"Hasna ...." ucap Toha dengan ekspresi bersalah, wanita itu mengangkat tangannya, meminta sang suami berhenti bicara, tak ada yang ingin ia dengar selain jawaban atas pertanyaannya nanti.
"Silakan duduk, Bang!" ucapnya pelan dengan suara parau. Dia melangkah lebih dulu di ikuti Toha, mereka duduk berhadapan, Hasna mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, ia tak boleh terlihat lemah dan menyedihkan di hadapan Toha."Alya mana, Dek?" tanya pria itu tiba-tiba, Hasna tersenyum getir mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut suaminya."Apa dia penting bagimu? Selama ini Abang bahkan tak pernah menyapanya, kenapa sekarang tiba-tiba menanyakan?" jawab Hasna bernada sarkastis, lelaki di hadapannya kini sangat berbahaya, ia tak dapat melakukan apa-apa, mau mengumpat dan menyumpahinya pun ia tak bisa.Toha masih bergelar suaminya, ia tidak mau menambah dosa dengan perkataan kasar. Hasna bukan wanita serampangan, tiga tahun menimba ilmu di pondok pesantren sebelum menikah menempahnya menjadi wanita yang paham hakikat agama."Adek bicara apa? Aku ayahnya. Jangan lupakan itu!" lantang pria itu bersuara, ia marah dan merasa Hasna mencabut haknya. Wajahnya memerah melihat senyum miring yang tersungging di bibir Hasna."Siapa yang akan melupakan ayah yang buruk sepertimu! Sampai Alya dewasa nanti, ia tidak akan melupakan akhlak tercela ayahnya. Aku sungguh berharap tak ada satu pun sifat burukmu yang turun padanya," ucap wanita itu bernada tenang, dia mati-matian menahan diri agar tidak mempermalukan dirinya di hadapan Toha."Jangan keterlaluan kamu, Hasna! Aku pulang untuk membicarakan masalah kita baik-baik!" hardik Toha mulai tersulut emosi."Bicara apa? Memberi tahu padaku bagaimana nikmatnya masa pengantin baru?" tanya Hasna, ia menarik napas, memasok oksigen banyak-banyak menghalau sesak di dadanya, "Bahkan aku sedang berjuang memulihkan jalan lahir karena melahirkan zuriatmu, Bang ...." ucapnya lagi, ia menengadah mengahalau air hangat yang memenuhi netranya agar tak berurai di hadapan Toha."Maaf tentang itu, Hasna. Aku mencintainya, sudah sejak lama, kami dipertemukan kembali beberapa bulan lalu, kami menikah agar terhindar dari zina," ucap Toha dengan suara melunak, Hasna menatapnya nanar, baru ia tahu penyebab perubahan sikap Toha, ternyata ia telah melabuhkan hati kepada perempuan lain."Kau bahkan tidak memberi tahuku, Bang. Jika aku tahu mungkin rasanya tak 'kan sesakit ini," lirih wanita itu, bulir bening itu akhirnya luruh juga, ia tak mampu lagi berpura-pura tegar. Toha terlihat menyesal, pandangannya lekat menatap lantai.Dengan gerak cepat, Hasna menghapus kasar air mata di pipinya, ia harus mengemukakan akhir dari masalah ini, bicara dengan Toha dan mengetahui fakta baru lainnya hanya akan membuat luka yang sudah menganga semakin perih dan terkoyak lebih dalam."Kita harus berpisah, Bang!" ucapnya penuh keyakinan, Toha mengangkat wajah seketika, bola matanya melotot tak percaya dengan penuturan Hasna."Jangan mengada kamu, Dek! Bagaimana dengan Alya kalau kita bercerai? Kau tidak punya hati? Dia akan hidup tanpa kasih sayang seorang ayah, apa kau tega?" ucap Toha menggebu-gebu, bersikap seolah Hasna adalah wanita zalim yang tega memisahkan ayah dan anak."Baru sekarang kau memikirkan nasib putriku? Ke mana saja kamu, Bang? Yang tak punya hati itu kamu! Pernah kau menganggap kami ada? Sudahlah, lepaskan aku supaya kau bisa hidup bahagia bersama istri mudamu," ucap wanita