POV Indah[Edwan aku mau balik ke rumah sakit lagi!] Kukirim pesan pada Edwan. Tak perlu menunggu lama, centang biru langsung terlihat. [Mau ngapain? Udah malam.] balasan dalam setengah menit. [Aku khawatir. Ponsel Mama dihubungi tidak diangkat padahal berdering. Aku takut terjadi sesuatu pada Mas Reyhan] [Oh, oke] Hanya itu balasan dari Edwan. Bukannya menawarkan diri untuk mengantarku. Menyebalkan. Tak banyak pikir panjang aku pun langsung gegas ke rumah sakit. Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Tidak perlu waktu lama, aku pun tiba di rumah sakit. Segera setelah memarkir mobil aku berlari menyusul Mama. Tempat utama yang aku tuju adalah ruang tunggu depan ICU. "Mama," lirihku kala melihat Mama sedang bersandar di bahu Papa. Aku mendekat ke arah mereka. Sembari hati berucap alhamdulillah tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. "Loh, Indah kenapa kesini lagi?" ucap Papa saat melihat kehadiranku. Membuat Luna dan Mama yang tengah memejamkan mata membuka matanya seca
POV IndahPria itu terus mengetuk kaca mobil. Kali ini lebih keras dan sangat keras. Membuatku takut. Jujur aku sangat takut. Jangan-jangan pria itu begal. Kalau aku sampai dibegal, bagaimana nasib Nadira dan Rashi. "Edwan, selamatkan aku tolong. Aku dalam bahaya. Edwan!" Dalam kepanikanku, selain memohon pertolongan pada yang maha kuasa juga memanggil-manggil nama Edwan. Aku berharap Edwand datang menolongku seperti filem-film yang sering aku tonton. Meskipun itu sangat mustahil untukku. "Buka! Cepat!" pinta pria itu. Namun, dari suaranya seperti tidak asing. Dengan hati-hati dan penuh ketakutan, akhirnya pun kubuka juga kaca mobil itu. "Buka pintunya!" pinta pria itu lagi. Aku pun menurut dan membuka pintu mobil itu. Tak lama kemudian, pria itu menyerahkan payung untukku. Lalu pria itu masuk ke mobilku dan membuka jas hujannya. Aku penasaran sembari bingung siapa dia. Betapa kesalnya aku saat pria itu sudah membuka jas hujannya, ternyata dia Edwan!"Edwan! Aku pun merajuk sembari m
BAB 103POV Indah"Mbak! Ih kenapa pulang-pulang kok bibirnya ditekuk gitu? Ada apa?" tanya Rumi saat aku baru saja masuk. Wanita itu memang sengaja menunggu kepulanganku sambil bermain game di ponselnya. "Anak-anak udah tidur, Rum?" tanyaku lagi, Rumi mengangguk. "Mba kenapa sih? Gak ada semangat hidup banget?" ulangnya lagi bertanya. Aku menarik nafas dalam dan menghembuskannya. "Kesel, Rum. Aku kesel banget," jawabku singkat sembari pikiran menerawang pada "Kesel kenapa? Cerita," ucap Rumi lagi. Mataku mulai berkaca-kaca. "Kesel sama Edwan, Rum.""Loh kenapa?" Rumi terlihat kaget. Kuceritakan saja semuanya. "Ya Allah, Mbak. Mas Edwan cemburu. Mbak saja yang gak peka. Kan udah dari lama Mas Edwan naksir Mbak Indah," kata Rumi lagi. Masa ia sih Edwan cemburu. Tapi kenapa aku gak yakin kalau Edwan itu benar-benar cinta sama aku. "Rum," lirihku kemudian. "Iya, Mbak. Gimana?" Rumi meletakkan ponselnya dan mulai fokus padaku. "Menurut kamu, Edwan itu beneran sayang, cinta, tulus
