Share

Session 2 - Bab 5

Penulis: Evie Yuzuma
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-04 11:03:10

“Sudah deh, Bu! Ibu itu jangan lemah seperti itu! Kita itu harus kuat! Kalau masalah karma, itu urusan Tuhan bukan urusan orang! Makanya jangan cuma Syfa yang Ibu suruh move on, Ibu juga, dong! Ibu masih cantik, masih muda, Syfa yakin … Ibu pasti bisa dapetin yang lebih baik dari pada Bapak. Mari kita move on bareng-bareng, Bu! Kita pasti bisa!” Aku bersimpuh dan memeluk Ibu. Rasanya selalu tenang ketika berada di dekat perempuan yang kucintai itu.

“Kamu ini ada-ada saja. Ibu sudah tua. Ibu sudah tak memikirkan masalah laki-laki. Sudah malam, kamu tidur sana! Makin ngelantur jadinya!” Ibu menepuk-nepuk punggungku sambil terkekeh.

“Iyalah, ngantuk, Bu! Syfa tidur dulu. Pokoknya Ibu jangan melow-melow lagi. Ingat Bu, anakmu ini bukan tipe seperti lagu dangdut zaman dulu!” Aku bangun sambil mengibaskan rambut.

“Lagu dangdut zaman dulu sih apa?” Kedua alis Ibu saling bertaut.

“Aku bukan pe-ngemis cintaaa!!!” tukasku dengan nada mengikuti penyanyi aslinya lalu tergelak.

Lagu itu sering
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 6

    Dress code orange? Aku menatap pantulan diriku di depan cermin. Rasanya tak buruk. Kaos orange dengan jeans warna hitam kukenakan. Rambut diikat menjadi gulungan. Mirip disanggul, tapi bukan sanggul. Hanya biar gak terburai. Sepatu kets warna putih sudah membungkus kakikku dengan nyaman.Wajahku hanya dipoles cream saja. Malas bermake up. Aku make up kalau untuk kerja saja karena tuntutan. Bagaimanapun, kerja di minimarket memang harus selalu on, walau tak harus tebal. Sekitar jam tujuh pagi, mobil Reza sudah datang. Dia yang menyetir. Gayanya sama seperti kemarin casual. Kalau dipikir-pikir, aku dan dia sedikit ada kesamaan, tak suka bergaya pakaian formal. Berbeda dengan Rita dan Beni. Sepasang calon suami istri itu tampak serasi dengan dress batik bercorak orange couple. Rita memakai sepatu pantopel hitam dengan hak tiga sentian. Tubuhnya yang memang tak terlalu tinggi cukup terbantu. “Fa, kok pake kaos, sih?” protes Rita ketika aku membuka pintu mobil. Mau tak mau deh duduk di d

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-04
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 7

    Aku menoleh. Beberapa detik dunia seakan berhenti. Itu ‘kan Abang Mart yang tempo hari. Duh, dia kenal aku gak, ya? Mau taruh di mana mukaku kalau dia inget aku yang mau janji bayar tapi gak jadi karena gak punya uang. Sebelum dia menoleh, sebaiknya aku menghindar. Bergegas aku menjauhi meja panitia. Namun mataku tetap memperhatikan Abang Mart yang tadi. Pakaiannya kali ini tampak rapi, berkelas bahkan dan tak terlihat seperti orang susah lagi. Apa dia minjam baju demi datang ke sini, ya? Ah, tapi masa iya, sih? Tak berapa lama, Pak Hakim Azhari yang tadi bertemu denganku muncul. Dia menyalami Abang Mart, tapi tampak sedikit membungkuk tanda sopan. “Loh, kok? Aku kira si Abang Mart ini pegawai atau anaknya Pak Hakim ini. Usianya jauh lebih muda, mungkin beberapa tahun di atasku. Tapi kok malah Pak Hakim yang membungkuk hormat seperti itu padanya.” “Eh, itu siapa pula?” Netraku memicing ketika terlihat ada perempuan cantik dan tinggi menghampiri Abang Mart. Dia terlihat muda dan ce

