Dengan tatapan mata kesal dan permusuhan Fia menatap ke arah sosok tadi. Ada aura permusuhan yang keluar dari tubuhnya.
“Lu kan yang ngunci pintu sama ngeberantakin semua buku-bukunya?” kata Fia dengan raut wajah kesal.
“Biang kerok lu, gak seneng liat gue tenang sehari atau gimana? Iri lu sama kehidupan gue? Kalau iri bilang gak usah ngusik hidup orang. Udah jelek ganggu pula” kata Fia mengeluarkan unek-uneknya selama ini. Dia sangat kesal dengan para hantu yang mengusik hidupnya akhir-akhir ini.
Fia mengatur nafasnya untuk meredakan rasa kesalnya tapi belum juga dia tenang, sosok tadi sudah terbang ke arahnya. Berniat untuk menerjang tubuh Fia.
“Wah main-main sama gue” kata Fia dengan raut wajah menahan geram.
Saat sang sosok menerjang tubuhnya lagi dengan sigap Fia menarik rambut sang sosok yang mengakibatkan kepala sang sosok tadi terpisah dengan tubuhnya.
“Nah, lepaskan nih kepala dari tempatnya
Sesampainya di kantin, dengan lesu Fia duduk di salah satu bangku dan menunggu sosok Arif datang. Saat ini Arif sedang memesan makanan untuk dirinya sendiri.Tak berselang lama Arif datang dengan makanan di tangannya.“Nih” ucap Arif sambil menyerahkan roti dan susu kotak untuk Fia.Fia menatap ke arah makanan tadi dengan raut wajah heran dan bertanya.“Bukannya gue tadi bilang masih kenyang? Kenapa lu beliin juga?” kata Fia dengan raut wajah heran.“Udah makan aja, cuma roti satu. Kalau enggak, ambil aja yang ada di sana, pilih sendiri. Gue ngerasa gak enak kalau makan sendirian” kata Arif sambil menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.“Jangan nyesel kalau gue habisin duit lu” kata Fia dengan tenang dan mulai meminum susu yang di belikan oleh Arif.Arif yang mendengar perkataan Fia tadi hanya membalas dengan senyum senang setelah itu memakan makanannya. Mereka mulai sibuk dengan dunianya
Sudah hampir satu bulan setelah UTS kemarin dan sebentar lagi mereka akan melaksakan kegiatan luar sekolah yaitu kemah. Banyak Siswa yang semangat dan menunggu dengan antusias.Fia yang mendengar kabar itu hanya merespons dengan malas. Baginya kegiatan luar sekolah tak semenyenangkan itu. Jika dia di suruh memilih antara kegiatan di luar sekolah atau tinggal di rumah, dia akan mantap memilih tinggal di rumah.Dia sangat malas dan tak ingin pergi berkemah. Kemarin adalah hari pembagian kelompok dan dia kebagian berkelompok dengan Yara dan Disa, satu kelompok berisikan 6-7 orang siswa/i. Sasa berbeda kelompok dengan Fia dan itu berhasil membuat Sasa mendumel tak suka sepanjang hari. Sedangkan Yuan satu kelompok dengan Alvin dan Irvan.Hubungan antara Fia dan Yara sedikit ada perkembangan semenjak kejadian di tangga kemarin. Yara dan Disa mulai mendekatkan diri ke Fia tapi Fia respons dengan secukupnya. Walau pun dia membalas perbuatan Yara dan Disa dengan tak pedu
Malam harinya Fia dengan malas beres-beres keperluannya untuk kemah besok pagi. Saat dia sedang sibuk dengan barang-barangnya, dengan sengaja ada seseorang mengagetkannya.“Kakak!” panggil Fiko sambil menepuk pundak Fia.‘Tuk' Fia memukul kepala Fiko dengan senter yang ada di tangannya.“Aduh sakit kak!” kata Fiko sambil mengelus kepalannya yang terkena pukul oleh Fia.“Lu juga sih dek, suruh siapa ngagetin gue?” kata Fia dengan nada suara sedikit kesal tapi rasa kesalnya lenyap saat melihat raut wajah kesakitan sang adik.“Mana yang sakit?” tanya Fia dengan penuh kasih sayang.“Ini” kata Fiko yang mulai manja dengan Fia.“Lain kali jangan ngagetin kakak, ya kalau itu benda-benda yang empuk kalau kakak bawa pisau? Mati lu di tangan kakak” kata Fia sambil mengelus rambut Fiko dengan penuh kasih sayang.“Mana mungkin kakak bunuh Fiko? Palingan jug
