Share

PENGAKUAN RIZAL

Penulis: Putri putri
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-30 15:43:06

“Hey... kok malah melamun? Jadi pulang dulu enggak?” tanya Mas Farhan sembari memainkan tangan di depan wajahku.

“Sepertinya kita harus mencari Rizal dulu, Mas! Dia yang sudah membawa kabur uang Ibu. Dia harus bertanggung jawab!”

“Tapi mau cari ke mana?” tanyanya bingung.

“Kita ke rumahnya saja, Mas! Barangkali dia ada di rumah,” sahutku.

“Masa iya habis bawa kabur uang orang diam di rumah. Palingan sudah hilang entah ke mana,” papar Mas Farhan.

“Ya siapa tahu, Mas!” jawabku.

Entah kenapa aku punya keyakinan kalau Rizal masih ada di daerah ini. Mungkin karena selama dekat dengannya, dia sama sekali tak pernah merantau ke mana pun. Tiap hari hanya asyik keluyuran bersama teman-temannya.

“Ya sudah, kita ke sana sekarang! Nanti kalau enggak ketemu, kita langsung pulang!” ajaknya.

Kami pun segera bertandang mencari Rizal ke rumahnya. Karen Mas Farhan enggak tahu alamatnya, aku yang menjadi penunjuk jalan.

Tak sampai setengah jam, kami telah sampai di rumah Rizal. Kami langsung tu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   IZIN

    “Apa kalian sudah mantap tinggal di sana?” tanya Ibu mertua saat Mas Farhan minta izin. Aku meraih gelas di depanku, meneguk isinya hingga tandas lalu meletakkan kembali di tempat semula. “Ya mau bagaimana lagi, Bu, keadaan Ibuku seperti itu.” Ada sebuah kekhawatiran yang menyelinap di dalam dada. Takut Ibu mertua tak mengizinkan kami tinggal di sana apalagi mereka semua sudah tahu jika rumah itu milik Bapak tiriku. “Ya sudah... terserah kalian saja yang penting kalian rukun. Tapi malam ini kalian nginep di sini dulu ya,” harap Ibu mertua. Aku menarik nafas lega setelah apa yang kudengar. Dengan legawa Ibu merelakan anak laki-lakinya tinggal bersama mertua yang depresi. “Iya, Bu!” sahut kami serempak. Setelah itu kami lanjut menikmati makan malam sembari mengobrol. Aku sangat bersyukur memiliki keluarga baru yang harmonis, berbanding terbalik dengan keluargaku. “Nanti malam kamu tidur sama aku ya, Mbak,” ucap Linda sembari menikmati makanannya. “Hush! Kakakmu lagi romantis-rom

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-31
  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   PERTENGKARAN

    “Kamu di sini, Ve?” sapa Bapak. “Dari mana saja, Pak? Kenapa meninggalkan Ibu dalam keadaan seperti itu?” Aku memasang wajah ketus. “Ada kepentingan,” jawab Bapak lalu menyelonong masuk ke dalam. Aku mengikutinya sampai ke kamar. Bapak terkejut melihat keadaan Ibu yang duduk di sudut ruangan dengan tangan memeluk lutut. “Ibu kenapa, Ve?” tanya Bapak. “Ini gara-gara Bapak! Ibu depresi karena ditagih hutang dan Bapak justru main perempuan!” seruku. Bapak mengalihkan pandangan, menatapku tajam seolah tak terima dengan ucapanku. Sulu, aku selalu menunduk jika melihat Bapak semarah ini, tapi tidak kali ini. “Yang sopan kamu bicaranya!” bentaknya. “Aku hanya bisa sopan pada orang yang punya akhlak! Bapak sudah keterlaluan!” makiku. “Diam kamu!” hardiknya. Sedikit panik, tapi dengan cepat aku menguasai pikiran. “Kamu yang diam!” Aku balas menghardik, “Sebagai seorang suami seharusnya Bapak memikirkan kebutuhan hidup keluarga ini. Bukannya malah main perempuan dan membebankan hutan

