Di dalam ruangan Prabujaya terlihat duduk bersandar di kursi kerjanya. Tangannya terlipat di depan dada sementara tatapannya lurus menyelidiki putra sulungnya."Kalian boleh pulang," ucap Prabujaya. Suaranya begitu tenang di luar, sementara hatinya sedang berkobar karena marah.Manager dan sekretaris itu langsung pergi dari hadapan Prabujaya. Keduanya bahkan tidak berani untuk sekedar melirik pada Rangga.Menyadari ada sesuatu yang tidak beres, Rangga langsung duduk di hadapan sang ayah kemudian mulai bertanya. "Ada masalah apa?"Mendengar pertanyaan dari putranya, Prabujaya lantas bertanya dengan dingin, "Kenapa bisa terjadi masalah yang begitu besar di perusahaan? Apa yang selama ini kau lakukan di luar sana? Perusahaan mendapatkan kerugian besar dari komplain barang ekspor dan kau tidak mengatakan apapun padaku?"Mendengar dirinya sedang disudutkan, Rangga berusaha untuk tetap tenang meskipun bulir keringat jatuh di keningnya di dalam ruangan bersuhu dingin."Maaf, Pa ... aku pikir
Daniel memilih duduk berseberangan dengan majikannya. Dia makan dengan kaku sambil sesekali melihat pada Prabujaya.Suasana begitu hening. Kepala pelayan berdiri di belakang Prabujaya sementara pelayan lain di sisi Daniel."Aku naik dulu." Suara Prabujaya memecah keheningan saat dia bersiap untuk berdiri dan pergi meninggalkan mereka.Daniel mengangguk dan berkata, "Silahkan, Tuan. Semoga anda tidur nyenyak malam ini."Garis lengkung tipis tergambar di wajah Prabujaya.Dia berjalan dengan perlahan, kedua tungkai kakinya masih belum kokoh seperti dulu. Rasanya sudah terlalu lama dirinya tergeletak di atas kasur hingga membuat seluruh sendi di tubuhnya menjadi kaku.Dengan tangan merayap di dinding, Prabujaya akhirnya sampai di kamarnya. Kamar besar itu terlihat kosong dan hening.Sejak keributan besar lima belas tahun silam, Liana akhirnya memilih untuk keluar dari rumah besar di River Villa.Wanita yang dia nikahi itu membawa serta putra mereka saat Rangga baru berusia lima tahun, me
Dada Liana terasa sesak dan detak jantungnya berdetak semakin cepat.Pikirannya menebak-nebak maksud ucapan Prabujaya.Apa dia benar-benar sudah tahu semuanya? Apa mungkin dia tahu siapa yang telah membunuh perempuan jalang itu? Itu sebabnya dia membawa pulang anak sialan itu? Liana membatin.Pembuluh darah di wajah Liana terlihat jelas saat kemarahan menguasainya. Tangannya memutih karena dikepal dengan kuat.Prabujaya berdehem pelan. Kerah bajunya dilonggarkan sedikit untuk melepas gerah yang tiba-tiba dirasakannya."Apa kamu terkejut? Sudahlah, berhenti pura-pura di depanku, Liana. Lebih baik kamu menjaga putramu itu agar jangan melakukan kesalahan yang sama," ucap Prabujaya mengingatkannya."Putraku? Dia juga putramu!""Tentu saja. Tapi jika dilihat-lihat, dia lebih mirip denganmu daripada aku."Liana berdecih, merasa jijik dengan suaminya yang jelas-jelas telah selingkuh di belakangnya."Itu lebih baik daripada mirip denganmu. Laki-laki tukang selingkuh sepertimu tidak pantas unt
