Jemima terdengar ketakutan.“Tunggu saja, saya hanya memastikan bahwa Anda berada di ruangan ini dengan aman,” jawab Egan lagi, berusaha meyakinkan wanita itu.“Kami pergi dulu, sebaiknya Anda beristirahat,” lanjutnya, namun Jemima tak terdengar bersuara lagi. Hanya saja, sayup-sayup terdengar suara wanita itu menangis terisak.“Ayo Miller, aku sudah selesai,” lapor Egan sambil menekan earphonenya, mau tak mau dia harus meninggalkan wanita itu sendirian.Miller masih terdengar bertukar kata-kata, pria itu terus mencari alasan untuk menolak masuk meskipun keluarga Sullivan menyuruhnya duduk untuk sebentar saja.“Maaf, Tuan, Nyonya, dan… nona Shania. Saya tidak bisa masuk malam-malam begini, jika berkenan mungkin besok siang saya akan bertamu lagi.”“Wah, Anda sungguh pria yang sopan dan baik ya,” puji Bela dengan mata berbinar.“Anda juga ingat nama saya,” sahut Shania sambil malu-malu sampai-sampai Miller jijik melihat kelakuan wanita itu yang berbanding terbalik saat berbincang denga
Melihat raut wajah Egan, Dante segera berbicara. “Kalau kalian sudah selesai istirahat, besok kita bahas apa yang harus kita lakukan,” jelas Dante.“SIAP!” ketiganya serentak berseru, tampak senang, lalu satu persatu pergi untuk membersihkan diri dan beristirahat.Malam itu Dante tak bisa tidur, perasaannya tidak tenang dan ingin segera menjemput Jemima. Hanya saja ada satu hal yang membuatnya yakin jika Jemima akan baik-baik saja, Ian tidak atau keluarganya tak ada yang akan berani menyakitinya.Saat ini matahari sudah naik, lobby Hotel terdengar ramai karena banyak tamu yang berkunjung ke kota Spring Brooks dan sengaja menginap di Hotel itu.Egan, Steve dan Miller turun dari Villa untuk sarapan. Dante sengaja menyuruh ketiganya agar tidak sarapan di dalam Villa karena dia ingin berbicara dengan Victor, saat ketiganya pergi, saat itu juga Victor masuk ke dalam Villa.“Banyak tamu, sebaiknya Anda tidak keluar.” Kata Victor memperingatkan.“Apa hubungannya denganku?” tanya Dante terden
Victor memiliki banyak alasan yang masuk akal untuk langsung datang dan menanyakan tentang Jemima. Dia tidak akan dianggap sebagai orang aneh oleh keluarga Sullivan.“Sepakat!” seru Dante.Victor membalas dengan kedipan mata, sekarang dia harus segera mencairkan uang tunai sesuai permintaan Dante. Saat perbincangan berlanjut, tiba-tiba Egan kembali karena ada sesuatu yang harus dilaporkan.“Tuan, sepertinya tuan Maxim membuat keributan di bawah,” lapor Egan.Dante melihat ke arah Victor, seakan dewi fortuna memberi keberuntungan baginya.“Tolong bawa dia ke kantor Victor,” pinta Dante.Victor bingung dengan perubahan pikiran Dante. Bukankah selama beberapa hari terakhir Dante tidak mau bertemu dengan Robby Maxim? Mengapa pikirannya berubah dengan cepat seperti ini.“Vic, pergilah ke rumah Jemima. Pastikan melihat langsung keadaannya, jangan biarkan ia terluka sedikitpun,” ujar Dante.Victor mengangguk paham, dia mengerti maksud Dante.“Sekarang aku akan menangani orang-orang itu, term
Egan melirik ke arah Dante, dia bingung harus berkata apa. Sementara Dante yang dicari terus cuek, tidak mau segera memperbaiki keadaan. “Tidak masalah kalau mereka tidak mau bertemu dengan saya, tapi seharusnya tuan Egan tidak memberi kami harapan dengan mengatakan bahwa tuan Vascos yang akan bertemu dengan kami,” ujar Robby Maxim dengan nada kekecewaan dalam perkataannya. Egan kembali menoleh ke arah Dante dan Steve, seperti meminta pertolongan dari mereka. Steve terlihat menoleh ke sana kemari, menghindari tatapan Egan yang penuh harapan. “Bagaimana menurutmu penampilan Dante Vascos itu?” sahut Dante hingga Egan merasa lega, melihat bahwa akhirnya Dante mengambil inisiatif untuk bicara. “Hei! Jangan kurang ajar, kau anak muda!” sentak Randy yang tampak sangat emosional. Egan dan Steve sampai mengangkat alis karena perilaku kasar pria tersebut. “Mengapa Anda mema