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-04
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 -Bab 8

    Acara reuni belum selesai, Reza sudah mengantarku pulang. Di perjalanan dia tak banyak bicara. Ya, image cool memang cocok untuk dia. Barulah ketika tiba di depan minimarket dia menghentikkan mobilnya. “Makasih ya, Za!” Aku tersenyum dan mengangguk padanya. “Ahm, tunggu, Fa!” Tangannya mencekal pergelangan tanganku. “Ya, kenapa?” Aku menoleh padanya. Heran melihat wajahnya yang tampak gugup. “Fa, maaf kalau ini mungkin terlalu cepat. Hanya saja … sejak SMA aku sudah memperhatikan kamu. Aku suka sama kamu. Mau jadi pacarku?” Eh … beberapa detik, rasanya dunia berhenti. Aku mengerjap-ngerjap menatap wajah Reza yang ada di depanku. Cekalan tangannya terasa erat. “P--Pacar?” Seolah tak sadar aku mengulangi satu kata itu. “Iya, Fa.” Reza bicara dengan mantap. Aku menghembuskan napas kasar. Lalu menatap tajam manik hitamnya, “Apa kamu yakin? Kita baru ketemu dua kali ini loh, Za!” tukasku setelah rasa kaget ini hilang. Perlahan kutarik lenganku yang dicekalnya. “Aku yakin, Fa. Sang

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-04
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 9

    “S--Syfa? Sudah pulang?” tukasnya tergagap. Aku bersedekap dan memandanganya dengan mata menantang. Kesal, sedih, benci bercampur baur menjadi satu di dalam sini. Andai belum malam, ingin rasanya aku meneriakinya hingga rasa muak yang menumpuk ini lekas pergi.“Iya.” Aku menjawab singkat. Kulirik wajah Ibu, tampak dia tengah termenung. Awas saja kalau dia kasihan sama laki-laki pengecut itu. Bapak, memasang wajah sendu. Dia menatapku lalu bicara dengan lembut, “Duduklah, Fa … Bapak mau bicara.” “Eh, kenapa Bapak nyuruh-nyuruh aku duduk? Ini bukan rumah Bapak.” Aku menjawab santai sambil berlalu menuju meja tivi. Lekas kuletakkan tas yang berisi pakaian gantiku siang tadi. Bapak menghela napas kasar. Wajahnya tampak muram. Ck, aku melirik ke arah Ibu yang tampak sudah menguap berulang kali. “Ibu kenapa belum tidur. Aku pasti nyalahin dia kalau besok vertigo Ibu kumat, ya!” tuturku sambil melirik pada Bapak. “Ibu nungguin kamu, Fa. Tadi kirain kamu pulang. Berangkat kan pake mobil

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-04
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 10

    [Met kerja, Fa. Semangat!] Dih, lebay! Aku mencebik, tapi tetap kubalas. Sudah numpang, tak tahu diri pula. [Sama-sama.] Namun, baru saja aku hendak menon aktifkan paket data, tiba-tiba sebuah video masuk dari nomor Rita. Aku segera membukanya pensaran. Soalnya ada tulisan yang Rita kirimkan.[Cepetan buka, urgent!]Jemariku tak menunggu lama untuk mengklik isi video itu. Video itu masuk ke IG-nya Mbak Merina rupanya. Aku menggeram kesal. Video itu membuat darahku mendidih. Sepertinya kabar kedatangan Bapak semalam sampai pada istrinya. Hari ini, Mbak Merina menayangkan dari IG-nya dan menulis caption seolah mereka teraniaya. [Susah kalau punya Papa ganteng, dokter dan kaya. Pelakor bertebaran di mana-mana. Sabar ya, Ma. Pelakor itu biar kita viralkan saja agar jera.] Itu tulisan bersama emoticon peluk sebelum akhirnya video itu diuploadnya. “Nur, apa gak ada lagi laki-laki di dunia ini selain suamiku? Kamu itu harusnya meraba perasaan sesama wanita. Sudah tahu laki-laki itu pun