itu memelankan suara, tenaganya sudah habis menghadapi Toha."Tolonglah, Hasna! Pikirkan lagi, kita bisa hidup rukun bertiga, lagi pula adik madumu setuju jika kita tinggal seatap, dengan begitu Alya tidak akan kehilangan sosok ayahnya, dan kau tidak perlu pontang-panting mencari nafkah untuk biaya hidup," ucapnya enteng, Hasna menarik napas dalam, pria yang sudah membersamainya selama tiga tahun terakhir benar-benar menguji kesabarannya."Mudah sekali kau bicara, Bang! Tak kau pikirkan bagaimana perasaanku yang menjalaninya. Di mana pikiranmu? Kau mau menyabung dua wanita dalam satu atap? Kalau kau memang tak mau melepaskan kami, ceraikan istri mudamu!" ucap Hasna menatap Toha nyalang, ia tak habis pikir dengan suaminya itu."Bagaimana mungkin aku menceraikannya, Hasna? Kami baru menikah dua bulan lalu, lagi pula aku masih mencintainya," ujar Toha semakin menohok harga diri Hasna, pria itu lebih memilih istri mudanya, lalu kenapa berunding untuk tetap bersama. "Pergilah kalau begitu! aku bukan golongan perempuan yang sanggup di madu, dari pada menambah dosa karena nusyud, dan kau tentu tak mau berjalan pincang di akhirat nanti karena tak berlaku adil kepada istri-istrimu 'kan? Jadi lepaskan aku!" papar hasna penuh emosi."Tapi--""Cukup! Pergi atau bertahan. Pilih salah satunya!" i a lantang Hasna berucap, membuat Toha menghela napas berat, ia menatap istrinya sekali lagi, mencoba mencari kesungguhan ucapannya. Terlihat luka mendalam memancar dari sorot matanya."Baiklah jika itu sudah menjadi keputusanmu," ucap Toha, ia menjeda ucapannya, Hasna bergeming dengan tatapan lurus, menunggu hasil akhir dari keputusan mereka."Hasna Anandita, dengan sadar dan tanpa paksaan, aku menalakmu, mulai sekarang kau bukan lagi istriku."Air mata Hasna jatuh, kini ia telah resmi menjadi seorang janda, ia mengangguk saat Toha berpamitan hendak pergi. Semua rasa dan Asa terkubur tak berbekas seiring punggung pria itu yang kian jauh, lalu menghilang di balik pintu.Hasna berlari ke kamar, dipandanginya wajah damai putrinya yang sedang tertidur pulas, ia jatuh tergugu ke lantai, hari ini saja. Dia ingin menangis sepuasnya, untuk esok dan seterusnya tak 'kan ada lagi air mata yang tumpah untuk Toha.Hasna terus tersedu-sedan, saking lamanya menangis wanita itu sampai tertidur, di bawah ayunan Alya.*Hasna terbangun saat tangisan Alya terdengar sayup di telinganya, ia bergegas bangkit, matanya terasa bengkak. Gegas ia meraih putrinya yang hampir berusia tiga bulan itu lantas menyusuinya.Setelah menyusu sang putri kembali pulas, ia beranjak ke kamar mandi kemudian membersihkan diri, jam sudah menunjuk angka lima petang, saking lama ia tertidur sehingga telat melaksanakan shalat Asarnya.Tak lama ia pun menyelesaikan shalatnya, tak lupa ia bermunajat kepada Allah, melangitkan doa tanpa selipan nama Toha, kini tak ada lagi gelar suami, nama pria itu telah berganti kepada kaum muslim saja, jika ia termasuk sebenar-benar muslim, Hasna hanya menganggap itu keharusan, mendoakan sesama Ummat muslim.Setelahnya wanita itu bangkit, meraih gawai yang terletak di nakas lantas menelepon Rani--ibunya. Dia menyapa ibunya sebentar, sebelum menyatakan kebenaran yang cukup membuat Rani terkejut."Hasna janda sekarang, Bu!" ucap Hasna sedih, tetapi tak ada setitik air mata keluar dari netranya, tidak lagi mulai sekarang.Rani sampai menangis di balik telepon, ibu mana yang tidak sedih mendengar anaknya dicerai, sang ibu memberi beberapa wejangan, agar ia sabar dalam menghadapi masalah yang tentu tak mudah baginya.