Mendengar kakaknya berbicara, Rendy segera mencoba menimpali dengan tujuan memperbaiki keadaan. Dia tidak ingin menyerah begitu saja terhadap Dante Vascos. “Iya, Tuan. Tolong maafkan saya. Anda seperti keponakan saya Ian__” “Apa maksud perkataan Anda?” tanya Dante, memotong kalimat Rendy barusan. Rendy terlihat kikuk karena sekali lagi ia telah tanpa sengaja menyinggung pemuda kaya itu. “Jangan pernah menyamakan saya dengan orang itu. Apa hak Anda berkata demikian? Derajat sosial kami sangat berbeda, seperti langit dan bumi. Di mana kesamaannya?!” tegaskan Dante, yang sangat tidak suka disamakan dengan orang lain, terutama jika orang itu adalah Ian Maxim, pria yang sangat dibencinya saat ini. “Maaf__” “Berhenti mengucapkan omong kosong. Keponakan kalian bahkan tidak sebanding dengan Victor, Egan, Steve, bahkan Miller. Dan Anda dengan seenaknya ingin menyamakan dengan saya, tidak panta
Tidak berhenti di situ, Robby akan semakin terkejut saat mendengar kalimat selanjutnya dari Dante. “Oh ya, William Maxim juga menyalurkan dana yang digelapkannya untuk perusahaan Sullivan.” Robby dan Rendy saling menatap kaget, mereka tidak percaya kalau keponakannya akan berkhianat karena sebelumnya Ian telah dimanja oleh mereka. “Jadi, untuk membuat perusahaan Anda bangkit kembali, saya sarankan Anda menyingkirkan tikus-tikus tersebut. Jangan biarkan mereka merampok uang perusahaan secara perlahan,” ujar Dante memberikan peringatan terakhir. “Setelah Anda membersihkan semuanya, saya siap untuk berinvestasi sebanyak yang Anda butuhkan.” Robby terdiam, terjebak dalam situasi yang sulit. Namun, dia juga harus memikirkan ribuan karyawan yang sangat tergantung pada perusahaan tersebut. Mereka membutuhkan pekerjaan dan kesejahteraan yang layak setelah memberikan dedikasi selama belasan tahun, bahkan ada yang telah bekerja selama puluhan tahun. “Baik, Tuan Vascos, saya akan segera me
Malam hari di kota Coast Field yang dingin.“Lepaskan! Apa yang kalian lakukan!”“Tolong… “Sayup-sayup terdengar suara seorang wanita berteriak meminta pertolongan sambil berlari ketakutan di dalam lorong yang disampingnya berjejer para tunawisma yang sedang beristirahat.“Lepaskan! Tolong… tolong!”Salah satu pria diantara para tunawisma itu terbangun dan mengangkat kepalanya, pria tersebut itu melihat sekeliling, dia sadar jika itu bukan mimpi apalagi halusinasi karena tepat beberapa meter di depannya terlihat ada seorang gadis yang tampaknya sedang dikejar tiga orang pria. Ada begitu banyak tunawisma, tapi tak ada satupun dari mereka yang mau menolong seorang gadis yang kini sedang diganggu beberapa pria hidung belang itu, mereka tak mau peduli dan memilih mengabaikan dengan pura-pura tidur.Baiklah, masa bodoh! batin pria itu, dia jadi ingat akan dirinya sendiri yang baru saja mengalami hal tak mengenakan, mengapa juga dia harus mempedulikan gadis malang itu, yang bukan siapa-siap
Dari kegelapan muncullah seorang pria berjalan mendekat dan lampu terowongan mulai memperlihatkan wujud aslinya.“Hah?! Apa-apaan ini, gelandangan?!” seru Ian setelah sadar siapa pria di depannya.“Apa kau sudah bosan hidup?!“Gelandangan sialan!”Pria misterius itu tampak tak peduli dengan semua makian Ian, dia semakin mendekat dan menarik lengan sang gadis hingga berhasil direbutnya dari tangan Ian.“Lepaskan dia, bangsat!”Ian tampak sangat murka ketika muncul orang asing yang menurutnya kumal dan menjijikan itu.Sedangkan Jemima sama sekali tak peduli dengan siapa dia ditolong, yang pasti gadis itu sangat mensyukurinya karena ternyata masih ada yang peduli terhadap penderitaannya.“Ayo kita habisi saja gelandangan itu!”Ian dan kedua temannya bersiap untuk memberi ganjaran terhadap pria kumal di depannya, mereka mulai menyerang pria tunawisma yang saat ini wajahnya tertutupi sebagian hoodie jaket yang dikenakannya.“Sejak kapan kita berurusan dengan gelandangan?” ejek Sam sambil me