"Apa kamu bersedia puaskan aku malam ini, Cherry?" tanya Alfonso dengan seringai nakal menghiasi wajahnya.
"Alf, tidak lucu…!" keluh Siena. Dia langsung mundur beberapa langkah dari Alfonso, sambil melipat tangan di depan dadanya, memasang wajah kesal.
Alfonso tertawa, tapi segera menyesalinya. Oh, dia harusnya tak menggoda Siena, karena itu malah membuat tubuhnya makin terangsang! Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, berupaya mengusir bayangan tubuh Siena dari pikirannya.
Siena sadar Alfonso sepertinya sedang melawan dirinya sendiri. "Alf, kurasa lebih baik kamu menginap di sini malam ini. Ada banyak kamar yang bisa kamu pakai. Aku akan minta Lucio siapkan kamar untuk kamu." Lalu dia buru-buru memanggil Lucio.
Lucio langsung menunjukkan sebuah kamar untuk Alfonso. Sebagai kepala pelayan pribadi Adalfo yang sudah bekerja puluhan tahun, tentu saja Lucio tahu segala sesua
"Siena Chan…!" Siena mendongakkan wajahnya. Imelda berlari ke arahnya dengan wajah berseri-seri. Mereka sudah membuat janji untuk bertemu di sebuah kafe hari Minggu siang ini, yang pastinya bukan Cheers Cafe. Siena merasa ada hal penting yang ingin dibicarakannya dengan Imelda, sahabatnya. "Aku tak bisa hubungi Brian, sudah tiga hari ini. Dia juga tak masuk kerja. Kata manajernya di Cheers Cafe, dia sakit. Tapi anehnya, dia juga tak ada di apartemennya." Imelda langsung mencerocos begitu duduk di samping Siena. Justru hal itulah yang sedang dirisaukan oleh Siena. "Benarkah?" Wajah Siena terlihat khawatir. "Ada apa sebenarnya? Waktu kamu telepon aku, kamu berkata mau bicara tentang Brian." Siena menarik napas dalam-dalam. Akhirnya ia memutuskan untuk menceritakan semua yang terjadi hari itu, ketika Brian datang ke rumahnya, menyatakan perasaan padanya, dan
Pemakaman itu terletak di pinggir Kota Los Angeles. Makam marmer putih Adalfo tampak bersih terawat. Siena memang selalu menugaskan salah seorang asisten Adalfo untuk memastikan ada petugas penjaga makam yang membersihkan dan merawat makam Adalfo secara rutin. Alfonso meletakkan sebuket bunga lily putih yang dibawanya di atas makam Adalfo. Matanya terus menatap makam itu tanpa bicara. Siena hanya bisa menebak perasaan apa saja yang berkecamuk di dalam hati Alfonso. Apakah rasa rindu, sedih, atau bersalah? "Nenekku bernama Lily. Itu sebabnya salah satu bunga kesukaan Kakek adalah lily," cerita Alfonso dengan suara pelan. Ia menunjuk sebuah makam putih lainnya, persis di samping kanan makam Adalfo. "Nenek sudah meninggal waktu aku baru berumur tiga tahun. Tak banyak yang bisa aku ingat tentang Nenekku." Ucapan Alfonso membangkitkan ingatan Siena tentang teka-teki pertama dari Adalfo. "Grandpa memang be
Tiga hari kemudian.Alfonso dan Siena duduk di dalam pesawat pribadi Adalfo yang membawa mereka terbang ke Melbourne, Australia. Namun masalahnya, perjalanan mereka kali ini tanpa petunjuk. Mereka belum berhasil menemukan satu pun penginapan yang dimiliki oleh Adalfo di kota itu. Asisten Alfonso sudah membongkar data seluruh penginapan di kota itu, tapi hasilnya nihil."Aku yakin aset terakhir Grandpa ada di Melbourne, Alf…. Mungkin saja itu cuma penginapan kecil yang tak terdaftar namanya. Atau mungkin nama pemiliknya memang dirahasiakan. Pokoknya kita tetap harus ke sana untuk mencari. Karena itu kota kelahiranmu yang pasti menyimpan cerita tentang kamu." Di dalam pesawat pun, Siena masih berusaha meyakinkan Alfonso.Alfonso tak dapat menahan senyum gelinya. Alfonso yang dulu adalah orang yang selalu penuh dengan rencana. Dia tak akan pernah melakukan suatu pekerjaan yang tanpa kep
"Asrama dan apartemen?" Alfonso terpaku memandang Siena, seperti baru saja menyadari fakta yang terlewatkan. "Aku tahu kalau Grandpa memang pengusaha perhotelan. Dia selalu bangun hotel, resort, atau villa. Tapi kalau semua penginapan itu sudah dicari tanpa hasil, kenapa kita tidak coba cari properti lain, seperti apartemen atau asrama?" cetus Siena, wajahnya terlihat bersemangat. "Oh, astaga, Cherry…! Kamu memang luar biasa cerdas!" puji Alfonso setengah berteriak. Tangannya langsung bergerak mengambil ponselnya dan mengaktifkannya lagi. Lalu dia mulai menelepon asistennya, memberi perintah supaya asistennya mencari informasi tentang seluruh properti tempat tinggal sejenis apartemen yang ada di Melbourne. "Ya, James, cari yang teliti kali ini! Waktumu dua belas jam!" perintah Alfonso, suaranya terdengar tegas. Siena menyembunyikan tawa di balik tangannya
