Tak ayal lagi, Dayu menjerit ketakutan karena berhadapan dengan kepala, yang menempel pada dinding di belakang kursi yang sedang dia tempati. Anto yang duduk di sebelahnya bukan hanya ikut terkejut, tapi juga menjadi panik karena Dayu secara mendadak menjadi histeris dan berlari keluar dari ruang tamu rumah dukun itu.Dua orang gadis cantik yang baru berdiri karena sudah tiba giliran mereka menerima jasa dari sang dukun batal masuk ke ruang berikutnya karena ulah Dayu. Mereka berdua terlihat bingung, sementara Anto segera berlari keluar untuk mengejar Dayu."Yu, ada apa? Kamu kenapa?" Anto menahan Dayu yang sudah hampir berlari ke jalan tanpa peduli jika ada pengendara motor yang tiba-tiba lewat atau apa.Dayu gemetaran. Langkahnya sudah berhenti, tapi dia masih belum bisa bernapas dengan tenang. Dayu langsung duduk di atas tanah, di halaman rumah sang dukun tanpa mau menoleh ke belakang."Sepertinya aku sudah gila!" Dayu berucap dengan napas yang masih terengah dan wajah menunduk, me
"Tidak bisa. Tumbalnya pasti tujuh nyawa. Kamu mungkin hanya menghitung enam orang tapi apa yang bisa membuat kamu yakin tidak akan ada korban ke tujuh. Dalam kontrak dengan penguasa alam ghaib, masih ada kemungkinan para tumbal ini tidak mati di saat yang sama." Mbah Nom menjawab dengan cara berpikir yang tak bisa Dayu komentari lebih jauh.Benar. Dia bahkan tak tahu siapa orang yang telah menumbalkan dirinya dan juga keluarganya. Dia bahkan tak mengenal dua orang di dalam truk. Lebih jauh dari itu, tidak ada saksi yang bisa memastikan bahwa tidak ada orang lain yang juga menjadi korban saat itu, bisa juga tumbal ke tujuh memang tak ada di sana saat itu.Oh, keberadaan tiga orang yang ada di saat saat kecelakaan terjadi saja masih menjadi pertanyaan bagi semua orang. Polisi sama sekali tidak menemukan petunjuk, sementara Dayu juga tak bisa mengingat apa yang persisnya terjadi saat kecelakaan berlangsung."Harus saya katakan, persetan dengan tumbal ke tujuh itu. Saya hanya memikirkan
Dayu duduk dengan sedikit canggung, padahal dia bukan satu-satunya gadis di sana. Ada adik perempuan Nala yang seumuran dengannya, meski dilihat dari sudut tata surya sekalipun gadis itu terlihat jauh lebih teguh dari Dayu.Naya, adik perempuan Nala itu juga seorang mahasiswi seperti Dayu. Bedanya, jika Dayu hanyalah seorang mahasiswi yang kuliah untuk sekedar mengisi waktu, supaya tak sendiri, dan karena keinginanan ayah, Naya sejak tadi bisa sudah bisa berdiskusi dengan tenang dan hangat bersama Nala dan dua adik kembar mereka. Salah satu dari si kembar adalah cowok bermata cokelat mirip Nala yang tadi menatap Dayu lalu memilih bersembunyi."Sepertinya keluarga kalian hangat sekali. Aku jadi iri." Dayu berkata terus terang. Yah, dia bukan seseorang yang berbicara lembut di depan tapi mengutuk di belakang, Dayu akan dengan senang hati mengutuk langsung di depan orang yang dia maksud.Dayu sama sekali tak menyukai seseorang bermuka dua, dan dia tak ingin menjadi salah satunya."Yah, t