Dua orang itu duduk saling berhadapan. Sama-sama diam menunggu siapa yang akan mulai bicara lebih dulu."Bagaimana kabarmu, Nak?" Pria paruh baya itu membenarkan letak kacamata di hidungnya."Saya baik, Pak. Bahkan jauh lebih baik dibanding dulu," jawab Er santai."Ya, saya bisa lihat, kamu sudah banyak berubah sekarang. Sudah tidak seperti anak gendut dengan pipi chuby seperti waktu itu." Purnawirawan polisi itu menengadah, bola matanya berputar. Dia tersenyum saat mengingat kenangan lama tentang Erlangga kecil yang sangat ketakutan saat itu.Bahkan untuk mengangkat kepalanya saja Erlangga sangat takut.Erlangga yang masih polos selalu waspada pada setiap orang yang datang untuk bertemu dengannya.Bibir Er melengkung."Semua ini berkat Ayahku. Andai saat itu mereka tidak membawa saya pergi dari panti itu, mungkin tidak akan ada saya yang sekarang."Pria tua itu mengangguk setuju kemudian berkata, "Kamu beruntung, Nak. Bagaimana kabar Ayahmu?""Dia baik," sahutnya pendek."Syukurlah
"Untuk apa kamu ke sini? Aku sedang tidak ingin melihatmu." Er duduk di kursinya sambil meraih gelas anggurnya.Rangga menyeringai kemudian mulai berbicara, "Seharusnya aku yang katakan itu padamu. Untuk apa kau datang ke sini? Ini bukanlah rumahmu. Sejak awal tidak ada yang menginginkanmu di rumah ini. Lintah sepertimu tidak pantas menyandang nama baik Prabujaya Pamungkas." Rangga menatapnya dengan dingin.Er tidak membalas ucapannya. Dia menahan kemarahannya hingga membuat wajahnya memerah.Masih merasa tidak puas, Rangga kembali melanjutkan ucapannya untuk memprovokasi Erlangga.Saat ini dia hanya ingin membuat Er terlihat buruk di mata semua orang."Aku dengar Papa memungutmu dari panti asuhan. Apa itu benar? Aku tidak yakin darah seorang Prabujaya mengalir di tubuh kurusmu itu, karena Mamaku tidak pernah melahirkan anak lain selain aku. Dan jika itu benar, berarti kau adalah anak haram Papaku dengan wanita simpanannya yang selama ini berusaha mencuri semua harta milik Papaku yang
Erlangga mengenakan pakaiannya lalu turun ke ruang makan.Raungan suara perutnya yang lapar cukup mengganggu pendengarannya. Sangat memalukan jika ada orang lain yang ikut mendengarnya."Selamat pagi, Pa. Aku minta maaf telah membuat kalian menungguku untuk sarapan. Hari ini aku terlambat bangun karena kepalaku sedikit sakit." Erlangga menyapa ayahnya dengan sopan saat berjalan pelan menuju kursinya."Apa yang terjadi? Apa kamu habis minum semalam?" Prabujaya bertanya."Mm ... " Erlangga mengangguk.Prabujaya menghela napasnya pelan. Matanya teduh memandang Erlangga. Merasa iba dengan dengan keadaan putranya."Apa kamu sudah bertemu dengan Bu Helen?"Erlangga kembali mengangguk. Dia kini tahu alasan dibalik wajah familiar wanita tua itu."Mulai hari ini, Ibu Helen akan tinggal di sini untuk menemanimu. Papa harap kamu bisa bersikap baik padanya.""Aku tahu."Erlangga langsung menyuapkan makanan ke dalam mulutnya karena perutnya mulai kram.Dia tidak perduli hidangan apa yang mereka si
Raut wajah Daniel seketika berubah setelah sebuah panggilan telepon yang diterimanya berakhir.Dia berjalan pelan mendekati meja Prabujaya dan mulai berbicara dengan hati-hati. "Maaf, Tuan ... ada berita buruk ..." kata Daniel lalu diam sejenak untuk mengambil napas dalam, "Tuan Muda saat ini ada di rumah sakit. Seseorang mencoba untuk mencelakainya."Seketika wajah Prabujaya menggelap. Dia memukul meja kerjanya dengan keras hingga membuat seluruh sendi di tubuh Daniel ikut gemetar."Aku sudah perintahkan kau untuk menjaganya. Kenapa bisa terjadi hal seperti ini?" Prabujaya membentak asistennya itu.Rahang Prabujaya mengerat. Dia berjalan keluar dengan tinju yang terkepal kuat.Dengan langkah terburu-buru, Prabujaya mengejar putranya di ruangannya. Kedua matanya merah padam.Suara hantaman tinju Prabujaya terdengar saat beradu dengan wajah Rangga yang masih terlihat agak memar. Pukulan itu kini menambah rasa sakit di wajahnya."Dasar anak sialan! Kenapa kau begitu memalukan? Apa kau h
