Sejak saat itu, Harnum benar-benar merawat Monica. Monica di bawa oleh Harnum ke dalam gudang, di tempatnya tinggal. Di sanalah dia merawat Monica. Albern tidak bisa berkata apa-apa melihat perlakuan Harnum terhadap Monica tersebut. Harnum begitu tulus merawat Monica. Ia mengobati luka-lukanya, mengganti pakaiannya, memandikannya, dan menyuapinya makan.Monica merasa trauma atas hukuman yang telah Albern berikan kepadanya. Monica masih sering berteriak ketakutan jika mengingat bagaimana kejamnya Albern dan Rully menghukumnya. Apalagi di saat harimau Dirga selama satu minggu itu selalu mengawasinya. Monica tidak bisa membayangkan, jika seandainya Harnum tidak datang tepat pada waktunya, mungkin tubuhnya sudah tercabik-cabik di mangsa oleh Dirga.Tanpa terasa, sudah 1 minggu Harnum merawat Monica. Kini, keadaan Monica pun sudah mulai membaik dan ada perkembangan. Tubuhnya yang dulu sangat kurus yang hanya tinggal tulang belulang itu, kini sudah mulai berisi kembali, karena Harnum selalu
"Tuan, tolong maafkan aku. Sekarang, aku harus bagaimana? Apa yang harus kulakukan agar kau tidak meragukanku lagi?" tanya Monica."Ceburkan dirimu di penangkaran buaya!"Monica menatap Rully dengan perasaan bingung. Bagaimana dia tidak bingung, karena di saat tadi dia akan bunuh diri dengan menancapkan pisau di perutnya, Rully justru menghalanginya, bahkan dia mengorbankan dirinya dengan melukai tangannya, karena menahan pisau tersebut. Namun, setelah Rully menolongnya, kini Rully justru menyuruhnya untuk menceburkan diri ke penangkaran buaya.Namun, karena tekad Monica sudah bulat, dia sudah sangat sakit hati karena Rully selalu meragukannya, maka, dia akan menuruti perintah Rully tersebut. Tanpa berpikir panjang, Monica pun langsung berlari menuruni anak tangga. Monica langsung berlari menuju ke belakang paviliun, karena dia sudah tahu di mana letak penangkaran buaya tersebut. Di saat Monica sedang berlari-lari, tanpa sengaja dia menabrak tubuh Harnum yang sedang membersihkan hala
Siang itu, Harnum dan Monica terlihat sedang sibuk memasak di dapur, karena Albern meminta pada Harnum untuk memasak makanan kesukaannya, dan memasak yang banyak, karena dia ingin makan bersama dengan Harnum, Rully dan orang tua angkatnya, yaitu Bu Mira dan Pak Toni. Bu Mira ingin membantu memasak, namun, Harnum melarangnya, karena Harnum merasa kasihan pada Bu Mira."Non, biar ibu bantu, ya?" ucap Bu Mira."Jangan, Bu. Lebih baik Bu Mira istirahat saja, biarkan aku dan Monica saja yang memasak," ujar Harnum. "Tapi, Non, masa ibu tidak membantu kalian? Ibu merasa tidak enak hati." "Tidak mengapa, Bu. Aku dan Monica bisa mengerjakannya berdua saja." "Baiklah jika begitu, Non."Akhirnya, Bu Mira pun mengalah. Dia lebih memilih untuk mengerjakan pekerjaan lainnya. Sementara Harnum dan Monica tetap melanjutkan pekerjaan mereka. Monica sedang membuat gorengan pedas. Setelah matang, ia meletakkan gorengan tersebut di piring dan di letakkan di atas meja.Rully yang kala itu sedang berjala
