“Tentu saja ada masalah.” Sahut Julian.
“Ah, benarkah?” tanya Egan tampak bingung, bingung akan kata-kata Dante yang menyesatkan pikirannya.“Ck! tamat riwayatmu dan keluargamu!” jawab Julian.“Kau tidak takut?” tanyanya lagi sambil menatap tajam kedua mata Egan.Egan tampak tegang, tapi dia hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya, lalu menggeleng, masih bingung, tak paham, tak mengerti dengan maksud perkataan bosnya itu.“Ah, rupanya partnerku ini masih polos sekali. Sudahlah, aku mau istirahat, pergilah.” Usir Julian.Egan semakin bingung apalagi saat dia diusir begitu saja setelah mendapat kalimat-kalimat absurd, “tapi, apa Tuan mau istirahat disini?” tanyanya.“Hm, menunggu Jemima.” Jawab Julian.“Oh, baiklah, selamat malam__”“Hump! pergilah, istirahat sana.” Potong Julian mengusir.“Oh, baik.” Balas Egan, namun tanpa sepengetahuan Julian, Ega“Hey, ada apa denganmu? are you okay, Dude? calm down.” “NO! pergilah, kalau Kamu mau pergi.” Jawab Julian, terlihat marah. “Hey, apa karena aku mau pergi? ayolah Julian, aku hanya ingin bekerja, bukan meninggalkanmu selamanya.” Balas Jemima. “Apa Kamu ingat? misiku?” lanjutnya bertanya. Julian diam, merajuk seperti anak kecil yang akan ditinggalkan ibunya. “Misiku belum berubah, cari rumah baru untuk kita sambil melunasi hutangku.” Emosi Julian mulai reda, dia tak mau terus egois jika tidak ingin ditinggalkan oleh gadis itu. “Maaf, Jemi. Aku tidak memiliki siapapun sekarang, kecuali Kamu.” Katanya. “Sikapku mungkin keterlaluan.” Lanjutnya. Jemima tersenyum lembut, lalu memeluk Julian penuh kasih seperti memeluk anak kecil, mengusap-usap punggung pria itu karena tinggi badannya tak sepantar dengannya, jadi dia tak bisa mengelus rambut kepala pria besar itu. “Kenapa? apa hubunganmu dengan Victor tak berjalan mulus?” tanya Jemima. Julian menghela napas, Jemima benar-benar suk
Julian tak terlihat peduli sama sekali, Jemima tak menyerah, dia melanjutkan penjelasannya agar pria itu mengerti. “Oh ya, tapi asal Kamu tahu, meskipun dia gagal jadi ibu tiriku, dia tetap menganggapku seperti putrinya. Banyak uang yang dia berikan untukku, banyak uang juga yang dia berikan untuk ayahku, padahal itu uang hasil jerih payahnya seumur hidup.” Sambung Jemima. “Baiklah, maaf. Aku pikir… hanya aku yang dekat denganmu, tak menyangka masih ada orang lain.” Balas Julian. “Tentu saja, lagipula kita tidak saling kenal dari kecil. Butuh penyesuaian untuk kita saling berbagi cerita.” Jawab Jemima. “Lalu, apa pekerjaanmu disana?” “Menjaga orang tua.” “Oh ya? Kamu suka dengan pekerjaan itu?” Jemima mengangguk. “Kalau Kamu bisa jadi karyawan tetap di hotel ini, apa bisa kamu batalkan pekerjaan disana?” tanya Julian, masih belum pantang menyerah dan berharap kalau Jemima tergiur dengan tawarannya. Jemima menggeleng. “Hah? Kenapa?” Jemima menatap lekat wajah Julian, dia har
Jemima masih melamun sambil mengkhayalkan Julian, dia menyesal karena pria yang dirasa miliknya itu, karena dia yang telah memungutnya dari jalanan, kini disukai orang lain seperti Victor. Seseorang yang jelas tak bisa disainginya. (Pantas Victor rela memberikan apapun padanya, lihat, betapa tampannya pria yang dipungut dari jalanan ini.) Batin Jemima saat Julian berada tepat di depannya. “Hump! ada apa?” tanya Julian karena Jemima mematung menatapnya. “Ah tidak, ayo duduk.” Jawab Jemima. Keduanya duduk bersamaan, seseorang datang sambil membawa sebotol anggur. “Maaf, saya akan menuangkan anggur Anda.” Kata orang tersebut, jelas jika dia seorang pelayan. Julian dan Jemima mengangkat gelasnya, namun Julian sangat terkejut karena pelayan yang kini melayaninya itu adalah Steve. “Steve__” Perkataannya terpotong karena Jemima memandangnya, tampak heran. “Ah, tidak.” Kata Julian lagi. Steve sekilas tampak mengedipkan matanya, pria itu berpura-pura tak kenal dengan Julian, begitupu
