Marsha terdiam mematung, tatapannya kosong menatap dinding kamar yang tidak ada menariknya sama sekali. Otaknya di penuhi segala pertanyaan tentang apa yang harus ia lakukan. Pergi dari Albert? Bagaimana caranya ?
Haruskah dirinya meminta batuan Joe? Oh shit! Kepalanya terasa ingin meledak!
Ia tidak mungkin menghubungi Arion hanya untuk meminjam uang. Lagi pula jika nanti ia kembali , bagaimana cara dia melunasi uang pinjaman itu jika dirinya saja belum mendapatkan pekerjaan. Hembusan napas kasar keluar dari bibirnya, ingin sekali dirinya menenggelamkan diri di laut. Tetapi itu bukanlah hal yang baik, bunuh diri bukanlah jalan elite untuk pergi menemui Tuhan.
Ting
Ponselnya berbunyi, ia sontak mengalihkan pandangannya ke arah ponsel yang berada di sampingnya. Marsha tersenyum lega, akhirnya Arion membalas pesannya. Sungguh, perbedaan waktu membuat dirinya susah untuk berkomunikasi.<
"Ah, itu. Sebenarnya aku—""Kamu kenapa?" Tanya Joe menatap Marsha penasaran."Em, Joe — bisakah kamu membantuku untuk pulang?" Marsha menatap Joe dengan harapan pada matanya. Berharap agar pria tampan tersebut menjawab dengan satu kata yaitu Ya."Mengapa kamu ingin pulang?""Aku rasa, bekerja disini bukanlah tempat yang tepat untukku," ujar Marsha menunduk."Apa kamu merasa tidak nyaman berada disini?" Joe menegakkan tubuhnya, menatap Lamat pada gadis yang kini hanya menunduk dengan memainkan jari-jarinya."Tidak juga , eh iya. Benar aku merasa kurang nyaman. Bukan berarti aku tidak menyukai tinggal dan bekerja disini."Joe menghela napas dan menghembuskan nya melalui mulutnya, "aku bisa membantumu, hanya saja kamu harus berbicara terlebih dahulu dengan tuan Albert. Karena kamu harus mengajukan surat resign kepadanya."
Ketukan pintu membangunkan seorang wanita yang tadinya tertidur dengan lelap, Marsha bangun dan mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya sekitar. Matanya melihat ke arah dinding, dimana jam dinding tepasang disana. Tengah malam, siapa yang datang pada tengah malam seperti ini ?Ia memberanikan diri untuk melihat siapa yang datang dan mengetuk pintu pada tengah malam tersebut. Dahinya mengernyit, dia tidak menemukan siapapun diluar sana. Lalu siapa tadi yang mengetuk pintu?Ia bermaksud untuk kembali masuk kedalam rumah, tetapi ada seseorang yang mencekal pintu hingga pintu kembali terbuka. Dia terkejut, ada seorang pria yang berdiri dan mencekal pintu yang baru saja ingin ia tutup. Ia tidak mengenal pria itu, hingga akhirnya dia hanya diam mematung sembari melihat pria tersebut."Jangan berteriak!" Perintah pria itu pada Marsha yang masih mematung."Masuk! Dan tutup pintunya!" Perintah pria itu lagi.Mars
Albert menatap asisten pribadinya yang baru saja masuk dan berdiri di depan meja kerjanya. Dari ekspresi yang di tunjukkan pria itu, sepertinya asisten pribadinya enggan berbicara dengannya."Ada apa Joe?" Tanyanya sembari menatap pria keturunan Jerman tersebut.Pria itu tampak enggak berbicara , tetapi akhirnya ia menjawab pertanyaan dari atasannya tersebut, "Em— ini." Joe memberikan satu buah amplop cokelat, membuat Albert menatap bingung pada pria itu."Apa ini?""Surat."Albert menghembuskan napas kasarnya. Ia tahu jika di dalam amplop itu berisikan surat, tetapi yang ia tanyakan adalah surat apa. "Aku juga tahu jika itu sebuah surat. Maksudku surat apa itu?" Jelasnya pada Joe."Surat resign." Joe berkata dengan singkat, entah mengapa sepertinya pria itu tidak ingin berbicara lebih panjang dengannya."Apa maksudmu dude! Kau ingin meninggalkan perusahaan ini?""Ti
