“Tidak sia-sia kamu bekerja selama tiga tahun di keluarga Tyaga, akhirnya aku bisa membuat pria itu ketakutan karena putra kesayangannya menghilang.”Sean yang masih berumur delapan tahun bingung karena sang pembantu tiba-tiba membawanya masuk ke mobil orang tak dikenal. Sepulang sekolah dia diajak ke sebuah apartemen yang terbilang kumuh. Sean yang masih duduk di kelas dua sekolah dasar itu pun bingung, dia berniat meraih tangan Asri pembantunya tapi ditepis dengan sangat kasar.“Bibi!” rengek Sean dengan mata yang sudah merambang.Asri melempar tas sekolah Sean begitu saja. Tatapan wanita itu terlihat sinis dan sadis, membuatnya ketakutan. “Bibi, aku mau pulang!”Sean gemetaran, tapi Asri tak peduli. Ia malah menarik sudut bibir hingga wajahnya nampak seram. Sean jatuh terduduk, apa lagi dua pria tinggi besar yang membawanya menatap tajam dengan seringai jahat.“Apa anak ini putra Daniel Tyaga? Kita apakan dia? Melemparnya dari rooftop? Atau membuangnya ke tengah hutan belantara?”
Sementara itu, Daniel dan Ghea yang baru saja kembali dari ruang dokter nampak bingung karena kamar perawatan putranya kosong. Apa lagi ada noda darah di dekat ranjang dan depan pintu kamar.Ghea sudah hampir menangis, tapi seketika lega melihat Zie dan Sean berjalan mendekat. Ia yang sudah setengah berlari tiba-tiba berhenti. Ghea bingung karena Sean terlihat pucat sedangkan mata Zie sembab.“Apa yang terjadi?” Zie diam, dia hanya memberikan kode lewat tatapan mata semoga Ghea paham. Mantan mertuanya itu memilih untuk tak bertanya lagi dan bergegas membantu sang anak kembali ke ranjang.Sean langsung mendapat penanganan dari perawat, dia diminta untuk tidak sembarangan mencabut jarum infus lagi.Setelah terlihat tenang, Zie pun duduk di samping pria itu. Tatapan matanya yang penuh kekhawatiran membuat Ghea dan Daniel menduga ada hal yang terjadi di antara keduanya, apalagi Zie perlahan meraih tangan Sean yang duduk diam di atas ranjang.“Sean, apa kamu butuh sesuatu? Katakan!” Zie b
“Tapi ada yang harus Mama lakukan dulu untukku, aku ingin Zie ke sini. Aku mau pura-pura sangat sakit, jadi bantu aku!”Ghea mengerjapkan mata, dia tak percaya Sean memintanya melakukan kebohongan seperti itu. Mungkinkah sang putra sulung ingin membuat hati Zie luluh dengan berpura-pura lemah?“Sean, apa kamu yakin?”“Hem … aku yakin, Ma.”Sean memandang dengan tatapan penuh keyakinan, dia bahkan menaikturunkan alis mata dengan genit, sampai Ghea mengulurkan tangan untuk meraba kening. “Sean, kamu tidak demam ‘kan?” “Tidak Ma, hanya jatuh cinta lagi,”jawab Sean.Ghea pun keluar dari kamar sambil memegang dada, dia tertegun di depan pintu dan sedikit melirik ke dalam. Wanita itu bingung kenapa putranya berubah seratus delapan puluh derajat. Apa mungkin ingatan yang sudah kembali mempengaruhi psikologis Sean?Tidak-tidak. Ghea menggeleng menepis pikiran negatif yang mulai muncul, seharusnya dia merasa senang karena Sean malah jauh lebih manusiawi dibanding kemarin. Namun, bukannya me
Zie panik, dia berlari meninggalkan Surya di belakang setibanya di rumah sakit. Pikirannya hanya tertuju pada Sean, dia ingin melihat kondisi ayah dari putranya itu sesegera mungkin.Sementara di dalam kamar, Ghea heran dengan sikap putranya yang terlihat menuruni bakat akting yang dia miliki. Sean berbaring, memintanya untuk menaikkan selimut lalu melempar senyum.“Terima kasih bantuan Mama, aku sayang Mama.”Meski terheran-heran, Ghea mengangguk dan memulas senyum. Ia biarkan Sean memejamkan mata dan tak lama pintu kamar terbuka. Ghea sudah melempar tatapan sendu, tapi seketika kaget melihat sang mantan mantu tak sendirian datang ke sana.“Zi …. Zie,”ucapnya. Ghea bingung harus bagaimana, di satu sisi dia harus terus berpura-pura sedih, tapi di sisi lain dia penasaran kenapa Zie datang bersama si pria matahari, julukan yang diberikan oleh Sean untuk Surya.“Sean, dia kenapa, Ma?” tanya Zie. Ia mendekat ke ranjang lalu memandangi wajah Sean, dipindainya tubuh pria itu dari kepala