Liana kembali ke kamarnya. Ponselnya tertinggal di atas meja riasnya.Perasaannya tidak menentu saat ini. Kejadian tadi telah membuatnya sangat khawatir.Liana menekan nomor Rangga dan menghubunginya. Hanya itu yang bisa dia andalkan saat ini."Halo, Nak. Apa Mama mengganggumu?" Liana berkata begitu telponnya terhubung."Tidak. Aku tidak sedang di kantor sekarang?" sahut Rangga di ujung sana.Kening Liana berkerut. "Hei, ini sudah lewat jam makan siang. Apa kamu sedang bertemu dwngan klien? Kalau begitu, Mama akan menutup telponnya.""Bukan begitu. Aku hanya sedang tidak bersemangat hari ini.""Kenapa? Apa kamu ribut dengan Papamu lagi?" tanya Liana khawatir."Tidak ada. Hanya sedikit salah paham saja. Jangan khawatir, aku pasti bisa menyelesaikannya," kata Rangga. Suaranya terdengar sangat meyakinkan."Oh, baiklah. Jangan terlambat pulang karena Mama ingin makan malam bersamamu.""Baiklah. Aku akan mengajak Viona juga.""Hm..." Liana tersenyum hambar, kemudian menutup telponnya.Rang
"Apa kau sudah dapatkan apa yang aku perintahkan padamu?" Prabujaya bertanya tanpa menoleh. Pria paruh baya itu terus berjalan menuju meja kerjanya.Asistennya, Daniel, mengikutinya dan berhenti tepat di depan meja kerja Prabujaya."Putri Ilham Samudera datang untuk mendengar hasil putusan pengadilan. Saya tidak tahu bagaimana dia bisa mengetahui kabar itu, tapi seseorang pasti telah memberi gadis itu informasi. Dan saya yakin ini adalah ulah Tuan Muda Erlangga," jawab Daniel tegas."Apa kau telah memeriksanya dengan jelas?" Ada tekanan di dalam suara Prabujaya."Tentu saja, Tuan. Saya bisa memastikan semua itu benar," jawab Daniel tegas. "Tapi ada hal yang lebih penting yang harus saya sampaikan. Ini mungkin sedikit mengejutkan, tapi anda harus mengetahuinya." Daniel berusaha memperjelas situasinya."Hal penting apa?" Raut wajah Prabujaya langsung berubah. Matanya menyipit tajam."Ternyata Tuan Muda telah beberapa kali bertemu dengan putri Ilham Samudera dan berusaha untuk mendekat
Pukul tujuh tiga puluh pagi, Komplek River Villa.Erlangga terlihat turun dari kamarnya dengan pakaian rapi. Senyum di wajahnya mengembang, membuatnya terlihat menawan pagi ini.Hari ini sudah diputuskan bahwa Erlangga akan kembali ke perusahaan, melakukan pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Tetapi haris ditinggalkan dengan setumpuk alasan yang cukup masuk akal.Er sudah bertekad untuk melupakan semua yang telah terjadi selama beberapa hari terakhir. Namun, bukan berarti dia telah melupakan obsesinya untuk mendapatkan Viona. Gadis itu tetaplah menjadi maskot kemenangannya."Selamat pagi semuanya." Er menyapa semua orang di ruang makan. Wajahnya sangat cerah pagi ini, membuat Prabujaya berdehem pelan karenanya.Nyonya Helen yang berdiri tak jauh dari Prabujaya juga menatapnya heran penuh curiga. Rasanya sangat aneh dan sulit untuk dipercaya bahwa anak asuhnya akan berubah hanya dalam satu malam. Seakan-akan tidak pernah ada yang terjadi kepadanya."Ehem ... sepertin
