DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 77PoV INTANAku terus berenang menuju tepian danau di sisi lain cottage. Tapi air yang dingin membuat kaki dan tanganku terasa berat sekali. Aku mendorong dorong kaki, berusaha melepas sepatu yang kupakai agar lebih ringan. Berusaha tenang, meski jantungku terus berdegup kencang. Danau ini luas sekali, dan demi menghindari Surya, aku berenang menjauh hingga agak ke tengah. Mampukan aku mencapai tepian? Oh Tuhan aku tak bisa membiarkan kedua manusia zalim itu menguasai hartaku. Aku lebih rela memberikan semuanya pada anak yatim dari pada dia.Hupp… sepertinya aku mencapai tepian. Terasa ada yang menggores pipiku, mungkin ranting kayu. Rasanya perih. Tapi aku tak bisa lagi memikirkan perasaan sakit itu karena ada yang jauh lebih sakit di dalam sini, di hatiku. Aku menggapai ke atas, berusaha mengangkat tubuh. Rasa lelah karena berenang bermeter meter jauhnya, di air yang dingin seperti es sementara hari masih subuh membuatku kehabisan tenaga. Aku nyari
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 78Begitu masuk ke dalam rumah, Aryan terpana melihat dua sosok asing dengan penampilan misterius yang berdiri di dekatku. Tapi kemudian dia mengenali bahwa salah satunya adalah Intan. Tampak jelas keterkejutan disana, rasa tak percaya, bahagia, juga sedih melihat keadaan adik sepupunya yang kurang terawat itu. Tenggorokanku sendiri tercekat oleh rasa haru. Bagi Intan, Aryan dan Ayah Bundanya adalah keluarganya yang terdekat sementara Tante Rosa masih di Amerika."Intan…" Desis Aryan.Dan Intan langsung menghambur ke dalam pelukan suamiku. Dia terisak isak disana sementara mata Aryan sendiri berkaca kaca. Pertemuan yang tak pernah disangkanya akan terjadi."Apa yang terjadi?" Tanya Aryan begitu Intan melepaskan pelukannya. "Dan kau?" Aryan kini menatap Salma yang menunduk."Ini Salma Bang." Jawabku.Aryan tersentak."Tenanglah Bang. Aku akan menceritakannya. Sekarang, bagaimana kalau kita biarkan mereka istirahat dulu? Besok aku akan memanggil dokter
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 79"Apakah sudah cukup semua yang kau ingin tahu tentang diriku, Nadya?"Sindy berdiri, dia sama sekali tidak tampak mabuk. Sesaat, aku terkejut melihatnya. Dia tahan sekali minum bergelas gelas anggur tapi tak memberi efek apa apa. Dan dia, pandai sekali bersandiwara. Beberapa detik lamanya kami saling bertatapan. Sebelum akhirnya dia tertawa terbahak bahak penuh kemenangan."Kaget? Yeay! Kamu kena prank!" Serunya sambil bertepuk tangan. "Kau lupa ya? Aku ini penjahat. Minuman seperti itu ibarat air putih bagiku."Aku berusaha untuk tetap tenang. Ingat, selalu ada Plan B untuk setiap rencana. "Ah, nggak juga. Aku tahu kok kalau kamu cuma pura pura mabuk." Ujarku. "Okelah kita perjelas saja. Sepertinya aku sudah cukup mendengar semua yang kau katakan. Jadi apakah kau mau ikut secara sukarela denganku ke kantor polisi?"Dia menghentikan tawanya secara mendadak."Apa? Kau kira aku gila ya? Hey…" Dia melambaikan tangannya di depan wajahku. "Kau terperan
