Emily menahan napas. Memang seekor hewan, betapapun tak secerdas manusia, memiliki naluri dan memori yang baik. Apalagi terhadap kejadian tertentu dalam hidupnya, termasuk pada orang yang tak dikenalnya.
Namun syukurlah Lilian datang mencairkan suasana. "Thunder Runner masih dalam tahap pemulihan. Easy, Boy, Easy." ditepuknya lembut kuda itu beberapa kali untuk menenangkan.
Earth menjauh, sedikit lega. Namun Sky memandanginya semakin tajam saja. Biasanya Thunder Runner juga mau disentuh bahkan ditunggangi Ocean.
"Kudaku itu biasanya begitu jinak kepada siapapun. Sejak malam ia terluka itu, mungkinkah ia jadi takut pada semua orang, kecuali aku dan Lilian?" tanyanya kepada sang dokter wanita tua.
"Mungkin saja. Hewan itu bisa mengenali penyerangnya juga."
Emily dan Earth saling memandang. Gadis itu seakan memberi kode dengan matanya agar pemuda yang sedang berpura-pura menjadi kakaknya itu tetap tenang.
"Sekarang kita kunjungi Hannah. D
Sementara itu, Ocean yang masih terperangkap di Lorong Bawah Tanah perlahan-lahan tapi pasti menemukan kekuatannya kembali untuk mencari jalan keluar sekali lagi. Dengan sebuah kain tua yang ia berhasil temukan, dibungkusnya semua bahan makanan dan minuman yang tersisa dan membawanya sebagai bekalnya. Sekali lagi mencoba bertahan sambil merenungkan, betapa hidup dalam bayang-bayang seperti ini bisa mengubah hidup seseorang seperti dirinya. Sebelumnya merasa segalanya cenderung mudah, namun di bawah sini, penderitaan dan kekhawatiran menjadi nyata. Ocean yang dulu merasa sempurna dan hidup dalam zona nyaman, kali ini harus tertatih-tatih meraba-raba dalam kegelapan, nyaris tanpa harapan, kecuali ingatannya tentang... 'Emily... !!!' Hanya gadis itu yang menjadi motivasinya untuk tetap hidup hingga saat ini. Juga rasa penasaran untuk segera menemukan semua jawaban. 'Tiga bayi. Tiga anak. Tiga saudara kemb
"Aku juga bingung. Pedang Terkutuk bisa ada di tangan Emily yang muncul entah dari mana. Lalu kakakku yang terlihat asing hari ini. Mereka berdua seperti menyembunyikan sesuatu. Hanya pendapat pribadiku saja, Lilian." ungkap Sky dengan suara kecil. "Setelah ini aku akan bicara empat mata dengan Ocean." Lilian setuju. "Kau dan Emily pulang duluan saja ke puri. Dan tetaplah berhati-hati selama entah siapapun di bawah sana masih berusaha masuk ke dalam. Kita belum dapat menangkapnya maupun melukainya, selama ia belum kita kenali." "Baiklah. Hati-hati juga, Lilian. Kurasa Hannah juga masih belum menyesali perbuatannya. Atas tindakan pembunuhan petugas jaga yang ia akui, ia pun patut kita amankan semaksimal mungkin." Di dalam kamar Hannah, Emily masih memandang Earth yang baru saja sekali lagi meluapkan amarahnya kepada Si Tua. Melihat perangai sang kembar ketiga itu, ia terjepit antara prihatin sekaligus takut. Ia ingin mem
Sementara dalam gundahnya Emily memutuskan untuk jalan-jalan ke hutan sendirian, meskipun hari mulai sore. Antara bingung dengan hilangnya Ocean secara misterius di Lorong Bawah Tanah, juga karena masih ragu dengan keberadaan Earth. 'Apakah menerimanya dalam hidupku adalah sebuah keputusan yang tepat?Kemanakah hubungan kami akan bermuara? Apakah kami memiliki masa depan? Dan sebuah tanda tanya besar, apakah yang selama ini mereka selalu sebutkan 'kutukan akan terjadi pada saat perayaan ulang tahun ke 23 dari Kembar Vagano'? Sementara itu, tak seberapa jauh dari sana, Ocean yang berhasil keluar dari Lorong Bawah Tanah lewat pintu keluar rahasia yang hanya berupa jendela kecil di atas permukaan tanah sedang berjalan pulang. Ia baru saja menghabiskan persediaan pangan terakhirnya. Tubuhnya kotor, bau dan begitu lelah, namun ia bertahan. 'Seumur-umur aku takkan mau masuk ke bawah sana lagi demi apapun. Meskipun keberadaan seseorang di sana mas
Kembali pada Earth dan Lilian. Pemuda itu merasa begitu malu sekaligus lega saat berhasil mengutarakan isi hatinya kepada Lilian, seseorang yang ia mulai anggap sebagai ibunya sendiri. Walaupun ia belum berani mengungkapkan bahwa ia dan Emily bahkan sudah begitu dekat hingga sedikit lagi akan melakukan hal terlarang itu. Sesuatu yang belum berani mereka sentuh seperti buah terlarang di pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat di Taman Eden. "Itu sangat wajar. Tapi ketahuilah, di pulau ini ada tiga orang pemuda, dan dua dari antara mereka adalah saudara-saudara kandungmu sendiri. Dan kita tak pernah tahu kepada siapa Emily sebenarnya jatuh hati. Malah mungkin tidak kepada seorangpun dari kalian. Ia belum menentukan sikap atau menjadi pasangan siapa-siapa." Lilian memberi masukan. "Apakah sebegitu tipisnya peluangku untuk memperolehnya? Apakah karena semua yang kualami dan ketertinggalanku menyebabkan