"Bukankah Erlangga pergi ke persidangan hari ini? Untuk apa gadis itu mencarinya? Sejak kapan mereka dekat? Apa kau mengetahui sesuatu?"Nyonya Helen tidak berharap Prabujaya akan bertanya tentang hal itu padanyaMeski pria tua itu memaksanya untuk bicara, Nyonya Helen juga tidak tahu harus menjawab apa padanya."Saya juga tidak tahu, Tuan. Nona Viona hanya mengatakan ingin bicara dengan Tuan Muda. Tapi dia tidak menjelaskan alasannya. Bahkan saat saya memintanya pulang, dia menolaknya.""Apa mereka sudah bertemu tadi? Apa yang mereka bicarakan?""Maaf, Tuan ... saya tidak mendengarnya karena saat itu Tuan Muda minta untuk dibuatkan minuman hangat. Dan saat saya kembali, Nona Viona sudah pergi."Suara helaan napas panjang terdengar dari mulut pria tua itu.Prabujaya tidak percaya sepenuhnya pada wanita itu, tetapi dia juga tidak dapat memaksanya untuk bicara sekarang."Apa Elangga ada di kamarnya?"Wanita itu mengangguk. "Ya, Tuan. Tuan Muda ada di kamarnya."Prabuajaya berdiri. Dia me
"Tuan Muda, boleh saya masuk?"Suara panggilan Nyonya Helen bergema diikuti oleh suara ketukan di pintu kamar Erlangga. Namun, tidak ada jawaban.Wanita paruh baya itu mendorong pintu kamarnya dengan lembut lalu masuk ke dalam kamar dengan hati-hati.Saat ini, Erlangga baru saja keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Cuaca dingin ditambah suhu kamarnya yang dingin sama sekali tidak berpengaruh padanya.Dia mengeringkan rambutnya kemudian melempar handuk berwarna putih itu dengan asal di atas ranjang. Dan ketika Erlangga berbalik, dia terkesiap ketika melihat Nyonya Helen sedang berdiri menatapnya. Kehadiran Nyonya Helen di kamarnya membuat jantungnya berdegup kencang."Kapan ibu masuk? Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?" "Saya sudah mengetuk tapi tidak ada jawaban. Karena khawatir, saya masuk untuk memeriksa," jawab Nyonya Helen.Er mengusap dadanya seraya menyentak napasnya kuat."Ada apa?" tanya Erlangga kesal."Saya hanya ingin bertanya untuk memastikan sesuatu. Apa and
"Apa kau melihat gadis tadi? Bukankah itu Viona, tunangan Rangga?" tanya Prabujaya. "Kenapa dia lari terburu-buru?"Daniel langsung menoleh ke belakang dan melihat gadis yang dimaksud oleh Prabujaya sedang berlari keluar rumah sambil menangis.Dia langsung mengenali gadis itu sebagai putri dari Ilham Samudera dan Delia."Itu memang Nona Viona, putri dari Tuan Ilham. Tapi untuk apa dia datang ke sini?" ucap Daniel. Dia mencoba menebak-nebak apa yang baru saja terjadi ketika mereka sedang tidak berada di rumah.Prabujaya menoleh pada asistennya sambil berkata, "Itu adalah tugas untukmu. Cari tahu apa yang terjadi pada gadis itu!""Baik, Tuan," jawab Daniel.Tanpa membuang waktu, Daniel segera meninggalkan rumah itu. Dia segera masuk ke dalam mobil dan mulai mengejar Viona yang telah berada cukup jauh di depan.Hujan lebat tak membatasi gadis itu untuk mengemudikan mobilnya. Suasana hatinya yang buruk telah menyulapnya menjadi raja jalanan secara mendadak.Viona dengan sengaja menyeret d
Ada apa? Untuk apa Ibu Helen menelponmu?""Ada wanita yang datang ke rumah mencari anda?""Wanita? Siapa?" Sepasang alis hitam milik Erlangga tertarik ketika keningnya berkerut."Entahlah, saya juga tidak tahu. Nyonya Helen tidak mengatakan apapun tadi."Erlangga memutar matanya, menebak-nebak sosok wanita yang sedang menunggu kedatangannya.Sejauh ini, Er hanya mengenal dua orang wanita saja sejak dirinya kembali ke negaranya."Sylvia? Tidak mungkin! Dia sama sekali belum mengetahui siapa aku sebenarnya. Bagaimana mungkin dia tahu aku tinggal di sana?" Erlangga berbicara pada dirinya sendiri."Apa mungkin wanita itu adalah Nona Viona?" celetuk Alex dari kursi depan.Pikiran Erlangga langsung teralihkan.Ketika mendengar Alex menyebut nama gadis itu, Erlangga teringat kembali pada percakapan antara dirinya dan Viona sehari sebelumnya.Er tidak menyangka, hati gadis itu akan tergerak karena perkataannya."Ayo, buruan! Kita harus tiba lebih dulu dari mereka. Aku tidak ingin Papa bertemu