"Bagaimana kamu bisa mengetahui hal itu? Apakah Nala yang memberi tahu kamu, Nay?" Anto bertanya dengan sedikit gugup.Dayu melirik ke arah cowok yang duduk bersila di sampingnya itu. Dayu merasa Anto terlalu khawatir. Lagi pula, jika Nala memberi tahu Naya sekalipun, Dayu pikir tidak ada salahnya. Mereka berdua kakak dan adik, sangat mungkin untuk membahas berbahagi hal bersama. Meski Dayu pikir Naya mungkin memang seperti Nala dalam hal perihal perghaiban. Mungkin saja Anto merasa dia akan dianggap aneh jika makin banyak orang yang tahu tentang dirinya, seseorang yang mengejar informasi mengenai sosok makhluk ghaib penguasa tempat keramat bernama Danyang.Naya tersenyum."Tidak. Kak Nala punya kecenderungan untuk tidak membahas masalah orang lain, atau rahasia yang dipercayakan kepadanya pada siapa pun. Kadang, tak ada yang tahu bahwa dia mengalami sesuatu sampai seseorang memberi tahu kami." Naya menjawab dengan senyuman yang tenang.Dayu turut tersenyum. Dia semakin yakin bahwa Na
"Jadi, apa yang sudah kalian dapatkan dari dukun pertama yang kalian datangi?" Nala bertanya.Angin bergerak sepoi dari arah persahan, membawa aroma padi dan lumpur hitam, serta suara gesekan dua permukaan daun. Nala yang sedari bergabungnya Dayu dan Anto nyaris tak bersuara kecuali jika ditanyai akhirnya mulai menunjukkan taringnya lagi.Dayu pikir, sebenarnya Nala memang tak ingin melibatkan adik-adiknya. Seperti yang sudah cowok itu ungkapkan pada Dayu sebelumnya, mengenai alasannya batal pulang ke rumah. Cowok itu mungkin mengambil langkah preventif untuk menghindari hal-hal yang tidak diingibkan. Jadi, dengan kata lain Naya memang mengetahui bahwa Dayu adalah seorang tumbal untuk Danyang tanpa campur tangan dari kakaknya."Dukun itu mengatakan bahwa sangat sulit untuk melepaskan diri dari penumbalan itu, dan dia juga mengungkapkan soal tujuh tumbal nyawa manusia. Tapi, hal yang seru adalah bagaimana aksi Dayu setelah mendengar tawaran dari dukun itu untuk membuat perjanjian denga
"Hwaaaaaa!!!"Dayu berteriak sangat keras sampai gelombang suaranya menggetarkan rumah milik Mak Nik. Tapi tenang saja, dia hanya berteriak di dalam angan-angannya saja, sebenarnya dia bahkan tak bisa menggerakkan bibirnya.Pemandangan di hadapannya, begitu pintu ruangan itu terbuka lebih lebar, tak seperti yang diharapkan oleh siapapun. Ruangan itu tak lebih besar dari ruang tamu, tanpa penerangan yang cukup, tanpa jendela. Sirkulasi udara yang tak begitu baik membuat aroma yang berasal dari apapun di dalamnya berputar terus dalam ruangan itu dan menciptakan kombinasi amis, bau busuk sesajen yang belun diganti, aroma dupa, aroma kayu tua lapuk dan asap, semua beecampur menjadi satu.Tapi, apa yang paling membuat Dayu ingin berteriak adalah asap hitam yang sepintas dia lihat berkumpul di sebuah altar dengan sesajen lengkap. Ayam yang sepertinya baru saja disembelih diletakkan berjejer dengan rapi, ditaburu bunga warna-warni. Di ujungnya ada sebuah bejana kuningan yang berisi cairan me
Mak Nik terlihat risau melihat Dayu berdiri dengan tatapan menguji kesabaran di ruang tamu kediamannya. Gadis bertubuh semampai itu bersikap sebaliknya. Dayu memberi tatapan menyelidik sekaligus sorot mata tajam menghakimi lawan bicaranya.Dayu tak merasa punya alasan untuk takut apda Mak Nik, toh dukun itu pantas menerima tatapan penuh kemarahan darinya.Aroma busuk dari kontrak yang dukun itu ikat dengan Danyang, tak lebih baik dari kejahatan apapun yang bisa dihukum. Dia lebih buruk, karena membantu seseorang menumbalkan tujuh nyawa hanya untuk mendapat imbalan tak seberapa. Dayu tak segan dan terus memberikan tatapan penuh intimidasinya.Dia adalah Dayu, bungsu yang dibesarkan dengan segala kemewahan dan juga dipuja sebagai anak kesayangan. Kehadiran Dimas saja tak meluluhkannya apa lagi hanya seorang dukun perempuan yang sudah mendorongnya masuk ke lembah penumbalan."Dayu ... apakah ada sesuatu?" Anto bertanya dengan was-was. Cowok satu ini sangat mempercayai kekuatan ghaib kare