Rully yang secara refleks menjatuhkan tubuh Monica di tanah itu, membuat Monica merintih kesakitan. Ia memegangi pinggangnya yang terasa sakit serasa akan patah. Belum lagi di tambah rasa sakit di betis kakinya. Monica menangis. Sementara Rully syok melihatnya."Mo ... Monica ... apakah sakit?" tanya Rully dengan terbata.Monica tidak langsung menjawab. Ia terus memijit pinggangnya dengan berlinangan air mata. Rully langsung berjongkok dan langsung membopong tubuh Monica."Tu ... Tuan ... tolong turunkan aku. Biarkan aku berjalan sendiri saja," ujar Monica."Kaki dan pinggangmu 'kan sakit, jadi ... bagaimana kau bisa berjalan," sahut Rully.Monica yang merasa ketakutan itu, menatap Rully dengan perasaan takut, takut jika Rully akan kembali menjatuhkan tubuhnya."Aku memang tampan, jadi, tidak usah kau memandangiku seperti itu," Rully berdecih.'Tenyata Tuan Rully ini memiliki kepercayaan yang tinggi sekali,' batin Monica."Berbicaralah menggunakan mulutmu, jangan berbicara di dalam ha
Rully terus saja mengumpat tentang Monica di dalam hatinya, karena dia tidak mempercayai bahwa Monica benar-benar sudah berubah. Apa yang Monica lakukan selalu salah di dalam pandangan Rully. Sementara Harnum, ketika dia tengah fokus melihat keadaan Monica, tiba-tiba Albern masuk ke dalam kamar tersebut."Apa yang terjadi pada Monica?" tanya Albern.Harnum tidak menjawab pertanyaan Albern. Semenjak Albern menyatakan perasaannya terhadap Harnum, Harnum mulai menjaga jarak dan mulai terlihat dingin lagi. Yang menjawab hanya Rully saja. Albern memperhatikan sikap dingin Harnum tersebut. Ia merasa bahwa kini Harnum semakin benci terhadap dirinya.Hingga berhari-hari lamanya, Harnum masih terus saja mendiamkan Albern. Sementara Albern, dia melakukan berbagai macam cara agar Harnum mau kembali berbicara dengannya. Namun, Harnum selalu bersikap ketus dan dingin terhadapnya.Siang itu, ketika Harnum sedang merapikan kamarnya, lalu tiba-tiba Albern masuk ke dalam kamar Harnum. Harnum menyadari
Ketika Monica akan melemparkan tubuhnya pada Dirga yang sedang tidur, saat itu pula Rully mendapatkan kunci kandang Dirga. Dengan secepat kilat Rully langsung membuka kandang tersebut, dan dia langsung memeluk tubuh Monica.Sementara Dirga yang saat itu sedang tidur nyenyak langsung terbangun, jantung Rully seakan ingin lepas dari tempatnya. Rully melihat mata Dirga yang sudah menatap tajam pada tubuh Monica, Dirga bangun dan berjalan semakin mendekat ke arah Monica."Lepaskan aku! Apa yang kau lakukan? Bukankah ini yang kau inginkan? Kau selalu meragukanku, kau tidak pernah mempercayaiku, jadi lebih baik aku mati saja. Tolong lepaskan! Dirga, ayo terkam aku!" teriak Monica. Dengan sekuat tenaga ia mendorong tubuh Rully hingga Rully terdorong ke belakang.Monica langsung mendekati Dirga. Dirga terlihat mengaum sangat menyeramkan. Rully merasa khawatir melihat kemarahan Dirga, karena Dirga sedang tidur tetapi diganggu oleh kehadiran mereka. "Dirga, hentikan! Jangan kau melakukan apa-a
Ketika Albern sampai di ladang, ia melihat Harnum yang sedang duduk di tanah sembari memeluk lutut. Kepalanya ditaruh di antara kedua lututnya. Tubuh Harnum terlihat terguncang karena masih menangis. Hati Albern terenyuh melihatnya, ia merasa tidak tega melihat kondisi Harnum pada saat ini.Albern pun merasa bersalah dan sadar diri, mengapa Harnum sampai membencinya seperti itu. Perlahan Albern berjongkok dengan pelan, ia memegang bahu Harnum. Harnum tersentak, seketika ia mengangkat wajahnya, matanya memerah dan masih berlinangan air mata. Emosi Harnum kembali memuncak, lalu, Harnum langsung berdiri, Albern pun ikut berdiri."Harnum, aku tahu aku salah, aku minta maaf," ujar Albern."Sejuta kali pun kau meminta maaf padaku, semuanya itu tidak akan pernah bisa mengembalikan nyawa suami dan anakku," ucap Harnum dengan bergetar.Harnum kembali terisak. "Katakan padaku! Jika kau meminta maaf, apakah kau bisa mengembalikan nyawa suami dan anakku?!" tanya Harnum dengan tegas.Albern menund
