Zeline berhasil menghindari godaan setan berwajah malaikat yang berada di ruang tengah apartemennya. Wanita itu memilih untuk menyibukan diri dengan merias diri di dalam kamar. Tidak sulit bagi Zeline yang sudah terbiasa dengan berbagai macam alat make up, tetapi ia tidak pernah mengaplikasikan make up yang terlalu mencolok bahkan berlebihan di wajahnya sendiri. Ia lebih suka make up yang flawless.
Saat ini, Zeline sudah tampak cantik memukau dalam balutan gaun hitam panjang, yang berbelahan panjang sampai ke paha dengan model sabrina yang memperlihatkan sebagian ruas leher dan dadanya. Jika kemarin malam ia tampil sederhana, berbeda dengan hari ini. Zeline tampak all out dalam berpenampilan. Ia bisa saja memakai gaun putih miliknya yang menjuntai panjang, tapi ia tidak ingin menyaingi Mesya yang tentunya akan memakai wedding dress berwarna putih.
Bisa-bisa ia yang akan disangka akan menikah di depan altar bersama
Jangan lupa tinggalin jejak kalian di kolom komentar dan juga di bagian Review yah. muah
Demi apa pun, Fello mengajak Zeline menunjukkan Bali seakan minta ditunjukkan di mana ia bisa membeli kerak telur. Jakarta ke Bali membutuhkan waktu minimal dua jam perjalanan menggunakan pesawat. Lagi pula, banyak hal yang harus disiapkan sebelum ke sana.Tiket pesawat, penginapan serta kendaraan selama di sana.Meskipun Zeline tergolong dalam masyarakat menengah ke atas, tentunya ia tetap saja mempersiapkan keberangkatannya dari jauh hari. Tidak semendadak ajakan Fello yang harus di-iyakannya."Kalian mau ke Bali? Kapan?" Vera menyela percakapan Fello dan Zeline."Besok," ucap Fello enteng."What! Besok? Tidak semudah itu Fello, semua harus direncanakan. Untuk berlibur kita harus mencari tempat nyaman," jawaban Vera menjawab semua yang ingin Zeline ucapkan."Memangnya sesulit itu untuk berlibur di sini?" tanya Fello bingung."Bukan ... maksudnya tidak, hanya saja, kami semua terbiasa memakai fasilitas yang disediakan dari jau
Zeline menelepon semua sahabatnya memberi kabar jika jadwal keberangkatan mereka ke Bali dimajukan menjadi nanti malam. Masih ada beberapa jam untuk bersiap. Namun sebelumnya, Zeline telah mengirimkan identitas para sahabat serta kekasih masing-masing sahabatnya pada Fello.Pria itu memintanya demi untuk kepentingan pemesanan tiket pesawat yang akan membawa mereka ke Bali nanti. Berapa banyak tabungan yang dimiliki pria itu, Zeline tidak habis pikir. Dari pada kepalanya sakit memikirkan hal yang sulit diterkanya, lebih baik ia berganti pakaian dan menyiapkan barang-barangnya kemudian berganti membereskan barang-barang Fello.Fello telah berbaik hati mengajaknya liburan dengan cuma-cuma akan terasa kurang ajar jika Zeline tidak melakukan sesuatu untuk pria itu.Barang wajib yang dibawa Zeline saat ke Bali yaitu Bikini tentu saja. Wanita perawan yang memiliki fobia sex itu tetap menyukai memamerkan bentuk tubuhnya yang proposional. Bermacam bikini ia bawa
Sepasang bola mata abu-abu itu memandang lekat wajah Zeline. Tatapan tajam, tapi tidak terbaca. Zeline melepas pegangan pada kenop pintu dan berjalan mundur satu langkah. Fello masuk ke dalam kamar dan menguncinya.Keduanya berdiri saling bertatapan. Zeline mencoba memperhatikan dan membaca isi otak pria yang berdiri di depannya melalui matanya. Namun, tidak satu pun yang mampu terbaca oleh Zeline. Fello tidak menampilkan wajah marah ataupun bahagia, hanya datar.Fello berjalan perlahan, tatapannya menajam membuat Zeline mau tak mau ikut mundur teratur. Jantung Zeline berdetak begitu kuat, ia tidak bisa menebak apa yang akan dilakukan pria ini padanya. Tubuh Zeline menabrak pinggiran ranjang. Ia terduduk di sana. Keringat dingin membanjiri dahi Zeline."Ugh ... Yah, di sana, Babe! Lebih cepat.""Uh ... Arrghh ... Terussss ...""Kulum lebih dalam, Baby! Ya ..
