Share

BAB 3. Ternoda

Penulis: Suesant SW
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Om Bian..." Tubuh ramping Laura menegang saat tangan Bian melingkari lehernya.

"Laura sayang..." Bisik Bian parau di telinga Laura, desah nafasnya yang hangat dan setengah tersengal itu menghembus semakin kuat di tengkuk Laura. 

Masih dengan perasaan terkejut, Laura membalikkan badannya dan di sambut dengan wajah Bian yang hanya sejengkal dari wajahnya. Sesaat mereka berdua berhadapan saling memandang tak berkedip. 

"Kenapa om Bian memelukku?" Tanya Laura sambil dengan canggung mendorong dada Bian, tetapi lelaki tinggi atletis itu malah melingkarkan tangannya ke pinggang Laura dan menarik tubuh gadis itu semakin merapat ke tubuhnya sendiri. 

"Karena aku menyukaimu, Laura." Bisik Bian, suaranya hampir tak terdengar di telan suara hujan yang semakin menggila, bunyi rinainya menyentuh atap rumah semakin memekakkan telinga. 

Mata Laura membeliak, dia terlihat tegang. 

"Om Bian lepaskan Laura..." Ucapnya dengan sedikit memohon. 

"Kamu cantik sekali, Laura." Bian malah semakin menjadi, degup jantungnya semakin berpacu kencang melihat bagaimana mata Laura menatapnya seperti boneka barbie.

"Om Bian..." Mulut Laura terbuka, bertepatan dengan Bian membungkukkan badannya dan menutup mulut Laura dengan bibirnya sendiri. 

Ciuman itu sedikit tak sabar dan bernafsu, membuat Laura hampir tak bisa bernafas. 

"Ukh."  Laura hanya mendelik, dia seperti di setrum, gadis yang tak pernah merasakan sensasi di cium itu tak berkedip. 

"Laura, Om Bian sayang Laura." Kalimat pamungkas itu berbarengan dengan tangan Bian yang telah di rasuk nafsu itu merayap menyusuri punggung Laura, naik ke atas menuju leher jenjang gadis itu. 

 Laura tak bergerak, hanya menggeliat sedikit, dia tak pernah di sentuh sedemikian rupa, kepolosannya meronta menikmati desir aneh yang berpacu menggerayang di dadanya. 

"Kamu pernah di cium sebelumnya, Laura?" Tanya Bian sambil menelan ludahnya, membasahi kerongkongan yang terasa kering. 

Keinginan itu mendesak kepalanya, sentakan kesepian membuat nafsunya melesak kepermukaan, sisanya mungkin setanlah yang bekerja.

Laura menggeleng, sambil menggigit bibir bawahnya, rasa aneh menjalar ketika Bian melakukannya tadi. 

Tangan Bian menangkup rahang Laura, lalu menarik wajah itu mendekati wajahnya, dia terpesona sekaligus merinding mendengar Laura yang cantik ini tak pernah di cium oleh siapapun kecuali tentunya olah dirinya malam ini. 

Di kecupnya lembut, setiap permukaan bibir basah Laura lalu menyesapnya. Laura tak bergerak, dia tak membalas tetapi tak juga menunjukkan penolakan. Bahkan matanya mulai terpejam sayu, seakan dia larut dalam kehangatan yang menyergap dadanya. 

"Kamu boleh menolaknya jika kamu tidak menyukainya." Bisik Bian. 

Laura tak mengatakan apapun tapi dia menunduk malu. 

"Kenapa?" Tanya Bian dengan nafas tersengal. 

"Aku...aku suka di cium om Bian." Ucapnya dengan pias merah jambu. 

Mendengar kalimat itu, serta merta Bian menarik Laura lebih erat, menciumi bibir Laura dengan tanpa ragu lagi. Semua gejolak gairah menuntunnya, memperdaya seorang gadis polos yang masih awam dalam hal percintaan itu.

Bian terus merangsek, tangannya berkeliaran menyusuri tubuh Laura, menyusup ke sana kemari sementara wajahnya bergerilya pada wajah hingga leher Laura. 

Laki-laki ini, dia sudah menikah dan berpengalaman soal mencumbu, tentu saja menulis di atas kertas polos bukanlah hal yang sulit baginya.

