Beranda / Pernikahan / DIBUANG KARYAWAN, DINIKAHI SANG CEO / Bab 6. Awal Pertemuan Kembali

Share

Bab 6. Awal Pertemuan Kembali

Penulis: MIREYA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tega kamu, Irfan! 3 hari lagi kita akan menikah dan semuanya sudah dipersiapkan! Namun, apa ini?! Kamu malah menikah dengan wanita lain!"

"Kamu mau mempermalukan aku dan keluargaku?! Mau ditaruh dimana muka kami?! Apa kamu tidak memikirkan sedikit saja perasaanku?!"

Seorang wanita cantik dengan dress warna peach, meraung di depan pelaminan. Dia memukul-mukul tubuh sang mempelai pria dengan kedua tangannya sambil sesekali menendangnya.

Sang mempelai pria mencoba mengelak dan menangkap tubuh mungil itu, tetapi entah kekuatan dari mana, sang wanita berkali-kali bisa melepaskan diri. Lalu, kembali melampiaskan kemarahannya.

"Apa-apaan kamu, Mayang? Kamu mau membuat aku malu? Kalau kamu terus bertingkah seperti ini, jangan salahkan jika petugas menyeretmu keluar!" teriak sang mempelai pria.

"Kamu yang apa-apaan! 3 hari lagi kita akan menikah! Namun, kenapa kamu malah menyakiti aku, dengan menikahi wanita sundal ini! Kamu iblis, Irfan!

Sang mempelai pria, Irfan, tampak kewalahan, lalu memberi kode ke arah petugas keamanan.

Beberapa orang petugas keamanan datang dan menyeret wanita itu keluar dari gedung tempat resepsi pernikahan itu berlangsung. Sang wanita tiada henti menendang-nendangkan kakinya dan terus meraung. Namun, kekuatannya kalah menghadapi beberapa orang petugas.

"Lepaskan aku, Brengs*k! Biarkan aku memberi pelajaran kepada bajing*n dan sund*l itu!

Para petugas yang sudah berhasil menyeret wanita itu keluar, berjaga di pintu masuk gedung, agar sang wanita tidak kembali masuk untuk mengacaukan acara yang sedang berlangsung.

Dimas yang saat itu sedang menikmati hidangan, terpaku. Darahnya berdesir dan jantung berdegup kencang. Dia tahu pasti, siapa wanita itu.

Mayang Jovany!

Gadis yang sedari kecil bertahta di hatinya hingga saat ini. Namun, sebelum Dimas mampu mengungkapkan perasaannya, Mayang pindah, mengikuti orang tuanya ke provinsi lain dan tidak pernah bertemu lagi dengannya.

Beberapa bulan yang lalu mereka kembali dipertemukan di sebuah media sosial dengan logo berwarna biru. Namun, masih hanya sebatas basa-basi menanyakan kabar.

Dimas meninggalkan makanannya dan berlari keluar. Sungguh! Dia tidak ingin kehilangan jejak wanita itu lagi.

Hati Dimas sakit saat melihat wanita yang sangat dia cintai, terduduk di pinggir jalan sambil meraung dan memukuli dadanya berulang kali untuk menghilangkan sesak di dada.

Perlahan wanita itu bangkit dan berjalan menuju tengah jalan tanpa mempedulikan mobil yang lalu lalang. Dimas panik, lalu berlari ke arah Mayang. Dia menarik tangan gadis itu menjauhi jalan, menuju taman yang ada di luar gedung.

Mayang meronta, mencoba melepaskan tangannya. Namun, Dimas memegangnya sangat erat. Mayang mencoba menendang Dimas, tetapi pria itu berkelit dan memeluk gadis itu erat.

"Lepaskan aku! Jangan ikut campur urusanku! Biarkan aku mati!" ratap Mayang.

"Itu tidak akan pernah terjadi, Mayang! Aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal bodoh itu!"

Perlahan Dimas melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahu wanita itu erat, sambil menatap matanya dengan penuh kerinduan.

"Dimas," bisik Mayang. Dia masih menangis, tetapi tidak meraung lagi.

Dimas mengangguk sambil menghapus air mata gadis itu.

"Iya, ini aku. Tolong jangan pernah melakukan ini lagi. Kalau kamu ditabrak mobil, bagaimana?"

