Reza berhenti di pusat tempat bermain khusus anak-anak di dalam mall, menyipitkan kedua mata untuk memastikan ada area untuk anak bayi. "Anak saya baru berusia satu tahun, apakah tidak masalah bermain di tempat seperti ini?"
"Anda bisa masuk dan menjaga si kembar, jika Anda ingin memastikan," ucap salah satu pegawai perempuan yang diam-diam menatap kagum Reza dengan jantung berdebar.
Reza menunjuk area bermain. "Saya masuk ke dalam sana?"
"Ya, orang tua tidak masalah bisa masuk. Yang penting lepas sepatu dan-"
Reza menggelengkan kepala, ide masuk ke dalam sana sangat buruk mengingat tubuhnya yang tinggi dan besar. Anak-anak pasti ketakutan melihat sosoknya. Dia mengeluarkan selembar uang berwarna merah dan memberikannya ke pegawai itu. "Tolong jaga anak saya, saya akan mengawasi dari tempat duduk. Paling utama, jangan jauh dari pandangan saya."
Pegawai itu menerima uang dari Reza dan mengangguk bahagia, uang yang diterimanya bisa untuk membelikan k
Vivi tidak masalah orang lain melakukan apa pun selama tidak mengganggu kehidupan dirinya dan keluarga kecil yang susah payah dibangun penuh perjuangan. Untuk mendapatkan Reza, meskipun di awal tidak dapat diduga. Namun, Vivi berusaha bisa berdampingan dengan Reza.Mau lawan bicaranya gay atau pun melakukan tindakan tidak bermoral lainnya, Vivi tidak masalah dan tidak mau ikut campur. Mau memberikan edukasi moral dan agama pun terlihat tidak etis karena terkesan ikut campur masalah orang lain. Namun, yang jadi masalah, jika si gay berusaha mendekati suaminya yang berusaha jalan lurus dan bersikap normal.Tidak peduli, Reza jatuh cinta pada mata yang mirip ayah kandungnya, Vivi akan tetap mempertahankan pernikahan."Burhan, Anda sudah coba mencuri harta keluarga saya dan menipu keluarga suami saya. Bagaimana jika almarhum mertua saya mengetahuinya? Bukankah dia akan marah besar? Mengingat beliau merupakan salah satu investor terbesar Anda, meskipun menggunakan ha
"Tuan Sandy, saya minta tolong untuk tidak mengganggu adek-adek yang sedang bermain di sini," pinta pegawai yang diberikan uang oleh Reza.Reza memiringkan kepala dan berusaha mengingat nama pegawai itu, sepertinya tadi dia tidak terlalu perhatikan nama di name tag pegawai tersebut."Cinta, ada apa?"Reza melihat teman pegawai lainnya menghampiri pegawai yang menegur Sandy."Ada apa ribut-ribut? Kasihan sama pelanggan kecil di sini."Cinta menjadi panik lalu berbisik ke telinga temannya. Teman itu terkejut lalu balik badan, tidak mau ikut campur masalah itu.Reza menaikkan kedua alis. "Hm?"Sepertinya anak bernama Sandy itu, berpengaruh di tempat bermain ini.Cinta menjadi bingung dan melindungi dua bayi kembar Reza. Namun perhatiannya lolos dan si Sandy melempar mainan itu ke anak bungsu Reza.Cinta berteriak terkejut, tidak berani menghalangi atau menyentuh baik Sandy maupun si kembar.Sandy mendorong bayi yang
Reza melihat kedua bayi kembarnya saling mendukung dan tidak ingin bertengkar dengan Sandy, dia memiringkan kepala dengan bingung. "Apa mereka sering melihat Choky dan Putra bertengkar, makanya jadi malas bertengkar?" gumamnya.Reza selalu membiarkan kedua anak buahnya bertengkar di depan kedua bayi, merasa tidak masalah. Namun, rupanya keputusan itu salah.Reza menghela napas dan mulai mengambil keputusan. "Sepertinya aku harus melarang mereka berdua bertengkar di depan anak-anak."Masa kecil Krisna dan Erika pun banyak bertengkar dan berisik saat wanita itu membawa mereka ke hadapannya, dia tidak ingin dua anaknya menjadi introvert atau takut dengan dunia luar.Sandy merampas mainan yang digunakan sulung untuk menghibur adiknya. "Apa kalian berdua tuli sekarang? Bisu? Aku seusia kalian sudah bisa bicara, masa kalian tidak bisa?""Tuan Sandy," pinta Cinta dengan nada memohon. Dia sudah diberikan uang untuk menjaga si kembar dan ayahnya sedang melihat mereka sekarang, dia merasa tidak