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-04
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 11

    Seketika aku menoleh bersama bisikan Mario yang melempar komplen padaku,“Hey, itu ada pengunjung masuk! Kenapa gak disapa?”Akhirnya dia datang!Seketika senyum yang tadi surut, kembali terkembang. Rasanya hati ini begitu riang. Aku tak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Ah aneh memang, padahal siapa dia?Eh, tahunya dia ngeloyor saja. Tak ada kata-kata apapun dan tak menyapa sedikitpun. Lalu dia masuk ke dalam barisan rak. Setelah itu kembali dengan belanjaan. Lah, dia malah belanja.Aku melayaninya seperti pada pembeli lainnya. Sesekali kuintip ekspresi mukanya. Apa seperti orang yang mau nagih atau tidak? Ah, kok malah makin dilihatin, makin ganteng. Stop, stop Syfa! Stop lihatin dia. Aku sedang memasukkan barang belanjaannya yang tak seberapa itu ke dalam plastik. “Tebus murahnya, Kakak! Bisa dapat biscuit ragil dengan harga lima ribu rupiah atau shampoonya dengan harga sepuluh ribu, Kakak!” tukasku sambil memperhatikan tas selempang yang dipakainya. Sepertinya dia membawa

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-05
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 12

    “Oke, Pak! Jam lima sore saja, ya, Pak. Saya kerja pulangnya jam dua. Besok bisa?” Lidah ini mendadak lancar jaya. “Boleh, Mbak. Oke sampai nanti.” Panggilan pun ditutupnya. Ya Tuhaaan … lancarkan perjuanganku membawa duda untuk Ibu. Usai menyelesaikan panggilan dengan Pak Hakim. Aku segera mengirimi pesan pada Rita. [Ta, besok ke PMM, yuk!] PMM itu singkatan Plaza Meridian Mall [Wah traktir?] Balasan Rita membuat aku berpikir beberapa saat. Uangku saja sedang terancam akibat laptop mahal Pak Hakim yang ketumpahan air. [Cilok.] Balasku. Dari pada Rita gak mau. Aku traktir cilok saja ‘kan dapet lima ribu. Cilok yang biasa mangkal di sekolah SD kami dulu. [Dih!] Balasan kuterima dengan gambar mata mendelik.[Ya sudah, gak jadi traktir kalau gak mau.] Aku membalas cepat. [Iya, deh, oke.] Aku tahu, Rita itu tak serius tadi. Bagaimanapun dia adalah sahabat yang paling baik. Aku bergegas pulang setelah memastikan Rita bersedia mengantar. Segera kulajukan sepeda motorku dengan kecep

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-05
  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 -Bab 13

    Oh, jadi dia itu pemilik mall. Serasi sekali kulihat. Meski sudah paruh baya, tapi waktu mudanya pasti ganteng dan cantik. Yang laki-laki itu pasti ganteng kayak … hmmm … Abang Mart, eh Abang Zayd. “Jadi gimana? Mau membicarakan perihal apa ya, Syfa?” Suara Pak Hakim membuyarkan pikiranku. Jujur, aku masih memikirkan dua orang itu. Sebenernya mau membicarakan soal status Bapak, tapi … itu hanya aku bisa ucapkan dalam hati. “I--Itu, Pak. Terkait laptop yang terkena air itu. Saya mohon maaf banget. Saya beneran gak sengaja.” Akhirnya itulah kalimat yang keluar dari mulutku. “Oh itu, iya saya paham, kok. Jangan khawatir.” “Kata Bang Mart, eh Zayd, itu harganya lima belas jutaan ya, Pak? Boleh saya minta keringanan buat mencicilnya?” tanyaku dengan memasang wajah memelas. Bukan pura-pura sedih, tapi memang beneran sedih. “Cicil?” Pak Hakim menautkan alisnya. “Iy--Iya, Pak. Kalau rusak terus seharga segitu, saya tak ada uang, Pak. Saya cuma pegawai minimarket, Pak. Gajinya UMR. Buat