Cih! dasar pria kaku, tak peka!) (Kenapa pake bilang mau makan malam denganku segala? Mau pamer?) (Aduh, lihat dia makan? Senangnya… ditraktir kekasih super kaya, dasar mata duitan.) (Bentar, bentar. Katanya dia pria normal, normal apanya? Dasar munafik.)Batin Jemima dipenuhi dengan umpatan untuk Julian. Yang diumpat malah lahap memakan semua makan malamnya. “Hey, kenapa?” tanya Julian disela mengunyahnya. “Apa? tidak enak, Kamu aja yang makan.” Balas Jemima, terlihat kesal. Julian menunduk, berpura-pura makan padahal sedang menyembunyikan tawanya. Dia benar-benar gemas dengan sikap Jemima malam ini, wanita itu terlihat tanpa sadar meminum semua anggurnya. “Nih, habiskan juga punyaku.” Katanya sambil menyodorkan piring isi jatah makan malamnya “Tidak, aku kenyang.” Tolak Julian. “Cih!
Jemima tak menjawab, wanita itu berbalik, lalu menatap wajah Julian dengan matanya yang sayu dan seakan mengajak bercumbu itu. Bibir Jemima mendekat dan kembali mencium Julian hingga tubuh keduanya terjatuh ke atas tempat tidur. Sekarang, Julian tak bisa berpura-pura menolak lagi ketika tubuh cantik itu berada tepat di bawahnya. Julian membuka semua pakaiannya hingga berserakan, lalu mulai menciumi tubuh polos Jemima dari leher, dada, perut, paha hingga ujung kakinya. Tubuh Jemima menggeliat, apalagi saat bibir Julian melumat puting gunung kembarnya yang tampak masih belum dijamah itu. Bagaimanapun juga, Julian tak ingin membuat Jemima kaget atau kesakitan, dia ingin melakukannya dengan pelan karena sepertinya hanya dia yang menikmatinya, wanita itu mabuk berat, belum tentu sadar akan kenikmatan yang akan dirasakannya. Bibir Julian kembali menelusur, Jemima terdengar mendesah saat lidah nakal Julian mulai bermain di area intimnya. Hanya beberapa jilatan, sedikit gigitan dan lumatan
Julian tertegun bingung, ruangan itu terasa sepi tanpa kehadiran Jemima. Dia bertanya-tanya akan kesalahannya, hingga membuat wanita itu pergi tanpa pamit dulu padanya.Beberapa saat terdiam, namun Julian segera bangkit karena dia berpikir mungkin saja wanita itu sedang keluar mencari makanan. Namun, sebuah notifikasi pesan terdengar dari ponselnya, Julian segera melihatnya, berharap itu dari Jemima dan benar sekali tebakannya.Julian tampak senang, sebelum membaca dengan serius pesan panjang dari Jemima.Jemima : Siang Julian, maaf aku harus segera pergi ke kota redapple, aku tak mau membangunkanmu yang tampak sangat nyenyak.Jemima : Julian, maafkan juga atas kejadian semalam, aku benar-benar mabuk.Jemima : Julian, aku pasti sudah gila. Aku bahkan sangat malu jika berbicara langsung mengenai kejadian semalam.Julian tersenyum lembut saat membaca tiga pesan itu, dia juga ingin membalasnya