Happy Reading!Zeline tidak bisa menyembunyikan rasa malunya di depan Fello. Setelah apa yang terjadi tadi diantara mereka berdua. Meskipun Fello sama sekali tidak menyinggung apa yang telah mereka berdua lakukan atau apa yang sudah Zeline rasakan lebih tepatnya. Pria itu tampak santai, berbincang dengan Pradipta, Miguel dan Robert.Para pria sedang berkumpul entah membicarakan apa, Zeline tidak mau tahu dan tidak begitu peduli. Semua wajah pria di sana memancarkan kebahagiaan masing-masing.Saat ini Zeline, Vera, Mesya dan Fini sedang duduk di teras resort, memandang langsung hamparan sawah dengan aliran sungai yang indah."Bagaimana rasanya menikah?" tanya Vera pada Mesya.Mesya tertawa menanggapi pertanyaan Vera, Zeline menoleh penasaran akan jawaban Mesya."Rasa apa? Tidak ada yang berbeda.""Sebelum menikah, aku sudah terbiasa tinggal dengan Dipta. Melakukan nananina pun bukan hal
Sepanjang perjalanan menuju New York, Mesya, Fini dan Vera tak henti-henti mengagumi isi jet pribadi ini. Mereka bahkan tidak menyangka jika pada akhirnya bisa menaiki jet pribadi mewah seperti yang sering Syahrina, salah satu artis populer di Indonesia lakukan.Meskipun mereka memiliki uang lebih, tapi tetap saja mereka harus berpikir ulang untuk sekedar menyewa apalagi membeli jet yang harganya tidaklah murah."Apa Fello seorang mafia?" bisik Mesya membuat Pradipta melotot mendengarnya."Atau Fello itu bandar narkoba?" tebak Vera."Mungkin dia teroris!" celetuk Fini."Lebih baik kalian tidur, perjalanan masih panjang. Jangan buang energi untuk menebak-nebak. Fello tentu akan memberitahu kita semua." Pradipta menengahi para wanita yang sibuk bergosip mengenai Fello.Sedangkan Fello dan Zeline berada di ruangan khusus. Saat masuk ke dalam pesawat dan sudah hampir 4 jam berada di perjalanan, Zeline hanya diam. Wanita itu memilih bungkam.