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-05

Bab terbaru

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 73 (end)

    Suara tangisan bayi terdengar nyaring ketika aku dan Bang Zayd baru saja menginjakkan kakinya di rumah sakit. Senyum pada bibirku terkembang sempurna. Akhirnya adik yang kutunggu-tunggu sejak dulu, kini sudah ada. Meskipun, jaraknya teramat jauh. Dia akan menjadi paman kecil putriku. “Tuh, tadi kelamaan wara-wiri, pas datang sudah lahiran!” tukas Bang Zayd. “Ya, kan beli-beli dulu, Bang. Kalau gak aku, siapa? Ibu kan punya anaknya satu saja.” Aku mendelik ke arahnya. Namun baru saja aku mengatupkan bibir. Dari arah berlawanan tampak anak-anak Pak Hakim muncul sambil menenteng paper bag juga. Tak kalah banyak pula dariku. “Hay, Syfa!” “Hay!” Aku melambaikan tangan juga ketika Bang Zayd menyenggol lenganku sambil berbisik, “Kamu gak sendiri, Syfa. Tuh, sekarang ada mereka.”“Iya, Bang. Keknya gegara kemarin makan mie instan, kecerdasanku langsung berkurang.” “Eh, kamu makan mie lagi?” “Duh, keceplosan. Sekali lagi doang, Abang … kan waktu itu malah Abang habisin.” Lalu obrolan i

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 72

    “Oh, ya? Ibu serius?” Aku terkejut senang. Ibu baru saja mengabarkan jika Bapak, Mama Renita dan Mbak Merina datang ke rumah. “Ya seriuslah, Syfa. Ibu juga sampai kaget. Gak nyangka.” Kudengar Ibu menjawab disertai kekehan. Duh senang rasanya mendengar nada bicara Ibu yang riang dan ringan. Hidupnya kini tampak lebih menyenangkan. “Tulus gak tuh minta maafnya? Tumben?” tanyaku lagi. Jujurly, aku tak percaya. Kok semudah itu mereka meminta maaf. Apakah insiden kemarin benar-benar membuatnya tobat? Aku memiringkan kepala untuk menjepit ponsel yang kuletakkan di antara bahu dan telinga. Sementara itu, satu tanganku sibuk mengaduk mie instan. Rasanya aku sudah tak tahan lagi mencium wangi yang menguar ini. Mumpung Bang Zayd gak ada. Akhir-akhir ini, aku berasa di penjara. Bang Zayd protektif banget. Mau ini, gak boleh, itu gak boleh. Padahal dokter juga bilang kalau sesekali gak apa-apa. “Semoga saja tulus, Fa. Alhamdulilah kalau mereka sudah sadar. Mungkin kejadian kemarin yang membu

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Sesion 2 - Bab 71

    Merina duduk tepekur di ruang tengah. Sudah dua hari berlalu dari kejadian memalukan di hotel itu, Merina sama sekali tak mau keluar. Dia terus-terusan mengurung diri di dalam rumah. Mentalnya tak kuat menghadapi ocehan dan cemoohan para tetangga.“Gak nyangka, ya! Ayahnya dokter, tapi anaknya mau-maunya jadi pelakor! Untung gagal nikah, ya!” “Iya, kasihan sekali istri pertamanya. Kemarin katanya pas datang ke acara itu lagi hamil besar, ya? Saya gak dateng kemarin soalnya.” “Iya Mbak e. Ya ampuun. Kita saja kaget dan shock. Apalagi pas tahu, itu duit yang dipake buat pesta, ternyata duit mertuanya si cowok!”“Masa, sih, Mbak? Gila, ya! Bener-bener itu janda bodong. Gak punya hati banget. Pasti dia goda habis-habisan itu cowok biar nempel! Gak nyangka, ya! Si Merina itu padahal anak dokter, ya!”Kalimat-kalimat cemoohan. Baik yang tak sengaja dia dengar, maupun tanpa sengaja dibacanya dari status WA dan sosial media, benar-benar merusak mood Merina. Semua menyalahkannya. Semua menyu

