"Tolong!" teriak Tiara saat kembali ke dapur dan menemuka Helena hampir pingsan dengan wajah bak seputih kapas."Ya Allah, Helena ... Daddy! Mang Nusi, cepat sini!" teriak Bulan lantang hingga kedua lelaki itu datang sambil berlari menuju dapur."Sakit, t-tolong," lirih Helena dengan lemah."Ayo, cepat diangkat! Saya ambil koper untuk persiapan lahiran dulu!" Tiara berlari menuju kamar Helena, menarik koper berukuran sedang yang sudah disiapkan oleh Helena dan dirinya beberapa waktu lalu. Memang belum banyak pakaian bayi yang dibeli oleh wanita itu, karena mengingat bulannya masih sangat jauh, sehingga Helena bersantai untuk memenuhi keperluan persiapan lahiran.Tiara juga menyambar ponsel Helena yang tergeletak di atas tempat tidur. Ia juga berlari ke kamarnya untuk membawa tas selempang miliknya dan juga shal. Sambil mengangkat koper, Tiara berlari menuju mobil yang sudah siap meluncur ke rumah sakit.
Tiara menyusuri trotoar jalan dengan mata basah. Pandangannya sedikit kabur karena air bening itu tidak juga mau berhenti. Seandainya ia bisa terbang, maka ia sudah terbang untuk mengunjungi makam kedua anaknya. Mengatakan pada mereka bahwa dirinya sudah siap bergabung dengan keduanya.Kakinya terus saja melangkah lurus. Tidak tahu mau ke mana. Bari sudah berbahagia dengan Helena dan bayi mereka. Rumi pun sudah sangat bahagia karena menjadi istri kesayangan Angkasa. Lalu dirinya? Tiara tertawa bagai orang gila diantara air mata yang terus membasahi kedua pipinya.Sakit? Sangat sakit. Ia pun tidak menginginkan ini. Jatuh cinta pada orang yang salah. Jatuh cinta yang membuatnya mudah memaafkan dan memaklumi, tetapi tidak bisa melemparkan perasaan itu ke dasar jurang yang paling dalam.Kita tidak pernah bisa memilih pada siapa hati ini berlabuh, namun takdir menetapkannya pada sat
Suasana kamar perawatan tiba-tiba hening untuk beberapa saat. Tiara masih terisak dengan bibir yang belum sanggup untuk menjawab pertanyaan Bari. Lelaki itu pun masih setia berlutut sambil menunjukkan cincin yang ada di dalam kotak beludru."Tiara," panggil Bari lagi. Tiara masih saja terisak.Tiba-tiba saja suara rengekan dari bayi cantik membuat Tiara menoleh dan dengan gerakan refleks menenangkan bayi itu. Menepuk-nepuk lembut bagian samping tubuh bayi mungil yang dibungkus kain bedong. Namun si Bayi masih saja merengek gelisah."Tiara, dia juga menunggu jawaban dari kamu," kali ini Angkasa yang membuka suaranya."Kamu mau'kan menjadi ibu dari bayiku? Menjadi istriku. Aku mohon, menikahlah denganku.""Hiks ... ya, aku mau.""Alhamdulillah." Bari tersungkur di lantai yang dingin. Bersujud penuh syukur karena kebahagiaan di depan mana sudah menantinya.Ti
Lafaz ijab baru saja diucapkan Bari dengan lantang, hanya dengan satu kali tarikan napas. Seluruh yang hadir di sana, termasuk beberapa orang perawat dan seorang dokter yang bersedia menjadi saksi pernikahan siri Bari dan Tiara.Sah!Ketika satu kata itu terucap dari bibir penghulu yang menikahkan, maka semua orang menarik napas dengan penuh kelegaan. Tak terkecuali Tiara dan juga Bari.Lelaki itu bahkan tak sabar memajukan sedikit tubuhnya untuk mencium kening Tiara, tetapi sayang, tangan Tiara lebih cepat menghadang adegan mesum tidak tahu diri seorang Bari Pradipta."Nanti!" sinis Tiara membuat seluruh yang hadir di sana tertawa terpingkal-pingkal. Telapak tangan Tiara tepat berada di bibir Bari, menghadang salah satu anggota tubuh lelaki itu agar tidak salah arah."Pengantin wanita masih malu, Mas Bari. Mungkin nanti