Sesaat hanya ada keheningan. Nama Apartemen Alberto seolah bergema di dalam kepala Alfonso. Apakah mungkin itu tempat yang mereka cari? Adalfo menamai properti miliknya dengan nama putranya, Alberto Garcia? "Tuan…?" panggil James. Nada suaranya terdengar bingung karena Alfonso terdiam cukup lama. "Oh, eh… Ya, James, kirimkan alamatnya padaku. Kami akan ke sana untuk mencari tahu," sahut Alfonso sedikit tergagap. "Baik, Tuan, saya kirimkan lewat chat," tanggap James. Alfonso memutuskan teleponnya. Saat mengangkat wajahnya, dia melihat Siena sedang memandanginya dengan wajah penuh tanya. "Bagaimana, Alf…?" Pada saat bersamaan, chat dari James muncul di ponselnya, bertuliskan alamat Apartemen Alberto. Alfonso mengangkat ponselnya, dan menunjukkannya pada Siena. "Kata James, tak ada properti atas nama Kakek di Mel
"Anda yakin ini tempatnya, Nyonya Dayton?" Siena nyaris tak percaya ketika Mona mengatakan mereka sudah sampai di tempat mereka bisa bertemu dengan Nyonya Belova. Karena tempat itu adalah sebuah bar! "Yah…, Nyonya Belova memang orangnya selalu bebas dan menikmati hidupnya. Walaupun usianya sudah tak muda lagi, tapi jiwanya selalu muda. Dia orang yang sangat suka bersenang-senang. Mungkin itu sebabnya sampai sekarang dia masih tak mau menikah," Mona menanggapi dengan santai. Oh, Siena rasanya ingin membungkam mulut Mona supaya tak mengucapkan kata-kata itu! Bagaimana perasaan Alfonso sekarang setelah mendengarnya? Apakah Alfonso akan berpikir buruk tentang ibunya? Alfonso berubah jadi sangat diam, mengingatkan Siena pada saat mereka pergi ke Palma. Waktu itu Alfonso sangat murka karena kenangan buruknya akan Kota Palma. Apa itu artinya sekarang Alfonso juga sedang marah?
Giliran Alfonso dan Siena yang membeku di tempat. Mereka menatap Nyonya Belova dengan mata terbelalak, tak mengerti maksudnya.Nyonya Belova menghela napas berat. "Maaf, harusnya aku jelaskan dari awal. Aku bukan Elena Belova. Namaku Irina Belova. Elena adalah kakak kandungku."Oh, astaga! Siena mengeluh dalam hati. Kenapa tak ada yang menjelaskan semuanya dari awal pada mereka? Dengan begitu tak perlu terjadi salah paham seperti ini.Siena memegang lengan Alfonso lagi. Dengan tatapan matanya, ia meminta Alfonso duduk kembali. Setelah Alfonso dan Siena duduk, Irina juga ikut duduk. Para pengunjung lain dan pelayan kafe yang sebelumnya menjadikan keributan tadi sebagai tontonan akhirnya mengalihkan pandangan mereka, dan kembali ke kesibukan masing-masing."Maaf, Nyonya Belova…. Bisa tolong Anda jelaskan lebih jauh?" Siena yang mulai bertanya lebih dulu, karena Alfonso tampak masih
Alfonso berdiri terpana di depan sebuah makam batu yang terawat baik. Tulisan pada nisan makam itu adalah: Elena Belova, istri tercinta dari Alberto Garcia, ibunda terkasih dari Alfonso Garcia."Elena sendiri yang minta tulisan pada nisannya itu," terang Irina, seolah paham apa yang dipikirkan Alfonso.Dada Alfonso terasa sesak, perasaan haru seakan mencekik lehernya. Ibunya tak pernah melupakan dia dan ayahnya. Nama mereka justru tercantum pada nisan ibunya. Kenapa ayahnya tak pernah bercerita yang sejujurnya tentang ibunya?"Jangan salah paham, Alfonso. Semasa hidupnya, ayahmu selalu rutin kunjungi makam Elena setidaknya tiga kali setahun. Tapi dia tak pernah sanggup mengajakmu. Mungkin rasa pedih dan bersalah masih terus menghantui Alberto seumur hidupnya. Dia merasa bersalah tak bisa dampingi Elena di saat terakhir, biarpun itu semua demi permintaan Elena sendir
"Apa maksudnya?" Kening Siena berkerut dalam. "Tapi hari ini bukan ulang tahunku."Ah, ini pasti kode, pikir Siena. Alfonso benar-benar sengaja mengerjainya tepat di hari pernikahan mereka!Siena mencari pulpen dan mulai mencoret-coret di kertas. "Tanggal ulang tahunku 17 September. Mungkin itu sebagai kunci untuk menggeser huruf yang ada. Hmm, biar kucoba."Ia menuliskan tebakannya di atas kertas.ELANHPB1791791FSJOOYC"Aneh, kenapa tak ada artinya?" Siena tertegun melihat hasilnya. "Atau… hurufnya bukan digeser ke kanan, tapi ke kiri!"Siena mencoret-coret ulang dan menulis lagi.ELANHPB1791791DERMAGA"Dermaga?" Siena berseru kaget. "Apakah Alf memintaku untuk pergi ke dermaga?"