"Itu hanya masa lalu. Setiap orang memiliki masa lalu. Dulu aku memang mencintai Indah. Berharap Indah menjadi istriku. Tapi, sekarang cinta yang aku miliki, hanya milikmu. Indah hanyalah bagian dalam masa laluku," ucap Adit seraya mengusap rambut istrinya. Beruntung sekali Citra. Andai saja aku seberuntung itu. "Ih mikir apa sih aku ini," ucapku membatin. "Iya betul apa yang dikatakan, Adit Citra." Aku menimpali dengan senyum yang merekah. Karena memang aku hanya menganggap laki-laki itu tidak lebih dari seorang sahabat. Urusan cinta kan tidak bisa dipaksakan. "Iya, aku percaya. Karena saat ini pun aku sedang mengandung buah hatinya," ucap Citra sambil merangkul Adit. Romantis sekali mereka. Seketika aku membayangkan diriku bersama Edwan. Sungguh gila! Ini memang gila. Kok bisa-bisanya aku membayangkan kulkas empat pintu itu. Kacau."Ndah, kamu baik-baik saja?" tanya Adit. Aku mengangguk cepat. Teringat sesuatu aku pun langsung berpamitan pada Adit bahwa aku harus pergi. "Dit aku ma
"Dokter bagaimana keadaan kandungan Luna?" tanyaku gugup."Ibu siapanya, Bu Luna?" tanya Dokter. "Saya Kakaknya." Reflek aku katakan itu. "Kandungan Ibu Luna masih bisa diselamatkan. Ibu Luna hanya terlalu stres banyak pikiran. Sedang butuh istirahat dan ketenangan," ucap Dokter. Aku mengangguk. "Sudah bisa ditengok, Dok?""Sudah, Bu. Silahkan," balas Dokter. Aku pun nyelonong masuk ke ruang IGD setelah mengucapkan terima kasih. ..Sampai di ruangan Luna, wanita itu tengah melamun. Pikirannya terlihat kosong. Pasti dia sedang memikirkan Reyhan. Dia sangat mencintai Reyhan. "Lun," sapaku membuyarkan lamunannya. Lalu aku mendekat menarik kursi dan duduk di sampingnya. Perlahan ku genggam jemari tangannya. Wanita itu melirik ke arahku sembari meneteskan air mata. "Ndah, makasih," ucapnya. Aku mengangguk dan tersenyum padanya. "Lun, kata dokter kamu gak boleh banyak pikiran. Kamu harus tenang karena ini mempengaruhi kandunganmu.""Gimana aku gak banyak pikiran, Ndah. Suamiku sedang t
"Rahasia apa, Lun? Apa maksud kamu?" Mama mengernyitkan kening dengan ekspresi wajah penuh tanda tanya. "Ma, aku pakai bantuan dukun buat bisa sama Reyhan. Rasa cintaku padanya membuatku gila. Aku tidak bisa tanpa Reyhan, Ma. Aku minta bantuan seseorang untuk membuat Reyhan terus-terusan membenci Indah.""Maksud kamu, kamu pakai pelet begitu?" tanya Mama. "Aku hanya minta orang itu, untuk membuat Reyhan bertarung dengan pikirannya, dan membenci Indah, lalu berbalik untuk mencintaiku. Mungkin bisa dikatakan aku memakai pengasihan. Mungkin ini di luar nalar, Ma. Tapi itu kenyataannya. Aku meminta orang itu supaya membuat rumah tangga Reyhan dan Indah berantakan. Tapi aku mulai menyesali perbuatanku, Ma. Rasanya percuma juga aku hidup dengan Reyhan kalau sebenarnya cintanya dia hanya untuk Indah kalau tidak menggunakan bantuan orang itu." Aku menghentikan bicaraku sejenak kemudian kembali melanjutkannya."Ma, orang itu meminta uang cukup banyak sekali pertemuan. Karena tidak cukup sek
POV Luna"Alhamdulillah, Mas Reyhan sudah sadar. Tapi dia mengingatku sebagai istrinya," ucap Indah membuatku kaget. Shock juga rasanya. Mana mungkin seperti ini? Sudah persis seperti dalam film yang sering aku saksikan saja. Kecelakaan lalu hilang ingatan. Sakit yah rasanya. Kenapa harus Indah yang diingat? Kenapa bukan aku? Tak sadar bola mataku berkaca-kaca mendengar pengakuan Indah. Reyhan memang sangat mencintai Indah. "Terus gimana, Ndah?" tanyaku sedikit khawatir menunggu