Laura hanya diam, dia memejam matanya kuat-kuat, menikmakti semua sensasi baru yang luar biasa yang kini sedang diperkenalkan oleh Bian, pria yang membuatnya nyaman, percaya dan jatuh cinta dalam beberapa minggu terakhir ini. 

Dan ketika Bian mendorongnya perlahan ke atas tempat tidur, Laura seperti tersihir begitu saja.

"Om Bian..." Laura menahan pergelangan tangan Bram saat matanya yang nyalang tak sabar itu merenggut kancing baju di dadanya dengan tak sabar. 

"Tidak apa-apa, Laura sayang." Desisnya dengan tatapan meminta supaya Laura menyingkirkan tangannya.

"Tapi om, Laura takut..." Laura menyahut dengan suara bergetar. 

"Jangan takut, Laura. Kalau dua orang saling cinta, tidak apa-apa kita melakukannya." Bujuk Bian. 

"Om..." 

"Apakah Laura mencintai Om Bian?" 

Laura tercengang mendengar pertanyaan itu, dia tak tahu jawabannya. 

"Apakah Laura suka memikirkan om Bian kalau sedang sendiri?" Tanya Bian sambil menahan dengusnya, seperti dirinya yang berusaha menahan gejolak gairahnya yang menderu meminta pelampiasan. 

Laura mengangguk ragu-ragu, selama ini dia memang selalu merasa rindu pada Om Bian yang tampan dan ramah itu, senyumnya seperti oase yang membuat Laura bahkan senyum-senyum sendiri. 

"Itu artinya, Laura mencintai om Bian." 

"Oh." Mata Laura berbinar mendengar penjelasan Bian. 

"Om Bian juga suka merindukan Laura, memikirkan Laura." Betapa meyakinkan semua bujukan Bian bahkan kemudian, Laura dengan suka rela membuka kancing bajunya sendiri untuk Bian. 

Seperti singa yang kelaparan, Bian menyesap ke sana tanpa perduli gelinjang geliat Laura yang kewalahan dan kebingungan dalam kenikmatan yang di tawarkan Bian.

Busana yang dikenakan Laura, melorot kesana kemari, acak-acakan berantakan karena jemari liar Bian menyusup dan menariknya, seakan menyingkir di mana ada kain yang menutupi area-area yang ingin di sentuh dan di jamahnya. 

"Om...ukh...om..." Suara Laura yang merintih itu membuat Bian semakin bernafsu, kepalanya dipenuhi semua gairah yang tak lagi bisa dikuasainya. 

Kecupan kuat dan seretan lidahnya yang basah itu membuat Laura yang polos menghiba-hiba, meremas kulitnya, Bian tahu benar area yang membuat perempuan bertekuk tahluk mencandu belaiannya.

Dan di bawah derai hujan itu, Bian merenggut kegadisan Laura. Tidak dengan paksa tetapi tidak jua dengan suka rela, dia memanipulasi semua perasaan gadis lugu itu untuk menumpahkan keinginan dagingnya. 

Pekik kesakitan gadis itu, saat pertama dia menghujam ceruk tersembunyi yang tak pernah terjamah itu, sana sekali tak membuat Bian menghentikan apa yang dilakukannya. 

Suara Laura dari kesakitan hingga mendesah pasrah itu, seperti irama yang mengiringi derai hujan di malam itu. 

Dan sejak hari itu, Bian telah mengurung Laura dalam lingkaran kemaksiatannya. Dia memperkenalkan gadis itu pada panasnya bercinta dan gadis polos itu percaya itu adalah hal yang lumrah di lakukan bagi orang yang saling mencinta.

Laura bahkan kadang tak sungkan meminta, supaya Bian mencumbuinya!

