Share

20. Kekacauan

Penulis: Haifa Dinantee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-08 12:30:58
Tanpa banyak bicara, Aku mencoba turun sendiri untuk yang kedua kalinya. Hanya saja, kali ini Aku melakukannya dengan penuh perhitungan.

Happp...

Aku turun dengan ancang-ancang dan kedua tangan yang ku jadikan pegangan di sisi brankar. Tanpa ku kira sebelumnya, Ruslan membantuku dengan mengangkat bobot tubuhku dari sela kedua tangan, sampai badanku sempurna turun dari brankar.

"Terima kasih," ucapku tulus. Namun, rasa Terima kasih yang kuwakilkan lewat kata-kata, tak jua mendapatkan respon sepadan dari Ruslan.

Aku pun segera duduk di atas kursi roda yang sudah di stel dalam keadaan rem terpasang. Sedangkan Ruslan, Ia memperhatikanku seolah tak boleh ada kejadian terjatuh lagi, atau darah naik lagi ke selang infus.

"Aneh," gumamku dalam hati. Orang ini lah yang tiba-tiba datang membantuku dan begitu perhatian, namun orang ini pula yang tiba-tiba begitu dingin terhadapku. Ah, Aku tak mau ambil pusing, biarkan saja. Yang penting, dia tak berbuat jahat kepadaku.

Dari ekor mataku, ku
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   21. Headline News

    Aku menoleh ke arah Ruslan, mencari informasi yang pasti yang akan Ia berikan lagi, tapi lelaki itu hanya memberikan isyarat dengan kepala agar Aku segera mengikutinya. Aku pun mengalah, kembali menoleh ke arah Mama yang masih belum sadarkan diri. Ku genggam lagi tangannya, kuciumi bolak-balik dengan air mata yang masih deras mengalir. "Ma, cepat pulih ya. Nanti Lea ke sini lagi," ucapku seolah tak rela untuk meninggalkannya. Tapi, kupikir nanti Aku bisa kembali menemuinya. Setelah ku letakkan tangan Mama, Aku pun menganggukkan kepala, memberi kode kepada Ruslan agar segera pergi dari ICU. Ruslan mendorongku keluar, melepaskan baju APD yang kupakai, kemudian memintaku untuk mengenakan sebuah masker yang Ia minta dari petugas jaga ICU. Tak banyak tanya, Aku mengenakan masker yang baru saja dia berikan kepadaku. Aku melihat ke sekitar, tak ada yang mencurigakan menurutku. Entahlah, Aku tak tahu apa yang membuat Ruslan menganggap kacau. Apakah memang kacau, atau hanya dia yang lebay.

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-08
  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   22. Perbincangan

    "Aku enggak tahu kamu bakalan bertahan sampai kapan," ucap Zen membuatku mengerutkan kening. Lelaki yang ada di hadapanku ini bukannya menjawab pertanyaanku, tapi malah membuat prasangka lain. "Maksudnya, bertahan dalam apa?" tanyaku ingin memastikan. Apa pikiranku tepat jika Ia akan menyerah dalam pengobatan Mama. "Tidak... tidak!" gumamku dalam hati seraya menggelengkan kepala. "Kenapa geleng-geleng? Kamu enggak akan bertahan ya?" tanyanya lagi. Aku tak ingin menjawab pertanyaannya tentang gelenganku. Aku hanya ingin memastikan bahwa Ia tak akan menyerah, alias bertahan dalam membantu pengobatan Mama. "Bertahan dalam hal apa?" tanyaku sekali lagi. Zen menarik diri dari senderan kursi. Kini, Ia menegakkan duduknya, kemudian mengatakan hal yang langsung terasa menusuk di otakku. "Bertahan dalam keadaan bebas." Setelah mengatakan hal itu, Ia pun kembali bersender seraya menyunggingkan senyum smirk nya. "Bebas? Tolong perjelas ucapanmu!" pintaku. "Wanita sepertimu, masa enggak ng

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-09
  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   23. Polisi