"Kenapa kamu masih di sini? Pergilah ke kamar Helena, Nara pasti ingin sering ditimang oleh ayahnya," kata Tiara pada suaminya. Saat itu Bari baru saja mengirimkan pesan pada salah seorang designer interior yang ia mintakan tolong untuk mendekorasi ulang rumahnya.Lelaki itu tersenyum, lalu meletakkan ponselnya ke dalam saku. Ia berjalan mendekat pada Tiara, lalu menggenggam tangan wanita itu."Aku tidak mau kamu marah atau cemburu," kata Bari beralasan."Aku bisa sangat marah bila kamu melupakan Nara yang masih merah dan sangat membutuhkan dekapanmu. Helena juga baru saja melahirkan dan sudah memberikan anaknya pada kita. Akan sangat egois bila kita tidak memperhatikannya. Pergilah ke kamar Helena. Bermalam di sana bersama Nara. Kamu akan tahu sensasinya begadang dengan seorang bayi cantik. Jangan khawatirkan aku, aku baik-baik saja." Bari menghela napas berat. Garis lengkung bibirnya ter
Helena sudah berdandan sangat rapi. Hari ini ia boleh keluar dari rumah sakit karena kondisinya cukup baik. Melahirkan dalam keadaan normal ternyata sangat membantu seorang ibu untuk cepat pulih dan dapat beraktifitas seperti biasa, walau Helena sendiri belum berani untuk jongkok saat di kamar mandi.Polesan lipstik warna nude dan rambut yang sudah diikat tinggi, membuat wajah cantik Helena yang baru saja melahirkan bayi cantik, semakin nampak bersinar.Di dalam ruangannya sudah ada Tiara yang menimang sayang Nara. Ada juga Bulan dan suaminya, serta Bari yang tengah merapikan tas pakaian yang akan dibawa Helena pergi."Jadi mau ke bank dulu, Oma?" tanya Bari pada Bulan."Iya, kami ke Bank dulu. Tiara akan pulang bersama kamu dan Nara. Bukan begitu Helena? Kamu yakin baik-baik saja?" Bulan bertanya pada Helena yang kini tengah menunduk memakai sepatu barunya."Ya ampun, sepatu ini manis sek
Pria bertubuh tinggi dan tidak terlalu gemuk itu melangkah santai masuk ke dalam kamar. Ia melihat Tiara tengah memberikan asi milik Helena yang memang sudah disiapkan sepuluh botol untuk Nara. Semalaman hingga pagi lagi Helena menampungnya dan hasilnya cukup mengejutkan.Sepuluh botol ukuran 110 ml dan itu bisa dikonsumsi Nara kurang lebih sepuluh hari. Tiara memberikan asi pada Nara sambil berbaring miring memunggungi pintu kamar. Terlalu asik dengan bayinya, Tiara tidak menyadari bahwa Bari sudah mengunci pintu dan berjalan perlahan menuju ranjang."Apa Nara banyak menyusu?" tanya Bari yang tiba-tiba sudah duduk di belakang tubuh Tiara. Wanita itu menoleh ke belakang, lalu tersenyum sambil mengangguk."Banyak sekali. Lihatlah, satu botol ini habis. Sekarang Nara sepertinya sangat mengantuk," jawab Tiara antusias."Saya pun sama, he he ...." Tiara merasakan perasaan yang tidak enak."Mak
"Ini, silakan diminum langsung, bonus dari saya, jadi begitu sampai di rumah, permennya sudah bekerja dengan baik dan bis langsung berjuang hingga titik darah penghabisan, ha ha ha ...." Bari ikut tergelak mendengar gurauan si pemilik toko herbal. Dengan memantapkan hatinya, Bari meraih gelas yang berisi air cukup banyak. Segera dimasukkannya permen itu ke dalam mulut, lalu ia minum air sebanyak-banyaknya hingga gelas kosong."Terima kasih, Mas. Kalau cocok nanti saya langganan," ujar Bari yang sudah siap berpamitan."Ditunggu, Mas, pokoknya sering-sering aja main kemari. Dijamin tidak mengecewakan. Oh, iya, satu pesan saya, jika sedang mengonsumsi obat herbal jenis apapun untuk vitalitas pria, sebaiknya banyak minum air putih ya, agar pinggang tidak sakit," terang lelaki itu dengan senyuman terkembang.Bagaimana ia tidak senang? Bari bukan hanya membeli satu strip permen, melainkan satu dua yang berisi 20 strip permen kua