"Jangan pernah memasukkan wanita lain ke dalam rumahmu Jika ipar saja maut, apalagi sebatas sahabat?"
"Hai, sorry ya, udah waiting aku?" sapa Oma Siska saat bertemu dengan geng sosialitanya."Nggak apa-apa," ujar Oma Rina, sambil mereka kiss-kiss manja ala oma-oma."Demi hangout bareng kalian nih, aku sampai bawa cicitku. Nggak masalah kan?" tanya Oma Siska pada geng sosialita oma cantiknya."Oh, nggak apa-apa.""Eh, kalian tahu nggak, dirumah anakku lagi rame joget-joget, apa gitu aplikasinya," kata Oma Rindu bercerita."Alia tahu. Itu tiktok!" ujar Alia ikutan nimbrung."Ooo ... tiktok," jawab mereka bersamaan."Yuk, Alia ajarin!""Yuk, boleh nih!"Alia mengambil gawainya dan mulai membuka aplikasi itu dan mengajak oma-oma cantik itu berjoget layaknya ABG.Oma Siska pun ngambeg dan mengajak Alia pulang.****"Kamu ganti baju pakai bajuku dulu ya," ujar Amaliya pada Eliza saat mereka sampai di rumah megah Amaliya dan Mihran.Eliza pun mengangguk."Sayang, aku antar Eliza ke kamar tamu dulu ya," kata Amaliya. Mihran pun mengangguk.Amaliya pun memberikan baju ganti pada Eliza dan berpamitan keluar agar sahabatnya itu bisa menenangkan diri sejenak.Eliza masuk ke kamar mandi dan membuka shower.Eliza pun membiarkan tubuhnya basah tersiram air yang mengalir dari shower. Ia pun membiarkan baju pengantin itu tetap terpasang.Eliza menangis sesegukan.Kata-kata Mihran sesaat sebelum pernikahannya terus saja menghantui Eliza. Juga bayangan kemesraan yang ditunjukkan Amaliya dan Mihran dihadapannya. Sungguh menyakitkan."Betapa beruntungnya kamu, Amaliya. Kamu punya segalanya. Karir yang bagus, keluarga yang menyayangimu, anak dan suami juga cinta yang utuh ...."Eliza pun meluruhkn tubuhnya ke lantai. Dengan shower yang tetap menyala, ia biarkan tubuhnya terus dialiri air, sama seperti airmatanya yang terus mengalir."Andai kamu tahu, Amaliya, alasanku menangis ... Aku menangis karena tinggal selangkah lagi aku melupakan suamimu tetapi semuanya gagal, hancur berantakan. Dihadapanmu dan dihadapan Mihran, aku hanya orang yang patut dikasihani. Apa ini akan selalu menjadi kejadian tragis dan menangis dihadapan kalian."****"Sayang, kamu benaran mau tidur sama Eliza?"Mihran layaknya anak kecil yang sedang marah saat keinginannya tidak terpenuhi. Wajahnya kesal."Sayang, kamu jangan kayak anak kecil ah. Aku cuma mau mastikan malam ini dia tenang. Kamu tahu kan, hari ini banyak hal berat yang dia lewati," bujuk Amaliya mencium kening suaminya."Ya udah deh," ujar Mihran. Setengah hati ia pun mengijinkan dan tersenyum juga membalas mencium kening Amaliya.Alia pun masuk ke dalam rumahnya. Oma Siska yang marah pun hanya mengantarnya tanpa ikut turun dari mobilnya."Tante siapa?" tanya Alia sambil menarik ujung baju Eliza."Hei, ini pasti Alia. Tante Eliza, kawannya Bunda," ujar Eliza mengulurkan tanggannya. Alia bersikap dingin dan berlari.Di depan kamarnya, Alia pun mengeluarkan gawainya. Ia mencoba menghubungi Oma buyutnya. Tetapi panggilan Alia tidak juga digubris oleh sang Oma yang masih marah karena merasa dicuekin saat dicafe tadi."Alia telepon Oma ya? Tante kangen deh sama Oma," tegur Eliza, membuat Alia kesal."Tante ikutin Alia ya?" ujar Alia mendengus."Nggak kok. Alia, Tante Eliza kan sementara akan tinggal di sini, boleh nggak kita jadi akrab?" bujuk Eliza.Tanpa menjawab, Alia pun masuk ke dalam kamarnya. Eliza pun tersenyum melihat tingkah gadis kecil yang menggemaskannya itu.Di dalam kamar AliaAlia terus berusaha menghubungi Oma Siska. Akhirnya usaha itu pun membuahkan hasil.