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Saputri
Kasihan... Semangat thoorr
goodnovel comment avatar
ss heni
seru banget novelnyq
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DENDAM BERKALANG NODA   BAB 4. Penyesalan

    (Kembali ke cerita awal)"Om Bian sudah mempunyai istri?" Laura duduk dengan tegang di pinggir tempat tidur itu, matanya nyalang. "Om Bian tak pernah bilang kalau om Bian sudah mempunyai istri." Ulang Laura dengan suara gemetar. "Maafkan aku..." Bian menjambak rambutnya sendiri dengan muka frustasi di depan Laura. "Bagaimana dengan janji om Bian?" Mata Laura membesar, berkaca-kaca."Janji apa?" Bian berusaha mengingat setiap kalimat yang tersembur dari mulutnya saat dia mencumbui Laura."Janji om Bian untuk selalu menjaga Laura, janji Om untuk selalu mencintai Laura?" "Laura, itu...itu berbeda..." Bian menarik nafasnya panjang-panjang berusaha meredakan ketegangannya. "Berbeda bagaimana, Om?" "Aku tak pernah menjanjikan pernikahan padamu, aku hanya berjanji menjagamu." Pungkas Bian."Bagaimana cara om Bian menjagaku jika tak menikahiku?" Cecar Laura, dia benar-benar polos dengan fikirannya yang sederhana. "Laura, kamu tak mengerti. Aku mempunyai dua orang anak dan seorang istr

  • DENDAM BERKALANG NODA   Bab 5. Aku Tak Mencintaimu lagi!

    Sejak hari itu, Laura tak pernah muncul lagi di Wisma tempat tinggal Bian. Meskipun Bian berusaha menghubunginya lewat handphone, gadis itu selalu mematikannya. Sudah ratusan pesan WA di kirimkannya, meminta Laura untuk datang dan membicarakan lagi jalan keluar untuk masalah mereka berdua ini. Bian tak pernah menyangka, gadis belia yang dikiranya hanya sekedar bodoh ini, ternyata juga keras kepala. Dia serius untuk tak meminta tanggung jawab Bian tetapi dia juga kekeuh untuk mempertahankan kehamilannya. Yang jadi masalah bagi Bian sekarang adalah, anak yang kini di kandung oleh Laura. Dia takut anak itu akan menjadi petaka untuk hidupnya. Hari ini, Bian sengaja datang ke Laundry tempat Laura bekerja. Dia benar-benar ingin bertemu dengan Laura setelah dua minggu gadis ini menghilang tak pernah kelihatan batang hidungnya. Awalnya Laura tak memperdulikan kedatangannya bahkan menolak bertemu dengan alasan dia harus menyetrika baju customer yang harus segera di antar. Tapi, Bian memaks

  • DENDAM BERKALANG NODA   BAB 6. Dari Balik Jendela Kaca

    "Laura tolonglah jangan begini, kamu tak mengerti apa-apa, kamu tidak tahu apa yang akan kamu alami jika tetap melakukan apa yang kamu katakan. Seorang bayi perlu ayah, seorang bayi perlu biaya. Berikan aku cara untuk sedikit membayar kesalahan ini." "Om Bian ingin membayarnya dengan apa? Dengan uang? Dengan mempermalukan Laura lebih banyak lagi? Status apa yang bisa om Bian beri untuk bayi Laura? Ayah pura-pura? Tidak ada bukan? " Laura menatap pada Bian dengan nyalang. Dia tak pernah berani melakukan ini, tetapi hari ini dia bahkan merasa sanggup untuk melukai laki-laki yang telah membuatnya terjebak dalam derita ini. "Bukan seperti itu..." Bian meringis dengan putus asa. "Mulai hari ini, jangan temui Laura lagi. Jangan lagi om Bian." Laura menghapus air mata yang memenuhi wajahnya dengan kasar. Keriangan khas gadis remajanya yang sering membuat Bian terpesona itu hilang entah kemana. "Laura!" "Pergilah om Bian! Pergilah, Laura tak mencintai om Bian, Laura membenci om Bian!" T

  • DENDAM BERKALANG NODA   Bab 7. Bungkam

    "Ayo, katakan padaku, siapa yang menghamilimu? Aku akan menyeretnya untuk menikahimu!" Teriakan ibunya sampai pada telinga seorang laki-laki yang sedang berbaring di tempat tidurnya.Tristan termangu sambil meletakkan lengannya di atas kepalanya, suara tamparan di wajah Laura membuatnya bergidik. "Aku...aku tidak mengenalnya." Laura tersedu sambil menurunkan tubuhnya, menggelosor ke bawah dan meringkuk melindungi wajahnya ketika dia melihat tangan ibunya terangkat untuk kesekian kalinya. "Oh, astaga anak ini memang luar biasa. Berapa manusia yang telah menggilirmu hingga kamu tak mengenal orang yang menghamilimu?!" Ibu Laura menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tatapan jijik pada anak kandungnya itu. Laura hanya meringkuk tanpa menjawab apapun, wajah Bian lewat di depan matanya tetapi dia berusaha mengusirnya. Dia hanya bungkam seribu bahasa. "Baiklah Laura jika kamu tak ingin mengatakan siapa bangsa@t yang telah menodaimu, aku tidak akan perduli lagi padamu! Kamu buang anak hara