Airlangga dan Gia memutuskan untuk tidak memberitahu Zie saat itu juga karena hari sudah malam. Mereka takut kesehatan sang putri terganggu. Baik Airlangga dan Gia tahu beberapa hari ini Zie banyak pekerjaan dan pikiran, jadi memberi kabar seperti ini bisa-bisa membuat gadis itu tidak tidur semalaman.Namun, meski ke esokan harinya tak mereka sangka hasilnya sama saja. Zie malah marah dan panik karena hari itu adalah hari di mana Airlangga mengizinkan keluarga Sean dan Surya datang.“Kenapa Papa baru memberitahuku sekarang?” Zie menjambak sisi rambutnya gemas, dia yang sudah bersiap berangkat kerja melempar balik tasnya ke sofa.“Sebenarnya Papa ingin memberitahumu kemarin, tapi hari sudah malam. Mana tega Papa mengganggu istirahatmu?”Airlangga melirik Gia yang menimang Ken, sedangkan pembantu yang biasa menjaga anak itu menelinga sambil mengurut-ngurut dada. Ia berpikir kekacauan sebentar lagi pasti akan terjadi.“Lalu telepon mereka, beri alasan apapun agar mereka mengurungkan niat
Zie masih mengurung diri di kamar, dia menyalakan pendingin ruangan dan mengatur suhu dua tingkat lebih dingin dari biasanya. Zie merasa sangat grogi sehingga takut banyak mengeluarkan keringat, tak lucu juga jika dia terlihat kusut di depan orang-orang yang akan datang meminangnya.Zie masih mematut diri di depan cermin, tak pernah merasa setakut ini di dalam hidupnya, hingga tiba-tiba pintu kamar diketuk dan suara Gia terdengar memanggil namanya.“Zie, ayo turun!”Jantung Zie hampir melompat keluar dari rongga dada, dia mengusapnya pelan dan berdoa semoga tidak akan terjadi huru-hara. Wanita itu bahkan merapal doa. Berbelok terlebih dulu ke kamar tamu yang dipakai sang pembantu untuk menjaga putranya. Mendapati Ken sudah ganteng dan anteng, Zie pun berpesan ke pembantu untuk menjaga Ken selama yang dia bisa.Mengayunkan langkah ke ruang tamu, Zie belum melihat seorangpun datang. Yang dia lihat hanya Gia dan Airlangga, mamanya itu membetulkan kerah kemeja papanya dengan sangat mes
Aroma-aroma perselisihan sudah tercium meski dua pria itu masih berdiri di luar. Zie gamang, tubuhnya gemetar memikirkan apa yang harus dilakukan. Cinta? Sepertinya masih ada untuk Sean, tapi statusnya kini sedang berkencan dengan Surya, benar-benar duo S yang membuatnya kelimpungan. Zie bingung, dia takut Sean hanya gegabah dalam mengambil tindakan, sama halnya dengan Surya yang ingin mengikatnya hanya untuk sebuah nafsu sesaat saja.Zie masih memandangi dua pria itu, hingga Airlangga bangun mendekat ke pintu lalu memanggil dua pria yang salah satunya bisa dipastikan akan menjadi calon mantunya itu.“Sean, Surya, ayo masuk!”“Dengar, papa Air bahkan menyebut namaku lebih dulu dari pada namamu,”cibir Sean dengan seringai nakal. “Itu sudah menjadi tanda kalau dia lebih menginginkan aku menjadi menantu.”“Surya, Sean. Apa kalian tidak lelah berdiri terus?”Kali ini Surya yang menyeringai. Pria itu membalas Sean dengan ucapan yang hampir sama,” Dengar! Om Airlangga bahkan lebih mencemask
“Apa?” semua orang dibuat kaget dengan keputusan Zie. Namun, meski sedikit aneh dan di luar nalar, Sean dan Surya sama-sama setuju. “Baik, aku menerimanya.” “Aku juga!” Para orangtua hanya bisa memijat kening, jika pada umumnya orang berselingkuh secara diam-diam, Zie malah secara terang-terangan ingin berkencan dengan dua laki-laki yang berbeda. Belum lagi, dua prianya malah menyetujui ide itu tanpa berpikir lebih dulu. “Kalian benar-benar setuju?” tanya Zie yang malah heran dengan respon Sean dan Surya. “Hem … “ Sean memandang Surya. “Kita setuju.” “Katakan saja harus bagaimana,”timpal Surya. Zie terang saja malu, hingga memilih untuk mengakhiri pembahasan itu dengan satu kalimat. “Mekanismenya akan aku bagikan via pesan saja.” “Aku tidak mau kalau kamu mengirim pesan secara terpisah, buat grup,”kata Sean. “Gr-grup?” Gia yang sejak tadi diam tiba-tiba angkat suara. “Apa kita semua akan masuk ke grup?” tanyanya dengan muka panik. “Ti-ti-tidak, mungkin maksud Sean grup yang b