[Hallo, kenapa?]Oma Siska masih ketus menjawab panggilan cicit kesayangannya itu.[Oma, please deh! Jangan suka pura-pura benci! Alia mau curhat nih Oma. Oma, sekarang Tante Eliza tinggal di rumah Alia]Info dari sang cicit membuat kuping Oma Siska pun panas.[Whaaaaaaattttt????]Oma Siska pun menahan gemuruh amarahnya dan mematikan gawainya."Lihat saja nanti!" gumam Oma.****"Kamu mau tidur sama aku?" tanya Eliza, saat Amaliya datang menghampirinya di kamar dengan membawa dua set mukena.Amaliya pun mengangguk"Aku kangen deh saat kita SMA dulu. Aku sering menginap di rumah kamu. Kamu dulu sering bilang kesepian karena kamu anak tunggal dan hanya berdua sama papa kamu di rumah," ujar Amaliya mengingat memori persahabatannya dengan Eliza semasa sekolah dulu.Eliza pun tersenyum."Sekarang kita salat bareng-bareng yuk sebelum tidur. Supaya hati kamu lebih tenang," ajak Amaliya.Amaliya dan Eliza pun mengambil wudhu.Eliza dan Amaliya pun salat. Selesainya, Amaliya dan Eliza pun sama-sama berdoa.Amaliya prayer'sYa Allah jagalah sahabatku. Jangan biarkan dia sedih berlarut-larut. Pertemukanlah dia dengan jodoh yang tepat Jodoh yang Engkau pilihkan untuknya. Sungguh, tidak ada kebahagiaan yang lebih indah saat aku melihatnya bahagia bersanding pria yang mencintainya .... "Eliza prayer'sYa Allah, selama ini hamba berusaha untuk mendapatkan cinta. Tetapi, hamba selalu gagal. Ada ruang kosong di hati hamba. Ruang yang dulu ditinggalkan seorang yang mati-matian hamba lupakan. Ya Allah, hamba mohon, berikanlah cinta ke dalam hidup hamba. Agar ruang kosong itu terisi oleh cinta yang mampu membuat hamba bahagia."Amaliya prayer'sYa Allah, pertemukanlah Eliza dengan cinta sejatinya ...."bersambung ...."Berhati-hatilah pada setiap wanita di luar, sekalipun itu sahabatmu sendiri."Amaliya sudah tertidur. Eliza terbangun karena ia haus. Eliza pun memutuskan keluar kamar sendiri tanpa membangunkan Amaliya yang terlihat lelah dan sudah pulas tertidur. Saat mengambil minuman, Eliza melewati ruang kerja Mihran. Terlihat, Mihran masih bekerja, walau sudah pukul 23.00."Bertahun-tahun aku bersembunyi darimu. Selama ini aku hanya melihat wajahmu yang tersimpan dalam kenanganku. Sekarang, kamu ada didekatku. Dan aku masih merasakan getaran yang sama saat memandangmu.""Aku harus pergi, sebelum Mihran melihatku," batin Eliza. "Hei, El, ngapain kamu disitu? Ayo sini, masuklah, kita ngobrol di sini," tegur Mihran. "Kamu kenapa belum tidur? Masih kepikiran soal tadi?" tanya Mihran sambil menyuruh Eliza duduk di dalam ruang kerjanya. Eliza hanya mengangguk. "Kamu sendiri kenapa belum tidur?" tanya balik Eliza pada Mihran. Mihran pun tertawa. "Kamu tahu nggak, selama 8 tahun menikah, baru ka