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-01
  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   MEMBALAS BAPAK

    Mas Farhan mengemudikan mobil menyusuri jalanan menuju rumah. Dia setuju kalau kami pindah ke kampung halaman Ibu, tapi karena harus menyelesaikan urusan di tempat kerja, untuk sementara kami tinggal di rumah Ibu mertua. Sampai di rumah, aku langsung turun lalu memapah Ibu. Meski sedikit kaget, Ibu mertuaku menyambut dengan membantuku tanpa banyak tanya. Ibu seperti ketakutan saat melihat Ibu mertua, tapi setelah aku membujuk, dia sedikit tenang.“Langsung ke kamar tamu saja, Ve!” perintah Ibu mertua. “Enggak usah, Bu! Biar si gudang belakang rumah saja!” tolakku. “Hush! Jangan sembarangan kamu! Dia itu Ibumu, jadi perlakukan dia dengan baik!” seru Ibu mertua. Tak terniat untuk memperlakukan Ibu sembarangan, tapi aku sadar diri. Di sini kami menumpang, jadi menurutku gudang menjadi pilihan tepat. Aku hanya khawatir jika Ibu berulah dan mengganggu kenyamanan penghuni rumah. “Apa enggak merepotkan, Bu?” tanyaku ragu. “Jangan khawatir. Kalian sudah jadi bagian dari keluarga ini, j

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-02
  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   BERSAMA

    Selagi Bapak di dalam rumah, buru-buru aku melajukan motor, khawatir jika dia kalap lalu merebut kendaraan ini. Tentu aku yang akan dirugikan. Sampai rumah, Mas Farhan tengah berdiri di teras menyambutku. Terbersit rasa bersalah pergi tanpa izin suami, tapi jika bilang dulu khawatir tak diizinkan. Aku memarkirkan motor di depan garasi. Mencopot helm lalu berjalan mendekat pada Mas Farhan. “Dari mana kamu, Ve? Dari tadi aku cari enggak ada,” tanyanya. “Dari rumah Bapak,” jawabku. “Ngapain?” Mas Farhan memandangku dengan tatapan heran. Kedua alisnya hampir bertautan. “Enggak... Kamu sudah mandi, Mas?” Aku mengalihkan topik pembicaraan. “Sudah,” jawabnya. “Masuk yuk! Aku mau mandi dulu, gerah. Habis itu baru masak. Kamu sudah lapar kan?” Aku menarik tangan suamiku yang masih berusaha mengajakku bicara. Bukannya aku tak mau cerita, tapi aku pikir nanti saja ngomongnya. Seusai mandi dan berganti pakaian, aku langsung ke dapur. Rupanya Ibu dan Linda sudah ada di sana. “Masak apa,

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-03
  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   ANCAMAN

    “Ayolah, Han! Malam ini saja. Aku ini juga mertuamu,” bujuk Bapak. Apa aku tidak salah dengar? Dia mengaku suamiku sebagai menantu padahal tadi siang dengan pongahnya dia mengusir kami. “Kamu bukan mertuaku!” jawab Mas Farhan tegas. Syukurlah! Aku khawatir jika Mas Farhan menaruh Iba pada Bapak. Bukan tak mungkin dia hanya akan dimanfaatkan saja. Bapak kaget. Dia terlihat tersinggung, tapi dengan cepat wajah itu kembali memelas. “Jangan begitu, Han! Meski bukan Bapak kandung, aku tetap orang tuanya Vera.” Lagi. Bapak kembali merayu dengan kata-kata yang membuatku serasa ingin muntah. “Sudahlah, Pak! Mending Bapak pergi saja. Minta tumpangan sana sama selingkuhanmu!” Aku mencebikkan bibir, menyindir Bapak yang telah ditinggal istri mudanya. Salah siapa membuat Ibu jadi depresi. “Siapa yang datang, Han?” Dari arah dalam Ibu berteriak. Suara derap langkah kaki terdengar semakin jelas mendekat ke arah kami. Sebelum Mas Farhan menyahut, Ibu sudah berdiri di sampingku. “Oh... rup