Dayu mencoba untuk menggerakkan tubuhnya. Dia yakin bahwa ada sesuatu yang terjadi sehingga dia tiba-tiba berada di dalam sebuah lorong yang asing, tanpa Nala dan mata teduh cowok itu di sampingnya. Dalam detik yang sama, sangat tak masuk akan rasanya jika dia bisa berpindah tempat bahkan tanpa mengedipkan mata.Sosok dirinya sendiri yang terlihat tergantung di ujung lorong itu sedang memejamkan mata, tak terlihat seperti mayat sama sekali. Dayu benar-benar mengenali sosok itu sebawai wujudnya sendiri. Sama seperti saat dia bercermin.Lorong itu menjadi pengap dengan cara yang aneh. Lantai putih lorong rumah sakit berubah menjadi gelap, sampai saat menunduk Dayu tak bisa melihat kakinya sendiri."Nala!" Dayu yang hanya bisa bersuara akhirnya memanggil nama dokter koas yang seharusnya sedang bersama dengannya itu.Tak ada jawaban. Dayu hanya mendengar suaranya sendiri sebagai jawaban, mengulang apa yang dia katakan."Nala!!" Dayu kembali memanggil nama Nala, kali ini dia berteriak.Kak
"Apa maksudmu? Apa yang ada di sana?" Dayu bertanya pada sosok yang terus mengulang kata tunjuk yang sama itu.Dia tak merasa perlu untuk berpura-pura tak mendengar, karena dia yakin di dalam mobil itu bukan hanya dia yang mendengarnya."Di sana! Itu di sana!" Sosok gadis itu seolah tidak bisa memahami apa yang Dayu tanyakan, dia hanya menjawab dengan kalimat yang sudah dia ucapkan sebelumnya, dia ulang dan ulangi lagi saja."Hei!" Dayu merasa sedikit kesal sendiri sehingga dia langsung membentak sosok itu tanpa sadar.Nala terbangun karena suara bentakan Dayu, sementara sosok itu justru menghilang dari sana. Dalu tertawa dan terlihat senang sekali."Nah, seperti itu. Ketika kamu menunjukkan bahwa kamu juga bisa menjadi lebih kuat darinya, dia akan menyembunyikan dirinya darimu!" Dalu memuji apa yang baru saja Dayu lakukan, meski Dayu tak sengaja melakukannya."Ah, begitukah? Tapi, dia terus mengulang kalimat yang sama, menunjuk ke arah yang sama, menyebalkan sekali!" Dalu menyahut.N
"Hah? Bagaimana caranya aku memotong tangan makhluk ini?" Dayu bertanya dengan panik.Anehnya, Dalu terkekeh seolah semua itu hanyalah lelucon, sementara Nala menoleh dengan wajah tenangnya yang terlihat sedikit lebih pucat dari biasanya dan memberikan senyum yang membuat Kiana merasa nyaman."Tidak apa-apa. Setiap dari kita bisa memutus rantai jika kita mau!" Dalu berucap.Dayu menggelengkan kepalanya. Dia tak mengerti. Rasanya, hanya dengan mendengar apa yang Dalu katakan saja sudah terasa mengerikan.Wanita yang sudah bisa dikatakan dalam usia dewasa itu menunjukkan sikap yang sangat stabil. Dia tenang dalam situasi yang menurut Dayu bisa disebut genting atau tak menguntungkan sekalipun, sementara di saat yang lain dia bisa terlihat ceria dalam porsi yang tidak berlebihan. Kali ini juga sama. Dalu berjalan mendekat, memutari meja hingga berada di sebelah Dayu lalu menunjukkan apa yang dia maksud dengan memotong tangan makhluk itu.Dia tenang seperti air, tapi saat tangannya dengan