jawabannya. Indah menarik nafas panjang. Kemudian menghembuskannya. Raut wajahnya pun berubah seolah tak semangat. Membuatku semakin penasaran. "Kenapa, Ndah?" tanyaku lagi."Masalahnya aku bingung, Lun." "Kenapa?" kembali aku bertanya. "Yang Reyhan ingat, aku ini istrinya. Tapi dia ingat keluarganya Lun. Hanya saja dia mengingatku sebagai istrinya. Bukan kamu. Saat aku bertanya tentang kamu pun, dia ingat kamu itu Luna sahabatku." Cerita Indah seolah membuat tubuhku gemetar. Lemas dan hampir lunglai. Kena
POV LUNA"Masih pagi bengong kamu, Luna!" Tiba-tiba Mama menepuk pundakku sedikit kencang. Membuatku sedikit terperanjat dari tempat dudukku. "Ma, sakit. Ngagetin aja, Mama," kesalku memprotes. Mama menatapku sinis kemudian ia pun duduk di sampingku. "Kalau tivi nggak ditonton, jangan kamu nyalain!" kesal Mama. Aku diam saja malas mendebatnya. "Eh bodoh! Mama itu gemas sama kamu ya, Lun! Jangan goblok jadi perempuan! Kalau udah basah, nyelam aja sekalian! Jangan nanggung-nanggung! Dasar bodoh!" maki Mama. "Inget nih kamu itu sebentar lagi punya anak, Luna! Anak kamu butuh biaya! Mendingan kamu balik lagi ke dukun itu, biar Mama pinjami kamu uang, terus kamu pelet lagi itu si Reyhan!" ujar Mama. "Aku gak mau ke, Ma! Aku mau mendapatkan Reyhan dengan cara murni sekarang! Aku mau Reyhan itu benar-benar mau sama aku bukan karena aku pergi ke dukun itu!" keukeuh aku membantah ucapan Mama. Membuat Mama semakin geram. "Kamu ya! Susah banget dibilangin!" berang Mama sembari menoyor kepal
Hari yang ditunggu telah tiba, Nadira sudah berdandan cantik, dirias oleh MUA profesional. Tak lama lagi pihak keluarga Melvin akan datang untuk melamarnya secara resmi. Jantung Nadira amaih terus berdebar-debar karena hari ini adalah momentum penentuan tanggal pernikahan mereka juga.Gebby masuk ke kamar Nadira setelah mendapat izin. Ia juga sudah berdandan cantik untuk menyambut kedatangan pihak keluarga Melvin. Semua keluarga Nadira sudah berkumpul di rumah itu."Kamu cantik banget, Nad! Pasti lagi deg-degan banget, ya?""Makasih, Geb. Iya, aku beneran deg-degan banget.""Udah, bawa rileks aja. Aku ikut bahagia, aku udah bawakan kado untuk kamu. Ini," ucao Gebby seraya menyerahkan sebuah goodie bag pada Nadira."Ya ampun, Gebby ... kamu kenapa repot-repot, sih?""Enggak, lah, Nad. Kamu kan saudaraku, kalau kamu bahagia, aku juga ikut bahagia.""Makasih, ya ... sampai kapanpun kita memang saudara, Geb. Semoga kamu juga bisa segera mendapatkan lelaki baik hati yang akan jadi suami ka
Malam itu, Gebby tidur di pangkuan Ana. Ia merasa tubuhnya begitu lelah dan lemas. Ana mengusap rambut Gebby sambil bercerita dan memberikan nasihat."Nenek senang kamu sudah mau minta maaf pada mereka, Geb. Itu artinya kamu sudah berdamai dengan masa lalu. Nenek juga yakin mamamu di alam sana tak menginginkan jika kamu terus-terusan dikuasai dendam.""Iya, Nek. Sekarang aku merasa sudah jauh lebih tenang. Lelah juga ternyata selama ini berkejaran dengan nafsuku sendiri. Hati selalu panas dikuasai kebencian," jawab Gebby."Badanmu hangat, Geb! Hari ini kamu nggak lupa untuk minum obat, kan?""Aku nggak pernah lupa untuk minum obat setiap hari, karena dulu aku selalu bertekad untuk hidup lebih lama demi bisa membalaskan dendam mengenal pada keluarga Mama Indah. Tapi rasanya semakin keras aku berjuang, semakin aku merasa tak pernah tenang. Aku lelah, Nek.""Sayang ... Dulu juga nenek pernah berada di posisi seperti kamu yang selalu merasa bahwa diri nenek adalah orang yang paling benar