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-04
  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   INSAF

    Pagi. Aku menyambutnya dengan senyuman. Setelah tadi malam berkemas, hari ini kami siap-siap berangkat ke kampung halaman Ibu. Semua barang sudah Mas Farhan masukkan ke dalam mobil. Tinggal mengajak Ibu dan segera berangkat. “Bu, Lin, kami berangkat dulu ya,” pamit Mas Farhan. “Hati-hati di jalan ya. Kalau sudah sampai cepat kabari,” pesan Ibu. Bergantian, kami mencium takdim punggung tangan Ibu. Setelah Itu, kupeluk hangat sahabat sekaligus adik iparku-Linda. “Aku bakal kangen kamu, Mbak,” ucap Linda sendu. “Iya, Lin. Aku juga pasti kangen kok, tapi mau gimana lagi,” sahutku. “Jangan khawatir, kami akan sering main ke sini kok,” sela Mas Farhan. “Iya, kalau enggak kamu yang main ke sana ya,” tambahku. Perpisahan memang selalu menyisakan sesak. Namun, tak boleh sampai larut dalam kesedihan. Toh, kami hanya beda kota, jadi masih bisa saling mengunjungi. Selesai, aku menjemput Ibu di kamar kemudian membantunya masuk ke mobil. Duduk bersebelahan dengannya sedangkan Mas Farhan s

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-05
  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   KETEMU

    “Alhamdulillah ya, Ve. Akhirnya Bapak kamu menyadari kesalahannya,” ucap Bu Lily saat kami berdua di teras. Sejak pagi tadi Mas Farhan sedang ikut Pak Herman, katanya mau dicarikan pekerjaan yang cocok. “Iya, Bu! Semoga saja beneran insaf,” sahutku. Sebenarnya aku tak terlalu yakin Bapak akan berubah. Hanya saja aku memang harus memberinya kesempatan. “Oh iya , Ve, kamu jadi menetap di sini kan, tinggal bareng Ibu?” Bu Lily menatapku penuh harap. “Bagaimana ya, Bu. Kemarin Ibunya Mas Farhan juga minta kami balik ke sana,” jawabku ragu. Dulu aku selalu merasa hidup sendiri setelah pengkhianatan orang-orang yang kusayangi. Tapi, ternyata aku salah. Setelah kecewa yang sempat membuat frustasi, aku dipertemukan dengan orang-orang baik. Bu Lily, pak Herman, juga Mas Farhan dan keluarganya. “Ayolah, Ve, tinggal di sini saja! Apa kamu enggak kasihan sama kami yang kesepian?” bujuk Bu Lily dengan nada memelas. Kalimatnya berhasil membuatku tersentuh, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-06
  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   pengakuan Ela

    Kalau dipikir benar juga apa kata Mas Farhan. Jika bicara di sini tak menutup kemungkinan aku akan terbawa emosi. Tentu akan membuat kami malu. Aku mengambil beberapa bungkus oleh-oleh, menyerahkan pada Mas Farhan dan memintanya ke kasir. Dari kejauhan kuawasi gerak-gerik Ela yang sedang membayar belanjaannya sedangkan Mas Farhan ada di kasir yang berbeda. Selesai, Ela beranjak keluar menuju tempat parkir. Aku menengok ke belakang. Rupanya Mas Farhan sedang berjalan mendekatiku. “Buruan, Mas!” pekikku tertahan. Kami berdua mengendap-endap menuju mobil agar Ela tak melihat, dan sedikit tenang setelah masuk di dalam mobil. Adikku itu mencantelkan belanjaannya di motor kemudian segera meluncur meninggalkan tempat parkir. Tanpa aku minta Mas Farhan langsung melajukan mobil menguntit Ela. Beberapa kali kami hampir kehilangan jejak, untungnya suamiku lincah mengemudi. Sampai akhirnya aku lihat Ela berhenti di depan sebuah rumah yang modelnya menyerupai kos. Mas Farhan menghentikan mo