"Luka yang paling menyakitkan adalah saat mencintai dalam diam."Oma Siska datang ke rumah Amaliya dan Mihran. Bel pun dipencetAlia membuka pintu dan menyambut oma buyutnya itu dengan ceria. "Wah, Oma pasti mau baikan sama Alia kan? Sampai pagi begini udah datang? ujar Alia.Oma Siska langsung masuk tanpa menghiraukan perkataan cicitnya itu."Oma .... ""Oma datang ke sini bukan mau baikan sama kamu. Ayah sama Bunda kamu ke mana? Tante Eliza?" tanya Oma Siska memperhatikan sekeliling rumah Amaliya yang tampak sepi. "Ayah udah berangkat ke kantor. Tante Eliza juga udah pergi, nggak tahu ke mana. Kalau Bunda .... "Belum tuntas Alia menjawab, Amaliya datang mengambil segelas air dan terburu-buru untuk berangkat ke butiknya. "Amaliya, Eliza bisa nginap di rumah kamu ini gimana ceritanya?" tanya Oma Siska dengan wajah sedikit kesal. "Duh, Oma nanti aja ya ceritanya. Aku lagi buru-buru ditunggu sama klien. Lain kali aja ya. Dah, Sayang, Assalamualaikum," jawab Amaliya sambil mencium
"Tidak dikatakan beriman, sebelum Allah mengujinya.""Gimana hasil meetingnya?" tanya Amaliya, saat keluar kantor menggandeng mesra Mihran. "Tebak dong?" jawab Mihran tersenyum. "Kalau dari muka kamu sih, aku yakin meetingnya berhasil," kata Amaliya tertawa.Mihran pun tertawa"Pokoknya clientku langsung setuju waktu aku ngajuin Eliza jadi brand ambasador produknya," terang Mihran pada sang istri. "Kalau gitu, kamu harus terimakasih sama Eliza," ujar Amaliya tersenyum. Mihran dan Amaliya pun berpelukan."Elizanya di mana?" ujar Mihran."Coba kamu telepon, Sayang, tadi sih dia bilang mau ke rumah Papanya," ujar Amaliya. Mihran pun mengeluarkan benda pipih itu dari saku celananya. Sekali dua kali, tidak ada jawaban. Mihran pun mulai bertanya, Amaliya pun jadi khawatir. Amaliya pun mengeluarkan gawai dari tasnya untuk menghubungi Papa Eliza. [Hallo, Om, ini Amaliya. Eliza ada di sana?][Iya, tapi dia lagi ketemu sama Dygta]Amaliya pun menatap nanar ke arah Mihran. Mihran bingung,
Eliza membuat podcast"Terkadang kita sudah membuat rencana begitu rapi. Tetapi takdir menghancurkan segalanya. Seperti ombak memporak-porandakan istana pasir. Dan dia adalah ombak, karena aku selalu ada didekatnya. Istana pasirku akan hancur. Aku tidak punya pilihan lain lagi, selain menjauh darinya. Begitu selesai aku membantunya, aku akan kembali ke Amerika. Di mana ombaknya tidak dapat mencapaiku. Dan tidak dapat menghancurkan istana mimpiku.""Eliza!"Panggilan Mihran, membuat Eliza yang sedang asyik membuat podcast digawainya pun dibuat kaget. Mihran pun mendekati posisi Eliza yang kini sedang menikmati debur ombak pantai. "Kamu lagi apa?" tanya Mihran. "Nggak apa-apa. Gimana, setnya udah siap?" tanya Eliza mengalihkan pembicaraan. "Udah, Yuk!" ajak Mihran, menarik tangan Eliza menuju lokasi tempat mereka akan syuting. Rumah Mihran dan AmaliyaOma pun datang, berjalan perlahan, memperhatikan sekitar dalam rumah sang cucu yang nampak tak berpenghuni itu. "Liya, Liya .... "