"Hatiku sakit, Dimas. Aku tidak sanggup," ucap Mayang di sela isak tangisnya.

Dimas kembali membawa gadis berwajah teduh itu ke pelukannya. Mengusap punggungnya, hingga tangisan itu berhenti.

Sejak saat itu, Dimas terus berupaya untuk menyembuhkan luka hati wanita pujaannya. Lambat laun hati Mayang luluh.

Sedikit demi sedikit nama Irfan mulai bergeser dari hatinya, hingga pada akhirnya dipenuhi dengan nama Dimas seorang. Lalu, mereka menikah.

Dimas bahagia, akhirnya keinginannya untuk mendapatkan pujaan hati kesampaian. Namun, ada yang semakin hari semakin dia lupakan.

Anak dan istrinya!

"Kamu sudah menikah?" tanya Mayang beberapa hari setelah pertemuan pertama mereka.

"Belum, sejujurnya aku menyimpan hati ini hanya untukmu. Aku terus mencari info tentang keberadaanmu, tetapi tidak kunjung mendapatkannya. Hingga akhirnya, menemukan media sosialmu.

"Mayang, bertemu dan berbicara denganmu kembali saat ini adalah hal yang selalu aku impikan. Aku hanya ingin menikah denganmu Mayang! Aku akan selalu menunggu untuk itu!" tegas Dimas. Hal membuat Mayang tersipu malu.

Ya.

Dimas berbohong! Dia tidak mau kehilangan jejak Mayang lagi jika mengetahui kalau dia sudah menikah dan memiliki satu orang anak. Kebohongan demi kebohongan muncul hanya demi bisa menikahi Mayang.

Lamunan Dimas terhenti saat pintu ruang operasi terbuka. Sedari tadi, dia duduk di lantai depan ruangan itu dan tidak beranjak sedikitpun. Bahkan, untuk sekedar bangkit agar bisa duduk di kursi, saja dia tidak sanggup.

Dimas bangkit, saat Dokter memanggil keluarga Mayang. Dengan menguatkan tubuhnya dia berjalan mendekati pria itu.

Bab terkait

  • DIBUANG KARYAWAN, DINIKAHI SANG CEO   Bab 1. Dari Lingerie Menjadi Oh, Ngeri!

    Sempurna!" seru Alin sambil mematut dirinya di depan cermin. Riasan wajah tipis dilengkapi dengan lingerie warna ungu membuat dirinya terlihat cantik dan menggoda. "Tidak sia-sia aku menyisihkan sedikit uang belanja beberapa bulan ini untuk membeli pakaian kurang bahan hanya demi membahagiakan suamiku," batin Alin. Bukan tanpa alasan Alin melakukan itu. Semua itu berawal dari hasil diskusinya dengan Meri, sahabatnya, beberapa bulan yang lalu. 5 bulan yang lalu. "Wajah kamu berseri-seri sekali. Apa rahasianya?" tanya Alin pada Meri yang tinggal di sebelah rumahnya. "Ah, biasa saja. Hanya nafkah lahir dan batin yang cukup dari pasangan," jawab Meri sambil tersipu malu. Alin dapat melihat pancaran kebahagiaan dari wajah wanita berlesung pipi itu. Seketika senyum di wajah Alin menghilang, dia tercenung. Hal ini membuat Meri menatap Alin dengan heran. "Kamu kenapa? Apa ada yang salah dengan perkataanku?" tanya Meri pelan. Alin menggeleng. "Tidak, kok. Hanya saja aku merasa kamu

  • DIBUANG KARYAWAN, DINIKAHI SANG CEO   Bab 2. Dimas Kepergok dan Terusir

    Tubuh Alin bergetar menahan emosi saat melihat Dimas sedang duduk bersandar di kepala tempat tidur sambil menonton video porno dan memuaskan dirinya sendiri. "Apa-apaan kamu Alin!" bentak Dimas sambil buru-buru memperbaiki letak celananya dan mematikan video di telepon genggamnya. "Kamu yang apa-apaan, Dimas! Saat aku meminta nafkah batiniah, kamu selalu mengabaikan! Namun, dibelakangku ini kelakuanmu!" bentak Alin sambil terisak. "Apa kurangnya aku? Apa kamu jijik padaku?" tanya Alin berjalan mendekati Dimas. Dimas yang saat itu sedang sangat bernafsu, emosi karena Aleena mengganggu kegiatannya. Pria itu menatap sang istri dengan tatapan nyalang dan menamparnya. Lalu melangkah pergi meninggalkan sang wanita yang menangis tersedu.*** "Aku mau melamar kerja," kata Alin saat mereka lagi sarapan bertiga. "Umur setua ini sudah susah bagi kamu mendapatkan kerja. Zaman sekarang orang mencari karyawan yang masih segar dan muda," ledek Dimas sambil menaikkan satu sudut bibirnya.