Ketika Albern mendengar suara benda terjatuh dari dalam kamar Harnum, ia langsung bergegas berlari masuk, ia melihat Harnum yang sedang berdiri di dekat jendela."Harnum," gumam Albern.Sementara Willy, Ia pun terkejut mendengar suara benda pecah dan benda terjatuh. Willy langsung masuk ke dalam. Harnum menatap Albern dan Willy secara bergantian. Napasnya terlihat naik turun."King, apa yang terjadi?" tanya Willy."Tidak ada, Will. Lebih baik kau segera melaksanakan tugasmu, biar ini menjadi urusanku," ujar Albern."Baik, King," jawab Willy dengan patuh.Willy pun langsung bergegas keluar dan menutup pintu. Sementara Albern, ia berjalan mendekati Harnum, namun, Harnum semakin berjalan mundur."Jangan mendekat! Katakan! Aku sekarang berada di mana? Apa yang sudah kau lakukan padaku, laki-laki brengsek!" teriak Harnum.Mata Harnum tertuju pada nakas yang berada di dekatnya. Ia melihat ada sebuah pisau buah. Secepat kilat Harnum mengambil pisau tersebut. Ia mengarahkan pisau tersebut ke
Tanpa terasa, kini twins A sudah berusia 4 tahun. Dan pada saat itu di mansion AB sedang mengadakan pesta ulang tahun twins A yang ke 4.Perayaan ulang tahun yang sangat meriah itu begitu terasa. Apalagi semua keluarga para tangan kanan Albern hadir di sana. Willy, Rully, George, dan Neil, bersama istri dan anak mereka ikut menghadiri pesta tersebut.Anak-anak mereka yang berusia tidak jauh beda dengan twins A, kini sedang berlari-larian bersama twins A. Nora dan Nancy pun juga sudah memiliki anak berusia 3 tahun yang berjenis kelamin perempuan.Kebahagiaan makin terpancar di wajah semuanya. Mereka selalu kompak dan saling mendukung satu sama lain itu, menjadi kelebihan yang dimiliki oleh mereka.“Happy birthday twins A, Ardam Barnard dan Aveline Barnard, cucu-cucu oma. Tak terasa, ya, usia kalian sudah 4 tahun. Kalian semakin cantik dan tampan,” ucap Mama Marsha.“Ardam tampan seperti Daddy, dan adik Aveline cantik seperti Mommy,” ujar Ardam.Semua orang tertawa mendengarnya. Ardam m
Albern meneguk ludahnya dengan susah payah. Wajahnya memucat karena dia merasa panik. Dan dia justru berlari ke sana kemari karena otaknya tiba-tiba buntu.Harnum yang melihatnya merasa kesal. “By, apa yang kau lakukan? Mengapa kau malah lari ke sana ke mari. Perutku sakit, By, aku kontraksi,” ujarnya.“Ah, iya, Sayang. A-aku … aku … aduh, bagaimana ini? Sayang, maafkan aku karena aku telah membuatmu seperti ini. Kau pasti merasa pusing ‘kan karena ucapanku tadi sehingga membuatmu tidak nyaman dan banyak pikiran dan mengakibatkan kau merasa kesakitan di perutmu, lalu kontraksi.” Albern berbicara panjang tanpa jeda.Wajah Harnum meringis menahan sakit yang tiada tara. ”T-tidak begitu, By. Ah … mungkin ini memang sudah waktunya. Karena aku memang sudah hamil 9 bulan. Jadi, aku kontraksi.”“Aduh, By, ah … tolong panggilkan Bibi dan para asisten … bukan … ah maksudku panggil ketua pelayan di mansion ini.”Albern yang sedang panik itu sudah tidak mengingat lagi siapa nama ketua pelayannya,