"Takdir dapat merubah doa. Namun, saat mencintai pria beristri, apakah itu takdir Allah?"Sebelum melanjutkan, jangan lupa follow, subscribe and rate ya! Terimakasih atas dukungannya. Yang belum, jangan lupa subscribe biar author semangat update ya dan kalian nggak ketinggalan ceritanya ❤****"Kamu ini apa-apaan sih? Aku ini sudah punya istri, sahabat kamu sendiri! Nggak mungkin aku mengkhianati istriku!" Mihran pun beranjak pergi, meninggalkan Eliza begitu saja. Eliza yang merasa bersalah, akhirnya mengejar Mihran. Eliza setengah berlari dan berteriak memanggil Mihran hingga akhirnya Mihran menghentikan langkahnya. "Mihran, tunggu! Maaf, aku mencium kamu untuk membuktikan sesuatu," ujar Eliza yang kini berhadapan dengan Mihran. "Apa yang mau kamu buktikan?" tanya Mihran tegas, dengan wajajmh sedikit kesal. "Selama ini, aku pikir, aku mencintai kamu. Tetapi, setelah mencium kamu tadi, aku nggak merasakan getaran apapun. Itu tandanya aku nggak pernah mencintai kamu. Dan sekarang,
Rumah Amaliya"Alia, cepat siap-siap! Katanya mau ikut Bunda ke butik," teriak Amaliya yang sudah siap berangkat ke butik. Bel berbunyi"Siapa sih yang datang pagi begini, kayaknya nggak ngundang siapa-siapa," lirih Amaliya. Amaliya pun bergegas menuju pintuSaat Amaliya membuka pintu, ia pun kaget karena pagi itu ia kedatangan seseorang yang tidak diharapkannya. "Kamu .... "Amaliya terperanjat "Ngapain kamu datang ke sini? Kamu tahu dari mana alamat saya, Eh!" cecar Amaliya saat melihat ternyata Dygta, mantan tunangan Eliza yang kasar. Dygta yang datang mencari keberadaan Eliza pun yakin jika wanita yang telah meninggalkannya dihari pernikahan, ada di rumah Mihran, lelaki yang sangat dicintai Eliza. "Eliza, Eliza! Kamu di mana, Sayang?" teriak Dygta, berkeliling rumah Amaliya, mencari keberadaan Eliza. Teriakan Amaliya yang memintanya keluar pun tak digubrisnya. Dygta tidak perduli. Ia hanya ingin segera bertemu Eliza. "Eh, kamu jangan masuk sembarangan ya, saya nggak suka!"
Lokasi pemotretan Eliza"Aku harus melewati syuting terakhir ini. Aku harus bersikap professional agar Mihran tidak melihat kalau aku masih mencintainya. Aku harus terlihat biasa saja," batin Eliza. "Udah nih, Mbak. Semangat ya syutingnya," ujar Wita, asisten Eliza. "Eh, Mbak Wita itu make-up saya tolong dibawain ya jangan lupa," ujar Eliza berjalan sambil menengok ke arah asistennya. Tanpa sadar, ia bertabrakan dengan Mihran.Sesaat mereka beradu pandang "Aku harap kejadian kemarin tidak merubah persahabatan kita dan juga mood kamu bekerja hari ini," kata Mihran.Eliza berusaha tersenyum, "Kamu tenang aja. Aku bisa bekerja professional kok."Eliza berjalan terus meninggalkan Mihran yang masih menatapnya dari belakang. Eliza terus melangkah, meski ia tak bisa lagi menahan bulir bening itu jatuh. ****Rumah Amaliya"Bismillah. Semoga kali ini Oma uyut mau jawab telepon Alia. Tolong Alia, Alia takut," ujar Alia terisak. Rumah Oma SiskaOma Siska pun mulai merasakan kejanggalan meng