  • DIBUANG KARYAWAN, DINIKAHI SANG CEO   Bab 3. Dendam Meri

    Alin yang kini sendirian di ruang tamu merasakan sepi menyergapnya. Dia tidak mampu lagi membendung tangis. "Sekarang semuanya sudah usai. Hati ini sangat sedih dan terluka. Namun, mungkin ini yang terbaik daripada terus tersakiti karena sikapnya. Aku harus kuat demi Nayla" ucap Aleena pelan Cukup lama Alin menangis. Semua kejadian demi kejadian yang melibatkannya dengan Meri dan Dimas muncul satu demi satu di kepalanya. Alin tidak habis pikir Meri yang sudah dianggap seperti saudara sendiri tega menusuknya dari belakang. Perlahan Alin berdiri dari duduknya lalu berjalan dengan gontai keluar rumah, menuju rumah Merry. Alin masuk ke halaman rumah Meri melalui pagarnya yang tidak tertutup rapat. Perlahan Alin mengetuk pintu rumah Merry. Tidak lama kemudian Mari keluar. Saat melihat Alin, Meri mencoba untuk menutup pintu kembali. Namun, dengan cepat Alin mendorong pintu itu dan masuk tanpa persetujuan Meri. "Jangan lancang masuk rumahku!" bentak Meri. Alin menatap Meri dengan taj

  • DIBUANG KARYAWAN, DINIKAHI SANG CEO   Bab 4. Kembali Terguncang

    Alin menatap Bram dengan berurai air mata. Dia mengangguk. "Apa sebelum Dimas pergi, kalian pernah melakukan hubungan suami istri?" Tangisan Alin semakin keras mendengar pertanyaan papanya. Hal ini membuat Bram memandangnya dengan penuh kekhawatiran. "Tidak apa-apa, Nak. Katakan saja semuanya pada Papa," ucap Melisa sambil terisak. Alin mengangguk. "Dia memaksaku, Pa! Dia memperlakukan aku seperti sampah!" raung Alin. Bram mengepalkan tangannya dengan kuat. Wajahnya memerah menahan amarah. Seandainya saja, saat itu di depannya ada Dimas, mungkin dia akan memukulnya sampai tidak bernyawa. Bagi Bram, Alin adalah harta paling berharga di antara semua harta benda yang dia miliki. 10 tahun dia dan Melisa berjuang dan akhirnya lahirlah Alin, tetapi sekarang seseorang malah semena-mena terhadap anaknya. "Mulai sekarang kamu ikut dengan Mama dan Papa. Kamu uruslah beberapa hotel dan kontrakan. Papa akan mengurus perceraian kamu dengan Dimas. Manusia biadab itu tidak a

  • DIBUANG KARYAWAN, DINIKAHI SANG CEO    Bab 5. Kebenaran Yang Lainnya Terkuak

    "Kenapa berhenti, Ma? Mama capek?" Nayla menatap Alin heran. "Iya, Sayang. Namun, sudah hilang capeknya. Sekarang kita pulang, ya. Biar bisa istirahat." Alin mengendarai mobilnya dengan hati kacau. Menahan tangisan saat ingin menangis adalah hal yang sulit dan diposisi itulah Alin saat ini. Selesai mengerjakan tugas, Nayla tidur di kamarnya, sedangkan Alin termenung di kamar. Dengan berbaring di atas tempat tidur, Alin menangis sejadi-jadinya. Menumpahkan kesedihan yang dari tadi ditahannya. Entah berapa lama Alin menangis, hingga tertidur karena lelah. Pagi hari mereka beraktivitas seperti biasa. Setelah mengantarkan Nayla ke sekolah, Alin melajukan mobilnya ke suatu tempat. Hari ini, penampilan Alin sangat berbeda. Pakaian sangat modis dan semuanya bermerek, dipadu dengan riasan wajah flawless. Ada satu hal yang harus dia pastikan saat ini juga. Alin berhenti di sebuah rumah yang kemaren sore dilihatnya. Dia memarkir mobilnya tidak jauh dari sana dan terus menatap rumah itu.