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 70

    “Kami datang, sekalian mau sebar undangan, besan!” Mama Renita berbasa-basi pada Mami Ayu. “Oh, ya? Selamat kalau begitu! Kapan acaranya?” Mami Ayu menatap Mama Renita dengan penuh senyuman. “Semingguan lagi dari hari ini. Besan wajib dateng, ya. Kami merayakannya lebih mewah dari pada yang dulu-dulu.”“Inysa Allah.” Aku hanya mendengarkan obrolan Mama Renita dengan Mami Ayu. Tetiba saja Mama Renita bilang besan, padahal kan yang besanan sama Mami Ayu, cuma Ibu. Kenapa pula dia ikutan ngaku-ngaku. Dia pun sama sekali tak menyapa Ibu, malah sibuk terus dengan Mami Ayu dan keluarganya. Ibu datang menyambut hanya bersalaman saja. Dia terus ngajak ngobrol lagi dengan Mami Ayu dan mengabaikan Ibu, aneh.“Alhamdulilah, calon suaminya sekarang itu dokter. Memang kalau keluarga dokter, coocknya sama dokter,” tukas Mama Renita sambil tertawa sumbang. Kulihat Mami Ayu merangkulnya penuh rasa persahabatan lalu mengajak Mami Renita menjauh. Ah, sayang … padahal aku tengah turut serta mendengar

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 69

    “Aish, gak akan bisa! We!” Aku makin senang menggodanya. Namun, aku yang lengah menubruk tubuh orang lain sehingga akhirnya Bang Zayd yang menang. Tanpa kusangka dia membopongku dan langsung membawa lari menuju cottage. “Siap-siap, Sayang!” bisik Bang Zayd yang membuat aku merinding. Suaranya berebutan dengan desau angin. Senyum pada bibirku mengembang bersama wajah yang terasa memanas. Mungkin sudah merona merah ketika langkah demi langkah akhirnya membawa kami ke cottage. Derit pijakkan lantai kayu terdengar. Bang Zayd membuka pintu dengan sikunya, lalu menjatuhkan tubuh kami sama-sama ke pembaringan. “Masih mau lari?” bisiknya. Sangat dekat sehingga degup jantungku berpacu sangat-sangat cepat. Meskipun bukan pertama kali, tapi berdekatan dengannya selalu seperti ini.*** “Ehm, Asyfa?!”Tangan Bang Zayd menguyel-uyel ujung hidungku, membuat bayangan romantis yang sedang kukenang berhamburan. “Ish, Abang!” Aku mendelik ke arahnya, sebal. Bisa-bisanya dia memanggilku di saat aku s

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 68

    Sebuah surat undangan kudapatkan. Arlia, gadis yang pernah membuatku cemburu pada Bang Zayd itu, ternyata berjodoh dengan Bang Irfan. Aku menggeleng sambil tersenyum sendirian menatap sepasang nama mempelai pada kartu undangan. Arlia dan Irfan. “Kenapa senyum-senyum sendiri, hmm?” “Eh, Abang. Ini … hanya pernah ingat dulu.” Aku menyimpan surat undang yang Bang Zayd bawa. Dia tak menyahut dan berlalu begitu saja, meninggalkanku dari sofa bed yang ada di ruang keluarga dan ngeloyor ke kamar. “Eh, kok kayak gak suka, ya?” Aku mengedik saja, lalu merebahkan tubuh. Syukurlah Bang Zayd ke kamar, jadinya aku bisa bebas tiduran. Tontonan yang tadi dia pindahkan pun, aku kembalikan pada tayangan semula, acara kartun yang sesekali membuatku tertawa. Cukup lama, Bang Zayd tidak kembali. Perlahan aku menguap karena rasa nyaman ini. Lalu tiba-tiba aku berada di suatu tempat yang indah. Aku sedang berada di sebuah kapal pesiar dan menikmati hembusan angin pantai ketika tiba-tiba ada seorang l