"Siapa?""Pak Hamdan. Apa anda mengenalnya, Pak?" Pak Hasan balik bertanya. Matanya menelusuri setiap perubahan raut di wajah Alex ketika keningnya mulai berkerut."Pak Hamdan? Tentu saja saya kenal dengannya. Dia adalah orang yang telah membantu Tuan Muda kami, tanpa dia mungkin kasus ini akan tetap tersimpan rapat-rapat. Tidak perduli meskipun kami memiliki banyak bukti untuk membuat mereka mendekam di penjara, tanpa bantuannya semua akan sia-sia." Alex berbicara dengan suara rendah untuk menghindari orang yang ingin mencuri dengar.Dia lantas menghembuskan napasnya kuat ke udara, sementara pikirannya melayang membayangkan saat-saat dimana dirinya melakukan banyak hal bersama tuannya untuk mendapatkan semua bukti yang mereka miliki sekarang."Akhirnya ... Tuan Muda Erlangga bisa lebih tenang menjalani hidupnya sekarang," ucap Alex dengan perasaan lega."Syukurlah. Tidak disangka Erlangga mampu melewati semuanya dengan sabar ya, Pak. Jika saja Olivia masih hidup, dia pasti akan sanga
Kemunculan keluarga Pak Hasan bersama beberapa warga desa berhasil mencuri perhatian beberapa pencari berita yang telah menunggu di depan pintu ruang sidang.Rombongan warga desa itu terlihat turun dari sebuah mobil keluaran lama dan berdiri menunggu di depan pintu untuk dipersilahkan masuk.Akan tetapi, tak seorang pun dari wartawan itu bergerak untuk mengejar mereka karena berpikir bahwa keluarga Pak Hasan hanyalah warga biasa seperti yang lainnya.Hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh Pak Hasan. Laki-laki itu dan istrinya pelan-pelan berpisah dari rombongan untuk mencari Erlangga."Permisi, Pak. Kapan sidangnya akan dimulai, ya?"Pak Hasan mendekati seorang petugas berseragam coklat yang baru saja keluar dari sebuah ruangan di samping ruang sidang untuk bertanya padanya."Mungkim sekitar satu jam lagi," jawab petugas itu.Saat dia akan pergi, Pak Hasan menahannya dan kembali bertanya padanya."Tunggu, Pak. Apa Erlangga sudah tiba di sini?""Erlangga? Maaf, Pak ... saya tidak kenal.
Daniel mencoba mengabaikan wajah sendu Vionaà sebelum suasana di ruangan itu terkena imbasnya.Dengan suara tegas, Daniel kembali bertanya pada gadis itu. "Bisa beri tahu saya lebih detail apa yang dia katakan pada anda, Nona?"Mata VIona melebar.Entah mengapa Viona merasa bahwa asisten Tuan Prabujaya tidak mempercayai ucapannya.Karena itu, Viona melempar ponselnya dengan kesal di atas meja."Kau bisa baca sepuasnya!"ucap gadis itu lantang, kemudian berlalu dari ruangan itu untuk bersembunyi di kamarnya yang tenang.Semua orang di ruangan itu tercengang dengan aksi Viona yang tiba-tiba.Mereka menatap kepergiannya hingga tubuh Viona perlahan menjauh dan menghilang dari pandangan."Saya minta maaf, Tuan Ilham. Saya harus lakukan ini demi kebaikan Nona Viona." Daniel segera mencari alasan sebelum kedua orang tua gadis itu mulai menyalahkannya."Jangan diambil hati. Putriku sangat sensitif akhir-akhir ini. Lakukan saja apa yang harus kau lakukan."Daniel mengangguk.Dengan perasaan be