Bab terbaru

  • DIBUANG KARYAWAN, DINIKAHI SANG CEO   Bab 6. Awal Pertemuan Kembali

    "Tega kamu, Irfan! 3 hari lagi kita akan menikah dan semuanya sudah dipersiapkan! Namun, apa ini?! Kamu malah menikah dengan wanita lain!""Kamu mau mempermalukan aku dan keluargaku?! Mau ditaruh dimana muka kami?! Apa kamu tidak memikirkan sedikit saja perasaanku?!"Seorang wanita cantik dengan dress warna peach, meraung di depan pelaminan. Dia memukul-mukul tubuh sang mempelai pria dengan kedua tangannya sambil sesekali menendangnya. Sang mempelai pria mencoba mengelak dan menangkap tubuh mungil itu, tetapi entah kekuatan dari mana, sang wanita berkali-kali bisa melepaskan diri. Lalu, kembali melampiaskan kemarahannya. "Apa-apaan kamu, Mayang? Kamu mau membuat aku malu? Kalau kamu terus bertingkah seperti ini, jangan salahkan jika petugas menyeretmu keluar!" teriak sang mempelai pria."Kamu yang apa-apaan! 3 hari lagi kita akan menikah! Namun, kenapa kamu malah menyakiti aku, dengan menikahi wanita sundal ini! Kamu iblis, Irfan!Sang mempelai pria, Irfan, tampak kewalahan, lalu mem

  • DIBUANG KARYAWAN, DINIKAHI SANG CEO    Bab 5. Kebenaran Yang Lainnya Terkuak

    "Kenapa berhenti, Ma? Mama capek?" Nayla menatap Alin heran. "Iya, Sayang. Namun, sudah hilang capeknya. Sekarang kita pulang, ya. Biar bisa istirahat." Alin mengendarai mobilnya dengan hati kacau. Menahan tangisan saat ingin menangis adalah hal yang sulit dan diposisi itulah Alin saat ini. Selesai mengerjakan tugas, Nayla tidur di kamarnya, sedangkan Alin termenung di kamar. Dengan berbaring di atas tempat tidur, Alin menangis sejadi-jadinya. Menumpahkan kesedihan yang dari tadi ditahannya. Entah berapa lama Alin menangis, hingga tertidur karena lelah. Pagi hari mereka beraktivitas seperti biasa. Setelah mengantarkan Nayla ke sekolah, Alin melajukan mobilnya ke suatu tempat. Hari ini, penampilan Alin sangat berbeda. Pakaian sangat modis dan semuanya bermerek, dipadu dengan riasan wajah flawless. Ada satu hal yang harus dia pastikan saat ini juga. Alin berhenti di sebuah rumah yang kemaren sore dilihatnya. Dia memarkir mobilnya tidak jauh dari sana dan terus menatap rumah itu.

  • DIBUANG KARYAWAN, DINIKAHI SANG CEO   Bab 4. Kembali Terguncang

    Alin menatap Bram dengan berurai air mata. Dia mengangguk. "Apa sebelum Dimas pergi, kalian pernah melakukan hubungan suami istri?" Tangisan Alin semakin keras mendengar pertanyaan papanya. Hal ini membuat Bram memandangnya dengan penuh kekhawatiran. "Tidak apa-apa, Nak. Katakan saja semuanya pada Papa," ucap Melisa sambil terisak. Alin mengangguk. "Dia memaksaku, Pa! Dia memperlakukan aku seperti sampah!" raung Alin. Bram mengepalkan tangannya dengan kuat. Wajahnya memerah menahan amarah. Seandainya saja, saat itu di depannya ada Dimas, mungkin dia akan memukulnya sampai tidak bernyawa. Bagi Bram, Alin adalah harta paling berharga di antara semua harta benda yang dia miliki. 10 tahun dia dan Melisa berjuang dan akhirnya lahirlah Alin, tetapi sekarang seseorang malah semena-mena terhadap anaknya. "Mulai sekarang kamu ikut dengan Mama dan Papa. Kamu uruslah beberapa hotel dan kontrakan. Papa akan mengurus perceraian kamu dengan Dimas. Manusia biadab itu tidak a