"Baiklah..." ucap Ricard.Senyum lebar ditampilkan oleh Mr. Gordon mendengar ucapan Ricard. Steven melotot mendengar ucapan Ricard, jantungnya berdebar kencang melebihi saat ia merasakan jatuh cinta."Steven ...." Panggil Ricard dan Steven dengan cepat menoleh."Siapkan surat untuk agensi yang menaungi Patricia Gordon. Aku ingin ia dikeluarkan dari sana. Hubungi seluruh pihak yang sudah mengontrak Patricia Gordon, suruh mereka semua membatalkan kontraknya." Ucapan santai yang dikatakan Ricard seketika melenyapkan senyuman di wajah Mr. Gordon.Steven kembali menganga mendengar perintah ekstrem yang diberikan padanya. Ricard yang ia kenal, tidak pernah melakukan hal-hal kejam seperti saat ini."Bagaimana Mr. Gordon? Apakah perintah saya pada assisten saya membuat anda terkesan?" tanya Ricard santai dengan menyandarkan tubuhnya di kursi kebanggaannya.Mr. Gordon menggertakan giginya, tatapannya menajam s
"Kau siapa?" tanya wanita paruh baya itu dengan tegas. Wanita itu begitu fashionable dan memakai make up begitu pas di wajahnyaZeline sampai susah menjawab pertanyaan simple yang diajukan wanita itu, karena Zeline begitu terpukau dengan penampilannya. Wanita yang berkelas dan elegan.Belum sempat Zeline membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan wanita paruh baya itu, ada suara lain yang memotongnya."Mama ...""Tante ..."Zeline hanya diam memperhatikan kedua pria yang baru masuk ke dalam ruangan yang sama dengannya.Fello dan pria yang tidak Zeline kenal menyapa wanita itu secara serempak."Mama, ada apa Mama tiba-tiba kemari?" tanya pria yang datang bersama Ricard.Ricard berjalan mendekati Zeline dan merangkulnya, ikut melihat apa yang akan dilakukan kedua orang di hadapan mereka."Ada apa? Kau tanya ada apa? Sudah
Setelah ciuman menggebu itu berakhir, baik Ricard maupun Zeline sama-sama sibuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.Zeline mengatur napasnya yang tersengal seperti habis maraton. Pandangannya menajam pada Ricard. Tanpa aba-aba, telapak tangannya mendarat di wajah tampan Ricard. Ricard yang sangat tidak siap itu tercengang melihat apa yang dilakukan Zeline padanya."Hadiah untuk paksaanmu!" desis Zeline.Pria itu memegangi pipi kanannya yang terasa panas akibat tamparan Zeline. Belum sempat Ricard berkata-kata, Zeline kembali menyela."Di mana kamar untuk beristirahat? Aku lelah, badanku lengket. Ah-tanggungjawab, siapkan aku pakaian karena aku tidak mau tidur dengan pakaian ini lagi. Ingat, ini adalah karena kau semena-mena padaku," perintah Zeline pada Ricard.Pria itu kehilangan kata-kata menghadapi tingkah tak terduga dari seorang Zeline. Ricard tersenyum kecil melihat Zeline b
Akhirnya mereka berdua memulai lembar pertama dari kisah besar yang akan mereka lalui kedepannya. Tidak ada yang pernah tahu seperti apa dan bagaimana. Mereka hanya berusaha menjadi lebih baik dari sebelumnya - BebbyShin - *****Kejutan yang benar-benar berhasil membuat terkejut Ricard dan Zeline yang diberikan oleh Kedua orang tua mereka masing-masing.Sebelumnya Jessie, ibu Ricard, ia sengaja datang ke Jakarta untuk menemui wanita yang sering menjadi bahan pembicaraan geng sosialitanya. Ia juga termakan ucapan, Lidya mengenai sosok kekasih Ricard, anak kesayangannya.Kegagalan perjodohan yang lalu, begitu menjadi pengalaman bagi Jessie untuk memilih calon menantunya. Ia tidak ingin sembarangan lagi memilihkan calon istri untuk anaknya. Wanita jaman sekarang hanya mementingkan kekayaa