Sementara itu di dalam kamar tamu, tepatnya di kamar pasangan George dan Nora. Malam itu Nora terlihat selalu murung. George sedari tadi memperhatikannya.Nora membelakangi George. Dia sudah menggunakan selimut. George yang awalnya sedang sibuk di layar laptop, kini dia menghentikan kegiatannya tersebut karena dia merasa bahwa sang istri sedang banyak pikiran.Lalu, ia langsung menghampirinya. George ikut merebahkan tubuhnya dan dia memeluk sang istri dari belakang. Tangan kanannya membelai-belai kepala Nora, sedangkan tangan kirinya mengelus-elus perut Nora.Dia sangat tahu bahwa Nora sedang memikirkan tentang dirinya yang belum mengandung. Apalagi Nora melihat Jennifer dan Monica yang sudah melahirkan, yang sudah memiliki anak, serta Harnum yang tengah mengandung.“Kau sudah mendengarkan ucapan Nona Harnum, lalu mengapa kau masih melamun dan memikirkan tentang itu, hmm?” George mencium pipi Nora, kemudian beralih ke telinganya dan menggigitinya.“Lepaskan, Sayang, aku sedang tidak i
Malam itu pun juga Monica langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis.Monica melahirkan secara normal, sama halnya seperti Jennifer waktu itu. Karena mereka ingin merasakan menjadi seorang ibu seutuhnya sehingga mereka berusaha dan berjuang melahirkan tanpa operasi.Sebenarnya Rully dan kedua orang tuanya menyarankan agar dia di operasi caesar saja, tetapi Monica tidak mau. Dia benar-benar berusaha dan berjuang melahirkan secara normal.Tangisan bayi kini menggema di dalam ruangan persalinan. Bayi Monica dan Rully itu berjenis kelamin laki-laki. Pancaran kebahagiaan kian terpancar di wajah Rully dan Monica. Mereka benar-benar merasa sangat bahagia atas kelahiran putra pertamanya tersebut.Bayi laki-laki itu diberi nama Rafael Morgan. Harnum tiada henti memandang baby Rafael tersebut. Rasanya dia pun ingin segera melahirkan kala itu juga.Begitu pula dengan Nora dan Nancy, keduanya nampak ikut berbahagia menyambut kelahiran baby Rafael. Nora dan Nancy yang bel
Semuanya saling berpandangan ketika mereka melihat Harnum yang tengah merajuk. Bibirnya terlihat memberengut. Perasaan wanita yang sedang hamil benar-benar sangat sensitif sekali, tidak bisa salah sedikit akan mengenai hatinya.Albern merayunya agar tidak marah lagi, sedangkan kedua pasang suami istri itu bergegas keluar ketika melihat suasana yang semakin menegangkan. Mereka turun ke lantai bawah dan menuju ke gazebo di belakang mansion. Kini, mereka berempat duduk di sana. Sementara Albern tengah sibuk merayu dan membujuk Harnum. “Sayangku, mengapa kau marah? Kami tadi tidak bermaksud membuatmu bersedih.”“Aku tadi sedang berbicara membahas Neil dan George, tetapi kalian malah saling berpandangan seperti itu. Apa maksud kalian? Kau juga samanya. Aku membencimu!” Harnum masih saja marah pada Albern. “Sudah, sana pergi! Aku ingin sendiri.” Harnum pun langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Albern yang melihat itu bertambah pusing. “
George bergegas keluar dari mobil. Dia berlari kencang ke arah dermaga. George langsung memeluk tubuh seseorang yang dia anggap adalah Nora.“Nora, Sayang, akhirnya aku menemukanmu.” George semakin mengeratkan pelukannya.Sementara perempuan yang dipeluk tersebut berusaha sekuat tenaga melepaskan pelukan George. “Tuan, tolong lepaskan, saya bukan Nora.”Deg!Deg!Jantung George berdetak semakin cepat dan bertalu-talu. Dia melepaskan pelukannya dan menatap wajah perempuan tersebut yang ternyata memang bukan Nora.“M-maaf, aku salah orang. Aku kira kau istriku karena postur tubuhmu sama persis,” ujar George.Dia melangkah dengan lunglai meninggalkan bandara. Air mata semakin deras membasahi pipinya. Langkah kakinya berjalan tanpa arah. Neil dan Nancy yang melihatnya ikut meneteskan air mata.Lalu, mereka menuntun George untuk duduk di sebuah bangku yang terletak di pinggir pantai. Di pantai tersebut terdapat banyak penginapan.“George, ayo, kita ke penginapan saja agar kau bisa beristir