Mall terlihat semakin ramai, orang banyak lalu lalang dan kondisi tempat bermain juga mulai diisi banyak anak yang ingin bermain dengan ditemani baby sitter mereka, sementara para orang tua pergi entah kemana. Namun, anak-anak kecil menghindari area Sandy dan kedua bayi Reza.Sandy masih menakut-nakuti dua bayi yang sedang duduk saling melindungi, sementara Cinta kebingungan hendak melakukan apa. Sesekali melirik Reza yang duduk santai sambil mengawasi, dan bodyguard berdiri di belakang ayah kedua anak ini.Cinta ingin menangis dan mengembalikan uang yang diberikan Reza, tapi dia juga membutuhkan uang itu dan merasa bertanggung jawab.Reza masih mengamati kedua bayinya yang terlihat tidak membutuhkan pertolongan. "Sepertinya anak-anak aku sudah bisa mandiri."Bodyguard yang berdiri di belakang Reza hanya diam dan tidak berani berkomentar banyak, merasa kasihan pada dua bayi yang dipaksa dewasa oleh ayah kandungnya.Reza tersenyum tipis ketika melihat tangan si sulung menepuk punggung
Reza tidak suka mengulang jawaban yang sama. "Apakah Anda bodoh?""Apa?" seru ibu Sandy dengan tatapan terkejut, tidak menyangka ada yang berani menyebutnya bodoh."Sedari tadi saya duduk di sana." Reza menunjuk kursi yang sedari tadi didudukinya. "Mengawasi anak-anak, sementara Anda sedari tadi saya melihat sibuk dengan handphone. Jadi, apa Anda juga melihat suara tangisan bayi saya karena ulah anak Anda?""Bayi selalu menangis untuk hal kecil, buat apa dilebihkan? Tidak heran. Justru yang jadi masalah, anak kamu melempar mainan ke anak aku sampai menangis."Reza menatap lurus ibu Sandy. "Anda ceroboh dan tidak mau mengakuinya?""Aku sudah menjaga anak selama dua puluh empat jam. Sandy tidak pernah membuat masalah di lingkungannya, baru sekarang saja. Lalu sekarang aku harus percaya dengan ucapan orang asing?""Anak Anda menyuruh bayi yang belum genap usia dua tahun, untuk mengucapkan kata izin, masuk ke dalam sini. Sementara saya sudah mem
"Ada apa ini? Kenapa kamu malah buat keributan di sini?" tanya seorang pria dengan tubuh berotot dan tinggi badan hanya setengah dari Reza, menghampiri sang istri dan mulai mengomel. "Aku ini mau belanja dengan tenang, kenapa kamu malah buat ulah sama anak?"Ibu Sandy tidak terima disalahkan dan menunjuk dua bayi kembar yang sedang bermain dengan santai bersama Cinta. "Bayi bodoh itu yang melempar mainan ke anak kita, anak kita sampai menangis dan kesakitan. Orang tuanya tidak bisa mendidik dengan baik."Ayah Sandy melirik anaknya yang bersembunyi di belakang punggung sang ibu, lalu menoleh ke dua bayi yang sudah mulai bermain dan tertawa sementara Cinta yang gugup, pura-pura tidak melihat kehadiran pria itu. Dia menepuk tangan dan memuji kedua bayi Reza dengan heboh."Yeyy... anak pintar, kalian memang hebat dan cerdas."Ayah Sandy berwajah masam ketika mendengar pujian itu. "Apanya yang cerdas? Memukul anak orang juga bagian dari kecerdasan?"Reza yang mendengar itu, menaikkan salah
