Beranda / Romansa / Cintaku Terhalang Status / 60. Sebelum Terlambat

Share

60. Sebelum Terlambat

Penulis: Teha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-28 14:22:05
Berencana untuk meminta maaf dan memperbaiki hubungan dengan seseorang lebih gampang di angan ketimbang di pelaksanaan.

Entah gengsi, takut ditolak, atau malu, sering kali menghambat seseorang melakukan niat baik ini.

Kalau aku sendiri lebih kepada bingung bagaimana harus memulainya, garing nggak sih kalau aku yang sebelumnya bersikap dingin tau-tau senyam senyum dan berakrab ria dengan Mas Vincent. Sakit hati nggak ya, dia, karena sikapku kemarin?

Tapi yang namanya niat baik, jangan cuma disimpan di pikiran, mengendap di hati lalu jadi busuk. Itu mesti dieksekusi sampai sukses dan tujuan tercapai, baru kita bisa bernapas lega dan tersenyum dengan ikhlas.

Makanya sedari pagi aku sudah lirak-lirik, celingak-celinguk, kalau-kalau tetangga 203 nampak. Aku sudah menyiapkan senyuman terbaikku dan sederet kata untuk menyapa dan mengajaknya berbicara.

Namun, sepertinya niat baik itu masih harus di-pending.

Begitu bangun aku sudah membuka pintu dan menilik pintu sebelah. Tapi sampai jam delapa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Cintaku Terhalang Status   61. Terima Kasih Karena Kau Mencintaiku

    Tubuh Mas Vincent yang sedari tadi tegang kini mulai rileks. Lengan kirinya melingkar di punggungku, dan tangan kanannya mulai membelai kepalaku. "Kalau harus mati besok pun, aku rela," gumamnya dengan suara rendah, namun cukup keras untuk kudengarkan. Alangkah kagetnya diriku mendengar ucapannya ini. Baru juga ketemu dan dia dalam keadaan baik, malah ngomong hal yang begitu menakutkan. "Mas!" seruku dengan kepala mendongak menatap wajahnya, "Kok malah ngomongin mati sih? Aku masih khawatir kalau kamu kenapa-napa, kamu malah ngomongin mati!" "Hehehe," kekehnya geli. "Iya, iya, Velove-ku sayang, Mas Vincent-mu nggak akan mati sekarang kok, tenang saja. Dan kamu boleh memeluk aku sampai puas, gratis nggak pakai bayar." "Syukurlah," lirihku dengan senyum puas. Leganya setelah mendengar ucapannya barusan. Ah, pelukan gratis lagi! Tapi kali ini aku tidak salah peluk. Aku kembali menyandarkan kepalaku di dadanya. Mataku sempat terpejam menikmati momen ini, bibirku mengulaskan senyuman

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-03
  • Cintaku Terhalang Status   62. Bucin

    "Wah, wah, sepertinya ada yang sudah berbaikan nih," lontar Bu Berta saat aku dan Mas Vincent tiba di 201. "Bukan cuma berbaikan, Bu," timpal Mas Vincent dengan cengiran lebar di wajah gantengnya. Aku sendiri hanya bisa tersenyum malu. Perhatian Mas Vincent beralih ke anakku. "Ricky!" panggilnya penuh rasa sayang. Pria itu berjongkok dan merentangkan kedua lengannya lebar-lebar. "Ankel!" pekik Ricky. Bocahku berlari dan menghambur dalam dekapan ankel kesayangannya. "Walaah, ternyata malah sudah ... begini!" Bu Berta membuat kedua jari telunjuknya saling berhadapan, lalu menggerakkan ujungnya naik turun seperti sedang mengait sesuatu. Pacaran maksudnya! "Uh, gerah banget, Bu Ber, haus nih, minta minum ya," seruku seraya ngeloyor ke dapur, mencari air minum, sekaligus menghindari pertanyaan wanita itu. Biar Mas Vincent saja yang jawab, dia kan pria, aku sebagai wanita ikut saja. Kudengar suara tawa mereka berdua dengan obrolan yang terasa seru. Seulas senyum tercipta di bibirku, d