  • DENDAM BERKALANG NODA   Bab.8 Gaun Marun

    Laura mengenakan pakaian yang dibelikan oleh Bian terakhir kali, dia mematutnya sebentar di cermin lemarinya yang terpecah dua itu. cermin lemari usang yang telah menemaninya sekian lama. Rasa sakit mengiris hatinya, di elusnya perutnya yang mulai sedikit membuncit itu. Belum kentara memang tetapi laura tahu ada bayi di dalamnya, bayi hasil hubungan terlarangnya dengan Bian, suami seseorang yang tak dia tahu bagaimana wajah istrinya itu. Setetes bulir bening jatuh untuk kesekian kalinya, selalu saja jika dia mengingat om Bian kesedihannya tak terbendung. Laura sangat menyukai Bian. Sangat menyukainya, karena itulah dia percaya sepenuhnya dengan apapun yang di ucapkan oleh Bian padanya. Sosok laki-laki dewasa yang begitu lembut dan perhatian ditemukannya pada laki-laki ini, dia bahkan berharap wajah ayah kandungnya setampan om Bian. Laki-laki ini begitu sabar mendengar keluh kesahnya, memperhatikannya layaknya seorang ayah tetapi dia punya tatapan penuh cinta yang selalu membuat

  • DENDAM BERKALANG NODA   Bab. 9 Membayar Hutang

    "Kenakan cepat! Ibu akan menunggumu di kamar ibu. Secepatnya!" Ibu Laura tersenyum misterius, dia terlihat puas dengan apa yang di lakukannya. Laura masih berdiri, terpana sambil memegang dress yang ada di tangannya itu. "Kamu yang memakaikan sendiri? atau ibu yang akan memaksamu memakainya?" Mata ibunya terlihat nyalang, dia terlihat sangat tidak sabar sekarang. "A..aku..aku akan memakainya sendiri." Sahut Laura dengan takut-takut. Ibunya mengangguk puas mendengarnya. "Lakukan cepat! dan langsung temui ibu di kamar ibu!" "BRAK!" Pintu itu ditutup dengan kasar, teriakannya menggema, selanjutnya hanya terdengar langkah kaki yang diseret-seret dari balik pintu, langkah kaki itu menjauh. Laura mengalihkan perhatiannya kembali pada dress di tangannya itu, entah kapan ibunya membelinya. Dia tak pernah mengenakan pakaian se seksi ini tetapi dia tahu dari kemarahan ibunya itu, tak ada alasan untuknya tidak memakainya. Dengan gemetar dia melepas kancing kemeja yang di pakainya dan be

  • DENDAM BERKALANG NODA   Bab 10. Di Jual Ibu

    Laura yang badannya lebih kecil dari sang ibu tak bisa melawan saat dia di seret dengan paksa ke dalam kamar ibunya. Dan dengan kasar ibunya mendorongnya ke atas tempat tidur. Tubuh Laura terhempas di atas tilam tipis sang ibu. "Aww..." laura Terpekik dan ketika dia menoleh ke sebuah arah, dia baru menyadari ada sesosok tubuh yang duduk di sebuah kursi sudut kamarnya. Tubuh tambun dengan rambut ikal dan kumis jarang-jarang yang membuat laura terkejut bukan alang kepalang. "Hai, Lina...jangan terlalu kasar padanya. Dia kan anakmu?" Tegur laki-laki itu sambil menyeringai pada laura, sama sekali sebenarnya tak menampakkan simpatik dengan apa yang telah terjadi pada Laura. Dia hanya berpura-pura perduli saja. "Tidak perlu banyak bicara, aku tidak perlu banyak bacotmu." Ibu Laura mendelik sambil berkacak pinggang lalu mengeluarkan sebuah kertas yang dilipat begitu ryupa dari dalam saku bajunya. "Harman, kamu boleh melakukan apapun padanya dalam waktu satu jam. Tapi jangan sampa

