Ketua kelompok itu tak begitu saja mempercayai perkataan orang asing itu. Lagi pula, ada aturan jika terjadi sesuatu, maka kelompok di tiap negara bagian harus membuat jarak tegas dengan pusat, agar tidak menarik runtuh semua jaringan mereka.“Aku tidak mengerti apa yang kau maksudkan. Aku lihat sendiri kau menembak mati Bos kami dua hari yang lalu saat melawanmu!” ujarnya dengan melepaskan tatapan mengejek.“Jangan berpura-pura. Aku sangat mengetahui aturan kalian di sini yang akan berusaha keras menolak keberadaan mereka! Hanya saja, waktu kita memang sudah sangat tipis. Kau bisa tanyakan hal itu pada si dokter!” saran orang itu tak peduli.Dokter berpakaian putih itu mengagguk untuk membenarkan apa yang telah dikatakan oleh Tuan mudanya. “Bos Besar kalian sedang sekarat sekarang!” ujarnya serius.“Aku sama sekali tidak paham apa yang kalian maksudkan. Jadi kurasa aku harus melihat dulu pasienmu itu! Kurasa kalian salah memahami kelompok kami dengan kelompok lain!” ujarnya bersikera
Pria yang tak lain adalah Calvin Fisher, menyeringai penuh dendam. Dia sudah menyelidiki siapa yang menyerang dan menghancurkan rumahnya. Semua bawahannya dikerahkan untuk mencari informasi penting itu di hari yang sama. Itu sebabnya, dia segera bisa mendapatkan sekutu untuk membalas perbuatan Kelompok Bawah Tanah.“Mereka kira, telah membersihkan musuh dengan sangat bersih. Mereka tak tahu bahwa setiap orang yang mereka singkirkan dengan kejam, akan menyisakan dendam di hati orang lain!” katanya sambil mencibir.“Katakan padanya, jika dia tak mampu menguasai markas di Pensylvania hingga besok, maka dia boleh mundur. Aku akan mengirimkan orang yang lebih kompeten untuk melakukannya!” perintahnya pada bawahannya.“Akan kukerjakan!” sahut pria berkulit kecoklatan itu. Pria itu lalu keluar dari ruangan untuk melaksanakan perintah.Sementara Calvin Fisher menyeringai puas karena pembalasannya bukan lagi menyasar markas di satu kota tapi sampai ke negara bagian. Baginya, itu artinya sebuah
Jack memandang sedi pada Brianna yang sekarang dirawat di ruang ICU. Dengan lesu diteleponnya pelayan pribadi Vladimir Deska. DIa mendengarkan suara pria itu di telepon sebelum mengatakan apa yang terjadi pada Brianna.“Brianna sekarang dirawat di rumah sakit pusat tentara. Kau bisa bisikkan itu di telinga mertuaku. Semoga berita itu bisa menguatkannya,” ujar Jack.Selama beberapa saat mereka masih bertelepon, sebelum akhirnya Jack menutup ponselnya. Dia melangkah menuju ke tempat dokter berjaga di ujung koridor lantai itu.“Aku harus kembali ke markas. Jika ada perkembangan apapun, segera hubungi aku,” ujarnya.“Baik!” jawab dokter yang ada di sana.Jack mengangguk dan melangkah pergi. Ponselnya berbunyi yang segera diangkatnya.“Ya?” sahutnya sambil melangkah menuju lift. “Oke!”Pintu lift tertutup dan bayangannya langsung hiang dari pengawasan para perawat dan dokter yang ada di sana.“Aku merasa tertekan saat berada di dekatnya,” bisik seorang perawat.“Mungkin karena dia sedang m
Bab 137.Wyatt menghembuskan napas sedikit kesal, sehingga uap uadara terlihat nyata keluar dari mulutnya. Dia tahu, percuma saja menyindir. Jenderal muda di depannya itu tak akan memberikan sedikit pun informasi. Dia harus menyelesaikan kasus ini dengan seksama, barulah Jack bersedia membantu memberikan petunjuk.Sebuah telepon masuk di ponsel Jack. Itu dari satu ajudannya yang tadi disuruhnya mengejar mobil yang menembaki Eddy di pinggir jalan kota.“Ya,” sahut Jack. Dia mendengarkan laporan dari bawahannya.“Baiklah. Aku masih berada di kantor polisi Meadow Creek.” Jack memutuskan sambungan telepon mereka. Dia menatap Wyatt tak sabar.“Aku tahu kau sangat sibuk, Jack. Jadi untuk sementara kita cukupkan sampai di sini!”Polisi itu mengangguk, mengijinkan Jack pergi. Dia melihat pria itu berjalan ke luar kantor polisi, melewati beberapa saksi laiin pelayan dan pemilik toko di mana Eddy ditembak. Dia harus mencatat laporan mereka semua, setelah itu memeriksa cctv. Pekerjaannya juga ma