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-03
  • Cintaku Terhalang Status   63. Membungkam Mulut Nyinyir

    Kehidupan selalu punya dua sisi, positif dan negatif. Termasuk kehidupan di rusun ini. Semua penghuni rusun ini dari lantai bawah hingga lantai atas telah mengetahui hubunganku dan Mas Vincent sekarang. Sebagian besar yang mengenal kami mendukung kelanjutan hubungan kami. Yang nggak kenal cuek saja, tapi tetap merespek. Nah, yang terakhir, beberapa orang yang sedari awal tidak menyukai kedekatan kami, lebih spesifiknya tidak menyukaiku, kembali menggila. Sebenarnya orang-orang nyinyir ini sudah mulai terabaikan dan kehilangan suara mereka beberapa waktu lalu. Akan tetapi setelah tersebar berita bahwa aku dan Mas Vincent jadian, mereka terusik dari hibernasi mereka. Mulut mereka gatal lagi, dan mulai bergosip. "Gue yakin pasti tuh cewek pakai pelet, sampai Bang Vincent tergila-gila," cibir seseorang. "Nggak mungkin dong mereka nggak ngapa-ngapain! Ke kafe aja diantar jemput, pulang malam-malam, kesempatan lah," tambah temannya tak kalah pedas. "Tunggu saja, palingan cuma hitungan

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-03
  • Cintaku Terhalang Status   64. Pahlawan Kami

    "Aduh, aduh! Pacarku sekarang mulai nakal ya," celetuk Mas Vincent dengan wajah berseri-seri dan pipi sedikit merona. Ia tak berniat menyembunyikan perasaan senangnya. "Enggak lah, Mas. Cuma pingin bilang terima kasih, karena sudah belain aku dan Ricky di depan Jenny," dalihku sambil cengengesan. Memang sedikit gila, seorang Velove berinisiatif untuk mengecup pipi seorang pria. Entahlah, aku spontan saja melakukan itu karena sangat senang dan bersyukur ada Mas Vincent yang membelaku dan Ricky. "Tentu dong, Pipi siap melindungi kalian dari Mak Lampir," sahutnya berapi-api. Wajah seriusnya terlihat menggemaskan. "Hahaha. Lucu banget muka Jenny waktu kamu nyebut Mak Lampir tadi. Perempuan itu memang jahat, tapi aku sama sekali nggak menyangka Mas Vincent berani ngomong gitu, soalnya Jenny kan cewek," cakapku penuh semangat. "Cewek sekalipun, kalau tindakannya salah, cowok juga perlu menegur," timpal Mas Vincent. "Demi calon istri dan anakku, aku nggak rela kalian terus dihina. Mengha

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-09
  • Cintaku Terhalang Status   65. Mie Pangsit Cinta

    'Mie Pangsit Kangmas', nama yang unik. Semoga rasa pangsitnya enak, sesuai dengan namanya yang terdengar spesial itu. "Selamat siang, Mas Vincent. Selamat siang, Mbak, Dik," seorang pramusaji muda bernama 'Edi' menghampiri dan menyapa kami dengan ramah. Kuperhatikan di rumah makan ini semua pegawainya memakai seragam kaos berwarna hijau, dengan nama masing-masing tertulis rapi dengan bordiran di dada kiri mereka. Nampaknya Mas Vincent sering kemari, pegawai rumah makan ini sampai ingat namanya dengan baik. "Nama mbak cantik ini Velove, Mas Edi," terang Mas Vincent ramah seolah tengah memperkenalkanku kepada temannya. "Oh, Mbak Velove ya. Halo, Mbak Velove, perkenalkan, saya Edi." Kembali pemuda itu menyapaku ramah. Aku sedikit kaget saat si pramusaji mengulurkan tangannya padaku untuk mengajak bersalaman. Siapakah orang ini sebenarnya? "Oh, ya, Mas Edi. Saya Velove," sahutku sembari tersenyum. Walaupun terasa canggung aku membalas uluran tangannya. Mungkin Mas Vincent memang sud

