Alisha termenung setelah pertemuannya yang secara kebetulan di Rumah sakit bersama Anjas, lelaki yang telah membuatnya berbadan dua. Perempuan ini menghela napas sedalam-dalamnya, pikirannya tertuju langsung ke Dani. Ia harus memastikan hubungan mereka berdua. Madin melirik perempuan itu dari spion mobil. "Siapa tadi?" Alisha terkejut mendengar suara Madin yang tiba-tiba membuyarkan lamunannya. "Anu ... bukan siapa-siapa, Tua.""Mantan?" tanya Madin dan kali ini ia sengaja menatap Alisha yang duduk di bangku belakang sendirian sedangkan ia tengah duduk di bangku sebelah supir."Bukan," jawab Alisha sambil menggelengkan kepala, ia malu karena Madin harus melihat semua itu tadi di Rumah sakit."Habisnya kayak serius banget." Madin kini tengah menatap ke arah jendela."Tua, apa gak ada yang keberatan kalau saya tinggal di rumah, Tua? Saya takut ada yang marah." "Ah, tenang saja kamu Ada biniku dia baik, kok.""Oh, hm. Syukurlah." Perempuan ini tersenyum. Sebenarnya ada rasa tidak nya
Alisha terbangun di tengah malam, ia mendengar suara orang berbisik di dekat jendela kamar. Perempuan ini perlahan mendekati jendela, kemudian menempelkan telinganya di daun jendela. "Kamu yakin dia bakal kirim uang itu malam ini? Sudah dua jam kita nunggu, tapi belum ada kiriman juga?" Terdengar suara seorang lelaki yang tidak asing lagi bagi Alisha. "Apa itu dia?" Alisha terkejut, ia segera mencari celah untuk mengintip, tetapi ia tidak melihat siapa pun kecuali pohon belimbing wuluh di luar sana. Pandangannya tidak leluasa untuk melirik ke sekelilingnya, tapi meski begitu Alisha yang penasaran kini mencari cara agar bisa melihat ke luar.Perempuan ini mengambil kursi yang berada di samping lemari kemudian perlahan agar tidak terdengar oleh mereka, ia meletakkan kursi di dekat jendela. Dengan masih menahan nyeri di perutnya, ia paksakan untuk naik ke kursi. Akhirnya ia berhasil mengintip lewat ventilasi jendela itu. Alisha melihat Anwar dan Anjas tengah berdiri sambil mengetik seb
Alisha berupaya melepaskan dirinya dari Siah, tetapi perempuan itu terlalu kuat darinya. Kini pinggangnya tertekan di pinggiran cincin sumur. Terasa amat sakit ketika perutnya turut tertekuk ke belakang. Kini tubuhnya lebih condong ke arah sumur. "Kamu mau macam-macam sama perempuan mandul, kan? Kamu pikir aku akan pasrah diperlakukan begitu, kan? Kamu salah pilih lawan, Lisha! Hari ini habis kamu!" Alisha berusaha melepaskan cekikan kedua tangan Siah pada lehernya. "Tolong!" teriaknya dengan suara yang serak."Lisha!" Tiba-tiba terdengar suara lelaki di belakang mereka, sekaligus mengejutkan Siah. Suara lelaki itu membuat Alisha senang karena akan ada yang akan menolongnya, tetapi ia malah lengah sehingga terjatuh ke sumur. "Aaaa!" "Alisha!" seru Dani sambil berlari ke arah sumur, sementara Siah yang panik langsung lari dari sana.Alisha membentur dinding sumur, kemudian tenggelam, tetapi untung batas air tidak sampai mencapai dadanya. Ia masih bisa berdiri walaupun hampir pingsa