"Ya, semacam itulah. Apakah kamu tidak bisa melihat apa yang sedang dia ajak berbicara?" Dalu balik bertanya.Dayu langsung menggelengkan kepalanya tanpa ragu. Dia sangat yakin hanya melihat Nala di sana dan tak melihat apapun yang lain. Cowok itu berpenampilan santai tapi rapi, membuatnya terpesona. Sejujurnya, dia tak bisa memperhatikan hal lain karena Nala yang belum resmi menolaknya, dan cowok itu semakin hari juga terlihat semakin gemerlapan di matanya."Dia bersama dengan wujud dari ingatannya sendiri!" Dalu menjawab.Mobil yang Dalu kendarai mendekati Nala, lalu berhenti persis di depan cowok itu. Begitu roda mobik berhenti bergerak secara resmi, Dalu melepas sabuk pengamannya lalu turun dari mobil dan meninggalkan pintu mobil dalam keadaan terbuka.Nala mendatangi adik dari mendiang ibunya itu, menyapanya lalu mencium tangannya dengan sangat sopan. Dalu membisikkan sesuatu kepada Nala, dan saat itulah Dayu disadarkan bahwa Dalu memiliki tubuh yang terbilang tinggi.Begitu kedu
"Bukankah manusia sangat sombong? Ya, kamu benar, kalian sangat sombong. Itu adalah apa yang membuat kalian dan kami menjadi mirip, tapi semakin lama aku pikir manusia menjadi lebih serakah dari makhluk apapun. Ketika mereka berpikir bisa memperbudak aku, maka aku akan menang melawan orang-orang semacam itu!" Danyang berucap.Dalu terkekeh."Benar, benar. Benar sekali. Maka bukankah kamu hanya akan perlu melihat siapakah yang lebih baik di antara kami dan mereka, sementara kamu hanya akan menerima keuntungannya?" Gadis itu seolah tengah membenarkan apa yang Danyang katakan, tapi dalam makna yang sebenarnya, dia masih mengajukan sebuah dorongan agar Danyang tidak ikut campur.Danyang menyeringai. Dengan penampilan dan rupa Nala, seringaiannya itu tidak nampak menyenangkan untuk diingat bagi Dayu, karena itu bisa merusak sosok Nala dalam kepalanya.Begitu Danyang mengibaskan tangannya, Dayu langsung kembali menyaksikan penampakan genteng-genteng yang berjejeran. Dalu yang ada di sebelah
"Siapa yang kamu maksud?" tanya Dayu.Dalu menoleh lalu tersenyum. Gadis itu melepas outer yang dia pakai dan menggantungnya dengan rapi, meletakkan tas kecil yang menggantung di bahunya, lalu kembali berjalan ke arah balkon."Orang yang sedang mencoba menyeret Danyang keluar dari tempat tinggalnya dan membawa makhluk itu ke dunia manusia ini. Orang itu memang kuat dan dia berpikir bahwa dirinya akan menjadi lebih kuat dengan memanfaatkan energi Danyang. Kesombongan manusia benar-benar melampaui jangkauan akal!" Dalu menjelaskan apa yang dia maksud kepada Dayu sambil terus berjalan sampai dia bisa berada di balkon.Dayu turut berjalan untuk menyusul Dalu. Dia berdiri di sebelah wanita itu, menghirup aroma parfumnya dengan jelas sampai kemudian dia bisa menghirup aroma bebungaan yang bercampuran."Apakah itu dia?" tanya Dalu.Dayu mengenyitkan dahi, memandang ke kanan dan ke kiri."Di bawah sana. Laki-laki yang sudah mati itu, apakah itu dia yang kamu maksud?" tanya Dalu lagi, memperte
Dayu melambaikan tangan kepada adik barunya yang begitu muncul sudah langsung berusia enam belas tahun itu sambil tersenyum lebar, begitu juga ketika bunda dan ayah melambaikan tangan kepada dirinya. Seharusnya, jika sesuai rencana, dia akan turut serta mengantar Dimas ke sekolahnya, tapi dia akhirnya memutuskan untuk tinggal.Dia punya hal lain yang harus dilakukan, dan Dimas membantunya untuk meyakinkan ayah serta bunda bahwa Dayu memang lebih baik tinggal dan tak turut bepergian jauh untuk mengantar. Apa lagi, sebenarnya ayah sendiri juga belum memiliki kembali keberanian untuk menyetir sendiri dalam jarak jauh, membuat mereka harus menyertakan seorang supir yang kebetulan direkomendasikan oleh pihak hotel.Satu hal yang baru Dayu tahu adalah hotel itu merupakan salah satu aset milik keluarga Nala. Hotel paling besar di pusat kabupaten yang sebenarnya tak terlalu ramai, dan mungkin tidak akan memberikan keuntungan yang besar. Akan tetapi, menurut cerita Nala semalam setrlah ditodon