[Pulanglah ke rumah kita, Nak!] bujuk Rani, ia tak tega kalau anak dan cucu satu-satunya hidup sebatang kara jauh darinya."Tidak, Bu. Hasna akan tetap di sini, ibu tak perlu khawatir, Hasna akan menerima tawaran Kak Puspa," ucapnya mantap penuh keyakinan.Bersambung.Hasna Anandita kini ia bergelar janda satu orang anak, ia menjalani masa idahnya dengan mulai berkarier di perusahaan Puspa Fashion korps. Tak dipungkiri kadang ia merasa sakit ketika melihat Alya, sekarang anak itu harus puas memilikinya sebagai ibu sekaligus ayah.Semenjak Toha menjatuhkan talak atasnya, pria itu tak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Tetapi ia lega karena tak perlu melihat wajah mantan suami yang berlabel pengkhianat baginya, ia hendak menjalani hari-harinya bersama sang putri dengan tenang tanpa gangguan.Sekarang Hasna fokus kepada pekerjaan dan putrinya, seperti yang dipaparkan Puspa sebelumnya, Hasna bekerja dari rumah, wanita berkulit kuning langsat itu mengatur waktu dengan baik, ia tak mau anaknya terlantar dari kasih sayangnya karena sibuk bekerja, cukuplah Toha yang pergi.Bakat yang dulu terpendam kini kembali di asah, tak jarang Hasna mengikuti kelas desain yang di atur sendiri oleh Puspa, wanita itu benar-benar ditempah menjadi seorang calon desa
Ketika tengah menyantap makanan, tak sengaja Hasna melihat ke bawah, sontak kunyahan mulutnya melambat, ia memicingkan mata tatkala melihat pria yang sangat ia kenal berjalan masuk ke kafe bersama seorang perempuan muda berperawakan tinggi, langsing dan berkulit putih, kontras dengan mantan suaminya yang berkulit hitam legam. Ya, siapa lagi kalau bukan Toha dan istri mudanya.Hasna sudah bisa menebak apa hubungan mereka, wanita berpenampilan terbuka itu terlihat sangat agresif, ia menempel seperti prangko di lengan Toha."Ada apa?" tanya Puspa melihat Hasna terus menatap ke bawah, wanita itu ikut melongok mengikuti arah pandangan Hasna, tetapi ia tak mendapat apa pun karena dua sejoli itu sudah menghilang masuk ke kafe, Hasna menggeleng, "Bukan apa-apa. Yuk makan!" ucapnya melanjutkan makan, ia tak mau merusak moodnya dengan membahas pemandangan menjijikkan yang ia lihat barusan.Setelah selesai, mereka berbincang sejenak, saling bergurau, melepas seluruh beban dengan tawa berderai, P
Hasna melirik kaca spion mobil, di sana dua orang yang baru saja ia beri pelajaran tengah bertengkar hebat. Sesekali kau harus merasa kesulitan, Bang. Nikmati itu sebagai pemanasan sebelum Allah membalas kecuranganmu. Batinnya dengan senyum mengembang."Jadi siapa tadi yang bertengkar? Kakak lihat kamu senyum-senyum sendiri jadi penasaran," Tanya Puspa terkekeh, wanita itu tak sempat melihat kejadian itu karena Hasna mengajaknya segera pulang."Kasih tahu enggak ya ...." ucap Hasna menggoda sahabatnya itu. Puspa berdecak sebal,"Kasih tau dong, ah! Kan penasaran," ucapnya memasang wajah penuh keingin tahuan. Hasna terbahak, dia membenarkan posisi duduk Alya, kemudian bersandar pada jok mobil, ia harus menyamankan diri agar ceritanya tidak kurang feel."Tadi aku ketemu Bang Toha--""What?!" pekik Puspa terkejut, ucapan Hasna terpotong, wanita berhijab soft pink itu mengangguk membenarkan apa yang didengar Puspa barusan."Hm, dia sama istri barunya," sahut Hasna santai, sesekali ia meny