Reza setuju dengan perkataan sang istri, hanya orang dewasa gila yang mampu melakukan hal itu. "Dia memang sudah gila."Vivi menarik napas dan bertanya pada suami. "Apa yang terjadi di sini? Bagaimana bisa anak kita mau dipukul orang gila? Apakah tempat bermain ini tidak memberikan perlindungan yang cukup untuk dua bayi yang ingin bermain? Atau mereka hanya ingin uang saja?""Ini hanya kesalah pahaman." Manajer yang sedari tadi diam melihat, mulai angkat bicara. "Hanya pertikaian anak kecil.""Pertikaian anak kecil yang membuat seorang wanita dewasa hendak memukul seorang bayi?" tanya Vivi yang tidak percaya, lalu kembali menatap suaminya. "Siapa yang mereka sakiti? Si sulung atau bungsu?""Bungsu," jawab Reza dengan cepat.Vivi selangkah ke depan, berdiri di hadapan sang suami. Menandakan bahwa dirinya yang akan mengurus hal ini. "Jadi, apa yang membuat pertikaian anak kecil menjadi masalah besar?"Manajer sedikit kesal dengan perbuatan orang tua Sandy. Namun tidak berani menegur mer
'Eh, kalian sudah lihat video terbaru belum? Vivi marah-marah ke orang lain dan mengintimidasi? Kabarnya karena ada anak orang lain ingin gabung main tapi anak-anaknya tidak mau, terus lempar balok mainan," tanya salah satu netizen ke temannya di media sosial pribadi, setelah mereka membahas masalah receh.'Oh, yang katanya anak kecil dilempar mainan sama bayi? Ibunya menegur tapi orang tua si bayi tidak terima?''Iya, serem ya. Ternyata orang kaya bisa begitu.''Aku tidak tahu mana yang benar, kan kita baru lihat video sepotong.''Is, kamu kok malah bingung gitu sih? Jelas-jelas Vivi yang salah, citranya saja sudah hancur karena membuat istri dan anak-anak sah dibuang bapaknya.''Lha, kamu sudah dengar berita terbaru sebelumnya belum?''Berita apa?''Istrinya itu bukan sah, tapi siri. Anak-anaknya pun bukan anak kandung, tidak usah ikut campur apalagi berkomentar hal bodoh.''Benarkah? Kenapa aku baru tahu?''Bukannya kamu baru tahu, tapi malas cari tahu. Hanya mau tahu masalah kejel
Marta yang sudah mulai tenang di rumah sakit jiwa dan tidak ada yang mengganggunya lagi, mulai merencanakan kabur dari rumah sakit jiwa di dalam kepalanya. Dia bersumpah akan membuat semua orang menyesali keputusan mereka, tidak terkecuali keluarga kandungnya sendiri. Namun, tidak lama, dia dikejutkan dengan kedatangan Vivi.Vivi yang masih terlihat cantik dan segar, dilindungi dua bodyguard di belakang, berbanding terbalik dengan dirinya yang berpenampilan lusuh dan kurang terawat."Mau apa kamu ke sini?" tanya Marta setelah duduk berhadapan dengan Vivi."Tadinya, aku tidak mau bertemu dengan kamu... tapi, sepertinya aku harus berubah pikiran sekarang."Marta menaikkan sudut bibir. "Kamu... berubah pikiran? Bukankah sekarang kamu berubah pikiran? Melemparku ke rumah sakit jiwa atas permintaan Burhan, kamu kira aku tidak tahu semuanya?"Vivi duduk berhadapan dengan Marta dan tersenyum. "Takut?"Dada Marta naik turun karena menahan emosi, dia tidak bisa memukul wanita mungil itu sembar
Rida duduk dengan mata terpejam, mempertimbangkan perkataan temannya, Cinta, yang sudah lama menjadi rekan kerja. Di dalam benak, Rida merenungkan semua yang telah terjadi sejak awal.Cinta yang tahu kelemahan temannya, mulai merayu untuk mendapatkan simpati. "Dengar, kita tidak bisa diam begitu saja jika ada korban muncul. Kamu tahu kan, kalau mereka itu sangat berbahaya, jika ada korban lagi... siapa yang akan bertanggung jawab? Sementara tempat kerja kita saja saling melepas tanggung jawab.""Mereka pasti mencari nara sumber, dan aku tidak mau terlibat.""Dulu saja yang menjadi korban adalah anak-anak orang kaya, dan kamu lihat sendiri bukan... mereka justru memanfaatkan moment ini dengan menjatuhkan orang lain sekaligus mencari konsumen baru."Rida mengangguk paham. "Ya, kita semua sudah tahu mengenai hal itu.""Makanya, kita harus speak up tentang hal ini. Kamu tidak kasihan dengan orang tua kembar yang dituduhkan mereka? Padahal mereka yang salah, bukan orang tua kembar."Rida m