Marsha terbangun dari tidurnya yang tak lelap. Ponselnya terus saja berdering, menampilkan nama Albert yang menghubunginya sepanjang malam. Ada satu pesan yang membuat dirinya takut , dimana pria tampan namun baj*ngan tersebut berkata bahwa dirinya akan datang. Sungguh jika benar pria itu akan datang, hidupnya akan kembali tidak tenang. Ketukan pada pintu kamar membuatnya harus rela turun dari ranjang dan membuka pintu untuk melihat siapa yang mengetuk pintu kamarnya, disana berdiri seorang pria paruh baya. Siapa lagi jika bukan Admaja papanya. "Ada apa pa?" Tanyanya pada pria paruh baya tersebut. Admaja tampak berpikir, tetapi ia tidak mengatakan apapun selain menyuruhnya untuk memasak. Ibunya sudah pergi bekerja, untuk itu Admaja berniat membangunkan anak perempuannya yang baru saja tiba kemarin. "Papa ingin kamu memasak , saya tahu kamu masih lelah, tapi akan lebih baik jika kamu kemb
Marsha kembali ke rumah setelah dirinya selesai menemui Arion. Sejak kedatangan kekasih dari laki-laki tersebut, ia tidak dapat bicara banyak hal dengan laki-laki itu. Ia cemburu, sangat cemburu. Beruntungnya wanita itu mendapatkan Arion, orang yang bertanggung jawab, pekerja keras dan sangat baik orangnya.Rumahnya tampak sepi, mungkin orang rumah tengah pergi. Ia tidak perduli akan hal itu, kakinya melangkah menuju kamar , setelah sampai ia mendudukkan dirinya pada tepian ranjang. Tangan lentiknya meraih sebuah foto seorang laki-laki yang tengah tersenyum. Dengan menggunakan Jersey bola yang melekat pada tubuh laki-laki tersebut membuatnya terlihat tampan dalam foto itu.Itu adalah foto Arion, ia mengambil foto tersebut saat laki-laki itu menguploadnya pada akun Instagram pribadinya. Karena tidak mungkin bukan, jika ia terus saja memantau akun sosial media laki-laki tersebut. Jadilah, ia mengambil foto yang diupload oleh la
Admaja menanti jawaban dari kedua wanita tersebut. Keributan yang mereka buat cukup menganggu, dia hanya takut jika tetangga mendengar keributan tersebut dan menyebar luaskan hal ini. Marsha terdiam, dengan air mata yang terus menetes, ia menatap Margareth benci. Apakah ini akhir dari dirinya yang terus mengalah?"Anak papa tuh kurang ajar sama orang tua," ujar Margareth menunjuk pada Marsha."Terus mah, salahin Marsha terus. Sampai kalian puas." Marsha merasakan sesak di dada, sungguh lelah dirinya. Sabarnya sudah diambang batas, dan keluarganya hanya menganggap remeh apa yang ia rasakan saat ini."Ada apa Marsha? " Tanya Admaja kembali pada anak perempuannya tersebut."Tanya sama anak kesayangan dan istri papa ini," balas Marsha menatap benci pada Andreas dan juga Margareth."Kurang ajar ya lo dasar! Anak gak tau diri!" Maki Andreas pada Marsha yang kini tersenyum disela ta