Mobil Ricard berbelok menuju parkiran lobby hotel ke tempat yang telah Papa Zeline tentukan. Zeline tidak tahu maksud serta tujuan Papanya mengajaknya bicara serius di sana. Ricard bersikukuh untuk ikut datang menemani kekasihnya menemui calon mertuanya.Zeline menempelkan ponselnya di telinganya, ia menghubungi papanya untuk menanyakan keberadaan dan posisinya di mana.Restoran. Satu kata itulah yang diucapkan Papanya dan Zeline bergegas ke sana untuk menemui orang tuanya itu.Kedua orang tua Zeline terlihat sedang duduk bersebelahan dan berbincang sesuatu yang serius ketika Zeline berjalan mendekati meja mereka."Akhirnya kau sampai juga," sapa Jacobs ketika melihat Zeline berdiri tak jauh dari mejanya.Jacobs malam itu terlihat mengenakan batik mewah berwarna perpaduan hitam, cokelat dan emas, sedangkan Marina memakai kebaya berwarna merah maroon, emas di padu padankan dengan songket merah sangat khas Indonesia."Maaf membuat Mam
Ricard terbangun lebih dulu saat bel penthousenya berbunyi. Ia meraba ponsel yang berada di atas nakas samping tempat tidurnya, ia melirik pukul berapa saat ini, 09.14 waktu setempat. Ia mengambil boxer yang tergeletak tak berdaya di lantai akibat kegiatan urut mengurutnya semalam. Sebelum berjalan membukakan pintu, pria itu menunduk dan mencium kening Zeline yang masih begitu nyenyak terlelap.Tidak biasanya penthouse-nya kedatangan tamu pagi-pagi seperti ini. Tidak ada orang lain yang sering bertamu ke sana, kecuali Steven dan beberapa asistennya untuk urusan pekerjaan.Ricard mengklik interkom yang ada, untuk melihat siapa yang datang sebelum ia membuka pintunya. Pria itu membelakangi kamera sehingga hanya terlihat punggungnya saja. Ricard tak mau ambil pusing, ia berpikir itu adalah Steven. Dengan santai dan tanpa berpikir yang tidak-tidak, Ricard menekan password dan membuka pintu penthousenya untuk mempersilakan masuk tamunya.
Fini duduk di sofa apartemen Steven. Wanita itu telah diberi izin untuk akses masuk. Sembari menunggu Steven pulang kerja, ia berinisiatif untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sekarang mulai mudah letih.Fini dipaksa Zeline untuk berbicara panjang lebar dengan Steven. Mencari jalan keluar terbaik dari hal yang sudah terlanjur terjadi ini. Semalam nyatanya, ia hanya diselimuti kekecewaan dan emosi sehingga tidak bisa berpikir jernih saat memberi tahu pada Steven. Belum ada kesepakatan apa pun mengenai janin yang ada dalam rahimnya. Entah itu akan dibuang atau dipertahankan.Dari tempat duduknya ia memandang luas kota New York yang dipenuhi gedung-gedung pencakar langit yang tidak begitu berbeda dengan Ibu kotanya sendiri, Jakarta. Fini mengelus perut ratanya dengan lembut. Ia merasa gamang untuk membuang benih hasil hubungan tanpa statusnya bersama Steven.Namun, ia sama sekali belum siap untuk memiliki anak. Biarpun orang lain mengatakannya kejam atau pembunuh s
Empat hari sebelum keberangkatan Zeline dan Fini ke New York! Aku mau bunuh diri! Tulis Fini di obrolan grup yang langsung dicecar berbagai pertanyaan oleh para sahabatnya, tak terkecuali Zeline. Wanita yang kini tengah sibuk mempersiapkan brand kosmetiknya, sehingga jarang berkumpul dan berbincang dengan para sahabatnya. Entah itu lewat ponsel atau secara langsung. Tulisan Fini tentu mampu memancing ketiga sahabatnya yang lain bergabung dalam obrolan di grup. Apa maksudmu? Jangan gila, Fini! Ini bukan April mop, candaanmu tidak lucu! Tidak mendapatkan sosis besar milik suami orang itu, apa membuatmu begitu frustasi. Klienku saat ini banyak bule tampan, kau bisa memilihnya Jangan mati bunuh diri, dosamu makin menumpuk.