Pantai AnyerEliza says:"Kenapa hidupku jadi terombang-ambing seperti ini? Ke mana sebenarnya takdir membawaku. Kenapa betapa sulitnya aku berpisah dengan Mihran? Ya Allah, apa sebenarnya rencana-Mu padaku? Eliza termenung. Di sebuah batu besar, di atas bukit, ia merenungi nasib hidupnya yang terombang-ambing di antara cinta Mihran dan Amaliya. Ingin rasanya melepaskan, tetapi sulit baginya menghilangkan cintanya pada Mihran. Rumah AmaliyaAlia yang masih trauma atas kejadian Dygta yang datang dan hendak mencelakai sang Bunda pun ingin selalu ditemani tidur.Alia takut jika lelaki psikopat itu kembali datang saat ia tertidur pulas sendirian. "Alia takut kalau orang jahat itu datang lagi," ujar Alia, gadis cilik bermata bulat dan berpipi chubby.Amaliya pun berusaha menenangkan sang putri, "Alia nggak usah takut. Kita punya Allah. Allah yang akan jaga kita.""Sekarang kita salat bareng yuk. Kita berdoa meminta kekuatan dari Allah. Karena nggak ada kekuatan yang jauh lebih besar dar
Permintaan Eliza untuk pindah ke Amerika membuat Mihran dilema. Di satu sisi, ia ingin mempertahankan rumah tangganya bersama Eliza.Mihran tidak ingin gagal. Terlebih harus kehilangan Dhika jika ia tidak bisa menuruti semua keinginan istrinya itu. Hanya berserah pada Allah dan berdoa, tempatnya mencurahkan semua kegelisahannya."Ya Allah, Engkaulah yang lebih tahu apa yang terbaik buat kami. Jika kepindahan kami ke Amerika itu yang terbaik menurutmu, mudahkanlah ya Allah. Tapi jika itu bukan yang terbaik untuk kami, berikanlah jalan lain agar kami bisa hidup dengan tenang, aamin ...."Mihran menyelesaikan doanya, walau ia belum juga bergerak dari sajadah. Hatinya cemas. Perasaannya tidak menentu. Membayangkan harus tinggal jauh dari Jakarta. "Selama ini aku tinggal di Jakarta, aku selalu teringat Amaliya. Aku nggak bisa move on darinya. Apalagi sekarang ada Ayu yang sangat mirip dengan Amaliya.""Aku nggak boleh tergoda sama Ayu. Aku kapok. Aku nggak mau mengkhianati istriku lagi.
Arumi mencoba membujuk suaminya. Ia berharap jika sang suami mengubah keputusannya untuk mengajukan gugatan perceraian me pengadilan agama."Mas, tolong pikirkan lagi keputusan kamu, Mas," pinta Arumi memelas. Namun, sepertinya keputusan Taher sudah tak bisa diubah."Maafkan aku, Arumi. Keputusanku sudah bulat. Aku akan mengurus arsip perceraian kita agar aku juga bisa mengesahkan pernikahan aku dan Della," tutur Taher tegas.Jawaban suami yang telah didampingi puluhan tahun itu membuat Arumi syok. Ia tidak menyangka, jika suaminya itu lebih memilih cinta masa lalunya."Tega kamu, Mas. Tega kamu melakukan ini sama aku. Bunuh aja aku, Mas. Kamu bunuh aja aku sekalian. Bunuh, Mas!" teriak Arumi histeris.Teriakan Arumi yang terdengar nyaring akhirnya membuat Oma Siska bersama Malik dan Indah masuk ke dalam kamar Arumi. Terlihat pertengkaran itu membuat Arumi telah banjir air mata."Ada apa ini?"Oma Siska pun akhirnya menarik paksa anak lelakinya keluar dari kamar. Sedangkan Indah berus
Arumi yang mulai membaik akhirnya diijinkan pulang. Ditemani anak dsn menantunya, Arumi pulang ke rumah Oma Siska. Sesampainya di rumah, Oma pun menyambut hangat kedatangan anak perempuannya.Walau sudah ditalak oleh Taher, Arumi tetap tinggal di kediaman Oma Siska. Itu demi memenuhi keinginan mama mertuanya itu, setelah puluhan tahun menikah dengan Taher, Arumi telah dianggap anak oleh Oma Siska."Ma, mama istirahat di kamar dulu ya," ujar Indah. Indah pun memapah mama mertuanya untuk masuk ke kamarnya."Mama istirahat di sini dulu ya, Indah mau ambilkan makanan buat mama dulu," ujar Indah. Namun, belum saja melangkah Arumi langsung menarik tangan menantu perempuannya itu."Enggak usah, Indah. Mama enggak mau makan," sahut Arumi."Tapi mama harus makan, biar keadaan mama cepat pulih," bujuk Indah."Untuk apa, Indah? Toh mama sakit, papa kamu tidak perduli sama sekali. Sekalipun tidak mau menjenguk mama di rumah sakit," jawab Arumi dengan tatapan mata yang kosong.Indah pun terdiam. I