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 80PoV INTANAku berjalan dengan langkah lambat memasuki ruang acara pelantikan. Ruangan yang didesain terlalu mewah untukacara pelantikan. Mendengar suaraku, para hadirin yang datang, serentak menoleh. Dapat kulihat mata para staff yang terbelalak melihatku. Para wartawan yang langsung hendak menghampiri, namun kucegah dengan mengangkat tangan, dan tentu saja, keluarga Surya yang menjerit histeris. Semua itu berpadu bagai adegan film. Namun yang menjadi fokusku adalah lelaki yang berdiri di belakang podium. Lelaki yang beberapa bulan lalu melambungkan Asaku untuk hidup normal usai mendapat status sebagai mantan narapidana. Satu-satunya lelaki yang pernah membuatku jatuh cinta. Dan lelaki yang menorehkan luka teramat dalam di hati dan hidupku.Aku mengunci tatapan mata Surya yang tampak sekali gentar, lalu berpaling dan berjalan menuju perlengkapan sound system. Kuulurkan tangan yang memegang flashdisk berisi rekaman suara Surya di cottage tempo hari
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU 81 (Ending)PoV NADYAAku menatap lelaki sederhana di depanku. Martin, suami Salma adalah seorang dokter umum yang mengabdi di sebuah puskesmas di sebuah pedesaan di pinggiran kota Bandung. Aku dan Intan menunaikan janjiku menemui mereka, berharap mereka baik baik saja, dan memohon selembar foto Nabila, putri mereka yang kini berusia sebelas tahun. Usai kuceritakan semua tentang istrinya, Martin terpekur. Aku mengerti apa yang berkecamuk di dalam benaknya. Dia mungkin saja telah susah payah menyembunyikan mata Nabila dari berita tentang Ibunya di televisi. Mungkin juga dia telah berurai air mata membujuk Nabila setiap gadis kecil itu bertanya tentang Ibunya. Dan kini, Tiba-tiba saja aku datang, memberi kabar yang mengempaskan jiwanya. Dia masih sendiri. Menurut apa yang kudengar dari Ibunya, Nenek Nabila tadi, tak sekalipun Martin mau menerima perhatian dari perempuan lain. Seorang dokter di pinggiran desa seperti ini, meski hanya dokter umum, tentul
DELAPAN HARI SAJA MENJADI ISTRIMU (EKSTRA PART)PoV INTANSatu tahun kemudian.Kami kembali bertemu di bandara Soekarno-hatta. Dia tak pernah tak menepati janjinya menjemputku. Dari sambungan telepon, aku tahu bahwa dia telah mengurus rumah sakit dengan sangat baik. Nadya, adalah sahabat limited edition. Aku mungkin tak akan pernah menjumpai yang seperti dia lagi di kehidupan yang akan datang.Mereka datang bertiga. Aryan sepupuku yang tampak semakin dewasa. Dia telah menjadi suami dan Ayah yang baik, hal itu selalu kusyukuri. Dan Nadya, hijabnya kini semakin lebar meski belum sebesar para ukhti yang kerap kukagumi kala bertemu di masjid masjid sekitar tempat tinggal Mama di Boston. Dan yang membuatku tersenyum semakin lebar adalah, gadis kecil nan cantik, dengan rambut ikal seperti per sepanjang bahu yang berwarna kemerahan. Gadis kecil yang kutaksir berusia setahun lebih beberapa bulan saja. Entah bagaimana rambutnya yang indah itu bisa tidak berwarna hitam pekat seperti Ayah dan Ibu
Season 2Bab 1.AYAHKU SEORANG PEMBUNUH (1)#Repost dengan revis________"Mama, apa benar Ayahku seorang pembunuh?"Pertanyaan yang dia lontarkan dalam mimpiku semalam terus terngiang-ngiang di telinga. Rasa cemas yang tak mau hilang sejak lima belas tahun lalu ternyata terakumulasi menjadi mimpi buruk. Dan akan lebih buruk seandainya mimpi itu menjadi nyata.Axel Firdaus Sanjaya. Itu adalah namanya. Remaja berusia tiga belas tahun lebih sedikit, yang baru saja kelas satu SMP. Dia adalah anak yang lahir dari dua hati yang saling mencinta, lalu terpisah karena benci yang luar biasa.Axel Firdaus Sanjaya. Nama belakangnya adalah nama keluargaku. Sejak jantungnya pertama kali berdetak, dia telah kehilangan sang Ayah. Karena Ayahnya, adalah orang yang nyaris saja membunuhku, Ibunya. Bersama dirinya sekaligus yang saat itu berada dalam kandunganku. Dan juga membunuh kakeknya.Ya. Mantan suamiku, ayah dari Axel anakku adalah seorang pembunuh."Mama!"Lamunanku buyar. Anakku yang tampan ber