    "Ada apa?" tanya Zen. Ia pun tak melanjutkan kalimat yang tadi sempat terpotong. Ruslan melirik ke arahku dengan penuh kekhawatiran. Setelah itu, Ia pun berbisik kepada Zen, membuat lelaki yang bergelar suamiku itu ikut panik. "Jadi?" tanya Zen seraya menatap ke arah Ruslan, meminta pendapatnya. Ruslan menganggukkan kepalanya kepada Zen, seolah ada obrolan kata diantara mereka yang tak boleh Aku tahu. "Kamu bisa jalan kan?" tanya Zen membuatku berpikir. Ya, apakah Aku bisa jalan atau enggak pasca kecelakaan semalam. "Tak ada waktu," ucap Ruslan membuat Zen tiba-tiba menarik tanganku. "Awww... sakit," keluhku karena masih merasakan sakit yang cukup besar di area kaki. "Mungkin bisa pakai kursi roda sampai tangga," ucap Ruslan membuat Zen kembali mendudukkanku di atas kursi roda. Aku bingung dengan kelakuan mereka berdua. Entah apa yang sedang terjadi, Aku tak tahu sama sekali karena kedua lelaki ini tak sedikit pun memberitahuku. Yang kurasakan pasti saat ini adalah ketakutan. A

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-09
  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   24. Seperti Tawanan

    "Ya, kami sudah masuk lewat pintu belakang," ucap salah satu petugas polisi itu, seolah Ia tengah berbicara dengan seseorang yang lain selain mereka berdua. Aku mematung saat dua orang berseragam polisi itu meringsek masuk lewat pintu belakang. Pandangannya tak sedikit pun melihat ke arahku. Mereka hanya mencari sesuatu ke setiap arah seraya terus melangkah masuk. "Upss... Maaf Mbak!" tukas Salah seorang diantara mereka karena tak sengaja menginjak pengki yang sedang ku pegang. "Pak Yanto hati-hati. Kasihan Mbak nya lagi bertugas," kilah petugas yang lain sambil terkekeh, yang sudah berjalan lebih depan. "Sudah, Saya sudah minta maaf." "Kurang tulus," sahut kawannya sedikit berteriak karena sudah berada di ruangan lain. "Saya dimaafkan kan, Mbak? Atau mau Saya bantu buat nyapu dulu?" tanya polisi yang tadi menginjak pengki, seraya kembali mendekatiku yang masih mematung di sana. "Ah, eng... enggak perlu, Pak,

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-10
  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   25. Bau!

    "Udah, tiduran dulu lagi! Di sini masih belum aman, " titah Zen seraya berbalik ke belakang, berusaha menekan kepalaku agar kembali merunduk. Tapi Aku menolak dengan keras. "Enggak," sahutku lantang. Mati-matian Aku bertahan untuk tetap duduk dengan bertumpu pada kaki, meskipun masih di bagasi. "Nunduk! Kamu bisa ketangkep," ulang Zen dengan suara yang terdengar begitu geram. "Enggak," sahutku lagi, meskipun pada akhirnya kepalaku berada di bawah, ditekan oleh Zen. Aku memang bukan tandingan Zen, tenaganya terlalu kuat dibandingkan denganku. "Sudah, kalian ini bagaimana? Lihat tuh, pak Andi terganggu," ucap pak Fandi terdengar begitu bijak. Tapi, sebijak apapun, jika dia berniat mau menyerahkanku kepada polisi, percuma saja. "Enggak bisa, Pak. Ini anak memang harus dikasih tahu pake cara begini. Kalau enggak, ngeyel banget." Zen tetap berpendirian agar Aku tetap bersembunyi di balik kain dan tak mengangkat kepala sama sekali.

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-10
  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   26. Vila Yang Sama

    Kuhempaskan diriku, menjauh sebisa mungkin dari Zen. Kini, Aku berada di sisi jendela, letak yang berjauhan dengan Zen. Hanya saja, sejauh apapun ketika kami di mobil berada dalam jajaran jok yang sama, maka tetaplah dekat. Aku memalingkan wajah, melihat ke arah jendela. Naluri perempuan jika disebut bau maka akan sangat terluka dan merasa terhina. "Pindah lagi lah, sono ke depan!" titahku tanpa menoleh ke arahnya. "Bau... bau cinta... hahahahahaha... " tawa Zen meledak seketika, seolah meledek sikapku yang mudah terbawa emosi. "Idihhh, gak jelas." Aku memutar bola mata, jengah dengan sikapnya, namun merasa bersemu merah di kedua pipiku. Tuhan, makhluk apa yang kau kirimkan padaku ini? Kadang Ia begitu lembut, kadang menjadi raja tega dan kadang juga menjadi sosok tengil seperti badboy di masa-masa SMA sepertiku. Aku terkekeh sendiri, teringat dengan segala ke-absurd-an yang Ia tampilkan di hadapanku."Ciee...

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-11
  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   27. Ibu Siapa?