"Dengan ini kalian berdua dinyatakan resmi menjadi suami istri. Silakan, Anda boleh mencium istri Anda."Setelah pastor selesai mengucapkan kalimat tersebut, Alfonso langsung merangkul pinggang Siena, memberikan belaian lembut di pipi Siena yang merona indah, dan mengecup bibirnya dengan penuh kasih. Seketika semua yang hadir bertepuk tangan.Segala sesuatu berjalan sesuai harapan Siena di hari pernikahannya ini. Dia tak perlu pesta mewah, hadiah mahal, atau gaun pengantin seperti putri kerajaan. Yang dia butuhkan hanyalah pernikahannya sah di hadapan Tuhan dan orang-orang yang disayanginya.Setelah acara pemberkatan pernikahan berakhir, Alfonso dan Siena mendapatkan pelukan dari Stefano, Carlo, juga Irina yang datang jauh-jauh dari Melbourne. Mendadak…."Siena Chan! Selamat ya!" Siapa lagi kalau bukan Imelda yang memekik. M
Alfonso masuk ke dalam kamar tidur Siena dengan wajah cerah. Siena sudah berganti gaun tidur dan duduk bersandar di kepala tempat tidur, ia langsung mengarahkan pandangan ke Alfonso."Kamu kelihatan gembira…, sepertinya aku tak usah khawatir apa yang kamu bicarakan dengan Papa," celetuk Siena.Seringai Alfonso makin lebar. "Aku baru saja mendapat seorang Papa hari ini."Mulut Siena melongo. "Benarkah? Papa sudah memintamu memanggilnya Papa?"Alfonso menjawab dengan anggukan mantap. "Yup!""Oh, Alf, aku bahagia sekali mendengarnya!" Siena merentangkan kedua tangannya lebar-lebar untuk memeluk Alfonso.Alfonso duduk di samping Siena dan merangkulnya dengan mesra. "Sekarang aku punya keluarga yang utuh lagi. Aku punya seorang istri yang kucintai, ayah yang bi
Bagi Alfonso, hari ini adalah salah satu hari paling istimewa baginya. Ia sempat kehilangan Siena selama tiga bulan lebih, berusaha bertahan dalam hati yang hancur, bahkan menjalani hidup seperti zombie, tubuhnya hidup tapi jiwa dan pikirannya serasa kosong.Mimpi buruk itu telah berakhir. Sekarang, Siena kembali padanya. Bahkan lebih daripada yang berani dia bayangkan, dia mendapatkan Siena bersama anak mereka yang berumur tiga bulan dalam kandungan Siena!"Kamu tak mau makan, Cherry? Dari tadi aku lihat kamu belum makan apa-apa," ujar Alfonso, kelihatan cemas.Malam ini pesta pertunangan mereka sedang berlangsung di halaman belakang rumah yang sangat luas. Keluarga De Martini adalah keluarga bangsawan yang sangat terkenal dan penting di Kota Siena. Jadi tak heran kalau tamu yang berkunjung juga terus mengalir.Alfonso menuntut Si
"Selamat siang, Tuan Stefano." Alfonso memutuskan untuk menyapa lebih dulu. "Carlo, Damien…." Alfonso mengangguk pada mereka bertiga.Mata Stefano mengamati tangan Alfonso dan Siena yang terus saling bergandengan. "Siena, kamu membuat kami khawatir. Apakah Alfonso menyakitimu?" Jelas bahwa Stefano sengaja mengabaikan sapaan Alfonso."Tidak, Papa, Alfonso tak mungkin sakiti aku," Siena menjawab dengan cepat. "Papa, kumohon biar kami jelaskan dulu semuanya.""Kurasa semuanya sudah sangat jelas bagiku. Kamu memilih untuk menyakiti hati seorang pria yang baik seperti Damien, demi kembali pada pria yang jelas-jelas telah menyakitimu sebelumnya," sergah Stefano dengan suara tegas."Papa, ini semua salahku. Alfonso tak pernah sakiti aku. Aku sudah tahu kalau dia tak ada hubungannya dengan masalah Gloria, tapi waktu dia datang menem