Yeni meradang saat tahu Alisha dan Dani kini tinggal bersama lagi, tetapi ia tidak tahu bahwa Alisha dan Dani hari ini akan menikah. Perempuan cantik ini tidak diberikan kabar bahagia itu karena takut ia akan kecewa pada sahabatnya itu. "Bapak, dari mana saja? Saya sudah menelepon beberapa kali," ungkap kesal Yeni saat ia berhasil menghubungi Dani. "Kamu masih di kantor, kan? Tolong, semua dokumen penting dikirim lewat kurir saja, ya. Saya masih banyak urusan penting." Yeni menghembus napas jengah. Tak tahan rasanya diabaikan begini. Lain ditanyakan lain pula tanggapan Dani terhadapnya, membuatnya makin emosi saja. "Iya, nanti saya ke sana langsung." "Jangan kamu. Kurir saja." "Bapak, gak mau ketemu saya?" "Saya gak di rumah." "Oh, okeh-okeh." Ia menganggukkan kepalanya beberapa kali sambil menutup rapat bibirnya. Hidungnya membesar karena harus lebih menghirup napas segar untuk menghilangkan kekesalannya. "Saya tutup dulu. Kalau ada yang cari suruh telepon langsung saja." Ye
Alisha terdiam malu ketika Dani membelai rambutnya. Ia pasrah jika Dani memang menginginkan malam pertama dengannya, tetapi Dani justru menghentikan sikap romantis itu ketika mendengar suara dari luar. "Siapa?" tanya Dani. Ia melihat bayangan seseorang dari sela bawah pintu. "Siapa?" bisik Alisha."Biar kulihat," kata Dani yang segera menuju ke luar kamar. Lelaki itu tidak menemukan siapa-siapa di rumahnya. "Ada siapa, Dani?" tanya Alisha yang ingin beranjak keluar kamar juga."Gak tahu siapa itu," kata Dani yang mengejutkan Alisha dengan kedatangannya yang tiba-tiba. "Aku udah memeriksa semuanya, tapi gak ada siapapun. Bahkan semua jendela dan pintu sudah dikunci." "Atau mungkin cuma perasaan kita aja, soalnya Anwar belum ketangkap oleh polisi," kata Alisha. "Hem, mungkin." Dani menggaruk kepalanya. "Oh, ya, aku mau ngambil sesuatu di rambutmu." Dani mengambil benang putih di antara rambut Alisha. Rupanya benang itu tadi yang selalu membuat Dani menaruh perhatian lebih pada Ali
Alisha dipaksa membuat pilihan. Merupakan dilema baginya. Jika dituruti ia akan terhina dan jika menolak, ia akan memermalukan Dani dan dirinya sendiri. "Jangan lama-lama mikirnya," bisik Riski yang tiba-tiba saja membuat Alisha merinding karena lelaki itu hampir menempelkan bibirnya ke pipi kanan perempuan ini. "Jangan dekat-dekat!" "Jangan jauh-jauh!" Ia segera menahan lengan kanan Alisha, sebelum perempuan itu menjauh darinya."Tolong jangan seperti ini," mohonnya, sambil meronta."Sebelum dia pulang, kita masih sempat main." "Aku dijebak oleh mereka. Aku gak salah dan gak pernah mau punya nasib seperti ini. Tolong jangan buat aku memilih." "Aku gak mau tahu!" desisnya sambil menekan lengan Alisha sehingga perempuan itu merintih sakit. "Kamu gak punya pilihan. Ayo!" "Aku gak mau!" Ia diseret ke kamar. Perempuan ini meronta, tetapi ia segera digendong dan mulutnya dibungkam oleh lelaki itu. Pintu kamar langsung dikunci setelah ia melempar Alisha ke ranjang. Alisha segera berl
Alisha BlmSudah dua hari Alisha tidak berselera makan. Ia hanya terus merenungi nasibnya. Terutama Dani yang masih belum menegurnya sejak kejadian itu (saat menemukan fakta Riski berkhianat). Perempuan itu melirik suaminya yang tengah berjalan di belakangnya. Memang posisinya saat ini alisha tengah berbaring membelakangi Dani dan lelaki itu sedari tadi hanya bolak-balik di kamar itu. Tak berani juga ia menegur kecuali lelaki itu datang untuk menyapa lebih dahulu."Halo, Pak." Terdengar suara Dani tengah menelepon. Alisha jadi penasaran dan menoleh. "Iya, Pak. Saya akan datang besok." Alisha kembali seperti tadi saat tatapan Dani tertuju padanya. Merasa seperti maling yang tertangkap basah, perempuan itu pejamkan mata dan pura-pura tertidur. Dani mendatangi istrinya kemudian menyentuh pundak kirinya. Alisha merasa inilah yang ditunggu sedari tadi. Diperlakukan seperti biasanya. "Iya, ada apa?" "Mama akan bebas."Alisha terkejut, dan segera bangkit. "Tapi kita?" "Tenang dulu." "M