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-09
  • Cintaku Terhalang Status   66. Rencana Masa Depan

    "Kenapa mukamu keruh begitu, Ve?" tanya Mas Vincent sembari melirikku yang duduk di sebelahnya. Sejak berangkat dari rumah makan tadi aku memang dipenuhi kekhawatiran tentang ke mana kekasihku ini hendak membawaku. "Kita mau ke mana sih, Mas?" Pertanyaan itu akhirnya tercetus juga dari mulutku. Aku tak sanggup menahannya lagi. "Ke tempat penting untuk kita. Kenapa memangnya? Ada yang kamu khawatirkan?" tanyanya enteng. Gimana ngomongnya ya? Sebenarnya ini hal sepele, kalau benar kami akan bertemu orang tua Mas Vincent harusnya tidak jadi masalah. Tapi entahlah, ada perasaan yang tidak bisa kujelaskan saat berpikir tentang orang tua dari pria yang akan menjadi suamiku. "Ngomong aja," desaknya mendorongku untuk mengungkapkan unek-unek. "Apakah ... kamu takut ketemu orang tuaku?" "Jadi benar, Mas, kita mau ke rumah orang tuamu?" tanyaku dengan detak jantung yang semakin tidak karuan. Mas Vincent bisa baca pikiranku kah? Kudekap Ricky yang sedang terlelap di pelukanku, berharap mera

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-11
  • Cintaku Terhalang Status   67. Rencana Masa Depan 2

    Saat kita menginginkan satu hal, terkadang ada hal lain yang harus kita relakan. Memang dalam hubunganku dengan Mas Vincent aku mendapatkan banyak hal tak terduga. Pria satu ini sungguh calon suami idaman, udah ganteng, atletis, kaya, baik pula. Nilainya A+++. Aku sudah sangat senang seandainya kami tetap tinggal di rusun setelah kami menikah nanti. Bagaimanapun rusun ini adalah tempat yang penuh nostalgia bagi kami berdua. Siapa sangka pria itu malah merencanakan hal yang jauh lebih hebat. "Aku yang membangun rumahnya, tapi kamu bebas kalau mau mendekorasinya. Pilih saja warna cat tembok yang kamu suka, juga furnitur dan barang-barang lain untuk rumah kita," ucap Mas Vincent saat kami masih di rumah baru. "Serius, Mas? Aku ngerasa nggak layak lho," sahutku sedikit tak enak hati. Bukan nggak mau, hanya saja aku merasa ini terlalu mewah buatku. "Nggak layak gimana sih? Kamu calon istriku, aku calon suamimu. Jadi kalau aku merencanakan sesuatu untuk masa depan kita, kamu juga bisa

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-12
  • Cintaku Terhalang Status   68. Deja Vu?

    "Wah, bagus banget, Mas!" seruku penuh kekaguman. "Keren, Bang!" Selvi pun turut memuji. Kami berdua memandangi stiker yang akan kami gunakan untuk label di bungkus baru kacang buatan kami. Kami bahkan memberi nama pada produk buatan kami sekarang, kacang 'Vive', gabungan nama kami Selvi dan Velove, dibaca seperti angka lima dalam bahasa Inggris. Labelnya berwarna dasar oranye dengan gambar kartun dua orang koki perempuan yang tersenyum lebar. Pilihan font untuk kata-kata di label itu pun begitu lucu, tapi tetap mudah dibaca. "Bang Vincent emang terbaik dah!" puji Selvi sekali lagi sembari mengacungkan kedua jempol tangannya. Pria yang telah menjadi kekasihku itu tersenyum lebar. "Pacar siapa dulu dong? Velove," tambahku dengan nada bangga, membuat hidung Mas Vincent semakin kembang kempis karena senang. Pipinya terlihat merona, dan kedua matanya berbinar bahagia. "Awas, sebentar lagi Bang Vincent terbang, cepat pegang tangannya," seloroh Selvi, yang bergerak cepat mencengkeram