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-07

Bab terbaru

  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   bahagia

    ****Menjelang siang aku dan Mas Farhan bertandang ke rumah Ibu.Sekalian saja menemui Ela sebab beberapa hari ini kami tak bertemu.Kami menghentikan mobil di halaman yang lumayan luas. Rumahdi hadapanku penampakannya masih sama persis dengan saat pertama kali datang.Di sinilah aku mulai tahu sejatinya diriku.Melangkah mendekati pintu, aku berteriak mengucap salam lalumemanggil Ela-adikku. Tak lama, sosok yang kusebut namanya menyembul dari balikpintu, memamerkan senyum khasnya.“Kamu sudah sehat, Mbak? Maaf belum sempat menjenguk,”ucapnya lalu mengajak kami masuk.Enggak apa-apa! Lagian aku juga sudah sehat kok! Buktinyasampai di sini.” Aku membalas dengan senyuman, lalu mengekori langkahnya dankami bertiga duduk di kursi tamu.“Ibu mana, La? Aku ingin ketemu,” tanyaku sesaat kemudian.“Bentar, Mbak!”Perempuan yang perutnya mulai buncit itu melangkah masuk danlekas kembali bersama Ibu. Aku langsung bangkit meraih tangan Ibu dan menciumtakdim.Meski selama ini Ibu sering berlaku tak

  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   minta izin

    “Ve, kita balik ke rumah saja yuk! Aku enggak nyaman tinggalserumah sama Hana. Takut kalau dia menghasut lagi,” ajak Mas Farhan saat kamisedang berdua.“Iya juga sih, tapi bagaimana dengan tanggung jawab kitapada Bu Lili? Kalau dia yang ngurus semua usaha, takutnya malah sakit lagi.Kasihan,” sahutku penuh kekhawatiran.“Kita bayar orang saja. Kita hanya sesekali saja mengontrol.Sebulan sekali misal, kita bisa ke sini sekalian jenguk keluarga,” usulnyakemudian.Diam, aku mencoba menimbang usulan Mas Farhan. Sepertinyaini ide bagus. Kami bebas ke mana pun, sedangkan usaha tetap jalan.“Tapi siapa, Mas? Jaman sekarang susah cari orang yangbenar-benar bisa dipercaya,”Kami berdua saling tatap, bingung menentukan siapa yang kamipercaya. Hana jelas tidak mungkin. Meski dia keponakan Tante Lili, tetap sajaaku tak percaya, apalagi Hana sempat ingin menguasai harta Bu Lili.Rizal, lelaki itu juga enggak mungkin. Bisa-bisa tokobangkrut lantaran jarang buka. Lagian, dia selama ini dia juga jaran

  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   HANA KEMBALI

    Selagi kami makan, terdengar bunyi pintu yang diketuk diiringi salam, suara lelaki yang sangat kukenal. “Itu suara Mas Farhan, Bu!” ucapku girang. “Kayaknya iya. Coba kamu lihat!” Tanpa menunggu lama, aku bangkit berdiri lalu setengah berlari menuju depan. Gegas kuputar anak kunci dan membuka pintu. Benar. Mas Farhan berdiri mematung persis di depanku. Aku menatap rindu pada lelaki yang sudah tiga hari tak menemani tidurku. “Kamu pucat, Ve ...” Lelaki itu menyentuh pipi lalu berpindah di kening, seolah begitu mengkhawatirkan keadaanku. “Iya!” sahutku lirih. Sebenarnya aku ingin memeluk menuntaskan rindu, tapi terbentur ego yang mendalam. Kecurigaannya yang berlebihan kembali terngiang di kepala. Beberapa saat kami terpaku dalam kebisuan. Sampai akhirnya Mas Farhan meraih jemari lalu bersimpuh di depanku. “Kamu mau maafin aku kan, Ve?” ucapnya penuh harap. Binar ketulusan terlihat jelas dari sorot mata sendunya, hingga mampu meluluhkan hati membunuh ego. “Iya, Mas! Aku sudah