Jemima sampai di depan pintu kamar nyonya Valencia, dia mengetuk pintu, lalu masuk setelah dari dalam ada seseorang yang menyuruhnya masuk.“Jemima sayang, saya lihat pagi sekali kamu datang? bukankah mulai kerja besok?” tanya Nyonya Valencia, hanya melirik sebentar lalu kembali fokus menyirami tumbuhan yang ada di dalam kamar tersebut.“Iya, Nek. Lagi apa, Nek? Butuh bantuan?” balas Jemima sambil berjalan mendekat.“Ah, tidak perlu. Sudah hampir selesai, sebaiknya kita keluar untuk makan siang.” Ajak nyonya Valencia.Jemima mengangguk, dia masih tampak sungkan. Mereka berdua keluar dari kamar menuju ruang makan, beberapa orang koki terlihat sudah mengatur jatah makan para lansia kaya raya tersebut, nyonya Valencia tak suka berbicara dan terlihat fokus makan saat makanan sudah ada di depannya, Jemima pun ikut diam meskipun memperhatikan.Setelah selesai, dia langsung pergi keluar dan memilih duduk di teras sambil melihat pemandangan, lansia lain tampak sangat menghormatinya.Jemima ta
Jemima menyangkal dengan berbagai cara, masalahnya tidak mungkin, intinya Julian dan cucu wanita ini ibarat bumi dan langit.“Hm, baiklah. Jadi apa karena dia? hingga membuatmu tidak bisa tinggal disini bersama Alma?” tanya nyonya Valencia.Jemima tampak berpikir untuk sejenak, “bisa iya, bisa juga tidak, Nek. Soalnya aku masih ada urusan dengan keluargaku disana.” Jelasnya.Nyonya Valencia tampak mengerti, hanya saja dia tidak mau terlalu kepo dengan urusan gadis itu disaat dia memiliki sosok Alma yang sudah seperti ibu kandung bagi gadis tersebut.“Baiklah, Nek. Ayo lanjutkan ceritakanlah tentang cucu Nenek itu lagi.” Pinta Jemima karena selain ingin lebih mengenal nyonya Valencia, dia juga ingin menjadi pendengar yang baik disaat wanita itu terlihat antusias mengenang cucu nakalnya.Keduanya terlihat intens, sesekali tertawa, menangis hingga merenung bersama, obrolan keduanya tampak menarik.***Hotel Vascos, Kota Spring Brooks.“Masih menolak untuk bertemu tuan Maxim?” tanya Victo
Untung saja ada William yang tiba-tiba saja mau bersekutu dengannya, dia yakin kalau Dante dan Jemima akan segera berpisah. Lalu, apakah rencana keduanya akan berhasil? Beberapa minggu berlalu, pasangan Julian dan Jemima tampak semakin romantis. Keduanya sedang dimabuk cinta, dan Julian berpikir jika saatnya dia akan berencana jujur tentang identitasnya pada Jemima. Malam itu Julian berencana makan malam bersama di restoran hotel tempat mereka tinggal selama ini, dia akan membuat Jemima tak bisa melupakan makan malam romantis tersebut. Julian juga berharap kali ini istrinya itu mau mendengarkan penjelasannya tanpa berpikir salah paham, apalagi masih menertawakannya. Siang harinya sebelum rencana makan malam bersama, dia pergi ke butik bersama Victor. Sahabatnya itu sengaja dipaksa agar mau pergi dengannya, meskipun dia tahu sedang rapat penting. “Dante, mereka datang jauh dari luar negeri. Rasanya…”
William mengangguk tegas, “Tentu saja, apa kau mau membantuku?” tantang William. Sepertinya kesempatan ini tak mau dia abaikan begitu saja, balas dendam pada Dante adalah tujuan hidupnya saat ini. Tapi, apakah Sarah mau membantunya?William masih menunggu jawaban dari wanita yang kini duduk di depannya itu, dan baru saja berkenalan secara akrab di hari itu juga.“Tunggu, sebelum aku menjawabnya… lalu status mereka berdua apa sekarang?” tanya Sarah, penasaran.“Suami istri, tapi sepertinya pernikahan mereka hanya pura-pura dan bisa jadi hanya pernikahan kontrak.”“Apa?! Pernikahan kontrak?” tanya Sarah, hampir saja kedua matanya keluar dari rongganya.William mencoba menahan tawa saat melihat ekspresi kaget yang diperlihatkan Sarah padanya, dia menjaga imej agar tetap terlihat tenang, berwibawa dan dewasa.“Kamu yakin mau merebutnya kembali?” tanya Sarah, dan William menjawab dengan anggukan.