Tangan Hasna terulur meraih ponsel di nakas, begitu banyak notifikasi di akun Facebooknya, semenjak bercerai beberapa bulan lalu dia tak pernah lagi menyentuh aplikasi biru tersebut, akunnya seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan.Iseng, jemari lentiknya mengeklik aplikasi berlogo "F" tersebut, netranya langsung memicing melihat postingan yang menduduki bagian paling atas di beranda Facebooknya. Terlihat dua orang yang sangat ia kenal bergaya bak selebritis, mereka adalah Rita dan mantan ibu mertuanya.Namun bukan itu yang membuatnya gagal fokus, tetapi baju yang mereka kenakan. Gegas ia menzoom gambar ibu dan anak itu, Ya. tidak salah lagi, itu adalah baju hasil rancangannya. Penasaran, Hasna mengeklik profil bernama 'Rusni Mommy Shie Rieta Manies' tersebut, ia sempat tersenyum geli, sealay itu memang mantan ibu mertuanya.Begitu profil terbuka, postingan pertama yang terlihat adalah acara pesta di rumah Rusni, mereka berfoto berempat, Hasna memperhatikan satu-satu wajah itu, mereka
"Neng! Siang ini mau dimasakkan apa sama bibi?" tanya Bu Marni pada Hasna yang tengah mengambil air putih di meja, wanita paruh baya itu ingin menyajikan yang terbaik sesuai keinginan majikannya di hari pertama bekerja."Apa saja, Bi. Saya bukan pemilih dalam hal makanan," sahutnya menyunggingkan senyum."Waduh, nanti saya bingung. Sup daging sama udang asem manis boleh tidak, Neng?" tanya wanita itu lagi. Hasna tertawa lebar, "Ya sudah, Bi. Boleh saja," sahutnya sembari berlalu setelah menandaskan segelas air. Pekerjaan hari ini cukup melelahkan, ia harus menyelesaikan gaun itu secepatnya tanpa kekurangan dan harus sempurna.Gegas Hasna kembali ke ruang kerjanya. Alya sudah bangun sejak jam sembilan tadi, bayi itu sama sekali tak mengganggu pekerjaan ibunya, dia menendang-nendang lantai hendak mengayuh baby walkernya, ia tertawa menggemaskan ketika benda beroda enam itu sedikit melaju mundur.Hasna fokus memberi warna pada desain bajunya, sesekali ia mengajak Alya bercanda, semangat
Selamat membaca!*****Kehadiran Rani membuat semua pekerjaan Hasna menjadi lebih mudah, wanita paruh baya itu betah mengurus Alya hingga sore. Setelah menerima pesanan bahan, Hasna langsung membuat gaun itu menggunakan teknik draping, yaitu merancang gaun pada manekin tanpa dijahit.Setelah selesai, Hasna memfoto setiap detail dan keseluruhan gaun untuk diperlihatkan pada penjahit, ia tak mau ada kesalahan sama sekali. Dia mulai membongkar gaun itu, kemudian mengirim pada penjahit kepercayaannya, mereka tak punya waktu, pesta perusahaan akan berlangsung besok malam, Hasna mewanti-wanti agar gaun itu selesai tepat waktu tanpa cela. "Sayang, kamu baik-baik saja? Maksud ibu apakah pekerjaan ini membuatmu tertekan? Ibu lihat kamu memaksakan diri bekerja,"Tiba-tiba pertanyaan itu terlontar dari mulut Rani ketika mereka tengah duduk bersantai di ruang tamu menikmati suasana pagi. Hasna tersenyum kecil, ia memang belum memberitahu Rani perihal pesta dan gaun itu."Enggak, Bu. Mana mungkin
Selamat membaca!*****Hasna dan Puspa duduk bersisian di jejeran kursi tamu, mereka berbincang lalu saling melempar senyum, sangat anggun. Dari jauh Toha dan Siska memperhatikan mereka, lalu Toha mendekat ke arah Siska, pria itu membisikkan sesuatu.Siska membulatkan mata mendengar bisikan Toha, wanita dengan mini dress di atas lutut itu menatap suaminya ketakutan dengan kedua tangan membekap mulut, tetapi keterkejutannya tak bertahan lama, ia menggantinya dengan seringai licik."Ah, Sayang! Kau sangat pintar, ide yang brilian. Aku enggak sabar melihat wanita itu menanggung malu karena sudah berani masuk ke sini, pasti Bu Puspa mengira dia adalah salah satu perwakilan perusahaan lain," bisik Siska memeluk lengan Toha, mereka berdua tertawa licik menatap Hasna yang tengah berbincang dengan beberapa relasi bisnis lain bersama Puspa."Tentu saja, Sayang. Kamu tunggu dan lihat saja nanti, apa yang akan mas lakukan padanya," sahut Toha tertawa meremehkan Hasna, 'Kali ini aku akan membalas