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-13

Bab terbaru

  • Cintaku Terhalang Status   Catatan Penting Nggak Penting

    Dear Pembaca, Terima kasih banyak Kakak sudah membaca buku ini sampai selesai. Atau kalaupun Kakak sekadar pingin tahu, apa yang ditulis author di akhir novel, boleh lah, saya tidak akan spoiler isi atau ending cerita Velove di sini. Hehe. Awalnya saya tidak berniat untuk menulis catatan ini, tapi sepertinya perlu juga ya, mengingat novel ini adalah novel galau judul. Haha. Akhirnya judul yang saya gunakan untuk novel ini adalah "Cintaku Terhalang Status". Bahkan covernya saya ganti. Huhu Sedikit sedih, karena saya sebenarnya sangat menyukai gambar wanita berbaju merah yang pertama saya gunakan untuk sampul novel ini. Tapi setelah saya pertimbangkan lagi, melihat background gambar yang cukup gelap, saya berpikir untuk menggantinya dengan gambar yang lebih terang, maka terpilihlah gambar wanita berbaju biru yang saat ini saya gunakan di sampul novel ini. Untung masih cantik ya. Kalau saya pakai foto saya sendiri sebagai sampul, pasti nggak jadi cantik, karena saya kan manis, seper

  • Cintaku Terhalang Status   88. (Bab Terakhir) Bahagia Bersama

    "Ini serius, Dok?" Aku terpana menyaksikan hasil USG kehamilanku. Rasanya sulit berkata-kata. "Benar, Bu. Selamat ya, bayinya kembar." Dokter Rini, dokter kandungan yang menangani kehamilanku, menyelamati kami. "Pi ..." Aku melirik suamiku yang tersenyum lebar. "Bagus dong, minta satu malah dikasih dua," candanya dengan cengiran lebar. Aku yakin ia memahami perasaanku, makanya ia mencoba menetralkannya dengan gurauan.Ada sedikit keraguan di dalam benakku, karena aku harus membawa dua nyawa lain bersamaku. Apakah aku sanggup melakukannya?Dan demi meyakinkanku bahwa semua bisa berjalan lancar, kami berkonsultasi lebih lanjut dengan Dokter Rini. Ia memastikan bahwa kondisiku dan janinku sehat. "Apakah saya bisa melahirkan secara normal, Dok?" tanyaku, berharap kelahiran anak kembar masih membawa kemungkinan persalinan normal. Bila mungkin, aku tak ingin perutku dibelah."Tentu saja bisa. Yang penting kondisi ibu sehat, bayi sehat, tidak mustahil untuk melahirkan normal. Tapi kalaup

  • Cintaku Terhalang Status   87. Keluarga Kecilku

    Kami masih tinggal di rumah Papi selama dua minggu, serta bolak balik ke rusun. "Sudah, kalian tinggal di sini saja, biar Mami ada teman," desak Mami suatu kali. Duh, gimana ini? Nggak enak mau nolak, tapi nggak mungkin juga dituruti. Sebaik apapun mertuaku, aku dan mas Vincent pingin tinggal di rumah kami sendiri."Nggak bisa dong, Mi, rumah kami 'kan sudah susah-susah dibangun, masa nggak ditempati?" protes Mas Vincent kepada ibunya. Mami cemberut. "Kami akan sering ke mari kok, Mi, tenang saja ya. Kami nggak akan lupa sama Mami dan Papi," ujarku, barulah Mami tenang.Rumah baru kami dalam proses mendapatkan sentuhan akhir, dan kami mulai mengisinya dengan perabotan. Setelah sebulan semuanya beres, kami pindah dan mulai tinggal di sana. "Kamu suka nggak sama hasil akhirnya, Sayang?" tanya suamiku saat kami bertiga, bersama Ricky tentunya, bercengkrama di halaman belakang. "Suka banget, Mas," jawabku riang, "Ricky juga." Hasil akhirnya rumah kami memang mirip dengan rumah Papi

