Tiara menatap tak sabar jam di dinding. Ini sudah pukul sepuluh pagi menjelang siang dan belum ada satu orang pun yang datang menggantikannya untuk menunggui Bari.
Baju yang ia kenakan sudah tidak nyaman. Tubuhnya sangat terasa gerah sehingga ia butuh mandi. Memang Bari masih saja tidur, ia cukup bersyukur dengan itu, tetapi tetap saja tubuhnya tidak nyaman dan ingin segera mandi di air dingin, sambil membasahi rambutnya.
Tiara memanjangkan leher untuk mengintip ke brangkar Bari yang masih saja senyap. Pria itu tidak kunjung sadar setelah pingsan dan tidur begitu lama.
Cklek
Dua orang perawat masuk, lalu tersenyum pada Tiara.
"Bagaimana keadaan Pak Bari, Mbak?" tanya perawat itu dengan ramah.
"Udah mati kali, Sus, coba aja cek. Masa ada orang pingsan dan tidur gak bangun-bangun, padahal harus minum obat. Gak makan, gak ke kamar mandi. Mana ada orang yang masih bernapas tid
"Pak, mohon maaf banget ini, saya beneran ngantuk berat. Tugas menjaga buaya pingsan membuat saya tidak bisa tidur semalaman. Jadi saya mohon Bapak balik lagi aja besok ya," ujar Tiara dengan mata setengah terpejam karena sedang merasakan kantuk yang luar biasa.Mendengar kata buaya pingsan, membuat Pak RW Ismoko atau yang biasa dipanggil Pak Moko itu menelan ludah. Apakah calon istrinya pawang buaya?"Udah ya, Pak, saya masuk dulu. Pakde jangan lupa tutup pintunya ya. Saya beneran gak tahan." Tanpa menunggu lagi, Tiara berbalik dan segera masuk ke dalam kamarnya dengan sempoyongan. Tak lupa pintu kamar ia kunci agar tidak terjadi hal-hal yang tidak ia inginkan.Cukup dua kali keteledoran lupa mengunci pintu rumah ataupun kamar menyebabkan dirinya selalu diikuti masalah yang sangat pelik.Tiara menghempaskan tubuhnya kembali ke tempat tidur, memeluk guling kesayangannya dengan erat, lalu terbang bersama mi
"Oma, maaf, ini ada apa?" Tiara merasa sangat malu duduk di hadapan wanita sepuh yang masih terlihat sangat cantik dan sehat."Kamu dikirim dari CV tenaga kerja 'Maju Bersama Cinta' bukan?" tanya Bulan sambil tersenyum hangat."B-betul, Oma." Bulan masih menyunggingkan senyumnya. Memperhatikan Tiara dari ujung kepala hingga kaki. Keadaan yang tumpang-tindih dengan Rumi; menantunya, sekaligus adik dari Tiara.Rumi memiliki kehidupan yang sangat layak dan penuh cinta dari Angkasa, anak mereka juga tumbuh dengan sehat serta lucu. Namun Tiara, wanita yang begitu berbesar hati memaafkan semua kesalahan cucu lelakinya takkan mampu ia tukar hal itu dengan uang. Belum lagi kenyataan rahim yang harus diangkat karena keracunan obat akibat perbuatan Bari.Bulan memijat pelipisnya dengan kuat bila mengingat kelakuan Bari yang diluar nalarnya sebagai manusia, sekaligus anggota keluarga yang cukup dengan cucunya.
Bari kembali dilarikan ke rumah sakit setelah tak sadarkan diri di depan pintu kamar mandi Tiara. Semua orang panik, termasuk Oma Bulan, Angkasa, dan juga beberapa orang pembantu yang ada di rumah itu.Dua orang lelaki pekerja Bulan, bahkan mengalami kesusahan mengangkat tubuh Bari yang menurut mereka sangat berat, padahal tubuh lelaki itu tidaklah gemuk ataupun gendut. Seakan tubuh itu enggan beranjak dari depan kamar mandi."Bisa diceritakan kronologi yang menimpa Mas Bari ini? Apa beliau terpeleset?" tanya seorang dokter muda pada Bulan dan juga Tiara."Cucu saya ditemukan di depan pintu kamar mandi mantan istrinya, Dok, saat itu Mbak Tiara ini sedang mandi, benar begitu Tiara?" tanya Bulan sembari menoleh pada Tiara. Tak ada yang bisa dilakukan Tiara selain mengangguk dengan perasaan sangat malu."Mm ... jadi seperti itu. Apa berpisahnya sudah lama?" tanya dokter lagi."Maaf ya, Dok, m