Nala tersenyum, dia tidak mengatakan apapun tapi dia sedang menelepon. Dayu tak mengerti mengapa cowok itu berlaku demikian, tapi sepertinya dia hanya sedang menerima instruksi dari seseorang setelah mengatakan satu kalimat saja selain salam."Seperti yang sudah kamu katakan waktu itu!"Setelah kalimat itu, selama sepuluh menit, Nala hanya diam dan mendengarkan. Sesekali dia mengangguk-angguk atau menggeleng, kadang dia memandang ke arah Dayu atau Dimas lalu tersenyum.Setelah menyelesaikan panggilan telepon itu, Nala menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Dia, entah mengapa melirik ke arah kirinya yang kosong sebentar lalu memberikan tatapan dan semakin lama semakin menajam, sebelum kemudian dia kembali menoleh ke arah lain dan memberikan tatapan lembutnya, seolah dia baru saja mengungkapkan ketidaksukaannya pada sesuatu yang ada di sampingnya."Siapa yang baru saja kamu telepon?" tanya Dayu."Oh, tanteku. Dia adik paling muda dari mendiang mama!" Nala menjawab sambil menyunggin
Dayu dibangunkan oleh Dimas ketika baru memejamkan mata dan membuatnya terkesiap."Katanya, tidak baik jika kita tidur dalam pergantian antara terang dan gelap!" Dimas mengingatkan Dayu.Sebenarnya, Dayu tak tahu dari mana Dimas bisa mendapatkan ide itu, tapi dia rasa apa yang Dimas katakan ada benarnya. Apa lagi setelah mengalami kejadian buruk seperti tadi, Dayu mengingatkan dirinya untuk tidak segampang itu tertidur."Berapa lama lagi sampai kita akan pergi ke restoran dan bertemu Nala?" tanya Dayu."Dayu, kamu merindukan Nala?"Suara ayah yang bertanya membuat Dayu menoleh. Sejenak dia sempat terlupa bahwa dia sedang berada di kamar kedua orang tuanya, dan pasangan itu sedang berada di dekatnya.Mereka menonton bersama-sama, sebuah series komedi yang bukannya membuat Dayu tertawa, tapi justru mengantuk."Oh, bukan begitu. Hanya saja ada yang mau aku bicarakan dengan Nala ketika kami bertemu nanti!" jawab Dayu.Ayah dan bunda tersenyum."Dia calon dokter yang sering kita temui buka
Dayu tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Tubuhnya bergetar dan dia mundur tiga langkah ke belakang. Dimas sendiri tak terlihat baik-baik saja. Cowok itu segera berbalik badan dan terlihat sedikit panik. Bagaimanapun, dari kejahatan yang sudah Agus lakukan, Dimas adalah target utama penumbalannya.Dua kakak beradik yang disatukan lewat ikatan pernikahan kedua orang tua mereka itu segera saling tatap. Tanpa mengatakan apapun, Dayu segera menyambar gawainya dan berusaha untuk menelepon Nala, tapi cowok itu tak mengangkatnya.Dimas juga terlihat kecewa saat Dayu menggelengkan kepalanya. Berdua, mereka kembali mengendap-endap ke arah balkon dan kembali memandang ke arah di mana tadi mereka bisa melihat sosok Agus berdiri mengawasi."Oh, syukurlah!" Dayu melepas napas lega saat melihat bahwa sosok itu sudah tak ada lagi di sana."Kak, kamu juga melihat dia tadi 'kan?" tanya Dimas dengan suara bergetar.Dayu menganggukkan kepala. Dia masih sangat terkejut sampai tak bisa menghentikan la