"Mel, kamu kok ke sini nggak bilang-bilang dulu?" ucap Ridho yang kaget melihat kedatangan Amaliya ke kantornya.Amaliya yang emosi mengetahui mamanya di celakai oleh Eliza pun mendatangi kantor Ridho dan ingin mengakhiri semuanya."Penyamaran ini harus segera di akhiri. Ini sudah terlalu lama, Ridho!" ucap Amaliya emosi."Kamu kenapa, Mel?""Eliza berusaha mencelakai mamaku. Kalau dia nekat, bisa aja dia membunuh mama sama seperti yang dia lakukan padaku. Aku nggak mau itu terjadi. Lebih baik kita akhiri semua penyamaran ini," tutur Amaliya."Enggak, Mel. Kamu harus bersabar. Sekarang ini aku sedang menyelidiki siapa Dhika sebenarnya. Karena aku yakin, Dhika bukan anak kandung Eliza," sahut Ridho.Ridho berusaha meyakinkan Amaliya. Menyusun kembali rencana agar mamanya bisa selamat tanpa harus membongkar penyamaran ini."Kamu harus sabar. Semua yang kita lakukan akan sia-sia kalau kita bongkar sekarang, Mel!" tegas Ridho.Della akhirnya sampai di rumah yang ditinggalinya. Rumah milik
Bayangan itu kembali datang dalam ingatannya. Bagaimana menderitanya Oma Alia dan Mama Ainun saat harus terusir dari kehidupan Opa. Oma Siska sudah membuat keluarganya hancur berantakan. Bahkan. harus merasakan pedihnya terusir ke sana dan ke sini."Tidak. Dendam ini harus tetap ku lanjutkan. Aku enggak boleh menghentikan semua ini demi cintaku pada Amaliya. Aku harus tetap menjalankan semua rencana yang sudah ku susun," gumam Ridho.Indah akhirnya mencoba menghubungi suaminya untuk memberitahu soal kondisi mama mertuanya.[Halo, Mas. Mas, kamu di mana? Papa sudah menjatuhkan talak sama mama.][Papa talak mama, Indah?][Iya, Mas. Sekarang mama syok banget. Kamu cepat pulang ya, Mas. Kasih kekuatan sama mama. Aku nggak tega lihat kondisi mama sekarang.]Malik langsung mematikan teleponnya. Ia bergegas mendatangi ruangan papanya.Di ruangannya Taher sedang memandangi bingkai foto. Foto dirinya dan Arumi di saat masih bahagia."Sebenarnya aku berat harus berpisah dari Arumi. Sudah belasa
Della akhirnya sudah diperbolehkan pulang setelah menjalani beberapa pemeriksaan dan hasilnya baik. Taher pun bersama Eliza terpaksa membawa Della ke rumah Taher yang lainnya. Itu karena Della masih meyakini jika ia istri Taher."Sementara ini biar tante kamu tinggal di sini. Tapi sebisa mungkin kamu nggak tinggal serumah. Setelah dua tertidur, saya akan pulang ke rumah yang lain. Pokoknya kamu tenang saja, tante kamu akan aman di sini," seru papa Amaliya itu."Baik, Om. Saya percayakan semuanya sama om ya," jawab Eliza tersenyum."Saya harus balik ke kantor dulu. Saya titip Della ya," pamit Taher yang bergegas pergi ke kantornya.Setelah Taher pergi, Della pun keluar dari kamarnya. Eliza tentu saja mengambil kesempatan yang ada. Hilangnya ingatan sang tante selain membuatnya aman, Eliza juga menyusun sebuah rencana baru."Aku ngerti perasaan tante. Tante yang sabar ya. Aku juga menjadi istri kedua, sama seperti tante," ujar Eliza. Della pun terkejut mendengar pengakuan sang keponaka