Esok harinya lebih tepatnya pukul 12.01 siang, Fia sudah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolahnya. Dia ke sekolahnya di antar oleh Fiko adiknya menggunakan sepeda motor.Awalnya Fia ingin berangkat di antar oleh ayahnya tapi Fiko yang memaksa ingin mengantar kakaknya dan di sinilah mereka sekarang di depan gerbang sekolah Fia.“Kak nanti kalau pulang bawa oleh-oleh ya?” kata Fiko dengan senyum konyol.“Lu kira gue rekreasi apa gimana? Tapi gak apa-apa entar gue bawa ‘in tanah kuburan kalau lu mau” kata Fia dengan raut wajah santai.“Boleh tuh, lumayan bisa buat syarat biar kaya. Kalau bisa tali pocong sekalian kak” kata Fiko dengan santai sambil menatap kakaknya dengan senyum manisnya.“Mau gue cekek lu dek?” kata Fia dengan kesal.“Ampun kak” kata Fiko dengan senyum dan tangan yang berpose pice.“Dasar” kata Fia dengan helaan nafas lelah.“Gu
Di sinilah mereka sekarang, di tempat yang akan menjadi terselenggara kegiatan kemah. Dengan perlahan Fia turun dari truk dan menunggu di bawah truk untuk mengambil tas punggungnya.Satu regu Fia juga tak beda jauh dari Fia, mereka sedang menunggu di bawah truk. Fia dan Sasa beda truk sebab itu dia merasa akan benar-benar merasa sendiri selama terselenggaranya acara.Dia terus berdiam diri dengan pikiran entah ke mana hingga tak sadar bahwa tasnya sudah keluar dari truk sendari tadi.“Fia, tasmu udah di bawah” kata salah satu regunya panggil saja Lida.“Ah, makasih udah ngingetin” kata Fia setelah bangun dari pikirannya.“Iya, yang lain lagi pada beli makanan kamu gak beli?” tanya Lida basa-basi.“Enggak, kalau mau beli makanan beli aja” kata Fia dengan senyum sekilas.“Em... aku boleh titip tas mereka? Tasnya ada di bawah pohon itu” kata Lida sambil menunjuk ke arah tas yang
20 menit telah berlalu dan akhirnya perjuangan mereka tak sia-sia. Tenda yang mereka bangun akhirnya jadi dengan cukup bagus jika tak di terpa oleh angin kencang.“Regu lu udah buat tenda?” tanya salah satu kakak pembina mengontrol regu mereka.“Udah tapi gak tau layak apa enggak buat di huni” kata sang kakak pembina regu Fia dengan raut wajah bingung dan menatap ke arah tenda mereka.“Ye, elu aja kagak mau bantu ‘in” kata salah satu anggota regu dengan nada suara sewot.“Ya ‘kan ini latihan buat kalian. Latihan kekompakan” kata sang kakak pembina tak terima di salahkan.“Udah jangan berantem, Shel sekarang kamu bantu ‘in mereka buat tenda” kata sang kakak pembina yang tadi dengan bijak.“Tanahnya keras, besinya gak bisa tertanam terlalu dalam” kata Fia mengangkat suara.“Masa? Regu yang lain gak ada keluhan kayak gitu” kata sang pemb
Waktu terus berlalu dan sore pun tiba, regu Fia yang baru saja selesai mendirikan tenda pun di suruh untuk ke mes untuk melaksakan makan sore.Dengan langkah santai mereka berjalan ke arah mes tanpa membawa apa pun dan saat mereka baru saja sampai kening mereka di buat mengerut saat melihat beberapa regu pramuka di depan mereka.“Mereka dapet alat makan di mana?” tanya Liza dengan nada suara heran.“Entah” balas Lulu sambil mengangkat bahu tak tahu.“Coba tanya” kata Lida sambil menatap ke arah teman-temannya. Setelah mengatakan itu Lida mulai berjalan mendekati salah satu siswi yang tak jauh dari mereka.“Perasaan gue gak enak” ucap Putri sambil menatap ke sekelilingnya.“Permisi aku boleh tanya? Kamu dapat alat makan di mana ya?” tanya Lida dengan nada suara ramah.“Bukannya di suruh buat bawa alat makan dari rumah?” ujar siswi tadi kembali bertanya.&ldq