  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   NASIHAT

    Tiga hari setelah kembali dari rumah sakit, aku lebih sering menyendiri di kamar ketimbang berkumpul bersama Bu Lili dan Pak Herman. Banyak kuhabiskan waktu untuk merenung, menoleh pada setiap bait kenangan yang tercipta. Dalam sebuah rumah tangga, rasa saling menjadi suatu keharusan. Cemburu dan curiga itu wajar, tapi jika berlebihan, niscaya akan menghancurkan , menghempaskan mimpi yang tengah dibangun. Sampai detik ini Mas Farhan belum juga kembali, padahal aku butuh dia untuk bersandar. Benar, memang aku yang memintanya pergi, tapi hanya sekedar meluapkan emosi agar dia lekas menyadari kesalahan. Bukan untuk selamanya. Lamunan buyar tatkala terdengar derit pintu yang terbuka. Seorang perempuan paruh baya menyembul, lalu berjalan mendekat dam duduk di sebelahku. “Sampai kapan kamu mau seperti ini, Sayang?” Bu Lili melempar senyum, merapikan rambutku yang berantakan. “Entahlah, Bu! Aku benar-benar tak mnduga akan kehilangan bayiku,” sahutku perih. Dia tersenyum. Kembali dibela

  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   mengusir benalu

    *** Tak butuh waktu lama, kami telah sampai di rumah. Pak Herman lebih dulu turun lalu membuka pintu samping, membantuku keluar dari mobil. Sepasang suami istri itu mengapit di kanan dan kiriku. Mungkin mereka khawatir aku masih lemas. Langkahku terhenti saat pandanganku menangkap dua sosok makhluk yang berdiri menyambut kami. Keduanya melempar senyum, tapi berupa senyum mengejek. Ya. Hana dan Ibunya berdiri di ambang pintu. Mungkin mereka mendengar deru mesin mobil sampai mereka ke luar. “Maaf, Bu! Aku pilang ke rumah nenek saja!” ucapku tanpa mengalihkan pandangan dari Hana dan ibunya. “Loh ... kenapa?” Bu Lili mengernyit heran. “Aku tak mau serumah dengan iblis seperti mereka!” ucapku sembari mengacungkan jemari telunjuk lurus ke depan. Bu Lili mengarahkan pandangan mengikuti arah jari telunjukku. Barangkali mereka mendengar ucapanku, makanya mereka menghampiri. “Kalau mau ke rumah nenekmu, kenapa harus ke sini dulu? Apa sudah lupa jalan ke sana? Perlu aku antar?” Hana te

  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   Bayiku .... tidak...

    Berkali-kali aku mengerjapkan mata berusaha mengumpulkan kesadaran. Lalu, kuedarkan pandangan ke sekeliling sebab merasa di tempat asing. Semuanya bernuansa putih bersih, jauh berbeda dengan kamarku yang didominasi warna pink. Diam, aku berusaha menajamkan ingatan kenapa sampai ada di sini. Terakhir kuingat pertengkaran dengan Mas Farhan, lalu aku terjatuh bersimbah darah. “Astaga! Bayiku!” Aku menjerit histeris. Belum sempat kukabarkan kehamilan, tapi semua telah terenggut. Padahal, aku ingin memberi kejutan untuk Mas Farhan. “Tenang, Ve!” Kurasakan kedua pundak ada yang memegangi. Pun suara Mas Farhan yang mencoba menenangkan. “Bayiku!” Aku semakin histeris sambil berusaha berontak. Namun, Mas Farhan mendekapku erat sampai aku kesulitan bernafas. Akhirnya kutumpahkan semua air mata di dada bidangnya. “Maafkan aku, Ve!” ucap Mas Farhan setengah berbisik.Suaranya terdengar parau. Seperti sedang merasakan sesal di dalam hati. Diam, aku tak mencoba menyahut kalimat Mas Farhan.