Deli cemberut sambil memakan makanan yang ia masak tadi siang. Sedikitpun Alisha belum juga memintanya untuk menyajikan makanan. Perempuan itu beralasan bahwa sudah kenyang makan masakan yang dibuatnya sendiri tadi pagi, dan sambil membayangkan betapa mesra dan romantisnya sikap Dani kepada majikan perempuannya itu, ia menggerutu juga. Tak ayal juga nasi terkadang terkeluar dari mulutnya tanpa ia sadari, dan setelah melihat itu semua, ia segera menghentikan makannya, lalu kembali menggerutu."Nungguin dia makan, dan aku makan sisanya, itu bisa bikin aku mati kelaparan. Huh, dasar, perempuan pucat!" Tidak lama terdengar suara seorang perempuan dari ruang tamu, dan dengan tergesa-gesa Delia membersihkan meja makan, lalu mencuci piring bekasnya tadi. Ia segera mendatangi suara perempuan tadi. Ternyata Dani datang bersama ibunya. "Ini ibuku, Delia." Dani memerkenalkan ibunya pada Delia yang sedikit bingung dengan status perempuan itu."Iya, saya Delia, Bu." Delia tersenyum manis, tetapi
Pintu terkunci ketika Alisha akan masuk ke kamar. Cukup dua ketukan dan sekali dorongan saja, ia sudah sadar diri bahwa dirinya telah membuat malu dan marah Dani. Perempuan ini hanya mampu meneteskan air mata. "Sini kamu!" Tiba-tiba Ibunya Dani menyeret Alisha menjauh dari kamar itu. "Mau ke mana, Ma?" Alisha tak berani melawan."Jangan berisik!" Alisha menatap pintu kamarnya yang telah jauh. Ia berharap Dani keluar dari kamar dan langsung menyelamatkannya dari perempuan itu."Sini!" Ia menempatkan Alisha di depan pintu utama.Alisha terkejut, dan langsung menatap ke luar. "Apa ini, Ma?" "Nggak sudi aku dipanggil mama olehmu. Sekarang keluar dari rumah ini atau aku akan mendorongmu!" Alisha menggeleng sambil mencoba menerobos pertahanan mertuanya. "Eh, mau ke mana? Keluar kataku!" Ia merentang kedua tangan, mencegah Alisha melewatinya."Dani harus tahu!" teriak Alisha. "Diam!" Ia membentak, tapi tidak berani lantang sebab Dani akan mendengar keributan itu. "Pergi kamu!" Ia beru
Segepok uang telah diterima, hanya tinggal menjalankan perintah dari calon mertua idamannya saja. Ya, Delia, perempuan licik penuh muslihat ini tengah memikirkan cara agar Dani tidak mencurigainya sebagai penyebab insiden yang akan terjadi beberapa jam nanti.Sedangkan kini, Dani dan Alisha tengah keluar dari supermaket. Tak sengaja mereka berpapasan langsung dengan pacarnya Anjas. Perempuan itu langsung menatap ke arah perut Alisha. "Kamu yang di... ah, aku lupa." Ia menekan keningnya dengan tangan kanan sambil mengingat-ingat Alisha. "Oh, iya. Kamu yang pernah ada di Rumah sakit itu, kan?" Alisha melirik Dani. Ia tidak ingin berurusan dengan perempuan yang memiliki hubungan dengan Anjas.Dani rupanya mengerti, ia segera menjawab pertanyaan perempuan itu. "Iya, memangnya ada apa, ya?" "Kenal sama yang namanya Anjas?" tanya perempuan itu."Gak." Dani dengan tegas menggelengkan kepala."Oh, maaf. Kukira kalian saling kenal." Ia tertawa malu, kemudian pergi."Kalau dia di sini berart