Joe menatap kaca jendela yang berada dalam kamarnya. Susana malam terlihat jelas dari balik kaca tersebut. Gelap dan sunyi adalah gambaran yang pas untuk menggambarkan suasana malam ini. Sejujurnya ia terbangun dari tidurnya, setelah mendapat pesan dari seorang pelayan bar yang mengatakan jika kekasihnya tengah mabuk berat di sebuah klub malam.Ia terpaksa bangun dan menjemput wanita itu, jika saja dirinya tidak mencintai wanita tersebut, mana sudi dirinya bangun di tengah malam seperti itu. Lebih baik ia tidur , karena besoknya dia akan kembali bekerja dan menghadapi kerasnya kehidupan. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, karena ia seperti melihat sosok Albert ketika ia pulang dari menjemput kekasihnya.Hingga muncul lah beberapa pertanyaan dalam otaknya. Apakah itu benar Albert? Jika iya, apa yang dilakukan pria itu sampai larut malam? Jikalau pun ia pergi ke klub malam dan menghabiskan waktu, mengapa dirinya terlihat b
Ramainya klub malam membuat suasana malam yang penuh kemaksiatan tersebut tampak sangat panas. Penari striptis tidak hentinya meliukkan badannya untuk menarik perhatian para kaum Adam. Bahkan setiap pojok ruangan tersebut terdapat dua orang yang tengah mengadu kenikmatan dengan ditemani musik keras dari klub malam tersebut.Orang-orang menari, menikmati alunan musik DJ dan juga penari striptis yang tengah memanjakan mata mereka. Tidak lupa juga dengan satu buah botol minuman beralkohol yang membuat mereka kehilangan akal sehingga tidak sadar dengan sekitarnya.Begitu pula dengan ruang VIP yang telah di isi orang-orang penting serta melakukan transaksi haram. Di sana, terdapat Albert dan beberapa anak buahnya tengah melakukan penawaran terhadap barang yang akan mereka jual. Kepulan asap rokok memenuhi ruangan tertutup tersebut.Obrolan-obrolan mengenai barang haram tersebut pun semakin mema
happy reading....Marsha menutup pintu kamar kosnya dengan cepat, lalu ia kunci dan berakhir ia duduk di depan pintunya dengan badan yang sedikit bergetar karena ketakutan. Ia sedikit was-was dengan orang yang mengikutinya. itu bukan perasaannya saja, tetapi memang ia diikuti sedari ia pulang dari pabrik. ia menelungkupkan kepalanya di sela kakinya, meredakan kepanikan yang ada dalam dirinya juga dan memejamkan matanya untuk sekedar memberikan rasa aman pada dirinya. Ia sudah berusaha keras untuk menghindar dari sesuatu yang membahayakannya, tetapi mengapa sekarang rasanya ia kembali pada masa dimana ia merasa hancur. "Aku takut," ujarnya, lalu mulai meneteskan air matanya. hatinya terasa sakit, otaknya bergemuruh menyusun banyaknya kejadian yang ia alami. giginya bergemelatuk merasakan ketakutan yang amat menyesakkan dirinya. Ia mohon pada Tuhannya, agar hidupnya bisa lebih tenang tanpa adanya cobaan yang dapat membunuhnya. Tetapi sekarang apakah masih bisa? Setelah pesan-pesan y
happy reading...Seorang pria menatap layar komputer yang tengah menampilkan data perusahaan yang ia kelola. Sesekali ia bersenandung untuk meramaikan ruangannya tersebut. Sepertinya perusahaan cabang miliknya di Jakarta sudah terselesaikan segala permasalahannya. Harusnya ia tidak berada di Indonesia sekarang. Namun, apalah daya. Ia harus mendapatkan gadisnya sebelum ia kembali ke Amerika. Tampaknya California sekarang merindukan kehadiran gadisnya itu. Sebenarnya ia marah semalaman, karena gadisnya tidak membalas sama sekali pesan yang ia kirimkan. Bahkan teleponnya pun tidak ia jawab juga. Andaikan gadisnya tersebut ada dihadapannya, mungkin Albert dengan keras akan memberikan gadis itu hukuman. Namun sayang sekali, gadis itu jauh dari hadapannya. Jadi, ia hanya melampiaskannya pada gelas kaca yang ia banting hingga pecah menjadi kepingan. Ia harus secepatnya menaklukkan gadisnya. Dia sudah tidak tahan untuk meremukkan badan gadis itu karena telah berani lari darinya. Ia akan m