Setelah baca part ini, please jangan caci maki Shin yah! Shin hanya sedikit memberikan kejutan hangat menuju ending cerita ini ***** Kini Zeline sudah berada di John F Kennedy International Airport. Ia sudah meminta Ricard tidak memaksanya untuk pulang ke Indonesia dengan menggunakan jet pribadinya. Zeline ingin menjadi manusia normal pada umumnya yang naik pesawat komersil. Meskipun tiket yang dipegangnya adalah tiket first class. Ricard tidak membiarkan kekasihnya pulang dengan tiket kelas ekonomi.Fini menarik dua koper besar miliknya dan begitu terkejut ketika melihat deretan koper milik Zeline."Oh my God! Jangan bilang semua koper ini milikmu?" pekik Fini.Zeline memutar bola matanya malas lantas melirik Ricard yang berdiri sambil membentuk huruf V dengan jarinya."Hanya sebagian kecil dan Zeline sudah berisik memarahiku." Ricard memberitahu
Mesya berjalan mendekati pasangan kekasih yang tengah dimabuk cinta, tapi tetap bisa mengontrol diri mereka. Siapa lagi jika bukan Zeline dan Ricard. Mesya kini mengubah panggilannya mengikuti semua orang memanggil Fello dengan nama Ricard."Terima kasih banyak untuk semua hal yang kau sudah berikan pada kami selama di sini," ucap Mesya tulus."Hanya hal kecil yang bisa kuberikan pada kalian semua," kata Ricard merendah."Sesungguhnya, aku tidak ingin pulang. Aku ingin menetap dan selamanya berada di New York bersama dengan fasilitas-fasilitas mewah darimu. Tapi tentu saja itu hanya halusinasiku semata. Aku dan Pradipta memiliki kehidupan di Jakarta. Menyebalkan sekali." Curhat Mesya."Jadi, kau merasa terpaksa untuk pulang ke Jakarta?" tanya Zeline."Iya! Bayangkan saja, aku di sini seperti ratu. Kemana-mana pergi naik mobil mewah seharga 4 milyar lebih, jika di Jakarta aku akan kembali memakai Mini cooper milikku.""Dasar wanita gila!"
Zeline dan Ricard sampai di Restoran tempat mereka membuat janji temu dengan para sahabat Zeline. Keduanya melangkah masuk ke dalam resto dengan diiringi tatapan iri dari para pengunjung lainnya. Terang saja, di New York Ricard begitu terkenal, ia bahkan setara dengan artis hollywood ketenarannya. Hanya saja, orang-orang tidak menggila jika bertemu di tengah jalan, memaksa meminta foto atau kontak fisik lainnya.Ricard mengeratkan pelukannya di pinggang Zeline. Wajah datarnya sama sekali tidak menyeramkan, bahkan terlihat menggemaskan. Entah mengapa, kali ini Ricard merasa begitu bangga berjalan di samping wanita yang kini menjadi kekasihnya.Jika dahulu ia selalu menolak bahkan memilih tempat privat agar tidak begitu dilihat bahkan diketahui masyarakat umum, berbeda dengan saat ini. Mungkin karena kali ini, kekasihnya adalah pilihan hatinya sendiri. Tidak melalui perjodohan konyol seperti sebelum-sebelumnya.Sedangkan Zeline memilih tak acuh terhadap tatapan ya
Semua kembali makan dengan hikmat dan bijaksana. Sampai pada akhirnya ucapan Ricard membuat semua orang di sana tersedak."Apa boleh aku menikahi Zeline minggu depan?" Pertanyaan polos dan santai dilontarkan Ricard pada kedua orangtua ZelineTernyata lagi-lagi kejutan datang menghampiri mereka terutama untuk Zeline.'Crazy' batin ZelineSemuanya segera menegak air minum untuk membantu menormalkan pencernaan mereka kembali. Zeline mendelikkan matanya ke Ricard, tapi pria itu mengabaikannya.Papa Zeline menatap lekat wajah Ricard, begitu pun pria itu. Keduanya saling bersitatap, baik Mama, Zeline, Zacco dan Cindy tidak ada yang berani menginterupsi keduanya."Kau mau menikahi Zeline minggu depan?" tanya Jacobs, Papa Zeline.Ricard mengangguk mantap tanpa melepas pandangan-nya pada Jacobs."Tidak semudah itu anak muda." Jawaban Jacobs membuat semua orang di sana tercengang termasuk Ricard."Meskipun kau kaya raya d