Deli cemberut sambil memakan makanan yang ia masak tadi siang. Sedikitpun Alisha belum juga memintanya untuk menyajikan makanan. Perempuan itu beralasan bahwa sudah kenyang makan masakan yang dibuatnya sendiri tadi pagi, dan sambil membayangkan betapa mesra dan romantisnya sikap Dani kepada majikan perempuannya itu, ia menggerutu juga. Tak ayal juga nasi terkadang terkeluar dari mulutnya tanpa ia sadari, dan setelah melihat itu semua, ia segera menghentikan makannya, lalu kembali menggerutu."Nungguin dia makan, dan aku makan sisanya, itu bisa bikin aku mati kelaparan. Huh, dasar, perempuan pucat!" Tidak lama terdengar suara seorang perempuan dari ruang tamu, dan dengan tergesa-gesa Delia membersihkan meja makan, lalu mencuci piring bekasnya tadi. Ia segera mendatangi suara perempuan tadi. Ternyata Dani datang bersama ibunya. "Ini ibuku, Delia." Dani memerkenalkan ibunya pada Delia yang sedikit bingung dengan status perempuan itu."Iya, saya Delia, Bu." Delia tersenyum manis, tetapi
Alisha BlmSudah dua hari Alisha tidak berselera makan. Ia hanya terus merenungi nasibnya. Terutama Dani yang masih belum menegurnya sejak kejadian itu (saat menemukan fakta Riski berkhianat). Perempuan itu melirik suaminya yang tengah berjalan di belakangnya. Memang posisinya saat ini alisha tengah berbaring membelakangi Dani dan lelaki itu sedari tadi hanya bolak-balik di kamar itu. Tak berani juga ia menegur kecuali lelaki itu datang untuk menyapa lebih dahulu."Halo, Pak." Terdengar suara Dani tengah menelepon. Alisha jadi penasaran dan menoleh. "Iya, Pak. Saya akan datang besok." Alisha kembali seperti tadi saat tatapan Dani tertuju padanya. Merasa seperti maling yang tertangkap basah, perempuan itu pejamkan mata dan pura-pura tertidur. Dani mendatangi istrinya kemudian menyentuh pundak kirinya. Alisha merasa inilah yang ditunggu sedari tadi. Diperlakukan seperti biasanya. "Iya, ada apa?" "Mama akan bebas."Alisha terkejut, dan segera bangkit. "Tapi kita?" "Tenang dulu." "M
Alisha dipaksa membuat pilihan. Merupakan dilema baginya. Jika dituruti ia akan terhina dan jika menolak, ia akan memermalukan Dani dan dirinya sendiri. "Jangan lama-lama mikirnya," bisik Riski yang tiba-tiba saja membuat Alisha merinding karena lelaki itu hampir menempelkan bibirnya ke pipi kanan perempuan ini. "Jangan dekat-dekat!" "Jangan jauh-jauh!" Ia segera menahan lengan kanan Alisha, sebelum perempuan itu menjauh darinya."Tolong jangan seperti ini," mohonnya, sambil meronta."Sebelum dia pulang, kita masih sempat main." "Aku dijebak oleh mereka. Aku gak salah dan gak pernah mau punya nasib seperti ini. Tolong jangan buat aku memilih." "Aku gak mau tahu!" desisnya sambil menekan lengan Alisha sehingga perempuan itu merintih sakit. "Kamu gak punya pilihan. Ayo!" "Aku gak mau!" Ia diseret ke kamar. Perempuan ini meronta, tetapi ia segera digendong dan mulutnya dibungkam oleh lelaki itu. Pintu kamar langsung dikunci setelah ia melempar Alisha ke ranjang. Alisha segera berl
Alisha terdiam malu ketika Dani membelai rambutnya. Ia pasrah jika Dani memang menginginkan malam pertama dengannya, tetapi Dani justru menghentikan sikap romantis itu ketika mendengar suara dari luar. "Siapa?" tanya Dani. Ia melihat bayangan seseorang dari sela bawah pintu. "Siapa?" bisik Alisha."Biar kulihat," kata Dani yang segera menuju ke luar kamar. Lelaki itu tidak menemukan siapa-siapa di rumahnya. "Ada siapa, Dani?" tanya Alisha yang ingin beranjak keluar kamar juga."Gak tahu siapa itu," kata Dani yang mengejutkan Alisha dengan kedatangannya yang tiba-tiba. "Aku udah memeriksa semuanya, tapi gak ada siapapun. Bahkan semua jendela dan pintu sudah dikunci." "Atau mungkin cuma perasaan kita aja, soalnya Anwar belum ketangkap oleh polisi," kata Alisha. "Hem, mungkin." Dani menggaruk kepalanya. "Oh, ya, aku mau ngambil sesuatu di rambutmu." Dani mengambil benang putih di antara rambut Alisha. Rupanya benang itu tadi yang selalu membuat Dani menaruh perhatian lebih pada Ali