AYAHKU SEORANG P3MBUNUH(2)Mama, benarkah ayahku seorang pembunuh?_____"Besok, dia akan bebas, grasi dari presiden."Satu kalimat itu ternyata memberi efek luar biasa bagiku. Empat belas tahun! Dia hanya dihukum empat belas tahun atas kejahatan kejinya padaku. Aku meneguk teh dengan tangan gemetar. Dadaku berdegup sangat cepat. Dan aku yakin sebentar lagi keringat dingin akan membasahi dahiku. Nadya menyentuh tanganku dengan lembut. Perlahan, aku kembali tenang meski dadaku masih terasa nyeri. Empat belas tahun telah berlalu setelah rangkaian tragedi mengerikan yang menggemparkan seluruh negeri. Kami tetap menjadi sepasang sahabat yang tak terpisahkan. "Semua sudah berlalu Intan. Mereka tidak akan bisa mengusikmu lagi." Suara Nadya lembut dan menenangkan. Dia selalu menjadi sahabat yang bisa ku andalkan."Bagaimana dengan Sindy?""Sindy masih di penjara. Sisa beberapa tahun lagi. Bagaimanapun, kita memang harus bersiap. Meski aku berharap penjara membuat mereka jera dan berhenti
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 20 (ENDING)Dengan perasaan ngeri, aku melihat Surya menggenggam revolver itu, menelitinya sesaat dan tersenyum. Dengan wajah menggila, dia menciumi senjata itu. Aku memandangnya dengan benci. Ternyata, dia tak pernah berubah. Dia masih menjadi budak Sindy."Tembak mereka berdua. Farrel lebih dulu. Aku ingin menikmati saat-saat Intan menjadi gila karena kehilangan suaminya.""Kalian memang pasangan gila." Aku lalu menatap Surya, pada matanya yang kini fokus padaku."Aku tak pernah menyangka. Ku pikir penjara akhirnya akan membuatmu sadar. Permintaan maafmu itu palsu belaka. Dan kau pernah memohon padaku untuk melihat anakmu. Lihat itu!" Aku menunjuk Axel yang berada dalam bekapan tangan Anis, "Itu anakmu, Surya. Anak yang ada dalam perutku saat kau menenggelamkan aku di danau ini."Surya tampak terguncang. Matanya mengawasi Axel, yang tak lagi meronta. Dia tengah menyimak pembicaraan kami."Dia kerap bertanya, apakah benar Ayahnya seorang pembunuh? Kini, kau in
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 19Mas Farrel dapat merasakan tatapanku yang membeku, terpaku pada mobil berbody besar yang tengah memasuki halaman parkir hotel. Dengan dada berdebar kencang, aku menunggu sampai mobil itu benar-benar berhenti. Lalu sepasang kaki jenjang memakai stoking hitam turun. Sepatunya mempunyai heels setinggi lima sentimeter, masih tampak luwes jika dibawa berjalan cepat. Naik ke atas, ada rok span dari kulit yang juga berwarna hitam, dipadu jaket dengan bahan dan warna sama. Aku bersiap melihat wajah Sindy disana. Tapi kemudian aku terkejut.Wanita itu bukan Sindy. Meski ada kacamata hitam besar yang menutupi hampir separuh wajahnya, aku tahu dia bukan Sindy. Wajah Sindy telah melekat dalam ingatanku bertahun-tahun lamanya. Terakhir kali aku melihatnya di depan sekolah Axel beberapa hari yang lalu, wajahnya juga tak berubah. Namun, wanita ini, meski aku tak mengenalnya, ada bagian dari dirinya yang mengingatkanku pada seseorang. Entah siapa.Wanita itu menurunkan kaca