Pria itu menyelesaikan dulu transaksinya, sementara Sarah yang tak terima menahan malu segera pergi dari butik itu sampai-sampai pria yang menolongnya harus mengejarnya.“Sarah Anthony?!”“Tunggu!”Sarah menghentikan langkah kakinya, pria yang membayar belanjaannya tadi ternyata mengenal hingga tahu namanya.“I-i-ini barangmu,” kata pria itu dengan nafas sedikit ngos-ngosan.Sarah tampak tak bergeming, dia masih menatap bingung ke arah pria itu.“Ah, ya. Kenalin namaku William Maxim,” sambungnya sambil mengulurkan tangan dengan terlebih dahulu menyimpan barang-barang milik Sarah.Sarah, yang awalnya bingung dan tak mengenali William, terkejut ketika mengetahui identitas pria itu. William, putra keluarga Maxim, adalah sosok yang berpengaruh dan memiliki koneksi luas. Sarah, yang haus balas dendam, melihat peluang dalam pertemuan ini.“Ah, putra keluarga Maxim? Senang bertem
Mobil yang Egan kendarai akhirnya tiba di sebuah klinik praktek dokter pribadi.“Bukannya kita mau ke rumah sakit?” tanya Julian.Egan terbatuk-batuk, dia ingin bicara tapi tidak berani.“Kenapa? Kau sakit juga?” tanya Julian lagi.Egan memandang ke arah Julian, tatapannya seakan menghakimi.“Apa?” tanya Julian malah menantang.“Aduh__” dia mengaduh karena pinggangnya disikut Jemima.“Sakit tau!”Jemima membalas dengan kedua mata yang melebar, nyalinya mendadak ciut sampai-sampai Egan harus menahan tawa karena melihat ekspresi Julian yang lucu. Dia seperti kebanyakan pria lainnya jika sudah ada pawangnya, tak terlintas jika dia adalah seorang Dante Vascos yang terkenal seperti Singa.“Tuan Julian, ayo turun,” ajak Egan dengan gigi gemerutuk menahan kesal. Kesal karena Julian lupa dirinya siapa.“Ayo nona Jemima, kita periksa di dokter Cross.” Jemima mengangguk, lalu turun dan menuruti apa kata Egan. Lagipula dia merasa tidak enak kalau harus merepotkan dan mengambil banyak waktu Egan
“Aw, kenapa?!” seru Julian karena tiba-tiba saja pinggangnya terasa sakit karena dicubit.“Jangan tidak sopan begitu,” jawab Jemima. "Tuan Victor, nona Sarah. Panggil mereka dengan sopan," sambung Jemima.“Owh,” balas Julian sambil mengangguk-angguk.“Eh tunggu,” sambungnya sambil menatap aneh ke arah Jemima.Jemima membalas dengan isyarat kedua mata.“Ya, maksudku wanita itu sudah mempermalukanmu. Untuk apa kita bersikap sopan, apa kau sudah tidak punya harga diri?” tanya Julian, membuat kedua mata Jemima melebar.Jemima menghela napas. “Julian, ini bukan tentang harga diri. Ini tentang sopan santun. Kita tidak bisa bersikap kasar kepada orang lain, bahkan jika mereka bersikap buruk kepada kita.”“Tapi dia sudah bersikap kasar!” protes Julian. “Dia bahkan mengejekmu!”“Aku tahu,” jawab Jemima dengan tenang.“Dia juga menjambak dan membenturkan kepalamu,” tambah Julian lagi.“Ya, aku tahu. Tapi itu bukan alasan untuk membalasnya dengan kasar. Kita harus menunjukkan bahwa kita lebih b
Jemima terus berusaha melepaskan diri, tapi cengkeraman Sarah kuat. Dia merasakan darah mengalir di pelipisnya. "Kau ingin melihatku menghancurkan gadis ini?!" Sarah menatap orang-orang di sekitarnya dengan mata menyala. "Sarah, hentikan!" Beberapa orang mulai kembali berteriak, "Kau harus berhenti!" "Tidak, aku tidak akan berhenti sampai dia meminta maaf!" Jemima terus berjuang. "Lepaskan!" Jemima memohon, "Lepaskan rambutku!" "Kau harus diajari!" Sarah berteriak, matanya menatap tajam ke arah Jemima. Tiba-tiba, seorang pria berbadan tegap dengan muncul dan menarik Sarah dari Jemima. Sarah berusaha melawan, namun pria itu terlalu kuat. "Kau tidak boleh melakukan ini," kata pria itu, suaranya tegas. "Pergi, dan urusan kita belum selesa. Ingat itu!”