Malam harinya mereka sudah berkumpul di tengah-tengah lapangan, dengan api unggun di tengah. Mereka mengelilingi api unggun, di tanah lapang itu tidak ada pencahayaan. Cahaya hanya datang dari api unggun dan sinar bulan.Tadi sore regu Fia jadi makan tapi dengan peralatan makan sederhana. Berpiringkan dengan daun pisang dan sendok yang masih lokal yaitu tangan mereka sendiri. Awalnya ada beberapa orang yang tak mau tapi apalah daya dari pada tak makan bukan.Setelah makan sore tadi ada beberapa siswa yang di panggil untuk mengikuti pelatihan upacara api unggun. Siswa yang menjadi petugas di pilih secara acak. Di regu mereka di pilih dua orang yaitu Disa dan Yara.Sebentar lagi upacara pengucapan Dasa Dharma pramuka dan Tri Satya pramuka. Para siswa di suruh untuk berjongkok dengan posisi siap mengucapkan sumpah.Awalnya kegiatan pada malam itu berjalan dengan lancar hingga ada kejadian tak terduga terjadi. Tiba-tiba api unggun yang ada di tengah-tegah mer
Sudah satu minggu setelah kejadian itu, dan Fia sudah tak sesedih kemarin dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Yara.Dia juga sesekali mampir ke rumah Yara untuk menjenguk mama Yara atau di ajak adik Yara untuk mampir ke rumah. Dengan senang hati Fia menerima ajakan adik Yara.Satu yang membuatnya heran, kenapa orang tua Sasa tak pernah sekali pun mencari keberadaan sang anak yang hilang bagaikan tertelan bumi? Dan ternyata Fia mendapat satu fakta yang tak terduga, Sasa adalah anak dari papanya dengan selingkuhannya, sebab itu mereka tak peduli dengan sosok Sasa, bahkan saat ini orang tua Sasa sedang menyiapkan sidang penceraian mereka.Fia yang mendengar cerita itu hanya memasang raut wajah sedih dan prihatin.Tapi, walau orang tua tak mencarinya, masih ada Alvin yang menanyai keadaan Sasa dan menanyakan kondisi Sasa kepada Fia. Seperti menanyakan ‘Sasa di mana ya? Bagaimana kondisinya? Kenapa dia menghilang tanpa memberi kabar?’ dan di jawab Fia dan Yuan dengan mengangkat b
Yuan yang melihat tingkah lucu Fia hanya memasang raut wajah gemas dan senyum geli.“Ayo” ucap Yuan sambil menatap Fia dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya.“Iya” balas Fia dengan lesu dan dengan malas Fia membuka pintu mobil. Fia keluar dan di sambut oleh Yuan dengan senyum kecil.Yuan memegang tangan Fia dengan lembut dan membawanya ke arah pintu rumah. Mereka memasuki rumah Fia dengan kerutan di dahinya.Bagaimana tidak, di depan mereka sudah berkumpul keluarga Fia. Fia yang melihat keluarganya yang sedang canda tawa hanya memasang raut wajah datar dan sorot mata ke tidak sukaan.Yuan yang tahu akan pikiran Fia hanya bisa menguatkan pegangannya di tangan Fia dan memberi usapan kecil di punggung tangannya.“Fia, sini sayang” ucap salah satu bibinya dengan senyum mengembang indah.Fia yang mendengar panggilan dari sang bibi hanya diam membisu dan masih di tempatnya dengan raut wajah datar.“Fia?” kata sang bibinya lagi dengan kerutan di dahinya.“Ada apa ini?” tanya Fia den