  • Cintaku Terhalang Status   86. Kembali ke Rusun

    Ingatanku melayang ke hari sebelumnya. Aku dan Mas Vincent mengucapkan janji suci, bertukar cincin, serta acara resepsi bersama keluarga besar kami yang begitu menghangatkan hati. Aku juga mengingat tentang suamiku yang ternyata tak pandai bernyanyi, foto-foto bersama, hingga aku mengenakan gaun pengantin bak princess pilihan suamiku, dan berdansa bersamanya.Tak lupa pula aku sempat berdansa dengan Papi, dan menemukan bahwa sebenarnya ia adalah bapak mertua yang sangat baik. Lalu .... "Astaga!" pekikku bagai tersambar petir.Secara mendadak aku bangun dan terduduk di ranjang. "Semalam kan ... aaaiiiihh ...." keluhku penuh penyesalan.Semalam aku sudah terlalu lelah untuk berpikir bahwa itu adalah malam pengantin kami. Aku malah tertidur sebelum suamiku sempat bergabung di ranjang, bahkan aku tidur terlalu nyenyak sampai pagi, ah, bukan, sampai siang begini. Saat kulirik jam di dinding sudah sekitar jam delapan pagi. Kesal pada diriku sendiri, aku menghempaskan kembali punggungk

  • Cintaku Terhalang Status   85. Sifat Asli Papi

    "Kamu lihat di sana ... si tengah ...," ucap suamiku, menarik perhatianku untuk sejenak mengalihkan pandangan dari wajah tampannya. Mas Vincent sedikit menolehkan kepalanya ke kanan. Aku melihat adik iparku, Vina, sedang berdansa bersama suaminya. Kami berdua pun saat ini ada di tengah ruangan, saling memeluk dan menggenggam tangan, berdansa meski gerakan kami tidak jelas, hanya berputar-putar dari tadi. Kami saling memandang sambil cengengesan.Si Papi yang punya ide agar kami mengadakan pesta dansa juga di malam resepsi. Duh, bapak-bapak satu ini ... sudah tidak tahu lagi aku mesti ngomong apa. "Vina?" tanyaku pada Mas Vincent. Ia mengangguk."Mereka sangat serasi bukan?" tanyanya meminta pendapatku."Iya, Mas. Cocok banget, cantik dan ganteng," timpalku menyetujui.Ketiga anak Papi dan Mami berpostur tinggi. Vania, aku sudah tahu sebelumnya. Kalau Vina, baru hari ini kami bertemu. Postur mereka mirip, wajahnya tentu berbeda, dan pembawaan mereka berbeda. Vania bisa tampil tomboy

  • Cintaku Terhalang Status   84. Kejutan di Pesta Pernikahan

    "Velove, sudah siap?" Satu suara bernada ramah menanyaiku.Ibu mertuaku tampak tersenyum menatapku, sembari menyandarkan sisi tubuhnya ke ambang pintu. Aku tersenyum melihatnya dari pantulan cermin."Kurang sedikit, Tante Mona, sabar ya," sahut Mbak Niken, MuA yang mendandaniku hari ini. "Ciamik benar makeup-nya, Ken, kamu memang juru rias profesional, sudah cucok lah untuk dandanin artis," komentar Mami memuji kerabatnya itu."Menantu Tante yang dasarnya cantik, makeup dikit saja langsung cetar membahana badai halilintar gemuruh ombak di lautan," sahut Mbak Niken sok dramatis. "Hahaha." Kedua wanita itu tertawa kompak. Aku setengah mati menahan diri agar tidak terbahak karena khawatir makeup-ku akan luntur jika terlalu banyak berkeringat. Mbak Niken adalah sepupu Mas Vincent, anak dari kakak tertua Mami. Ia sengaja diminta untuk makeup-in kami. Kata Mami makeup-nya bagus, dan karena masih keluarga sendiri kami bisa dapat diskon.Dasarnya sudah perias profesional sih, mukaku sukses