Tiara tersentak dari tidurnya. Lehernya yang miring ke kanan saat tidur cukup lama, menjadi kaku dan sedikit nyeri, bahkan untuk beberapa saat ia harus berdiam diri dahulu tanpa bisa menoleh ke kiri. Saraf lehernya begitu kaku sehingga Tiara merasa sangat tidak nyaman.Tangannya meraba leher belakangnya, lalu melakukan pijatan ringan agar rasa kaku itu hilang. Bari masih terlelap seakan tidurnya terlalu nyenyak."Kamu mau sampai kapan tidur seperti ini? Aku harus bekerja pada Oma Bulan. Cepatlah sadar! Kenapa selalu saja menyusahkanku? Aku akan panggilkan Helena ke sini jika kamu masih tidak sadar juga!" ancam Tiara dengan kesal.Telinga Bari menangkap sinyal tidak baik ketika mendengar nama Helena. Sontak ia membuka mata dengan lebar, lalu memeriksa keadaan ruangan dengan matanya yang sedikit sayu."Akhirnya kamu buka mata juga. Masa harus aku sebut nama wanita itu baru kamu sadar," ujar Tiara seraya menc
Tiara mencoba membuka mata saat hidungnya mencium aroma yang sangat pedas. Ia mengerjap beberapa kali; berusaha mengumpulkan kesadaran serta kejelasan penglihatannya."Ya ampun, saya pingsan ya," lirih Tiara saat menyadari ada Rumi di dekatnya dan menatap lekat dirinya dengan penuh khawatir."Mbak pingsan tadi di dekat brangkar Bari. Udah satu jam yang lalu. Ini, minum dulu!" Rumi memberikan gelas yang berisi teh manis hangat. Dengan bantuan sedotan, Tiara menyeruput teh hangat yang baru saja membasahi tenggorokannya yang sangat kering.Tiara baru sadar jika tangan kirinya tertancap jarum infus."Kenapa aku diinfus? Memangnya aku sakit apa?" tanya Tiara masih dengan suara lemah."Darah rendah dan stres. Padahal baru diminta tolong menyeka Bari saja sudah stres, bagaimana kalau disuruh duduk di atasnya," ledek Rumi sambil menggigit bibirnya. Ia teringat kejadian semalam bersama Angkasa yang
Hari ini Bari sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Dokter berpesan padanya untuk selalu rutin medical check up per enam bulan untuk mengetahui perkembangan jantung, hati, dan juga levernya.Angkasa menjemput putranya ditemani oleh Rumi. Wajah lelaki itu masih sedikit pucat, tetapi tenaganya sudah cukup baik."Kamu mau pulang ke mana?" tanya Angkasa saat mengendarai mobil keluar dari area rumah sakit."Ke rumah Oma saja, Pa," jawab Bari sambil menyeringai."Mau ketemu Tiara setiap hari? Yakin gak bikin kamu jadi sering pingsan?" ledek Angkasa pada putranya. Sontak Bari dan Rumi tergelak. Ekspresi Angkasa yang datar membuat keduanya tak tahan untuk tidak tertawa."Masih lebih baik daripada harus pulang ke rumah Papa. Ada Helena di sana. Bisa-bisa aku bukan cuma sering pingsan, tetapi juga langsung mati kali, gara-gara kelakuan manjanya. Pa, tolong cari info soal malam aku dijebak Helena. Juj
Rencana pertama dimulai. Bari tidak keluar kamar sama sekali saat Tiara masih berada di dalam rumah. Hal ini sudah terlebih dahulu ia sampaikan pada Omanya, agar Bulan tidak khawatir dan merasa aneh.Bibik yang bertugas mengantarkan makanan dan juga mengambil bekas makanan dari dalam kamar lelaki itu. Seperti biasa, Tiara fokus pada Bulan. Menemani wanita berusia senja itu berbincang dan mengerjakan sedikit laporan berkaitan dengan usahanya.Untung saja ia pernah kursus komputer sehingga dapat melaksanakan tugas dari Bulan dengan cukup baik."Apa Bari masih di dalam kamar, Bik?" tanya Bulan saat bibik mengantar pisang goreng di saung belakang, tempat Bulan mengajarkan Tiara membuat laporan."Masih, Nyonya," jawab Bibik. Tiara nampak menghentikan sejenak ketikan pada keyboard laptop begitu mendengar nama Bari."Saya lihat juga tengah berkemas," tambah bibik lagi sambil mengedipkan matanya p
Sudah dua hari ini Tiara tidak bersemangat bekerja. Wanita itu tidak cerewet seperti biasanya, walau ia cukup komunikatif saat berada di depan Bulan. Namun ketika sedang sendirian, maka Tiara akan diam dan banyak melamun.Seperti sore ini, ia baru saja selesai menemani Oma Bulan dan Opa Xander mengunjungi salah satu gerai food court di mal yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka. Sehabis mandi, Tiara biasanya duduk di taman belakang sambil memberi makan kelinci dan kura-kura peliharaan Bulan, tapi sore ini ia memilih berbaring di kamar.Tidak ada yang bisa ia kerjakan jika Bulan sudah beristirahat di kamar. Pekerjaan yang sebenarnya sangat ringan untuknya sebagai asisten Bulan.Tok! Tok!"Mbak Tiara, ini obatnya," seru Bibik dari balik pintu. Tiara turun dengan malas dari ranjangnya, lalu berjalan untuk membukakan pintu.