Di suatu tempat di Philadelphia.“Aku butuh pembuktian bahwa kau mampu menangani area Meadow Creek!” ujar seseorang dari balik kursi tinggi yang menyembunyikan sosoknya dari pria yang berjongkok di lantai. Seorang pria lain berdiri tegap dengan tatapan tajam menusuk.“Katakan syaratnya. Aku sudah tidak takut lagi pada apapun!” ujar pria itu percaya diri.Pria di balik kursi itu tak butuh waktu lama untuk menyahuti. Seperti dia memang sedang menunggu seseorang untuk apa yang akan dikatakannya.“Aku punya sedikit urusan di Pensylvania. Orang yang sedang mengerjakan tugas itu, tidak terlalu memuaskanku. Ini sudah hampir seminggu tapi dia belum menunjukkan hasil juga ....”Pria itu menggantung kalimatnya. Dan si pria muda memang cerdas dan cepat menanggapi maksud orang itu.“Aku akan menanganinya! Katakan saja aku harus apa!” Dia sangat percaya diri.“Kau mungkin akan butuh beberapa orang untuk membantumu!”Kembali orang itu menggantung kalimatnya. Dia sepertinya memang tak mau membuang-b
Detektif wanita itu tetap membuntuti dengan hati-hati. Sekarang dia jadi lebih waspada lagi dari pada sebelumnya. Dia tak ingin gegabah dalam membuntuti seorang buronan polisi dan pengadilan.Tak butuh terlalu banyak analisa juga. Seorang buronan yang kabur dari tempat tahanannya dan datang ke kediaman bandar narkoba, tentulah bukan ingin menawarkan kerja sama membuka toko pakaian. Sharon Jones menghubungi atasannya.“Aku sedang ada di Pensylvania. Apakah bisa kubantu?” ujarnya menawarkan diri.“Untuk apa kau di sana?” tanya atasannya heran.“Aku sedang menyelidiki satu kasus dan sampai ke sini!” jawab Jones.“Tak usah ikut campur. Mereka sudah sampai di sana. Jadi itu urusan polisi di sana!” cegah sang atasan.“Baik!” Jones menjawab singkat dan memutuskan sambungan telepon mereka.Wajahnya yang sedang menyeringai itu terlihat menjengkelkan. “Bagaimana kalau kasus yang kuselidiki ternyata terhubung dengan para buronan itu?”Jiwanya merasa terusik dan tertantang dengan kasus hilangnya
Di tengah kota pada dini hari itu, sebuah mobil yang sedang ngebut di jalan raya, terpantau oleh pengawas lalu lintas. Sebuah mobil polisi langsung mengejar untuk menghentikannya. Suara sirinenya meraung di kota yang masih tertidur lelap.Mata Falcon terbuka lebar dan dia segera bangkit dari tempat tidur, mengintip dari jendela untuk mengawasi keadaan di luar. Diperkirakannya suara sirine itu kemungkin berada satu atau dua blok dari tempatnya berada.Menyadari sura tersebut justru makin mendekat, Falcon muai menaruh perhatian yang lebih besar. Dia keluar ke balkon kamar dan memperhatikan dengan seksama di mana posisi kendaraan polisi tersebut.“Mereka menuju ke sini!” Falcon masuk lagi ke kamar karena sepertinya mobil polisi itu tertahan cukup jauh di persimpangan. Dia keluar lagi dengan membawa teropong kecil untuk mengamati.Tak lama terdengar suara tembakan yang nyaring meningkahi suara sirine yang masih terus menyala. Disambut oleh balasan tembakan lainnya. Hal itu berhasil meng
Jack melaporkan apa yang terjadi di Pensylvania pada Six. Dia ingin kelompok itu tenang karena semua sudah menjadi lebih terang dan jelas. Teman-teman mereka telah dievakuasi dari orang-orang yang datang menyerang. Sekarang tinggal menunggu hasil penyelidikan polisi pada kasus yang ada di sana.Jack hanya berharap tak ada hal uang akan membahayakan karirnya dari tempat itu. Dia hanya ingin semua masalahnya segera selesai dan bisa melepaskan diri dari pernikahan dengan Brianna secepatnya.“Apa kau sudah siap untuk ke pengadilan?” tanya Granny dari depan pintu kamarnya.Valerie terlihat lebih segar pagi itu, dengan gaun simpel berwarna biru langit berpadu putih. Menyadari Jack mengamatinya, wanita muda itu menunduk, lalu berbalik ke kamar Granny.“Tas Anda tertinggal di kamar,” bisiknya halus pada nenek Jack.“Oh, tolong ambilkan,” kata Granny cepat. Saat itu Valerie sudah masuk ke dalam kamar.eJack melangkah ke dekat neneknya. “Nenek cantik sekali pagi ini,” pujiya sambil tersenyum se