  • Cintaku Terhalang Status   83. Kerepotan

    Meskipun ini bukan kali pertama aku menikah, apa yang aku alami sekarang sangat berbeda dengan apa yang aku lalui sewaktu bersama Erick. Situasi kami saat itu memang hanya memungkin untuk mengadakan acara pernikahan sederhana, yang penting resmi. Maklum lah, kami 'kan kawin lari. Benar-benar nekat! Kadang masih sulit percaya, aku yang polos bisa melakukan hal segila itu. Sedangkan dengan Mas Vincent kali ini, meskipun katanya sederhana dan hanya akan mengundang keluarga, persiapan untuk calon pengantin sama ribetnya dengan mereka yang mengundang banyak orang di hajatan mereka. "Senin, kita fitting baju, Ve." Demikian kata Mas Vincent satu hari sebelumnya. Aku menatapnya keheranan. "Loh kok? Harus fitting baju juga, Mas?" tanyaku sedikit memprotes. "Memangnya kamu mau nikah pakai baju apa? Daster?" tanyanya balik, sedikit meledek. Hmm, iya juga sih. Setidaknya kami harus pakai baju khusus, bukan sekadar kebaya sederhana seperti yang kukenakan di hari pernikahanku dengan Erick dulu

  • Cintaku Terhalang Status   82. Perencanaan

    "Pokoknya kita buat acara besar-besaran, lebih besar daripada saat Kangmas batal menikah dulu, dan laksanakan secepatnya saja." Papi mengeluarkan ultimatumnya setelah kami semua berkumpul untuk membicarakan pernikahanku dan Mas Vincent. Bu Berta, serta beberapa orang kepercayaan Papi dan Mas Vincent juga hadir. Awalnya kami berpikir untuk mengajak ibu panti untuk hadir juga, namun Bu Wiwin menolak. "Sudah, kalian saja yang rencanakan. Ibu pokoknya ikut meramaikan dan membantu mengerjakan apapun jika dibutuhkan nanti," kata Bu Wiwin. Kalau dipikir-pikir hal ini bijaksana juga, kasihan Bu Wiwin juga ibu panti yang lain kalau harus terlalu repot dengan urusan kami. Apalagi panti berada di tempat yang cukup jauh dari sini. "Baiklah, yang penting Ibu datang untuk memberikan restu pada kami berdua, ya," pinta Mas Vincent yang datang bersamaku. "Pasti, Mas, jangan khawatir," cakap Bu Wiwin sembari tersenyum ramah. Ia berjanji akan datang bersama ibu panti yang lain, juga beberapa anak.

  • Cintaku Terhalang Status   81. Kesabaran Itu Pahit, Namun Buahnya Manis

    Dukungan yang kami dapatkan bukan hanya dari Vania. Si anak tengah di keluarga ini, Vina, juga menyatakan siap membantu kami untuk meyakinkan sang ayah. Walau tak bisa datang langsung ke mari, ia menyempatkan diri untuk menelepon dan berbicara dengan ayahnya. "Sorry, ya, Kangmas, Papi masih sulit diyakinkan. Sampaikan ke Mbak Velove, aku akan mencoba bicara dengan Papi lagi nanti," ucap Vina di seberang sambungan telepon, melaporkan hasil pembicaraannya dengan bapaknya. Berbeda dengan Vania yang memanggilku hanya dengan nama, Vina menambahkan embel-embel 'Mbak' di depan namaku. Sebenarnya aku merasa sedikit canggung, karena meskipun aku menjalin hubungan dengan kakak mereka, dan kemungkinan besar akan menjadi kakak ipar mereka juga, mereka sebenarnya lebih tua dariku. Si bungsu saja hanya terpaut tujuh tahun usianya dari Mas Vincent. Sedangkan aku sebelas tahun lebih muda dari calon suamiku. "Mungkin kamu belum terbiasa saja, Ve. Belajarlah menerima kenyataan bahwa kamu akan meni

DMCA.com Protection Status