  • DENDAM BERKALANG NODA   Bab 11. Malam tragis

    "Toloooong, lepaskan aku Om..." Laura berontak dari cengkeraman Harman, dia merasa jijik dengan dengus nafas laki-laki itu yang menyentuh kulit lehernya. Tapi, Harman tak perduli dia terus saja memeluk laura dengan tak sabar, dia mendengus-dengus tak jelas dan mendaratkan ciumannya dengan mulutnya yang basah itu. "Jangan...kumohon jangan!" Laura mendorong tubuh Harman membuat laki-laki itu hampir terjatuh ke lantai. Harman terkejut bukan kepalang dengan perlawanan Laura, matanya mendelik dengan amarah yang tak bisa di bendungnya. "PLAK!!!" Sebuah tamparan mengenai wajah Laura, membuat gadis muda itu terjengkang sampai ke atas tempat tidur. Laura terpekik kecil sambil memegang pipinya, dia tergeletak setengah terbaring sehingga paha mulusnya nampak hampir sampai pangkal pahanya, dress marun yang di gunakannya itu sangat pendek memang. Harman menatap nyalang pemandangan itu, jakunnya turun naik di balik lemak yang ada di lehernya yang pendek itu. Tak ada lagi aura manusia dar

Bab terbaru

  • DENDAM BERKALANG NODA   BAB 53. Perjodohan Bisnis

    "Seharusnya kamu meyakinkan dirimu bukan bertanya padaku." Sahut Clair sambil menarik punggungnya dan bersandar di kursi dengan sikap rileks. "Baiklah, aku ingin kau menjaganya baik-baik untukku, tapi ingat jangan sentuh dia!" Bian berucap dengan nada yang dalam seolah dia tak punya pilihan tapi di akhir kalimat dia memberi penekanan yang dalam. "Aku akan mengambilnya jika waktunya tiba, tapi tetap harus kau ingat dengan benar, tanamkan di otakmu jika Laura itu milikku!" Bian terlihat sangat serius dengan apa yang dia ucapkan.Clair terdiam dengan tampang yang santai dan acuh tak acuh lalu dia menyeringai serta mengangkat tangan kanannya, dan mulai mengacungkan jari jempol tanda dia mengerti dan menyetujui. ***Sementara itu di tempat berbeda dalam waktu yang sama, terlihat wanita cantik dengan pakaian modis tadi yang sedang duduk di dalam sebuah cafe bersama dengan teman-temannya, menikmati musik live dengan

  • DENDAM BERKALANG NODA   BAB 52. Menyusun Rencana

    "sebelum aku membeberkan rencanaku, aku ingin mengatakan satu hal lagi padamu sekedar mengingatkanmu..." "Apa?' Clair terdiam sejenak saat pria di depannya itu. "Apa? katakan saja, aku tak suka menunggu." "Apakah kau pernah berpikir saat melakukan semua yang kau inginkan sekrang ada beberapa banyak orang yang kebahagiaan mereka terenggut paksa? Seperti saat ini, tanpa kau sadari, semua rasa sakit, yang Laura hadapi kali ini timbul dikarenakan dirimu, masalah wanita itu sudah menumpuk banyak, layak tidak jika aku menganggapmu egois? Kau tidak bisa mencintai Kejora, bukankah itu adalah masalahmu? Seharusnya sebelum kau membawa dalam kehidupanmu, sebaiknya kau selesaikan semua urusanmu, dengan tempramen Laura yang saat ini, dengan bagaimana kondisimu, aku rasa kau akan bisa memilikinya begitu saja, aku melihat kelembutan dari dalam diri Laura, jadi saranku, sebaiknya kau lepaskan dia terlebih dahulu, selesaikan masalah yang kau hadapi, dan jangan menambah beban Laura yang suatu hari