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 18Nadya memelukku erat, berusaha meredam getaran tubuhku. Dia tadi langsung naik taksi ke sekolah dan mengambil alih mobil. Kami akhirnya pulang ke rumahku. Dia lalu menyuruhku merebahkan diri di atas sofa, menyelimuti tubuhku dan meminta Bik Marni membuatkan teh hangat."Bagaimana Sindy bisa berkeliaran di luar? Dan dia tahu anak-anak ada di sekolah yang sama.""Mungkin hanya kebetulan In. Tenanglah.""Apa kau percaya kebetulan, Nad? Bukankah tak pernah ada kebetulan dalam hidup kita selama ini?"Nadya terdiam. Aku memejamkan mata. Bayangan wajah Sindy tak juga mau hilang dari benakku. Bibirnya yang tertawa lebar tanpa suara itu seakan menantangku, mengatakan bahwa penjara tak mampu membuatnya terkurung."Bagaimana kabar keluarga Salma?"Aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Bik Marni datang membawakan dua gelas teh hangat dan sepiring bakwan yang masih panas. Aku segera meraih gelas itu, menghangatkan tanganku yang masih terasa dingin."Salma masih di Malays
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH (17)PoV INTANAku meletakkan tas di tas meja dengan hati kalut. Kematian Mantan Ibu mertuaku, yang tanpa sengaja kutemukan di dalam rumahnya akan menjadi babak baru. Bagaimana bisa aku masuk ke dalam rumahnya tepat saat Ibu tiada? Apa yang sebenarnya terjadi? Aku beruntung karena tak menyentuh Ibu sedikitpun, begitu pula Mas Farrel. Meski begitu menghadapi interogasi polisi ternyata sangat melelahkan. Terutama ketika fakta bahwa aku adalah korban percobaan pembunuhan yang pernah dilakukan oleh si pemilik rumah."Aku akan menelepon Om Helmi, bersiap jika kita butuh pengacara." Mas Farrel memelukku. Kami baru saja pulang dari pemakaman Ibu.Aku mengangguk, menyandarkan kepala ke sandaran sofa sambil memejamkan mata. Setelah sekian lama waktu berlalu, bukankah seharusnya semua akan baik-baik saja? Tapi kenapa aku justru seakan menghadapi hidup yang penuh misteri. Waktu empat belas tahun yang telah berlalu seakan hanya sebuah jeda, sebelum aku akhirnya tiba pada a
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 16POV SURYA"Kita adalah partner paling hebat. Dulu, sekarang, kelak. Aku akan memaafkanmu karena mengabaikanku di penjara. Tapi mulai saat ini, tetaplah disini. Kita lanjutkan semua yang dulu terpaksa terjeda."Suaranya masih seperti dulu, penuh desah dan merayu. Aku menatap matanya dan seketika kenangan itu terlempar ke masa empat belas tahun silam. Di ruang pelantikan, ruangan yang tadinya akan menjadi tempat pelantikan ku, aku merangkak di kaki Intan, memohon ampun. Bukan untuk memintanya mencabut segala tuntutan karena itu tak mungkin lagi. Aku berlutut meminta maaf darinya, meski aku tahu kesalahanku tak termaafkan.Selain itu, aku telah menyadari bahwa sebulan tanpa dirinya adalah siksaan. Aku benar-benar sakit, sampai nyaris bunuh diri. Semua orang melihatku yang sangat terpukul karena kehilangan istri. Namun, yang terjadi adalah, aku tengah dihantam gelombang rasa sesal dan bersalah. Rasa yang ternyata sangat menyiksa."Aktingmu luar biasa. Kau layak
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 15POV SURYAAku terbangun dengan kepala pusing seperti biasa. Terlalu banyak tidur hingga kehilangan orientasi waktu. Entah sudah berapa lama aku disini. Seminggu? Dua minggu? Sebulan? Dua bulan? Rasanya aneh sekali. Bangun, makan, lalu tidur. Bangun, makan dan tidur lagi. Ku pandangi tubuhku. Perlahan tapi pasti, tulang tulang yang kemarin hanya terbungkus kulit, kini berisi. Aku tak pernah kelaparan disini seperti saat di rumah. Jika Mbak Wulan hanya memberiku sepiring nasi ditabur garam setiap hari, disini, segala rupa makanan mewah terhidang dalam jumlah banyak. Aku bisa makan sepuasnya.Tiba-tiba saja aku teringat Ibu. Dadaku langsung berdebar kencang. Ada rasa yang ngelangut disini, sebuah rasa yang tak nyaman. Wajah tua itu membayang, berkerut dan nyaris lupa cara tersenyum. Setelah aku menghancurkan keluarga karena ulahku sendiri, Ibu pasti sangat menderita. Kini, di usianya yang melewati tujuh puluh tahun, Ibu tampak sepuluh tahun lebih tua. Bungkuk,