    "Zen, kenapa berhenti di sini?" tanyaku seraya memegang ujung bajunya erat."Nggak apa-apa. Rumah Ibuku ada di belakang sini, " jawabnya seraya menunjuk ke ujung Jalan.Aku celingukan mencari sesuatu yang ditunjuk oleh Zen, karena aku tak melihatnya sama sekali."Ayo, turun dulu!" Ajak Zen. Ia pun segera melangkahkan kakinya keluar, melewati deretan bangku tengah yang telah dilipat oleh Pak Fandi.Pandanganku kutundukkan ke bawah dengan masker yang masih terpasang di wajah. Tangan ini pun tak lepas dari ujung kaos miliknZen. Aku takut, sangat merasa takut sampai-sampai lupa jika Zen adalah orang baru bagiku. Takut jika saja ada orang yang mengenaliku dan melaporkanku kepada polisi."Sebelah mana nak Zen?" tanya Pak Fandi."Ayo, sebelah sini!" Ajak Zen seraya melangkahkan kakinya terlebih dahulu. Aku masih saja mengikuti Zen seraya memegang ujung bajunya. Sedangkan Pak Fandi berada di belakangku. "Pak Andi di sini y

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-11
  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   28. Gadis Lain

    "Ada apa?" tanya Zen seraya mendekati wanita cantik, yang menurut Zen adalah adiknya itu.Dina tak menanggapi pertanyaan Zen. Ia masih melongo seperti kaget mendengar sesuatu."Kamu sakit?" tanya Zen seraya memegangi dahinya Dina. "Ah, enggak Kak."Sikap Dina tidak seperti pas awal tadi, ketika Ia bertemu dengan Zen. Sikapnya lebih dingin dan tak antusias. Dina jongkok dan langsung membersihkan bekas pecahan gelas yang berserakan di mana-mana. Ia mengumpulkan pecahan-pecahan gelas itu dan meletakkannya di atas nampan yang tidak pecah."Sudah, sini sama kakak aja!" pinta Zen seraya membawa sapu ijuk dan pengki dari ruang belakang, meminta Dina yang masih mengumpulkan pecahan-pecahan beling tersebut untuk menyingkir."Nggak usah Kak, nggak apa-apa. Sini sapunya, sama aku aja, " ucap Dina seraya berdiri, kemudian Ia pun melangkah dengan niat untuk mengambil sapu dari tangan Zen. "Auww..."Dina meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-12

Bab terbaru

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   48.

    Beberapa waktu yang lalu terjadi ketegangan antara Zen dan ayah kandungnya. Ya, lelaki yang menggunakan helm itu adalah Revan, anak tiri pak Fatan. Ketegangan itu masih berlanjut di atas sofa yang saling berhadapan. "Kamu seharusnya berterimakasih kepadaku, Zen! Bagaimana pun, Aku telah menyelamatkan dia," tunjuknya lagi kepadaku, entah untuk yang ke berapa kali. "Kau seorang lelaki, tapi mulutmu terlalu banyak!" kesal Zen mencebik. Ia bosan mendengar semua kata yang terus keluar dari mulut Revan. Entahlah, lelaki itu seringnya nampak menakutkan, tapi mengapa kali ini terlihat seperti orang bodoh."Zen, seharusnya kau bisa berbagi sebagian hartamu untuk Revan! Bagaimana pun, dia itu saudaramu, saudara yang selalu menjaga apa yang kau miliki agar tepat sasaran dan aman. " Apa ucapanmu tak salah?!" cebik Zen dengan menarik ke atas sebelah bibirnya. "Bukankah dia menikmati semua yang harusnya menjadi milikku? Dia pencuri. Pen... cu... ri! Bahkan, dia membuatnya hilang beberapa. Jadi t

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   48.

    Beberapa waktu yang lalu terjadi ketegangan antara Zen dan ayah kandungnya. Ya, lelaki yang menggunakan helm itu adalah Revan, anak tiri pak Fatan. Ketegangan itu masih berlanjut di atas sofa yang saling berhadapan. "Kamu seharusnya berterimakasih kepadaku, Zen! Bagaimana pun, Aku telah menyelamatkan dia," tunjuknya lagi kepadaku, entah untuk yang ke berapa kali. "Kau seorang lelaki, tapi mulutmu terlalu banyak!" kesal Zen mencebik. Ia bosan mendengar semua kata yang terus keluar dari mulut Revan. Entahlah, lelaki itu seringnya nampak menakutkan, tapi mengapa kali ini terlihat seperti orang bodoh."Zen, seharusnya kau bisa berbagi sebagian hartamu untuk Revan! Bagaimana pun, dia itu saudaramu, saudara yang selalu menjaga apa yang kau miliki agar tepat sasaran dan aman. " Apa ucapanmu tak salah?!" cebik Zen dengan menarik ke atas sebelah bibirnya. "Bukankah dia menikmati semua yang harusnya menjadi milikku? Dia pencuri. Pen... cu... ri! Bahkan, dia membuatnya hilang beberapa. Jadi t