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 67

    “Apa? Zayd mau menikahi Karina?” Kali ini Mami Ayu yang terkejut. “Kalau gak salah dengar sih, iya, Mami. Syfa ke sini mau minta pendapat Mami. Baiknya kami gimana?” Mami Ayu tak menjawab pendapat Asyfa, tapi dia langsung menoleh pada Ainina sambil bicara, “Ai, telepon Abang kamu sekarang! Panggil ke sini! Biar semua masalah bisa jelas ujung pangkalnya!” Ainina sigap mengambil ponsel lalu menelpon Zayd. Sementara itu, Tante Harum dan Azriel berpamitan. “Jangan lupa, ya, datang nanti ke pernikahan Arlia, Syfa!” Tante Harum menepuk pundak Asyfa. Dia dan Azriel sudah berdiri untuk berpamitan. “Inysa Allah, Tante!” Asyfa tersenyum dan mengangguk sopan. Dia bukan tipe pendendam. Yang dulu-dulu dan sudah berlalu, ya, sudahlah. “Semoga segera dapat momongan, ya! Doakan juga Arlia agar bisa memiliki keturunan,” tukasnya dengan senyuman getir. Tiba-tiba ada perasaan aneh di hati Asyfa. Entah kenapa, dia merasa bersalah karena dulu tak berempati ketika mendengar jika Arlia akan sulit men

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 66

    Pov 3Asyfa menatap kartu debit yang dipegangnya. Reza melarangnya membayar. Lelaki itu sudah beranjak setengah jam yang lalu, tapi dirinya masih duduk termenung di saung lesehan itu. Entah kenapa, tiba-tiba Asyfa merasa malas untuk beranjak. Dunianya terasa asing, sunyi dan senyap. Rasa takut sendirian kembali datang. Memori waktu kecil terasingkan berlarian. Gegas dia beranjak pulang. Rupanya di rumah sudah ada Ainina dan Caca yang menunggunya. Kedua gadis itu tampak sumringah ketika kakak iparnya datang. “Mbak habis dari mana, si?” oceh Ainina sambil memeluk Asyfa singkat. Begitupun dengan Caca. “Habis dari rumah Ibu.” Asyfa menjawab datar lalu mengajak dua adik iparnya masuk. “Bang Zayd panik tahu, Mbak. Dia telepon Ibu, katanya Mbak Syfa sudah pulang, telepon si BIbi, belum sampe. Kamilah jadi diutus kemari.”Aku terkekeh, lalu menyuguhkan minuman dari lemari es untuk dua adik iparku, lalu duduk pada sofa dan mengambil satu biji softdrink. “Tumbenan juga sekhawatir itu.” Aku

  • DIKIRA MISKIN SAAT REUNI   Session 2 - Bab 65

    Pov 3Reza sedikit panik ketika mendengar kabar kecelakaan itu. Kemarin malam tepatnya, tapi dia sedang di Jakarta, masih ada pemotretan. Akhirnya baru pagi tadi dia sempat menjenguk gadis kecil di ruang ICU itu. Ketika dia berkunjung tadi, tampak kondisi gadis kecil itu sudah membaik. Reza pun tak lama di sana, dia gegas beranjak pergi lagi. Reza belum bisa show up tentang hubungan yang sudah dirancang oleh dua keluarga besarnya dengan perempuan pilihan Mama Pinah itu sekarang. Bagiamanapun, Reza belum resmi bercerai. Dia masih menjadi suami sah dari Merina. Pikiran Reza yang semrawut karena perseteruan Merina dan mamanya yang terjadi hampir di setiap detik, membuatnya enggan pulang. Apalagi ketika tiba di rumah, yang ada hanya rumah semrawut, dan pakaian kotor berserakan. Reza yang lelah butuh ketenangan. Dia pun akhirnya mampir dulu ke sebuah rumah makan. Letaknya yang strategis membuat rumah makan tersebut selalu ramai. Namun, ketika Reza hendak mencari tempat duduk ketika tiba-

DMCA.com Protection Status