  • DIBUANG KARYAWAN, DINIKAHI SANG CEO   Bab 3. Dendam Meri

    Alin yang kini sendirian di ruang tamu merasakan sepi menyergapnya. Dia tidak mampu lagi membendung tangis. "Sekarang semuanya sudah usai. Hati ini sangat sedih dan terluka. Namun, mungkin ini yang terbaik daripada terus tersakiti karena sikapnya. Aku harus kuat demi Nayla" ucap Aleena pelan Cukup lama Alin menangis. Semua kejadian demi kejadian yang melibatkannya dengan Meri dan Dimas muncul satu demi satu di kepalanya. Alin tidak habis pikir Meri yang sudah dianggap seperti saudara sendiri tega menusuknya dari belakang. Perlahan Alin berdiri dari duduknya lalu berjalan dengan gontai keluar rumah, menuju rumah Merry. Alin masuk ke halaman rumah Meri melalui pagarnya yang tidak tertutup rapat. Perlahan Alin mengetuk pintu rumah Merry. Tidak lama kemudian Mari keluar. Saat melihat Alin, Meri mencoba untuk menutup pintu kembali. Namun, dengan cepat Alin mendorong pintu itu dan masuk tanpa persetujuan Meri. "Jangan lancang masuk rumahku!" bentak Meri. Alin menatap Meri dengan taj

  • DIBUANG KARYAWAN, DINIKAHI SANG CEO   Bab 2. Dimas Kepergok dan Terusir

    Tubuh Alin bergetar menahan emosi saat melihat Dimas sedang duduk bersandar di kepala tempat tidur sambil menonton video porno dan memuaskan dirinya sendiri. "Apa-apaan kamu Alin!" bentak Dimas sambil buru-buru memperbaiki letak celananya dan mematikan video di telepon genggamnya. "Kamu yang apa-apaan, Dimas! Saat aku meminta nafkah batiniah, kamu selalu mengabaikan! Namun, dibelakangku ini kelakuanmu!" bentak Alin sambil terisak. "Apa kurangnya aku? Apa kamu jijik padaku?" tanya Alin berjalan mendekati Dimas. Dimas yang saat itu sedang sangat bernafsu, emosi karena Aleena mengganggu kegiatannya. Pria itu menatap sang istri dengan tatapan nyalang dan menamparnya. Lalu melangkah pergi meninggalkan sang wanita yang menangis tersedu.*** "Aku mau melamar kerja," kata Alin saat mereka lagi sarapan bertiga. "Umur setua ini sudah susah bagi kamu mendapatkan kerja. Zaman sekarang orang mencari karyawan yang masih segar dan muda," ledek Dimas sambil menaikkan satu sudut bibirnya.

  • DIBUANG KARYAWAN, DINIKAHI SANG CEO   Bab 1. Dari Lingerie Menjadi Oh, Ngeri!

    Sempurna!" seru Alin sambil mematut dirinya di depan cermin. Riasan wajah tipis dilengkapi dengan lingerie warna ungu membuat dirinya terlihat cantik dan menggoda. "Tidak sia-sia aku menyisihkan sedikit uang belanja beberapa bulan ini untuk membeli pakaian kurang bahan hanya demi membahagiakan suamiku," batin Alin. Bukan tanpa alasan Alin melakukan itu. Semua itu berawal dari hasil diskusinya dengan Meri, sahabatnya, beberapa bulan yang lalu. 5 bulan yang lalu. "Wajah kamu berseri-seri sekali. Apa rahasianya?" tanya Alin pada Meri yang tinggal di sebelah rumahnya. "Ah, biasa saja. Hanya nafkah lahir dan batin yang cukup dari pasangan," jawab Meri sambil tersipu malu. Alin dapat melihat pancaran kebahagiaan dari wajah wanita berlesung pipi itu. Seketika senyum di wajah Alin menghilang, dia tercenung. Hal ini membuat Meri menatap Alin dengan heran. "Kamu kenapa? Apa ada yang salah dengan perkataanku?" tanya Meri pelan. Alin menggeleng. "Tidak, kok. Hanya saja aku merasa kamu

DMCA.com Protection Status