Selamat membaca! Semoga suka!*****'Sialan! Ini semua gara-gara wanita itu!' batin Toha dengan pandangan tak lepas dari Hasna yang sudah berada dalam jejeran tamu penting bersama Puspa, ia tersenyum manis menyambut uluran tangan para tamu yang di perkenalkan Puspa padanya.Ketika Toha tengah menatap benci padanya, Hasna menoleh, setelah beberapa saat ia mengacungkan jempolnya kepada pria itu, kemudian memutarnya ke bawah, "You are looser," ucapnya tanpa suara, kemudian tersenyum meremehkan.Siska yang melihat itu sangat geram, ia hendak bangkit menghampiri Hasna, namun ditahan oleh Toha, "Sudah, tahan emosi kamu, Sayang! Kita ikuti saja dulu permainannya, mas penasaran kejutan apa yang dia maksud tadi," ucap Toha setengah berbisik. Siska hanya bisa mengangguk dengan napas memburu, wanita ini sangat bar-bar.Tak lama kemudian MC naik ke panggung, memberi beberapa kata sambutan, lalu memulai acara, yang pertama adalah penyambutan para kolega dan relasi bisnis dari luar negeri yang disam
Selamat membaca!*****Sore hari, Hasna diperbolehkan pulang, Yuta dengan setia menemaninya. Rani mendapat kabar bahwa mereka menginap di hotel semalaman, hingga tidak pulang. Hasna benar-benar menyembunyikan kebenaran tentang ia yang hampir celaka oleh Selena, wanita itu tak ingin ibu dan ayahnya khawatir.Tiba di rumah, Hasna segera istirahat, ia mengatakan sedang tidak enak badan, dua orang tuanya percaya saja, mereka membiarkan Hasna istirahat untuk beberapa saat."Mas pergi sebentar, ya?" Hasna mengangguk. Yuta mengusap lembut kepalanya, "Mas nggak akan membiarkan Selena begitu saja, dia akan membayar mahal semua ini," ucap pria itu dengan sorot dingin. Wanita yang tengah berbaring di ranjang itu mengernyit bingung."Maksud Mas gimana?" tanyanya, Yuta menggeleng, " Biar mas yang urus semua, kamu tunggu dan lihatlah," ucapnya dengan rahang mengeras, dia beranjak bangkit, namun Hasna menahan langkah pria itu dengan menarik tangannya."Tunggu, Mas!" Yuta berbalik, kembali duduk di s
Selamat membaca!*****Selena berjalan semakin dekat, wajah wanita itu penuh dendam, matanya gelap penuh amarah. Hasna mulai khawatir, ia memindai seluruh ruangan, sementara selena menyeringai licik.Hasna mengambil ancang-ancang, saat jarak mereka hanya satu langkah lagi, Selena mengeluarkan botol parfum dari tasnya, kemudian melemparkan ke belakang Hasna, walhasil cermin itu jatuh berhamburan seiring pekikan Hasna.Tawa mengerikan Selena menggema memenuhi ruang itu. Hasna ketakutan, bagaimana pun ia pernah menjadi korban percobaan pembunuhan, ketika melihat tawa Selena, seketika wajah psikopat Siska terbayang, 'Ya Allah, apa aku akan dibunuh untuk kedua kalinya?' batinnya."Selena, jangan nekat! Apa yang kamu lakukan?" pekik wanita berhijab itu saat melihat Selena mengambil sepotong pecahan kaca runcing."Ini ... bagaimana kalau bagian runcing kaca ini menembus lapisan kulitmu? Pasti sangat menyenangkan," ucapnya menyeringai, dia tertawa lagi."Tidak! Jangan Selena! Kau akan masuk p