Jemima semakin bingung. "Saya tidak pernah merusak gaun Anda! Saya bahkan tidak tahu apa yang Anda bicarakan!" “Kejadian semalam adalah murni kecelakaan,” ungkap Jemima. Berusaha membela diri. Sarah mencibir, "Jangan berpura-pura! Aku tahu kau yang melakukannya! Dan aku tidak akan berhenti sebelum kau mengganti gaunku!" Jemima terdiam, jantungnya berdebar kencang. Dia bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Kejadian semalam seharusnya sudah selesai, hanya antara Sarah, keluarga tunangannya, dan Victor. Tapi Sarah bersikeras bahwa Jemima bersalah. Apa yang harus dilakukan Jemima? Saat Jemima larut dalam lamunan, Sarah tiba-tiba merebut tas miliknya dan menghamburkan isinya ke lantai. Jemima berteriak marah, kesabarannya sudah habis. "Apa anda gila?!" teriaknya. "Kembalikan tasku!" Sarah tertawa sinis sambil merebut kembali tas itu. Suasana semakin ramai, orang-orang mengerumuni mereka, dan seseor
Setiap sudut ruangan kamar hotel itu menjadi saksi bisu betapa menggeloranya hasrat sepasang suami istri itu. Bahkan ketika mereka berdua keluar dari kamar mandi, keduanya masih bertingkah manis dengan saling mengeringkan tubuh, mengeringkan rambut, hingga memakaikan pakaian untuk mereka kenakan hari itu. Kedua sejoli itu berdiri berhadap-hadapan. “Sayang, aku akan ke atas untuk menemui Victor,” kata Julian sambil merapikan poni Jemima. Wajah Jemima tampak cemas. Julian bisa menebak isi kepalanya, wanita itu pasti mencemaskan kejadian semalam. Julian meraih tubuh Jemima, lalu memeluknya penuh kasih sambil mengelus-elus rambutnya. "Kau yakin tidak apa-apa, Julian? Aku khawatir Victor akan..." Jemima terdiam, kalimatnya terhenti sebelum selesai. "Khawatir apa, sayang?" tanya Julian, matanya menatap dalam ke mata Jemima. Jemima menggeleng, "Tidak, tidak apa-apa. Cepatlah, aku akan menunggumu di sini." Julian tersenyum, mencium kening Jemima, lalu beranjak pergi. Jemima menatap pu
Jemima terdiam, matanya masih berkaca-kaca. Lagipula apa kata Julian memanglah benar, dalam kesusahan mereka, sempat-sempatnya dia memikirkan seorang anak?Jemima mengusap air matanya, "Aku bahagia, Julian."Keduanya terdiam sejenak, menikmati kehangatan tubuh dan jiwa mereka yang saling bersatu. Malam itu, di tengah keheningan kamar yang kedap suara, cinta mereka bersemi dengan indah, tetapi di balik keindahan itu, tersembunyi sebuah rahasia yang mungkin akan mengubah hidup mereka selamanya. ***Keesokan harinya Julian mendapati Jemima sudah tidak ada di sampingnya, dia melihat sekeliling kamar itu, sayup-sayup terdengar percikan air di kamar mandi. Aroma sabun dan tubuh Jemima tercium samar, mengundang hasratnya.Julian segera bangun, dan berjalan menuju kamar mandi. Saat pintu dibuka, terlihat Jemima sedang mandi di dalam sana, dari luar kaca terlihat samar-samar tubuh polos yang sedang berdiri sambil bermain dengan shower air di atasnya. Rambutnya yang basah menempel di pipi