Butuh waktu beberapa detik bagi Siena untuk mencerna perkataan Alfonso. Namun yang bisa dilakukannya hanyalah menatap Alfonso dengan mata terbelalak dan mulut melongo."Aku mohon jangan menikah dengan Damien. Aku ingin kamu jadi milikku seorang. Menikahlah denganku, Cherry…." Ucapan Alfonso terdengar sangat jelas, ucapan yang menimbulkan rasa hangat yang menjalari hati Siena."Alf….""Ya?""Kamu sadar kalau kamu baru saja memintaku menikah denganmu? Di dalam sebuah garasi mobil yang tertutup, di mana kamu baru saja menculikku tepat di hari pertunanganku dengan Damien?"Alfonso terpaku sesaat. "Yah…, aku bisa lakukan hal yang lebih gila lagi kalau kamu mau. Aku bisa saja tiba-tiba muncul di rumahmu, dan berteriak memprotes tepat saat Damien baru saja mau pasangkan cincin pertun
"Kamu cantik sekali, Siena," puji Viola, wanita paruh baya yang menjadi penata rias Siena.Siena sedang berada di salon untuk merias diri sebelum acara pertunangannya dengan Damien nanti malam. Tadinya dia hendak merias diri sendiri saja, tapi Carlo bersikeras bahwa dia harus tampil istimewa di hari yang istimewa ini.Jadilah dia akhirnya berangkat ke salon dengan sedikit enggan, diantar oleh Pino. Sedangkan Stefano, Carlo, dan Damien mempersiapkan acara yang akan diadakan di rumahnya."Apa dandananku… tidak berlebihan?" Siena ragu melihat penampilannya sendiri di cermin. Dia bukan gadis yang suka dandanan tebal selama ini."Jelas tidak. Dandanan ini sangat sempurna untuk acara spesial," Viola meyakinkannya sambil tersenyum."Maaf, maksudku, tentu saja hasil dandananmu sangat sempurna, Viol
Saat Alfonso mengemudikan mobilnya masuk ke halaman depan rumah, dia merasa curiga dengan mobil limusin putih yang diparkir di area taman umum yang berada persis di seberang rumah.Tak banyak orang yang mengendarai mobil limusin ke mana-mana karena terlalu mencolok. Siapa pemilik limusin itu, seorang selebritis yang sengaja mencari perhatian?Alfonso melangkah masuk ke dalam rumah, dan seketika terhenti karena mencium bau ganjil yang tak biasanya. Bau yang mengingatkan dia pada sesuatu.Ia mempercepat langkahnya, matanya mencari-cari sampai akhirnya dia melihat apa yang dicurigainya. Carlo sedang duduk di ruang tengah rumahnya sambil mengisap cerutu!"Aku rasa sudah saatnya aku sewa petugas keamanan untuk jaga rumah ini. Supaya orang-orang seperti kamu tak bisa masuk seenaknya," nada suara Alfonso terdengar ketus.
Alfonso keluar dari mobilnya. Matanya langsung melihat Brian dan Gloria yang sedang duduk bersebelahan di depan mobil kopi mereka, menatapnya dengan wajah serius."Apa kabar, Alfonso?" Gloria yang lebih dulu menyapa, karena Brian diam saja."Hai, Gloria. Bagaimana keadaanmu, sehat?" balas Alfonso. Ia berdiri di depan mereka berdua."Sehat, biarpun aku kelihatan makin mengembang tiap hari," celoteh Gloria, terkikik geli dengan gurauannya sendiri."Menurutku kamu kelihatan seperti ibu hamil yang modis, Gloria," puji Alfonso, tapi matanya melirik ke Brian.Dia mengatakan itu semata-mata untuk memberi dukungan pada Gloria, tanpa ada maksud merayu. Tapi dia tahu sifat Brian yang posesif. Wajah Brian seketika tampak berubah.Dalam hati Alfonso rasanya ingin tertawa. Pa