Selamat membaca!*****Malam pesta kantor telah tiba, Yuta sedang bercanda dengan Alya di ruang tengah. Hasna tengah bersiap-siap di kamarnya, ia mengenakan gamis dengan bawahan kembang payung, kombinasi bahan polos dan sedikit kain tile pada bagian lengan kiri dan bagian depan atas.Dipermanis dengan tali pinggang bertabur payet kristal, Hasna tampak anggun dan berkali lipat lebih cantik. Apalagi ia merias wajahnya sedikit lebih bold, senada dengan gaun merah marun miliknya, sangat cocok untuk acara pesta malam hari, keduanya hendak membawa serta Alya, tetapi bayi itu menangis kejer karena mengantuk."Sudah, Nak! Kalian pergi saja, ya! Biar Alya sama ibu dulu, sepertinya dia mengantuk," ucap Rani, mereka akhirnya menurut juga, kemudian berpamitan pada Rani.———Di mobil, Yuta tak henti melirik wanitanya, rasa itu kian bertambah kala ia melihat betapa sempurna wanita di sampingnya. Keibuan, cantik, taat beragama, sukses dan sangat classy. Dia merasa sangat bersyukur dijodohkan Allah d
Selamat membaca!*****Waktu berlalu dengan cepat, tak terasa sudah sebulan usia pernikahan Yuta dan Hasna, mereka hidup bahagia serta harmonis."Sayang, malam lusa kamu ikut mas ke pesta kantor, ya?" tanya Yuta, Hasna yang tengah mendraping gaun menoleh sesaat, mengangguk seraya melempar senyum."Oh, ya? baju yang kamu desain waktu itu sudah jadi?" tanya pria itu lagi."Sudah, Mas! Kamu mau pakai baju itu?" tanya Hasna ragu, ternyata ia benar-benar menepati perkataannya waktu itu. Pria itu mengangguk pertanda ia serius."Baiklah, nanti aku suruh jahit yang pas di ukuran badan kamu," terang wanita itu, Yuta pamit ke kantor setelahnya, hari ini akan ada meeting penting dengan Bimaswara. Tiga minggu lalu, saat perusahaan Yuta ingin mengakhiri kontrak kerja dengan Bimaswara, pria itu menolaknya, menuntut profesionalitas agar tak melibatkan masalah pribadi dan bisnis."Apabila Pak Yuta tidak nyaman dengan sekretaris saya, makan akan kami ganti, tolong jangan sembarangan mengakhiri kontrak
Selamat membaca!*****Pagi biru itu masih menyisakan syahdu semalam, dua insan yang baru mengecap indahnya ikatan halal masih bergelung dalam selimut, Hasna mengerjap saat ponselnya bergetar di bawah bantal, dengan mata setengah terbuka ia meraih dan menonaktifkan alarm yang selalu di aturnya agar tidak melewatkan shalat Subuh.Kedua sudut bibir ranum itu tertarik ke samping kala merasakan tangan kekar Yuta melingkari pinggangnya posesif, ia menyingkirkan perlahan, beringsut turun dari ranjang kemudian berlalu ke kamar mandi. Tak lama ia keluar dari sana, berjalan ke samping ranjang dengan kelopak mawar yang sudah berserakan. Dia mengulum senyum lantas segera mengenakan mukena."Mas, bangun! Shalat subuh dulu," lirihnya, Yuta mengerjap, lelaki yang masih bertelanjang dada itu mengulas senyum menawan dengan muka bantalnya. Dia merengkuh pinggang Hasna, menarik tubuh wanita itu hingga terjatuh kembali tepat dalam pelukannya."Eh!" seru Hasna terkejut, dia berusaha bangkit, tetapi Yuta
Selamat membaca!*****Dalam ruangan serba putih dengan dekorasi khas pengantin baru Hasna dihinggapi kecanggungan, terlebih Yuta berdiri dengan kedua tangan disaku celana, menatapnya tanpa kedip. Baju pengantin masih melekat di tubuhnya, ia hanya bisa membunuh canggung itu dengan menyapu pandang ke seluruh sudut ruangan.Tak dipungkiri, walau pun canggung wanita itu terpana dengan suasana yang begitu romantis, lilin beraroma terapi berbaris di sudut-sudut ruangan, menyuluh wajah dua insan yang baru sah dalam ikatan halal, ranjang ukuran king size berdiri kokoh di tengah ruangan, taburan kelopak mawar merah kontras dengan warna seprei putih gading menambah keindahan suasana.Yuta berjalan mendekat, tangan kekar itu melingkari perut wanitanya. Hasna terpaku, dapat dirasakan pria itu tubuhnya menegang, dia mengulum senyum."Kau ... mandilah lebih dulu," lirihnya pelan, serupa sapuan angin di telinga Hasna, wanita berhijab itu sampai menahan napas saking gugupnya. Yuta melepas lingkaran