Yeni meradang saat tahu Alisha dan Dani kini tinggal bersama lagi, tetapi ia tidak tahu bahwa Alisha dan Dani hari ini akan menikah. Perempuan cantik ini tidak diberikan kabar bahagia itu karena takut ia akan kecewa pada sahabatnya itu. "Bapak, dari mana saja? Saya sudah menelepon beberapa kali," ungkap kesal Yeni saat ia berhasil menghubungi Dani. "Kamu masih di kantor, kan? Tolong, semua dokumen penting dikirim lewat kurir saja, ya. Saya masih banyak urusan penting." Yeni menghembus napas jengah. Tak tahan rasanya diabaikan begini. Lain ditanyakan lain pula tanggapan Dani terhadapnya, membuatnya makin emosi saja. "Iya, nanti saya ke sana langsung." "Jangan kamu. Kurir saja." "Bapak, gak mau ketemu saya?" "Saya gak di rumah." "Oh, okeh-okeh." Ia menganggukkan kepalanya beberapa kali sambil menutup rapat bibirnya. Hidungnya membesar karena harus lebih menghirup napas segar untuk menghilangkan kekesalannya. "Saya tutup dulu. Kalau ada yang cari suruh telepon langsung saja." Ye
Alisha berupaya melepaskan dirinya dari Siah, tetapi perempuan itu terlalu kuat darinya. Kini pinggangnya tertekan di pinggiran cincin sumur. Terasa amat sakit ketika perutnya turut tertekuk ke belakang. Kini tubuhnya lebih condong ke arah sumur. "Kamu mau macam-macam sama perempuan mandul, kan? Kamu pikir aku akan pasrah diperlakukan begitu, kan? Kamu salah pilih lawan, Lisha! Hari ini habis kamu!" Alisha berusaha melepaskan cekikan kedua tangan Siah pada lehernya. "Tolong!" teriaknya dengan suara yang serak."Lisha!" Tiba-tiba terdengar suara lelaki di belakang mereka, sekaligus mengejutkan Siah. Suara lelaki itu membuat Alisha senang karena akan ada yang akan menolongnya, tetapi ia malah lengah sehingga terjatuh ke sumur. "Aaaa!" "Alisha!" seru Dani sambil berlari ke arah sumur, sementara Siah yang panik langsung lari dari sana.Alisha membentur dinding sumur, kemudian tenggelam, tetapi untung batas air tidak sampai mencapai dadanya. Ia masih bisa berdiri walaupun hampir pingsa
Alisha terbangun di tengah malam, ia mendengar suara orang berbisik di dekat jendela kamar. Perempuan ini perlahan mendekati jendela, kemudian menempelkan telinganya di daun jendela. "Kamu yakin dia bakal kirim uang itu malam ini? Sudah dua jam kita nunggu, tapi belum ada kiriman juga?" Terdengar suara seorang lelaki yang tidak asing lagi bagi Alisha. "Apa itu dia?" Alisha terkejut, ia segera mencari celah untuk mengintip, tetapi ia tidak melihat siapa pun kecuali pohon belimbing wuluh di luar sana. Pandangannya tidak leluasa untuk melirik ke sekelilingnya, tapi meski begitu Alisha yang penasaran kini mencari cara agar bisa melihat ke luar.Perempuan ini mengambil kursi yang berada di samping lemari kemudian perlahan agar tidak terdengar oleh mereka, ia meletakkan kursi di dekat jendela. Dengan masih menahan nyeri di perutnya, ia paksakan untuk naik ke kursi. Akhirnya ia berhasil mengintip lewat ventilasi jendela itu. Alisha melihat Anwar dan Anjas tengah berdiri sambil mengetik seb