Mata gadis itu terbuka, ia terbangun dari tidurnya setelah suara ayam berkokok. Ia melihat jam yang berada di ponselnya, pukul 04.00. ia mencoba untuk berdiri, namun kepalanya terasa pusing hingga ia memutuskan untuk duduk sebentar. Entah berapa lama dirinya menangis kemarin, bahkan ia lupa untuk sekedar mandi. Kini, mata cantik miliknya berubah menjadi mata yang sembab dan sedikit merah. Untuk pesan kemarin, apakah Albert akan benar menemuinya? Dia berharap penuh agar pria itu tidak datang dan mengusik hidupnya. Sudah cukup hancur dirinya kala itu. Ketika kesucian direnggut paksa lalu dengan seenaknya pria itu mengklaim jika dirinya adalah milik pria itu. Ia menggelengkan kepalanya, segera mungkin dirinya harus mencari perlindungan jika nanti pria itu berhasil menemukannya. Namun ia harus tertampar oleh fakta, bahwa dirinya tidak lagi mempunyai tempat pulang untuk berlindung. Ia hanya seorang diri setelah keluar dari keluarganya. Bahkan teman masa sekolahnya dulu pun belum tentu
Albert mengepalkan tangannya erat. Ia masih duduk pada kursi kerjanya, dengan tampilan yang tampak kacau pria itu sepertinya tengah menahan amarah. Entah apa yang membuatnya tampak sangat marah.Pintu diketuk dari luar, hanya berselang satu detik Joe masuk ke dalam ruangannya. Pria itu datang dengan beberapa berkas pekerjaan, padahal hari sudah mulai gelap."Ini berkas yang harus kau baca ulang tuan," ujarnya pada Albert yang menatapnya dengan tatapan dingin."Mengapa banyak sekali," katanya sembari melihat tumpukan berkas yang baru saja tiba di depan matanya itu.Joe menatap kesal atasnya tersebut, "jika kau tidak ingin mendapatkan pekerjaan yang banyak, harusnya kau tidak perlu memperluas bisnis mu tuan." Sindirnya pada Albert.Pria yang masih duduk pada kursi kerjanya itu berdecih, memang benar apa yang dikatakan Joe. Namun, jika dirinya tidak memperluas bisnis dan membangun kerjasama, ia tidak akan menghasilkan uang. Namun, sepertinya bisnis bersih yang ia jalankan ini pun tidak a
Happy reading...Seorang pria menatap lurus pada jalanan kota yang tampak macet. Ia berdiri sembari melihat pemandangan tersebut dibalik jendela tempat ia menginap. Deon, pria itu tengah berada di Indonesia sekarang. Tepatnya, dia sedang berada di Jakarta untuk urusan bisnis. Sebenarnya, ia tidak harus terjun langsung untuk datang ke Indonesia. Tetapi, ia rasa dia membutuhkan refreshing untuk melegakan tubuh serta otaknya."Robert!" Panggilnya pada asisten pribadinya tersebut."Iya tuan, ada yang bisa saya bantu?" Tanya pria itu sembari berdiri dari duduknya."Kau tahu bukan tentang Marsha , gadis yang aku temui kala itu saat di perusahaan milik Albert?"Robert tampak berpikir, kemudian ia mengangguk. "Ya, saya tahu tuan. Memangnya kenapa?""Cari tahu, dia tinggal dimana. Aku rasa, aku menginginkan gadis itu."