Eliza terus mengalihkan agar Mihran membatalkan rencananya pergi ke rumah sakit. Namun, Mihran tetap bersikeras pergi menjenguk Tante Della."Mihran, kayaknya kita besok aja ya. Badanku lagi nggak enak dari tadi," dalih Eliza."Enggak usah. Sekarang aja ya. Kamu siap-siap!" pungkas Mihran. Eliza pun tidak dapat berkata apapun. Ia hanya bisa menggerutu dalam hati dsn berpikir bagaimana caranya agar rahasia itu tetap aman."Gimana ini, kalau Mihran ketemu Tante Della, bisa gawat. Kacau semuanya!" gumam Eliza dalam hati.Ani pun mencoba diam-diam mendatangi kamar Ayu. Ia harus menyelinap memberitahu sebuah informasi tentang sadarnya Tante Della."Yu, aku ada berita penting," ungkap Ani."Info apa?" tanya Ayu penasaran."Tante Della udah sadar. Sekarang Pak Mihran dan Bu Eliza sedang menuju rumah sakit. Yu, udah dulu ya. Ani mau kerja lagi, takut Ijah tahu bisa ngadu dia nanti," ujar Ani yang langsung meninggalkan kamar Ayu.Setelah memastikan Ani keluar dari kamarnya, Amaliya pun mengam
Seperti dugaan Eliza, Mihran memang mencurigainya dan mulai menginterogasinya. Bahkan tekanan Mihran membuatnya sulit menutupi kepanikannya."Kamu curiga kalau Dhika itu bukan anak aku, sama seperti kakaknya Ayu?" pekik Eliza."Siapapun yang melihat kamu, pasti akan berkata yang sama. Kamu itu nggak bisa dekat dengan anak kandung kamu sendiri," cecar Mihran."Jadi mulai sekarang, kamu dekati Dhika. Ambil hatinya," suruh Mihran. Mihran pun bergegas masuk ke dalam kamarnya.Eliza pun mulai geram. Karena kata-kata Mihran, ia jadi dicurigai suaminya sendiri."Enggak adiknya, enggak kakaknya, sama saja bikin kesal!" gerutu Eliza."Semua rencana aku jadi berantakan!"-------Setelah berada di dalam kamarnya, Amaliya pun mencoba menghubungi Ridho untuk mempertanyakan soal kata-katanya yang justru semakin membuat Eliza akan membencinya.[Halo, Ridho. Maksud kamu apa sih tadi ngomong gitu sama Eliza?][Oh, aku sengaja ngomong gitu biar Mihran curiga. Aku juga ingin memancing emosi Eliza. Biar
Amaliya terus berpikir caranya keluar dari kamar sempit dan pengap ini. Memperhatikan sekeliling hingga akhirnya ia melihat sebuah jendela kecil. Amaliya akhirnya menggunakan sebuah meja kecil yang ada di dalam kamar untuk naik dan berusaha keluar melalui jendela kecil itu.Karena suara berisik dari dalam kamar, membuat kedua anak buah Eliza curiga dan akhirnya membuka pintu kamar yang terkunci."Heh, jangan kabur, luh!" teriak seorang pria bertubuh tinggi besar itu.Amaliya pun berhasil loncat keluar dan kabur meninggalkan rumah sempit tempat penyekapan. Namun, kedua anak buah Eliza tidak begitu saja menyerah. Keduanya pun mengejar Amaliya yang berlari sekuat tenaga. Sayangnya mereka pun berhasil menarik paksa Amaliya kembali."Lepaskan saya!"Amaliya terus berontak ketika kedua preman itu membawa paksa untuk kembali ke rumah penyekapan. Tiba-tiba ada 2 pria bertubuh tinggi besar datang menyelamatkannya. Kedua anak buah Eliza pun dibuat kocar-kacir setelah kalah baki hantam."Kalian