Reza menghela napas panjang saat Putra keluar dari ruangan, menatap dokumen yang ada di atas mejanya. Dokumen itu adalah laporan keuangan perusahaan yang baru saja selesai diperiksa.Reza tahu bahwa perusahaan sedang dalam kondisi yang tidak baik. Pendapatan perusahaan terus menurun, sedangkan pengeluaran semakin membengkak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah manajemen yang buruk.Reza menduga bahwa Burhan, penyebab utama dari masalah ini. Burhan seorang pengusaha yang licik dan tamak, tidak mau merugi terus menerus, juga ingin mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Namun, kondisi perusahaan terbatas, sehingga Burhan terpaksa melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuannya.Reza tahu bahwa Burhan tidak akan pernah mau mengakui kesalahan, selalu menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Reza harus mencari cara untuk membuktikan kesalahan Burhan dan menjual perusahaan yang sebelumnya milik pria berlemak itu. Melihat raut wajah pucat lemaknya ketika tahu bah
Agung sangat puas dengan hasil yang didapatkannya, semua hal diterabas dia meskipun terlihat menjual kesedihan untuk keponakannya. Bahkan, dia menggratiskan Sandy untuk main ke tempat bermainnya.Tentu saja Sandy bisa bermain sepuas hati dan semakin merajalela, merasa keluarganya memiliki banyak hak sebagai pemilik."Kamu tidak boleh main ini kalau tidak minta izin ke aku.""Memangnya kenapa aku harus minta izin?""Karena keluarga aku yang punya tempat ini."Anak perempuan yang berusia enam tahun, mengerutkan kening tidak mengerti. "Katanya kakak, aku boleh main sepuasnya. Kakak sudah bayar mahal lho.""Memangnya kenapa dengan bayar? Itukan hanya tiket masuk, semua mainan di sini harus izin dariku.""Bagaimana caranya aku minta izin?"Sandy tersenyum lalu menunjuk bros yang dipakai anak perempuan itu. "Berikan itu kepadaku."Anak perempuan itu terkejut lalu menutup brosnya dengan tangan mungil. "Tidak! Ini dikasih kakak tadi!"Sandy cemberut lalu menyembunyikan mainan kayu yang diambi
Vivi masih bisa melihat raut wajah sedih Erika. "Kenapa kamu tidak bekerja saja demi masa depan? Bukankah kamu belum masuk kuliah?"Erika menggelengkan kepala. "Lebih baik aku bekerja, menghidupi diri sendiri, aku masih tidak mau berhadapan dengan orang lain."Vivi bisa melihat trauma di dalam diri Erika. "Mereka sudah minta maaf ke kamu?""Minta maaf?""Bukankah Erika yang menjebak kamu sampai memberikan tubuh ke om-om?" tanya Vivi tanpa merasa bersalah. "Aku tahu, semuanya adalah pilihan kamu... tapi, jika dia tidak membuka jalan... mungkin kamu tidak akan seperti ini sekarang."Erika tersenyum sambil membersihkan bibir kecil si sulung yang belepotan bubur bayi. "Sudah menjadi masa lalu, sebaiknya tidak perlu dibahas, Dia juga sudah meninggal.""Kamu juga bisa menuntut keluarga Almira," ucap Vivi sambil menatap lurus televisi yang menayangkan seorang artis. "Bukankah mereka sekarang hidup jauh lebih tenang daripada hidup kalian? Mungkin memang itu salah satu karma dari ibu kandung k