Pemakaman Yara berjalan dengan sangat hikmat, banyak orang yang meneteskan air mata saat melihat peti Yara memasuki lian lahat.Fia mengikuti acara pemakaman dengan raut wajah datar dan sorot mata kesedihan. Dia berada di samping mama Yara. Mama Yara yang memintanya untuk di sampingnya dan Fia hanya menurut tak bisa membantah. Dengan langkah pelan keluarga Yara mulai menjauh dari mekan Yara. Mama Yara sudah mengajak Fia untuk pulang tapi Fia menolaknya, dia ingin menetap di sini untuk beberapa saat.Fia menatap ke arah gundukan tanah di depannya dengan sorot mata kepedihan. Dia masih merasa bersalah dengan Yara, tak jauh dari tempatnya berdiri ada sosok Disa yang menatap ke arah gundukan di depannya dengan air mata yang masih mengalir.Fia menatap ke arah Disa dengan senyum kecil dan berjalan ke arah Disa dengan perlahan.“Ayo” ajak Fia sambil memegang pundak Disa dengan senyum kecil di bibirnya.Disa menatap ke arah Fia sebentar dan kembali menatap ke gundukan tanah tadi setelahnya
Hari pemakaman Yara, Fia datang dengan Yuan di sampingnya. Dia sudah membulatkan tekatnya, entah di terima atau tidak kehadirannya di sana. Niatnya untuk mengantarkan Yara ke peristirahatan terakhirnya, sebagai bentuk terima kasih dan penyesalan.Fia berjalan memasuki ambang pintu rumah Yara, saat dia masuk matanya sudah melihat banyak orang di sana dan tak lupa peti jenazah Yara yang di kelilingi oleh keluarganya. Sanak saudara berhilir mudik dan bergantian melihat wajah Yara untuk terakhir kalinya. Sosok Yara terlihat sangan memukau di hari terakhirnya sebelum di kebumikan.Fia mulai berjalan memasuki rumah Yara dengan Yuan di belakangnya. Mereka berdua memakai baju berwarna hitam polos tanpa ada corak seperti yang lainnya.Saat Fia memasuki rumah Yara, ada beberapa pasang mata yang menatap ke arahnya tapi tak dia anggap.Dengan langkah pelan, Fia mendekat ke arah peti Yara, saat langkah kakinya semakin dekat dengan peti Yara berada tiba-tiba langkahnya terhenti saat sosok mama Yara
“Semua ini di sebabkan oleh saya” ucap Fia setelah menguatkan dirinya untuk jujur.Saat mendengar perkataan Fia barusan, membuat pandangan mama Yara langsung tertuju ke arah Fia.“Apa maksudmu?” tanya Mama Yara dengan sorot mata tak bersahabat.“Yara meninggal karena saya, dia mengorbankan nyawanya untuk saya,” ucap Fia terhenti sejenak untuk mengambil nafasnya karena dadanya terasa sesak.“Dia melindungi saya dari tusukan yang seharusnya saya terima, seharusnya saya yang berada di posisi Yara” ucap Fia dengan tertunduk dalam.Mama Yara yang mendengar perkataan Fia hatinya merasa marah, bahkan tangannya terkepal sangat erat. Dengan langkah cepat dia berjalan ke arah Fia dan menamparkan begitu keras untuk melampiaskan kemarahannya.Plak!Sang suami yang melihat tingkah sang istri merasa sedikit terkejut dan mencerna semua kejadian tadi, ucapan Fia tadi kembali mengulang di otaknya.“Pembawa sial!” ucap Mama Yara di depan wajah Fia.“Mah!” ucap sang suami saat sadar akan keterkejutannya
Lama Fia dan Yuan berpelukan hingga Fia melepaskan pelukan itu, dengan raut wajah sembab Fia menatap Yuan.“Makasih” gumam Fia dengan senyum tulus.“Hm” balas Yuan sambil mengelus rambut Fia dengan senyum simpul.“Ayo” ajak Yuan sambil menggenggam tangan Fia dan menuntunnya masuk ke dalam ruangan tadi.Di dalam ruangan ada sosok Disa yang menangis sesegukan sambil menatap sosok Yara yang terbaring kaku di depannya.Fia berjalan mendekat ke arah Yara dan menggenggam tangannya pelan.“Maaf” ucap Yara dengan lirih dan sorot mata sedih.‘Maaf, semua ini gara-gara gue Yar. Andai dulu lu gak deket sama gue, andai lu gak ngelindungi gue pasti lu masih ada di sini’ batin Fia dengan senyum getir.“Gue bener-bener minta maaf” ucap Fia penuh sesal.Suara hening mulai mengisi ruangan tadi, Disa yang menangis dalam diam sedangkan Yuan dan Fia menatap ke sosok Yara dengan raut wajah sedih.Tak lama, suara langkah kaki terdengar di dalam ruangan tadi. Dengan refleks mereka melihat ke sumber suara, d