Earth berdiri. Melangkah maju sedikit, hingga kakinya menyentuh bibir jurang. Di bawahnya bukan hamparan pasir putih, melainkan lautan biru bergelora dimana ombak menghempas batu-batu karang tajam. "Bila aku mati malam ini, semua kutukan akan berakhir dan Emily dan kedua saudara kembarku akan hidup bahagia selamanya. Takkan ada korban lagi! Dan aku bisa bertemu kembali dengan ibuku untuk meminta maaf karena bertukar nyawa denganku!" Namun memikirkan hal itu, ia malah jadi memikirkan pula hal lain. Untuk apa berjuang untuk bertahan hidup selama hampir 23 tahun? Untuk apa ia bersusah payah mencakar jalan untuk naik ke dunia atas? Dan untuk apa ia mati-matian mengejar Emily, wanita muda pertama dan satu-satunya yang telah membuatnya begitu berubah dari Makhluk Terkutuk menjadi seorang pecinta yang boleh dikatakan 'ulung'? Dan sekali lagi saat melihat tatapannya di cermin dalam puri, menatap seluruh tubuhnya. Tubuh dan waja
Malam itu juga, Emily yang belum dapat tidur karena masih memikirkan nasib Earth dan bertanya-tanya dalam hati dimana ia berada sekarang, tiba-tiba saja 'mendapatkan undangan' dari Ocean untuk menemuinya di ruang pertunjukan atau aula tempat mereka dulu bermain piano bersama-sama. Emily biasanya merasa senang dan berdebar-debar bila Ocean menaruh perhatian khusus padanya, namun entah mengapa, setelah beberapa kejadian yang secara tak disengaja mendekatkannya dengan Earth, ia malah menjadi ragu-ragu dan malu sendiri pada Ocean semenjak pertemuan mereka kembali di hutan tadi siang. Seakan-akan Ocean kini pun telah tahu segala yang terjadi dan akan marah besar karena Emily tak mau jujur bila ia sudah mengetahui sesuatu yang penting. Seolah Emily telah menutup-nutupi sebuah dusta besar. "Aku di sini." Ocean belum berkata apa-apa, ia hanya menunduk dalam-dalam memainkan pianonya seperti malam itu, hanya saja entah lagu apa, Emily tak tahu. Iramanya s
(Point-of-view Ocean Vagano:) 'Aku tak tahu mengapa malam ini aku begitu marah kepada Emily yang terang-terangan telah menyelundupkan seseorang tak dikenal ke dalam sini. Walau ia mungkin memang sangat mirip denganku hingga dapat mengelabui semua orang. Mengapa kami semua bisa begitu bodoh? Mengapa bisa begitu lengah di dalam pertahanan sendiri? Aku bukan tipe pria yang kasar dan dominan terhadap wanita, namun aku juga tak dapat menahan gejolak kemarahanku yang membuncah saat tahu gadis yang kusukai selama ini nyaris saja... Kecemburuan dan rasa posesif itu biasanya tak pernah ada. Namun seperti samudra yang bergelora akibat badai yang berhembus di atas permukaannya, perasaanku serta semua kekesalan atas ketidakberadaan dan ketidakberdayaanku keluar. Kuhempaskan Emily ke atas piano itu, dan seakan-akan dengan bertindak demikian ia takkan diinginkan siapa-siapa lagi, segera kulepaskan sebagian besar kain yang menutupi tubuhnya, lalu kuteliti dengan bai
(Point-of-view Earth Vagano beberapa saat sebelumnya:) 'Malam itu aku tak pulang ke manapun, karena kini aku tak punya tempat untuk berteduh. Dan aku sungguh tak tahu lagi siapa yang bisa kupercaya. Untuk kembali ke paviliun yang ditempati Lilian juga tentunya masih sangat riskan karena aku yakin sekali, banyak penjaga di sana yang sedang mencari Ocean yang entah sudah ditemukan atau sudah kembali ke puri. Aku tak boleh gegabah, walau aku sangat ingin kembali menemui Emily. Namun suasana area puri begitu sepi menjelang tengah malam. Walaupun dikelilingi banyak penjaga, puri yang dikelilingi banyak pepohonan tua tinggi rimbun dan pagar hidup ini tidaklah begitu sukar untuk ditembus. Keahlianku dari dulu adalah bersembunyi di balik bayang-bayang dan menyatu sempurna dengan setiap semak, lekuk pohon berkulit kasar dan tembok bebatuan kusam. Aku bertekad akan mengambil kembali Pedang Terkutuk itu dan menyimpannya baik-baik, sebab waktunya beraksi akan seg