  • DENDAM BERKALANG NODA   BAB 51. Neraka Terselubung

    Mata Bian berkedip sesaat, menatap lurus pada Clair, dia tahu temannya ini kadang memang menentangnya tetapi tak pernah membiarkannya sendiri. "Aku tak mencintai Kejora!" "Kamu tak mencintai Kejora? it's Ok! Pada awalnya mungkin begitu tetapi masa tujuh tahun lebih pernikahan kalian berdua Kejora tak membuatmu mempunyai perasaan apa-apa padanya?" tanya Clair dengan sikap penasaran. "Aku tak memiliki perasaan apa-apa pada kejora seperti dia juga tak pernah memiliki perasaan apapun padaku." "Bagaimana kamu bisa menyimpulkan jika kalian tak memiliki perasaan apa-apa satu sama lain?" Selidik Clair. "Akh, kamu tak akan mengerti apapun, Clair karena kamu tak pernah menikah." "Ya, aku mungkin tak mengerti apapun tentang pernikahan dan perasaan yang terlibat di dalamnya karena itu aku tidak salah untuk bertanya padamu bukan?" "Aku harus mengatakan berapa kali padamu, Clair. Aku tak pernah menginginkan pernikahanku dengan Kejora tetapi orang-orang di sekitar kami sangat menginginkan

  • DENDAM BERKALANG NODA   BAB 50. Terobsesi

    Bian merogoh kantong celananya, dan menelpon seseorang menggunakan smartphone yang dia genggam."Hallo An! Lunasi semua biaya pengobatan Ibu Laura, sekarang juga. Aku akan mengirimkan tagihannya padamu. " kata Bian dengan suara yang tegas.An Baibai tak punya waktu bertanya karena Bian sudah menutup panggilan. ***Laura yang sedang duduk di dalam Kamar pasien. Ibunya telah dipindahkan ke ruang rawat ini dan alat-alat medis itu satu persatu di lepas. Ibunya sudah jauh lebih baik dari sebalumnya, dia menatap wajah Ibunya yang tak kunjung membuka mata setelah di berikan obat tidur mungkin karena tadi ibunya bergumam-gumam tak jelas saat dia masu, suasana kamar yang senyap dan dingin, Laura terlihat sedih memandangi kondisi dari sang ibu."Ibu... maafkan aku, Bu! Maaf...." Ucap laura dengan suara yang lirih. Laura tidak pernah membenci ibunya sendiri, dia tak pernah benar-benar menyalahkan ibunya untuk apa yang telah

  • DENDAM BERKALANG NODA   BAB 49. Menolak menjadi Peliharaan

    "Aku tidak meperdaya dirimu, Laura sayang. Tetapi aku ingin nanti kamu melunasinya dengan jasamu saja, jadilah asistenku selama beberapa hari, maka aku akan menanggap hutang ini lunas!" ucap, Bian dengan lugas dan bibirnya yang menyunggingkan senyum. "Ck! Ternyata benar dugaanku, Om Bian. Tak ada yang tanpa pamrih darimu." "hey, bukankah kamu tak ingin berhutang apapun padaku, aku telah menawarkan bantuan secara percuma atas nama anak kita tetapi kamu jelas-jelas menolakku? Itu hanyalah satu-satu cara untuk membuatmu merasa tak berhutang budi padaku, jadi aku tetap bisa melaksana bagianku." Bian menggedikkan bahunya. Laura terdiam tetapi matanya sekarang menantang ke arah Bian. "Tawaran dari Om Bian ini terlihat sangat matang, begitu mudahnya om Bian memnberikan solusi padaku. Apakah sudah di rencanakan jauh-jauh hari?" tanya Laura kemudian sambil memicingkan matanya. Bian hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Laura, kemudian pria itu tersenyum kecut di hadapan seoran

  • DENDAM BERKALANG NODA   BAB 48. Rencana Menjebak

    Melihat Laura yang tak menunjukkan sikap senang dengan perbuatannya, Bian mengerutkan dahinya. Dia mulai tak sabar sebenarnya. "Aku tak punya maksud apa-apa, aku hanya ingin membiayai perawatan Ibumu, apakah aku baru saja melakukan kesalahan?" jawab Bian dengan polos, seolah tidak mengerti arah keberatan Laura. Laura menatap wajah Bian dengan sangat tajam. "Aku memahami manusia licik seperti dirimu om, tidak akan ada hal baik yang kau lakukan dengan cuma-cuma! Jadi, sekarang apa maumu? Om Bian ingin aku melakukan apa untuk membalas budi, kau ingin aku bagaimana untuk membayar?" Sambut Laura yang langsung masuk pada intinya. "Laura..." Bian berusaha meraih pundak Laura, meski dengan kasar Laura menepisnya. Sekarang gadis ini terlihat tidak suka berbasa basi. "Jangan berkata begitu, aku tahu bayi di dalam kandunganmu itu adalah anakku, setidaknya beri aku kesempatan..." "Aku lupa jika anak ini adalah anak om Bian!" "Laura ada apa dengan dirimu? Kemana dirimu yang polos itu?