Mereka masih di posisinya, dengan pemikiran masing-masing. Sedangkan Ridwan sedikit menjauh untuk memberi kabar orang tua Yara akan kondisi anaknya. Setelah memberi kabar orang tua Yara , Ridwan mulai memberi kabar keluarganya tentang keberhasilan Fia. Kabar yang di beri tahukan Ridwan membawa kebahagiaan di keluarganya.Beberapa menit kemudian pintu UGD mulai terbuka, terlihat sosok berjas putih keluar dari ruangan dengan raut wajah penuh penyesalan.“Bagaimana keadaan teman saya dok?” tanya Disa sambil berjalan mendekat ke arah sang dokter. Dalam diam Fia berjalan mengikuti langkah Disa.“Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan mempunyai jalan yang lebih baik. Maaf, Tuhan berkehendak lain, teman adik dinyatakan meninggal karena telat akan penanganan yang seharusnya dia terima. Teman adik terlalu banyak kehilangan darah” ucap sang dokter dengan raut wajah lesu, karena pasiennya gagal untuk dia selamatkan.“Gak, dokter pasti salah” ucap Disa dengan raut wajah tak percaya dan memu
Fia mulai membuka matanya dan menatap ke arah Disa dengan raut wajah serius.“Dis” panggil Fia tanpa emosi.“Iya?” balas Disa dengan raut wajah heran.“Pegang batu ini dan baca mantra yang tertulis di sini” ucap Fia sambil menatap ke arah Disa dengan raut wajah masih sama.“Kenapa?” tanya Disa dengan raut wajah heran.“Ini kunci keluar dari sini” balas Fia apa adanya.“Oke” balas Disa dan mulai berjalan mendekat ke arah Fia. Tanpa membutuhkan waktu lama Disa mulai membaca mantra yang ada di batu tadi. Mantra tadi tertulis dengan aksara Jawa, dan entah kenapa Disa dengan lancar mengucapkannya, setiap kata terdengar sangat jelas.Tak lama cahaya di batu tadi semakin terang, cahaya yang tadinya putih berubah menjadi abu-abu. Tak lupa ada juga beberapa kunang-kunang yang hadir mengelilingi mereka.Fia yang melihat pemandangan di depannya sedikit menatap dengan sorot mata memuja. Tak lama, cahaya tadi mulai redup dan mereka sudah berada di luar gerbang sekolah.“Kondisinya semakin memburuk
Fia yang mendengar jeritan Sasa hanya menatapnya dengan raut wajah tanpa emosi.“Fia tolongin gue” ucap Sasa dengan raut wajah memohon ke arah Fia.“Gue gak bisa” balas Fia dengan acuh tak acuh.“Gue minta maaf, gue ngaku gue salah. Gue mohon bantu gue, lepasin gue dari rantai ini” ucap Sasa dengan air mata yang menetes melewati pipinya.“Gue gak bisa, itu bukan kemampuan gue” balas Fia apa adanya.Tak lama dari itu Fia mulai mendengar jeritan tak jauh darinya.“Yara!” ucap Disa saat baru saja bangun dari pingsannya, dan saat dia membuka mata pandangan pertamanya adalah sosok Yara dengan darah di tubuhnya. Dengan raut wajah panik Disa menatap ke arah Yara.“Yar, aku minta maaf jangan kayak gini” ucap Disa sambil menepuk pipi Yara beberapa kali.“Dia akan mati kalau gak ambil tindakan dengan cepat” ucap Fia dengan raut wajah tanpa emosi.“Yuan, boleh minta tolong? Tolong gendong Yara, karena gak mungkin kalau gue atau Disa yang gendong” ucap Fia sambil menatap ke arah Yuan dan di anggu