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   47

    DAS 47 "Eemmmhhh... "Aku berusaha berteriak untuk meminta tolong, tapi mulutku dibekap oleh si lelaki berhelm, sedangkan mobil sudah melaju dengan kecepatan sedang. Sepertinya, motor pun ada yang membawanya karena terdengar suara deru nya memekakan telinga. "Au E... " teriak lelaki berhelm, tapi tak jelas di pendengaranku. Aku terus saja meronta, berteriak demi meminta pertolongan. Meskipun, rasanya tak akan ada orang yang bisa mendengar, tapi setidaknya Aku bisa nekad turun dari mobil seperti yang pernah ku lakukan di mobil pak Rafli. "Pak Zen, enggak usah dibekap, enggak bakalan kedengaran orang kok."Ada suara bariton seseorang dari baris ke tiga yang menyebut nama suamiku. Seketika, lelaki berhelm itu melepaskan tangannya dari mulutku. Aku pun begitu, tak berusaha meronta lagi, apalagi berteriak untuk meminta tolong. "Zen?" tanyaku lirih dengan berurai air mata. Ia hanya menganggukkan kepala, tanpa membuka helm nya. Aku tak berkata-kata lagi karena merasa semua masih abu-a

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   46. Saling Menyalahkan

    Zen tak menggubris permintaanku. Ia malah menyeretku semakin cepat, masuk ke ruangan yang waktu itu Aku duduk di sofanya. "Zen!" pekikku lagi seraya berusaha melepaskan diri lebih keras. Namun heran, Zen semakin mencengkeram leherku. "Stop!" teriak Zen yang terdengar jelas di kupingku, meskipun nafasku mulai tersengal. "Apa yang...?" pekik suara lelaki di hadapanku, tapi entah siapa. Aku masih fokus untuk melepaskan diri dari cengkeraman Zen. Rasanya Aku akan kehabisan nafas dan bisa saja kehilangan nyawa. "Alea?" "Berhenti Zen, atau Aku akan membuatmu menyesal karena menyeret perempuan ini ke rumah!" ucap Zen tepat di samping telingaku. Tidak, dia mengatakan apa? Otakku masih sempat untuk berfikir meskipun sulit. "Lepaskan dia karena dia enggak ada sangkut pautnya sama masalah kita!" teriak lelaki yang sedari tadi berada di rumah ini dengan emosi, lelaki yang mungkin adalah Zen yang sebenarnya. "Berhenti!" ucap lelaki berhelm yang ku yakin bukan Zen, seraya mengeratkan jerata

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   DAS 45. Sepertinya Zen

    "Emmmhhhh... " Aku berusaha berteriak untuk meminta tolong, tapi mulutku dibekap oleh si lelaki berhelm, sedangkan mobil sudah melaju dengan kecepatan sedang. Sepertinya, motor pun ada yang membawanya karena terdengar suara deru nya memekakan telinga. "Au E... " teriak lelaki berhelm, tapi tak jelas di pendengaranku. Aku terus saja meronta, berteriak demi meminta pertolongan. Meskipun, rasanya tak akan ada orang yang bisa mendengar, tapi setidaknya Aku bisa nekad turun dari mobil seperti yang pernah ku lakukan di mobil pak Rafli. "Pak Zen, enggak usah dibekap, enggak bakalan kedengaran orang kok." Ada suara bariton seseorang dari baris ke tiga yang menyebut nama suamiku. Seketika, lelaki berhelm itu melepaskan tangannya dari mulutku. Aku pun begitu, tak berusaha meronta lagi, apalagi berteriak untuk meminta tolong. "Zen?" tanyaku lirih dengan berurai air mata. Ia hanya menganggukkan kepala, tanpa membuka helm nya. Aku tak berkata-kata lagi karena merasa semua masi