  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   DARAH

    Mas Farhan kembali menolak, tapi aku terus memaksa. Bahkan, aku sendiri yang menghidupkan mesin mobil meski pada akhirnya Mas Farhan yang mengemudi. Tak butuh waktu lama kami telah sampai di halaman rumah Ibu. Gegas aku turun lalu berteriak menyebut nama adik iparku. “Rizal! Keluar kau!” teriakku kencang. Sudah tidak terkontrol lagi emosi di kepala. Gara-gara Rizal yang merayu, rumah tanggaku terancam hancur. Tanpa permisi aku langsung membuka pintu. Rupanya Ela sudah ada di depan pintu. “Astaghfirulloh, Mbak! Bikin kaget saja. Ada apa?” tanya Ela. “Mana suamimu?” “Enggak tahu, Mbak, memang kenapa?” tanya Ela dengan wajah heran. “Gara-gara dia Mas Farhan jadi marah denganku,” ucapku sembari menoleh pada suami yang telah berdiri di sebelahku. “Ngomong yang jelas dong, Mbak! Kita bicara sambil duduk,” ajaknya. Tepat saat hendak berpindah ke kursi ruang tamu, dari arah dalam Ibu datang mendekat. Dia tampak bingung melihatku yang tanpa senyum. “Ada apa, Ve? Kamu kenapa?” tanya

  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   PERTENGKARAN

    “Tak ada salahnya mereka ikut bicara, Ve! Toh maksudnya baik,” ucap Mas Farhan dengan nada suara terkesan menyudutkan. Aku terperangah mendengar kalimat suamiku. Sama sekali tak menduga dia akan termakan omong kosong itu. Sementara Hana dan ibunya tersenyum penuh kemenangan. Seharusnya Mas Farhan lebih mempercayaiku yang notabene istrinya, tapi kenapa malah lebih mendengar bualan Hana? “Baik dari mananya, Mas? Yang mereka katakan itu fitnah! Mereka ingin menghancurkan kita!” elakku sembari mengacungkan telunjuk ke arah mereka berdua. Di sini aku mulai yakin Hana dan ibunya sengaja menghasut Mas Farhan. Mungkin karena sakit hati tak mendapat warisan dari Bu Lili. “Fitnah bagaimana? Bukankah kamu mengakui Rizal kemari dan kalian saling berpegangan tangan?” cecar Mas Farhan. “Iya! Tapi dia yang meraih tanganku dan kutepis. Bukan berpegangan mesra seperti yang mereka katakan!” Sudahlah, Ve! Aku capek!” ketus Mas Farhan. Lalu, dia bangkit berdiri dan beranjak masuk. Aku benar-bena

  • DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI   fitnah

    *** Aku membuka mata saat sayup terdengar deru mesin mobil berhenti di depan rumah. Rupanya tadi aku ketiduran. Buru-buru aku bangkit berdiri lalu beranjak ke luar. Benar dugaanku. Ternyata Bapak dan Mas Farhan telah kembali. Mereka berjalan beriringan sambil mengobrol. Keduanya mendekat ke arahku. Lalu, aku menyambut dengan mencium takdim punggung tangan mereka. Ini salah satu caraku menunjukkan bakti, baik pada orang tua ataupun suami. “Mau aku bikinkan kopi, Mas?” tawarku. “Boleh.” Mas Farhan melempar senyum. “Bapak mau juga?” “Enggak usah. Bapak mau istirahat dulu,” Kemudian, kami sama-sama masuk ke dalam rumah. Mas Farhan duduk di sofa ruang tamu, Bapak langsung beranjak ke kamar, sedangkan aku ke dapur. Tak lama, aku telah kembali dengan secangkir kopi di tangan. Kuletakkan di meja depan Mas Farhan lalu aku duduk di sebelahnya. “Ini, Mas!” ucapku.Sementara Mas Farhan menyeruput kopi, aku sibuk memandangi wajahnya. Bulir keringat yang masih menempel di pelipis membuat

DMCA.com Protection Status