Burhan sudah membeli data Vivi, dan dia sudah tidak sabar untuk menggunakannya. Dia segera menghubungi tim internet untuk meminta bantuan. Namun, ketika tim internet mendengar bahwa Burhan ingin menggunakan data Vivi, mereka langsung meminta harga mahal."Kenapa kamu minta harga mahal?" tanya Burhan dengan geram di telepon. Dulu dia mengeluarkan uang tanpa perlu banyak berpikir, sekarang dia harus berpikir dua kali untuk pertahankan rumahnya. "Bukankah selama ini aku menjadi pelanggan tetap kalian?""Yang kita hadapi ini keluarga Aditama, saya tidak bodoh dan tidak akan melawan tanpa persiapan matang. Saya juga harus memakai identitas yang tidak bisa dilacak oleh tim mereka.""Tidak bisakah diturunkan harganya? Kalian kan hanya duduk dan melihat komputer.""Kalau hanya duduk dan melihat komputer, kenapa tidak Anda saja yang melakukannya sendiri?""Kamu menghina aku sekarang?" tanya Burhan sambil meninggikan suaranya."Saya hanya memberikan masukan, karena kelihatannya mudah sekali jik
Dalam kafe yang tenang dan nyaman, Burhan dan Tifa duduk berhadapan di meja. Udara dipenuhi oleh harapan dan ketegangan, seolah-olah dunia di sekitar mereka berhenti berputar untuk sementara.Setelah diskusi yang panjang, Burhan akhirnya memberikan persetujuan. Dia menyodorkan amplop kecil berisi sejumlah uang kepada Tifa, dan dengan gerakan yang cermat, diletakkan di atas meja.Tifa mengangguk dengan serius, mengambil amplop itu dan dimasukkan di dalam tasnya. "Dengan ini, kita memiliki kesepakatan," kata Tifa dengan nada tegas.Burhan mengangguk, tatapannya fokus pada Tifa. "Ya, kita punya kesepakatan."Tifa melanjutkan, "Sekarang, saya akan memberikan informasi yang Anda inginkan. Nama-nama terkait dan fakta-fakta yang mungkin Anda perlukan ada dalam berkas ini." Dia mengeluarkan selembar kertas dari tasnya dan diletakkan di depan Burhan.Burhan meraih kertas itu dengan hati-hati, mata menyapu setiap detail yang tertulis di sana. Dia membaca dengan tekun, mengesampingkan segala gan
Burhan tertawa bahagia, dia bisa membayangkan akan memenangkan pertarungan serta mampu merebut bisnis keluarga Hutama. Tidak hanya itu, dia juga bisa membuat pasangan suami istri yang sudah bertindak sombong itu, dengan bertekuk lutut di kakinya. "Haa, akhirnya... Tuhan memang berikan takdir yang bagus untukku."Burhan kembali membaca pesan yang diberikan informan dan tertawa, malam ini dia bisa tidur dengan nyenyak. Tapi..Burhan tiba-tiba memiliki ide dan menghubungi seseorang yang sedang membutuhkan uang, orang itu pandai di media sosial dan bisa menjadi netizen bayaran. Jika Vivi dan Reza membuat skandal yang tidak bisa diterima oleh masyarakat Indonesia, bukankah sahamnya akan menurun dan bisnis akan hancur?Burhan tidak sabar memakai rencana indahnya.Sementara kondisi di internet semakin memanas, orang-orang mulai mengeluarkan pendapat masing-masing setelah melihat video yang diedit. Vivi mengomel ke ibu korban, ada lagi rekaman cctv saat salah satu anak Vivi melempar mainan ke
Agung merenungkan kembali perkataan istrinya dan setuju dengan pendapat kedua adiknya.Ana diserahkan tanggung jawab perihal media sosial.Istri Agung tidak setuju dan berupaya merubah pikiran sang suami. "Mereka orang kaya, lebih kaya dari kita, koneksinya pasti tidak main-main. Kita akan kalah."Agung menepis kekhawatiran istrinya. "Tenang saja, netizen bisa membantu kita. Mereka tidak mungkin bisa melawan netizen. Selain itu, kita bisa mendapatkan kompensasi sekaligus marketing gratis.""A- apa?" Istri Agung terkejut dengan jalan pikiran suaminya. "Kamu... sampai ke sana? Bagaimana kalau mereka menuntut?""Tidak akan, semua orang pasti lebih percaya pada kita daripada orang yang sudah menjadi public enemy," jawab Ana dengan santai. "Mereka orang kaya yang sombong, sudah sewajarnya mendapat hukuman sosial."Istri Agung menggigit bibir ketika melihat tekad di mata suaminya, dia berdiri dan mengeluarkan peringatan. "Ini untuk terakhir kalinya, aku tidak akan ikut campur masalah kalian.