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   Bab 43. Pengendara motor

    Aku baru menyadari bahwa mereka berdua kini tengah berasa di atas motor. Bukankah tadi lelaki yang membawaku juga turun dari motor? Apakah mereka bertukar posisi atau tidak? "Enggak apa-apa," Sahutku meringis, seraya berpikir hal yang saat ini sebenarnya tak perlu ku pikirkan. Aku pun segera menaiki motor berwarna merah seraya menahan sakit di kaki. Sedangkan motor yang tadi ku naiki segera melaju ke arah yang berlawanan. "Pakai!" Sebuah hoodie berwarna hitam disodorkan kepadaku, saat Aku sudah duduk di atas jok motor. Tanpa pikir panjang, Aku segera meraih hoodie tersebut dan mengenakannya. Motor pun segera melaju lagi, membelah keheningan malam. Rasanya, pipiku diterpa dinginnya angin malam. Beruntung, hoodie yang kupakai menutupi badan dan kepalaku sehingga rasa hangat cukup ku rasa. Tangan ku tautkan di kedua sisi behel motor, meskipun hal itu membuat tanganku terasa sangat dingin. "Mas, kamu siapa?" tanyaku pada akhirnya. Aku memberanikan diri untuk bertanya, m

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   44. Selamat

    Pengemudi motor berhelm itu masih mengangkat tangan kanannya ke atas, dengan jempol yang Ia tunjukkan sebagai isyarat bahwa Ia menyanggupi permintaan warga yang mengejarku, membuat mereka memperlambat langkah. Meskipun kaki gemetar, Aku menendang motor itu sekuat tenaga, berusaha membuka jalan agar Aku bisa keluar. Ia sedikit oleng saat tendangan ku Ia terima tanpa persiapan. Namun, keadaan itu hanya terjadi sesaat karena Ia mampu menyeimbangkan keadaannya dengan cepat. Ia pun kembali tegak di atas motornya. "Naik, cepat!" titahnya seraya melirik ke arahku, tanpa menurunkan jempol tangannya. Aku melongo, tak percaya setelah mendengar titahnya barusan. Apakah Ia bermaksud menolongku? "Enggak ada waktu. Cepat!" Pengemudi dengan suara bariton itu mengulangi titahnya, menarikmu segera ke alam bawah sadar. Tanpa berpikir panjang lagi, Aku segera menaiki motor koopling yang cukup tinggi. Saking terburu-buru, pijakkanku meleset membuat Aku terhuyung sesaat. "Woyyy...!"

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   DAS 43. Dikejar

    Aku tercekat, tak mampu mengekspresikan rasa kaget sekalipun mendengar ucapan Adib. Bahkan, untuk bernafas pun rasanya seperti enggan. Apalagi saat ku ingat bahwa adib kerap kali dipukuli oleh ayahnya sendiri. Bagaimana jika lelaki itu tahu keberadaanku di sini?Aku tak mendengar sahutan apapun dari bu RT. Yang kudengar hanya langkah kaki yang menjauh dengan terburu-buru."Hei, siapa yang berani menemui anak laknat ini?! " gelegar suara seorang lelaki yang ku yakin bahwa itu suara ayahnya Adib. Aku segera berdiri, bangkit dari duduk menuju gorden, berniat bersembunyi di baliknya. Sebenarnya aku sadar bahwa gorden ini tidak cukup panjang sehingga tidak menutupi setengah paha ku sampai ujung kaki. Jadi, jika ada orang yang masuk ke kamar otomatis akan tahu bahwa ada seseorang yang bersembunyi di balik gorden. Tapi tak ada yang bisa kulakukan. Apa yang harus kulakukan?"Ayah, kumohon jangan!" rengek Adib."Diam kamu anak lak

  • DIJUAL KE PRIA ASING, DINIKAHI PEWARIS   DAS 42. Ayah, bu RT!

    Aku berdiri mematung, tak jadi melangkahkan kaki yang rasanya seperti tertancap ke bumi. "Kapan Awan dibawa ke kantor polisi? Kok, Kakak enggak dengar suara ribut-ribut?" tanyaku penasaran. "Tadi ribut, Kak. Lagipula, Ka Awan enggak tahu kalau Kakak masih ada di sini. Tadi, dia ngira Kakak kabur. Aku juga enggak ada kesempatan buat bilang kalau kakak ada di kamar mandi," sahut Adib membuatku semakin tercenung. Sedahsyat apa kejadian tadi siang sampai-sampai Aku tak mendengar apapun. Sepertinya, Aku tak sadarkan diri cukup lama, seperti saat Aku pingsan di toilet sekolah. "Apa enggak ada yang nyari sampai ke toilet?" tanyaku merasa heran. "Kakak ingat tadi saat Aku dari kamar mandi?" tanya Adib yang hanya bisa ku angguki saja. "Tadi ada yang bilang mau ke kamar mandi. Aku bilang kalau kamar mandinya dikunci sama Ayah, udah lama. Untungnya, Aku memang sering ke toilet umum di Mesjid, jadi pak RT juga percaya," sahut Adib membuatku faham, me

DMCA.com Protection Status