  • DENDAM BERKALANG NODA   BAB 47. Mencari Kesempatan

    Laura terlihat sangat terburu, ingin langsung keluar dari dalam Mobil. Akan tetapi, Clair menghadangnya dengan merentangkan tangan, dia memberikan isyarat kepada Laura agar jangan bergerak."Tunggu saja di sini. Aku akan mengurus semuanya."Ucap Clair acuh tak acuh tapi jelas dia bersikap tulus dengan perkataannya. Mobil berhenti tepat di depan pintu utama rumah sakit, Clair membuka pintu, dan berjalan ke luar pria itu mendatangi petugas rumah sakit, mereka sedang bersama pasien yang pingsan.Di dalam mobil terlihat suasana yang begitu sunyi, tidak ada perbincangan apa pun, Laura hanya memalingkan wajahnya, menatap Clair yang memasuki rumah sakit cukup lama, tak kunjung keluar.Bian yang masih berada di tempat pengemudi, diam-diam pria itu memperhatikan Laura yang terlihat jelas sangat panik, ingin rasanya Bian mendatangi wanita itu dan mencoba untuk memenangkannya. Akan tetapi dia tersadar lagi bagaimana kondisi dirinya dan Laura saat ini.Hingga akhirnya, Clair kembali bersama denga

  • DENDAM BERKALANG NODA   BAB 46. Semua Telah Berubah

    Dengan segera Bian mengambil kemudi Mobil, dia menjalankan mobil warna siver miliknya dengan hati-hati. Bian beberapa kali menatap wajah Laura dari kaca mobil. Namun sama sekali wanita muda itu tidak menatap dirinya, Laura terlihat cemas akan kondisi dari ibunya yang sangat mengkhawatirkan. Nafas Laura setengah tersengal. "Laura, bagaimana kondisimu? Bagaimana dengan kandunganmu?" tanya Bian tiba-tiba yang menunjukkan rasa khawatir, pria itu mencoba untuk bicara, berharap dapat mencairkan suasana. Laura tak bergeming, dia tak berniat untuk menjawab pertanyaan Bian. "Laura?" "Apa Perdulimu?" Laura menyambar dengan kesal. "Aku hanya bertanya." Bian memelan ludahnya. Dahi pria itu berkerut, dan tatapan dari sepasang bola matanya tajam, terus memperhatikan Laura dari spion di atas kepalanya, memperhatikan wajah gadis kecilnya yang terlihat kelelahan itu. "Akh, senang rasanya tahu bahwa kalian berdua adalah orang yang saling mengenal dan tampaknya pernah begitu akrab." Seloroh Cl

  • DENDAM BERKALANG NODA   BAB 45. Mencari Muka

    "Menyingkirlah! Jangan mengganggunya!" bentak Clair seakan tak mengenal Bian "Aku yang akan mengurusnya." Bian terdiam, tetapi kemudian dia mengerti saat Clair memberi isyarat agar dirinya menyingkir. Laki-laki ini sedang membuat sebuah skenario dadakan. Clair berjalan ke arah Laura. "Nyonya, aku tak bisa meninggalkanmu sendirian. Aku bisa melihat kamu sangat kesulitan, bagaimana jika aku mengantarmu? Kau ingin pergi ke mana? Ke rumah sakit mana" dalam sekejap mata, Clair terlihat sangat lembut dihadapan Laura, tersenyum manis, kepada wanita itu. "Bukankah kau...." Laura terhenyak melihat wajah Clair pria yang sebelumnya telah membantu dirinya. Pria itu tersenyum sambil mengangguk, "Ya, itu aku yang kamu kira malaikat tadi." Ucap Clair dengan menyeringai. "Sebaiknya kita mengantarkan ibumu sekarang. Jangan terlalu banyak menimbang." Lanjut Clair lagi dengan ramah. Laura terdiam bingung, kemudian Laura memalingkan wajahnya kepada Bian, setidaknya dia lebih mengenal Bian dari

DMCA.com Protection Status