Pagi itu, Albern terlihat sudah rapi. Dia sudah mengenakan pakaian untuk berangkat ke kantor. Dan kini dia tengah mengenakan arloji.Biasanya, Harnum sudah menyiapkan semua pakaiannya dan segala kebutuhannya untuk berangkat ke kantor. Namun, pagi itu Harnum justru masih bergulat dalam selimut, dia belum bangun sehingga Albern berinisiatif untuk bersiap-siap tanpa membangunkan sang istri.Akan tetapi, dia merasa aneh karena tidak biasanya Harnum bersikap seperti itu. Istrinya tersebut adalah tipikal wanita yang pekerja keras, dan bukanlah wanita pemalas. Karena sebelum subuh, Harnum sudah bangun dan menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim, juga menjalankan kewajiban sebagai seorang istri. Walaupun di mansionnya terdapat banyak asisten rumah tangga, tetapi di dalam hal memasak untuk sang suami, Harnum lah yang selalu mengerjakannya. Meskipun Albern sudah berulang kali melarang sang istri agar tidak melakukan aktivitas apa-apa, tetapi Harnum yang sejak kecil sudah terbiasa bekerja
Malam hari pun tiba. Nora yang sejak siang tadi tengah merajuk, kini dia sudah terlelap terlebih dahulu. Begitu pula dengan Nancy, dia juga sudah mengurung diri di dalam kamar. Kini, seperti biasanya George dan Neil tengah duduk di mini bar markas tersebut. Wajah George terlihat saat kusut sekali. Neil yang sedari tadi memperhatikan rekannya itu, merasa sangat penasaran.“Hei, George, ada apa denganmu? Mengapa kau sejak siang tadi terlihat sangat berbeda, dan mengapa ketika kita sedang berbincang-bincang dengan King dan yang lainnya, tapi kau tiba-tiba meninggalkan kami begitu saja?” tanya Neil. Dia benar-benar merasa sangat penasaran sekali melihat wajah George yang sangat kusut tersebut.George menghela napas dengan berat. Dia menyugar rambutnya, dan bahkan dia terkadang menarik-narik rambutnya karena merasa kesal sendiri. Neil pun semakin merasa keheranan melihatnya. Dia menepuk-nepuk pundak George.“George, berceritalah padaku agar bebanmu lebih ringan. Ada apa? Kau tidak seperti
Nancy terlihat malu-malu, tetapi dia menganggukkan kepala. Neil yang mendapati respon itu langsung tersenyum sumringah.Perlahan, Neil mendekati Nancy yang masih mengenakan gaun pengantin itu. Dia terlihat sangat kesulitan, lalu dia membuka resleting gaun tersebut.Neil meneguk ludahnya ketika melihat punggung Nancy yang sangat putih mulus tanpa cela itu. Tangannya gemetar ketika mengelus punggung sang istri yang begitu lembut. Nancy memejamkan mata. Tubuhnya panas dingin dan gemetar mendapati perlakuan manis dari sang suami. Perlahan, Neil mendekatkan wajahnya pada punggung Nancy, lalu dia mengecupnya, kemudian mengecup pundak Nancy dan beralih ke tengkuknya, kemudian turun ke lehernya. Nancy mendongakkan wajahnya. Karena Neil mendapatkan akses dari sang istri, dia pun membalik tubuh Nancy hingga menghadapnya. Neil tak jemu-jemu menatap kecantikan sang istri.Kemudian, Neil memegang kedua rahang Nancy, lalu dia mengecup bibirnya dan melumatnya dengan lembut, tetapi penuh dengan gai