Gebby merenung dalam pelukan Indah, bahkan setelah ia bertindak sejahat itu pada mereka, Indah masih saja menyebutnya sebagai anak yang baik? Ya, Gebby memang baik pada mamanya, tapi tidak pada yang lain.Rumah sudah semakin ramai dengan orang-orang yang diundang di acara takziah itu. Nadira, Rashi, mereka sibuk menata makanan di atas meja yang nantinya akan disuguhkan. Sementara itu, Indah dan Maya sibuk menata bingkisan sedekah."Lihat, Geb, mereka begitu sibuk membantu kita meskipun kita tak pernah memintanya," bisik Ana pada Gebby. Gebby mengusap matanya lagi ia mengangguk dan mengakui semua itu.Acara pun dimulai. Semua orang melantunkan ayat suci Al-Qur'an lalu berdoa dengan khusyuk. Harusnya Gebby bersyukur karena masih ada orang yang bersedia mendoakan mamanya itu. Gebby juga melihat Reyhan sesekali mengusap matanya yang basah.Setelah acara selesai dan sedekah dibagikan, Indah beserta yang lain langsung berpamitan pada Ana dan Gebby."Sudah, jangan sedih terus, kasihan nanti
Gebby berjalan gontai meninggalkan area rumah sakit. Kata-kata mamanya maafin barusan benar-benar membuat hatinya hancur. Meskipun terasa begitu menyakitkan tapi Gebby tak menyangkal semua yang dikatakan oleh mamanya Melvin itu.Selama ini dirinya memang terlalu terobsesi untuk menjadi orang yang paling mendapatkan perhatian. Gebby selalu akan melakukan segala cara untuk bisa mencapai kemauannya. Bahkan seringkali ia tak memikirkan dampak buruk yang akan terjadi akibat dari perbuatannya itu. Kata-kata sang nenek kembali terngiang di telinganya. Apa mungkin hidupnya sampai se menderita ini karena memang dirinya terlalu sulit untuk melupakan dendam itu?Gebby sampai ke rumahnya dan langsung memeluk sang nenek. Ia menangis sejadi-jadinya karena hatinya benar-benar sangat terluka kali ini. Cinta yang ingin ia raih harus kandas seketika itu juga. Melvin menolaknya, dan kini mamanya juga."Geb ... kamu tenangkan diri kamu, baru nanti cerita sama Nenek, ya!" ucap Ana sambil mengusap kepala c
Gebby, tunggu! Kamu mau kemana? Jangan nekat, Geb! Panggil Melvin untuk kesekian kalinya. Ana juga jadi kalut dan ikut mengejar cucunya itu,.ia takut Gebby akan melakukan hal nekat seperti yang dilakukan oleh Luna."Gebby!" Ana memanggil Gebby meski napasnya mulai terengah. Ia sudah tua, tenanganya sudah tak sekuat dulu, berlari sebentar saja ia sudah ngos-ngosan.Gebby sudah keluar dari gerbang portal kompleks dan terus berjalan di trotoar pinggir jalan raya. Melvin masih tak putus asa, ia mencoba terus mengejar. Genby sesekali menoleh ke belakang sambil terisak. Ia pun turun dari trotoar itu dan terlihat pasrah sembari merentangkan kedua tangannya dan berjalan perlahan ke arah tengah jalanan."Gebby! Jangan nekat kamu?" seru Melvin yang melihat Gebby senekat itu, ingin mencelakai dirinya sendiri dengan berdiri di tengah jalanan.Klakson kendaraan bermotor bersahutan dan sebagian ada yang marah karena ulah Gebby itu."Mau mati, Lu?" maki pengendara yang lewat."Gila, lu, woy?""Hey!