Selamat membaca!*****"Ananda Yuta Bima Prasetya, saya nikahkan dan kawinkan kamu dengan Hasna Anandita binti Handoko dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan emas seberat tujuh ratus gram dibayar tunai.""Saya terima nikah dan kawinnya Hasna Anandita binti Handoko dengan mas kawin tersebut tunai.""Bagaimana saksi? Sah?""Sah!" Iringan doa untuk kedua mempelai menggema memenuhi aula, Hasna menitikkan air mata, suara lantang lelakinya tatkala mengucapkan ijab kabul membuatnya terharu.Dia dituntun hingga tiba di samping suaminya, mereka menandatangani surat nikah. Jari manis Hasna dipasangkan cincin sebagai tanda serah terima mahar, pergelangan tangannya juga dilingkari gelang emas nan indah, wanita berhijab itu meraih tangan Yuta kemudian menciumnya takzim. Pria itu membacakan doa sembari menyentuh kepala sang istri."Cium keningnya!" seru teman-teman Yuta. Wajah keduanya memanas, terlebih Hasna, ia masih malu dengan pria yang baru dikenalnya beberapa bulan terakhir. Yuta menye
Selamat membaca!*****Setelah dari kafe itu, Hasna lebih sering termenung, entah kenapa ia merasa sangat penasaran dengan Selena, kini ia menunggu informasi dari Puspa tentang identitas wanita itu dan apa hubungannya dengan Yuta.Dan seperti keinginannya, Puspa menghubungi wanita itu keesokan harinya, mereka sepakat bertemu bertiga dengan Arya, Puspa sengaja mengajak kekasihnya itu agar Hasna lebih puas menanyakan langsung pada pria itu.Hasna langsung berangkat tatkala Puspa mengirimkan lokasinya, ia menitipkan Alya pada Rani, beralasan ada hal penting yang harus di urusnya, ia sengaja tak memberi tahukan yang sebenarnya, takut sang ibu salah paham dan kepikiran."Hati-hati, Sayang! Besok adalah hari pernikahanmu, jaga diri baik-baik," ucap Rani mengingatkan, Hasna mengangguk seraya tersenyum lantas meraih tangan sang ibu, menciumnya takzim.———Setibanya di kafe tempat biasa bertemu Puspa, Hasna langsung masuk, netranya menyapu seluruh bagian dan meja, ia melihat lambaian tangan Pu
Selamat membaca!*****Keesokan harinya, Rusni mengantar uang itu ditemani Rita, mereka menjual mobil dan seluruh aset yang sudah terkumpul dengan kerja keras Toha selama ini, termasuk sertifikat rumah mereka gadaikan untuk mengumpulkan uang lebih banyak. Semakin banyak setoran, semakin banyak pula uang yang digandakan, pikir mereka.Tanpa menunggu lama, taksi yang mereka tumpangi melaju ke rumah Rosana, sesampainya dengan tergesa mereka masuk, tak sabar ingin menyerahkan satu tas besar uang ratusan juta itu pada Rosana."Cepat, Rit!" serunya mendekap tas berisi gepok rupiah itu dengan erat."Sabar, Bu! Kenapa buru-buru banget, sih!" ucap Rita kewalahan mengikuti langkah ibunya, halaman rumah yang luas agak sedikit jauh dari gerbang utama, walhasil mereka harus mengitari halaman lumayan lama."Sabar-sabar, kamu ini! Semakin cepat uang ini sampai di tangan Bu Rosana, semakin cepat digandakan, dan ... kamu tau artinya apa? Semakin cepat kita jadi miliuner, Sayang!" pekik wanita paruh ba