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH (14)PoV INTANAxel turun dari mobil sambil memandang rumah Surya dengan alis mengerut. Dia yang selama ini hidup berkecukupan, sepertinya merasa heran ada rumah yang tampak demikan menyedihkan. Untung saja, halamannya tidak berupa semak belukar lagi.Tanpa berkata-kata, aku menggandeng tangannya menuju pintu. Mas Farrel menyusul di belakang sambil menjunjung kantong berisi kotak kue. Dalam hati, aku bertanya tanya, adalah yang seperti kami? Aku adalah korban percobaan pembunuhan mantan suamiku sendiri. Dan kini aku justru kerap menyambangi keluarganya karena satu alasan : demi Axel."Mama. Berhenti. Aku nggak mau masuk."Suara Axel membuat langkahku terhenti seketika. Kutatap wajah tampan jagoanku. Matanya terpaku pada daun pintu kayu yang lapuk dimakan rayap. Rumah sunyi, tapi aku tahu Ibu ada di dalam, mungkin tengah merenungi hari yang suram usai anak kesayangannya divonis hukuman penjara demikian lama. Terlalu sering menangis membuat penglihatannya kabur.
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH 13"Apa maksud Mbak Wulan? Aku hanya bertemu Surya satu kali, di sini, tiga hari yang lalu."Mbak Wulan menyipitkan matanya. "Kau kesini?"Aku mengangguk dengan canggung. "Hanya ingin memastikan bahwa dia tak akan menemui anakku sebelum mendapat izin dariku."Mbak Wulan menatapku curiga."Dan apa yang kau katakan hingga dia pergi? Dia bilang pada Ibu, seorang wanita menawarinya pekerjaan dengan gaji besar. Aku pikir itu kau."Aku menggeleng."Aku sama sekali tidak melakukan itu Mbak."Mbak Wulan lalu duduk dengan wajah sedih di bangku bambu yang ada di teras."Harusnya dia tidak seenaknya pergi. Aku toh ikhlas memberinya makan walau hanya sepiring nasi setiap hari, tanpa lauk."Suaranya membuatku terenyuh. Aku memang gampang iba. Mas Farrel menarikku keluar. Dikeluarkannya beberapa lembar uang seratus ribuan dan diberikannya padaku."Sayang, Berikan pada mertuamu. Kasihan dia."Aku mengangguk tanpa kata-kata dan berjalan melewati Mbak Wulan di teras. Masuk ke d
AYAHKU SEORANG PEMBUNUH (12)PoV INTANAku berdiri di depan rumah, bolak balik mengecek jalan raya, menunggu mobil antar jemput sekolah. Farin sudah pulang sejak tadi. Sementara Axel, seharusnya dia sudah tiba sejak setengah jam yang lalu. Sopir mobil jemputan tidak bisa kuhubungi, mungkin sengaja tidak mengangkat telepon agar konsentrasi pada stir. Tepat pukul tiga lebih tiga puluh, bersamaan dengan adzan ashar berkumandang dari masjid komplek, sosoknya muncul dari ujung jalan. Axel pulang berjalan kaki! Dia melangkah sambil menundukan kepala, sementara kakinya bergantian menyepaki kerikil, daun daun kering, dan apa saja yang bisa dia raih dengan kakinya. Dikuasai rasa terkejut, sejenak aku tak mampu melakukan apa-apa. Hingga kemudian aku turun dari teras rumah dan berlari menyongsongnya."Axel, kok jalan kaki? Katanya naik jemputan."Axel langsung meraih tanganku dan menciumnya sebelum melangkah masuk."Axel kok nggak jawab Mama?"Axel berbalik, dan aku terkejut mendapati sinar mat