Gebby melamun di teras belakang rumah itu. Sudah dua hari Luna pergi mengahadap Yang Maha Kuasa. Rumah sudah mulai sepi, hanya ada Ana dan Reyhan serta mamanya Melvin di rumah itu yang masih berbincang dan ada juga beberapa anggota kepolisian di bagian depan bersama papanya Melvin.Tak ada indikasi kekerasan dalam kematian Luna, semua orang meyakini itu merupakan murni sebagai kasus bunuh diri. Ditemukan foto Indah yang tertancap pena di dalam kamar. Polisi dan dokter menduga halusinasi Luna sempat kambuh ketika malam kejadian itu.Luna selalu bersikap impulsif dan tak peduli pada keadaan sekitar, jika sosok dalam halusinasinya muncul, ia bahkan tak tahu jika posisinya sedang di atas jurang sekalipun."Geb, kamu makan dulu, Sayang," bujuk Ana pada Gebby. Sejak kemarin tampaknya Gebby sama sekali belum makan. Ana khawatir karena Gebby tak boleh sampai melewatkan jadwal minum obatnya."Nanti saja, Nek. Belum ada selera.""Jangan begitu, dong, Geb. Kamu boleh bersedih tapi kamu juga haru
Suasana kompleks pagi itu dibuat heboh atas penemuan tubuh Luna yang menyedihkan itu. Warga langsung mencari bantuan untuk segera membawa Luna pergi ke rumah sakit karena setelah diperiksa ternyata denyut nadinya masih ada.Gebby dan Ana hanya bisa pasrah, serasa tubuh mereka lemas tak berdaya menghadapi kenyataan itu. Luna kehilangan banyak darah akibat luka di bagian kepalanya. Bahkan mereka berdua tidak tahu kapan kejadian itu terjadi karena malam itu mereka tidur sangat nyenyak. Sebenarnya Gebby sempat terbangun beberapa kali untuk mengecek keadaan mamanya itu namun tidak terjadi apa-apa. Akhirnya setelah larut malam kantuk pengendara dan ia tertidur dengan sangat pulas. Gebby pin menyesal karena membiarkan mamanya itu tidur di lantai dua. Bukan tanpa sebab, mamanya dulu pernah menempati kamar itu, Gebby berharap ingatannya bisa kembali secara perlahan dengan merasakan suasana kamar itu setiap hari.Luna akhirnya tiba di rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis. Gebby da
"Pa, mana uangnya yang aku minta? Transfer sekarang juga, lusa aku akan terbang bawa Mama," ucap Gebby pada Reyhan hari itu."Papa cuma bisa kasih kamu lima ratus juta dulu, Geb. Nanti kurangnya beberapa hari lagi, ya!""Log, kok gitu, sih, Pa?" seru Gebby tak senang."Bukannya kamu ya yang maksa untuk segera mencairkan dana investasi ke perusahaan Melvin? Kamu pikir uang di perusahaan kita bisa kamu atur seenaknya?""Ya ampun, Pa, aku tih cuma minta sedikit, apa susahnya sih tinggal transfer?""Semua uang pribadi papa sudah papa masukkan ke deposit berjangka. Hanya bisa diambil pada waktu yang tepat.""Papa sengaja, ya, biar aku gak bisa mintabuang sama Papa? Papa bener-bener tega, ya? Aku itu sedang berusaha supaya mama sembuh, tapi papa malah menghalang-halangi!""Kamu salah, uang papa sudah papa depositokan jauh sebelum kamu berencana mengambil mama kamu dari yayasan itu.""Papa sepertimya emang gak pernah sayang sama aku! Papa selalu aja bikin aku kecewa!""Geb, papa gak ada bila
"Hai, Vin!" sapa Gebby pada Melvin. Melvin agak terkejut saat ia melihat Gebby ada di lobby kantornya terlihat sedang menunggu."Oh, hai, Geb!""Aku dari tadi nunggu kamu, loh.""Oh, ya? Bukannya kita belum ada janji untuk bertemu sebelumnya?""Sorry, emang belum. Tapi boleh, dong, kalau aku sesekali datang ke sini untuk sekedar melihat progres kerjasama kita? Lagian aku belum pernah ke sini, aku juga ingin tahu bagaimana sistem kerja di sini.""Ooh ... Oke, boleh aja, kok. Ayo, aku ajak berkeliling," sahut Melvin."Oke," ucap Gebby senang. Ia dan Melvin pun akhirnya mengitari sekitaran kantor dan Melvin menunjukkan bagian demi bagian di kantornya itu. Padahal Gebby tidak terlalu ingin tahu tentang itu tujuan utamanya datang ke kantor Melvin adalah supaya ia dan Melvin bisa punya pertemuan yang intens sehingga Gebby punya peluang untuk bisa semakin dekat dengannya."Padahal kamu ini bisa dikatakan pemula, tapi keren, loh. Kantor kamu bagus, sistem kerja juga bagus. Aku saranin kamu bu