget dan refleks langsung terduduk.”Kok kamu baru bangunin?” Matanya masih berusaha mengerjap. Rambutnya acak-acakan. Namun tangannya sibuk mencari ponsel. Meyakinkan kalau dia benar-benar bangun kesiangan.Ditanya begitu, Ratih hanya terdiam. Dia memang sengaja tak membangunkan Rizal sebelum dia rapi.Ratih sudah mandi. Aroma sampo sudah tercium.Rizal langsung melompat dari tempat tidurnya. Dia tak peduli dengan penampilannya yang acak-acakan.“Siapin bajuku!” teriak Rizal sebelum dia menutup pintu kamar mandi.Sebenarnya dahulu saat masih bersama Desti, bahkan Rizal tak pernah meminta istrinya itu menyiap

  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   Season 2/ Bab 67

    ”Dik, yuk kita balik. Barang-barang sudah mau diantar.” Rizal berucap setelah emnerima telepon dari seseorang. Rupanya pengirim barang yang dibelinya tadi sudah hampir tiba di rumahnya.Ratih mengiyakan.“Di, aku tunggu di rumah baru, ya!” Rizal memberi titah pada pemuda yang tengah menyusun barang-barang Rizal ke mobil box.“Siap, Mas!”Dalam perjalanan pulang mereka tak banyak bicara.”Dekat ya, Mas?” tanya Ratih setelah masuk ke kompleks yang dikunjungi pertama tadi.”Ya, kurang lebih. Sasti kan sekolahnya sekitar sini. Nggak mungkin pindah jauh-jauh,” ucap Rizal.Ratih mengangguk paham. Apalagi bapak-bapak seperti Rizal pasti rumit kalau ingin memindahkan putrinya ke sekolah yang baru.”Saat ini, mungkin kamu nggak akan masalah dengan anak suami kamu. Tapi, kita nggak tahu setelahnya. Jadi, hati kamu harus seluas samudera jika suami kamu bakal banyak mementingkan anak sambung kamu. Dia juga pasti punya beban sendiri dalam membesarkannya. Akan lebih baik kamu selalu support dia, di

  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   Season 2/ bab 66

    Mobil yang dikendarai Rizal masuk ke halaman.”Aman semuanya?” tanya Rizal pada Pardi sambil membuka kaca mobilnya. Pemuda yang selain membantu Rizal bersih-bersih, juga kadang merangkap menjadi orang kepercayaannya.“Aman, Mas.”“Pardi ini juga dari kampung kita. Masih saudara. Dia ikut sejak lulus SMA. Dia sekarang kerja sama aku, sambil aku suruh kuliah,” terang Rizal.”Jadi, ini rumah kamu?” tanya Ratih.Mobil Rizal berhenti.”Betul. Ini rumah aku dan Desti dulu. Sebentar lagi akan laku. Aku sudah menjualnya. Sebelum pulang kemarin, Mbak Siti sudah packing barang-barangnya dan milik Sasti. Barang-barangku juga. Nanti kita bawa ke rumah baru. Sisanya, semua furniture dan perabot, akan dijual saja. Hasil penjualan, aku bagi dua dengan Desti.”Ratih mengangguk.“Ayo turun,” ajak Rizal.Pria itu membuka pintu depan.Tak bisa dikatakan mewah jika dibanding rumah artis. Namun, tergolong cukup elit untuk ukuran masyarakat awam. Barang-barangnya pun terlihat berkelas.Rizal mencuri pandan

  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   Season 2/ Bab 65

    Rizal terkekeh melihat Ratih yang belum nyambung. Puas rasanya dia bisa bercanda dengan pasangan. Hal yang hilang dari impiannya selama ini.Buat apa menikah, kalau semuanya palsu. Bahkan, selama pernikahannya, dia tak bisa menjadi dirinya sendiri. Sudah berkorban menjadikan pasangan sebagai ratu, malah berakhir dikhianati.Namun, Rizal tak ingin memutar waktu. Semua dapat diambil hikmahnya. Dia punya putri yang cantik. Dan tak menyesalinya.”Ayo, kalau sudah, kita bayar.” Rizal langsung menghubungi petugas di toko itu, menunjukkan item yang hendak dibeli, dan petugas mengecek ketersediaan di gudang.”Serius kamu beli semuanya?””Itu belum semua sayang. Bulan depan, kita beli lagi barang yang masih diperlukan. Sekarang seadanya dulu.”Ratih menghela nafas.“Kalau kamu bilang langsung belanja, aku bawa amplop dari teman-teman,” bisik Ratih.“Oh, klo gitu, besok kita belanja lagi…” Rizal mengedip-ngedipkan matanya.Refleks Ratih memukul lengan Rizal.“Coba hitung, sejak ijab qobul, kamu

  • DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU   Season 2/ Bab 64

    ”Sate Kambing, mau?” Rizal mengedip-kedipkan matanya.“Iya, nggak papa. Emangnya kenapa?” tanya Ratih. Bukannya dia sudah bilang mau apa saja.”Sama tongseng juga?” tawar Rizal tanpa menjawab pertanyaan Ratih.”Boleh.” Ratih tak mau ambil pusing masalah menu makanan. Dia malah kepikiran dengan rumah yang hendak mereka tinggali.Selama ini, Ratih tak berfikir sejauh itu. Dia pikir Rizal sudah punya rumah, jadi dia tinggal angkat koper. Meski sebenarnya dia mau menikah dengan duda, bukan karena asetnya. Tapi buat apa beli baru kalau yang lama masih ada dan masih bisa dipakai.”Nggak berubah pikiran?” tanya Rizal dengan ekspresi jahilnya. ”Kalau udah dipesan, nggak bisa berubah lho.”Ratih mendengus. Keningnya berkerut. “Seperti ada yang tidak beres,” gumamnya dalam hati.Kenapa Rizal berubah aneh. Apa selama sepuluh tahun memang banyak yang berubah. Atau selama ini dia memang tak tahu karakter Rizal.Kadang terlalu mengagumi orang, dapat menutupi sikap-sikap lainnya yang tak pernah terp

DMCA.com Protection Status