Hari Sabtu adalah hari yang paling Marsha nantikan setiap harinya. Karena dirinya libur setelah 5 hari bekerja , membuatnya memiliki waktu untuk sekedar bermalas-malasan. Walaupun masih terganggu oleh penghuni kos sebelah , ia tidak menegur sama sekali. Biar saja mereka melakukan apapun yang dia lakukan. Toh dirinya juga tidak kenal dengan mereka.Sebenarnya , hari Kamis lalu ada sebuah insiden di kos tersebut. Dimana kejadian adanya labrakan antara istri sah kepada pelakor yang merusak rumah tangga istri sah tersebut. Dan lagi, pelakor tersebut termasuk pekerja pabrik yang Marsha sendiri tidak kenal dia siapa. Karena mereka bekerja pada pabrik yang berbeda.Hanya satu dibenak Marsha kala itu, mengapa para suami berselingkuh ? Apa kurangnya sang istri, hingga dengan gampangnya mereka berselingkuh dan tidak memikirkan apa kedepannya yang terjadi. Dan mengapa yang menjadi selingkuhan adalah gadis yang baru kemarin lulus dari SM
Marsha terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara gaduh dari kamar kos sebelah. Ia melirik dinding yang tertera jam disana. Masih pukul 5 pagi, tetapi orang yang berada di dalam kos sebelah sangatlah berisik. Ia menghela napas lelah, tidurnya terasa tidak cukup karena suara bising dari penghuni kamar kos lainnya.Efek dari kos bebas, para penghuni berani membawa orang asing masuk ke dalam kamar mereka. Bahkan tak jarang juga mereka melakukan party kecil yang hanya dilakukan oleh para karyawan pabrik yang tinggal di kos tersebut. Marsha cukup heran akan hal itu, bukankah gaji mereka tidak terlalu besar? Mengapa mereka dengan bebasnya menggunakan uang gaji mereka untuk mengadakan party kecil dan memanggil wanita penghibur?Ia baru tahu sejak hampir satu bulan dirinya tinggal dalam kos tersebut. Para penghuni disana tidaklah semua baik seperti apa yang ia bayangkan. Bahkan wanita yang pernah menyapanya dulu juga menjadi per
Albert keluar dari dalam mobil setelah ia sampai pada tempat yang dia tuju. Bersama dengan Joe, pria itu datang ke tempat yang ia bangun bersama dengan perusahaan Deon. Tempat proyek sudah selesai dibangun, rencana bisnis gabungan pun akan dilakukan setelah tempat selesai seluruhnya.Sejujurnya ia tidak terlalu yakin tentang bisnis ini, melihat adanya perbedaan pendapat pyang sangat bertentangan dari dua belah pihak membuat Albert sedikit tidak yakin bisnis ini akan berjalan dengan lancar. Karena, Deon dan dia memiliki karakteristik yang hampir sama. Dan mereka terlihat sama-sama misterius.Ia melihat Deon yang sudah berdiri di depan gedung, ditemani asisten pribadinya pria itu tampak tidak menunjukkan senyum sama sekali. Bahkan saat melihat Albert yang baru saja datang pun, pria itu hanya tetap berdiri tegak memperhatikan Albert tanpa menampilkan senyuman untuk menyambut rekan bisnisnya tersebut."Kau sudah
Ramainya klub malam membuat suasana malam yang penuh kemaksiatan tersebut tampak sangat panas. Penari striptis tidak hentinya meliukkan badannya untuk menarik perhatian para kaum Adam. Bahkan setiap pojok ruangan tersebut terdapat dua orang yang tengah mengadu kenikmatan dengan ditemani musik keras dari klub malam tersebut.Orang-orang menari, menikmati alunan musik DJ dan juga penari striptis yang tengah memanjakan mata mereka. Tidak lupa juga dengan satu buah botol minuman beralkohol yang membuat mereka kehilangan akal sehingga tidak sadar dengan sekitarnya.Begitu pula dengan ruang VIP yang telah di isi orang-orang penting serta melakukan transaksi haram. Di sana, terdapat Albert dan beberapa anak buahnya tengah melakukan penawaran terhadap barang yang akan mereka jual. Kepulan asap rokok memenuhi ruangan tertutup tersebut.Obrolan-obrolan mengenai barang haram tersebut pun semakin mema