"Ada apa?" Yara bertanya dengan cemas.Siska menggelengkan kepalanya, "Nggak kenapa-kenapa. Masalah pernikahan masih jauh, kita bicarakan nanti saja.""Siska ...." Yara masih mau mengatakan sesuatu."Sudahlah, Yara, jangan khawatir, nanti kalau ada kesempatan, aku akan memperkenalkan kalian."Siska langsung mengakhiri topik tersebut.Mereka berdua makan malam bersama. Tubuh Yara juga sudah hampir pulih, jadi dia naik taksi untuk pulang.Begitu dia sampai di rumah tua keluarga Lastana, dia melihat Kakek Susilo dan Agnes menunggu di ruang tamu.Hanya saja, yang satu tersenyum karena lega melihat Yara sudah pulang.Sedangkan yang satunya lagi, berwajah masam, berharap Yara tidak akan pernah kembali."Kenapa kamu pulangnya malam sekali?" Agnes tidak bisa menahan diri untuk tidak membentak, "Kamu juga bukannya telepon dulu."Yara menarik sudut mulutnya dengan nada meminta maaf, "Maaf Kakek, Ibu, aku membuat kalian khawatir.""Nggak apa-apa, yang penting sudah pulang." Kakek Susilo maju dan
Yudha melihat telapak tangannya dengan penuh arti. Sentuhan lembut dalam tidurnya sepertinya masih ada di sana, membuatnya menginginkan lebih.Yara tidak langsung pergi setelah mandi, dia menunggu Yudha untuk turun bersama.Ketika Yudha keluar untuk berganti pakaian, Yara membalikkan badannya, tetapi mendengarkan gemerisik pakaian juga membuatnya tersipu.Setelah Yudha mengganti pakaiannya, mereka berdua pun keluar bersama.Yara melihat sekilas dasi Yudha tidak rapi, jadi dia dengan cepat memberitahunya. "Dasinya nggak rapi.""Apa?" Yudha tidak mendengarnya, tetapi tanpa sadar menyesuaikan dasinya.Namun, dasinya menjadi makin tidak rapi.Yara tidak bisa berkata-kata dan mengatupkan giginya. Dia melangkah maju dan membantu Yudha merapikannya.Tangan Yura sangat kecil dan kulitnya sangat putih, ketika memegang dasi, dia memiliki semacam sihir yang bisa membuat berfantasi.Sejak mengetahui Yura bukan lagi wanita jahat, ini adalah pertama kalinya Yudha menatapnya begitu dekat.Yara tidak
Yara berusaha untuk memaksakan senyuman."Kakek, aku sebenarnya ... nggak terlalu menyukai Yudha lagi."Yura mau mengatakan bahwa dia tidak menyukainya, tetapi dia tidak bisa mengatakannya.Yura tidak mau berbohong kepada kakeknya, terlebih lagi dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri."Bercerminlah" Wajah Kakek Susilo penuh dengan rasa sakit hati. "Terus pikirkan lagi apa Kakek memercayainya?"Air mata Yara langsung menetes.Dia buru-buru membalikkan badan dan menyekanya dengan sembarangan dan terus berkata, "Benaran, Kek, dia tidak layak.""Aduh!" Kakek Susilo patah hati untuk sementara waktu dan dia duduk di tepi tempat tidur karena tidak sanggup berdiri.Sebenarnya, Yudha juga memiliki seorang kakak laki-laki, tetapi dia selalu berada di luar negeri, hanya Yudha yang dibesarkan di sisinya.Jika anak ini benar-benar tidak layak, itu juga karena ajaran Kakek Susilo tidak baik.Namun, dia selalu merasa bahwa Yudha adalah anak yang baik, tapi soal perasaan ... mungkin benar-benar tid
Melanie buru-buru menjelaskan."Melanie Lubis" Yudha memanggil nama lengkapnya sekali lagi. "Kuperingatkan, jangan bermain-main denganku."Tanpa menunggu Melanie jawaban, Yudha langsung berbalik dan pergi.Melanie benar-benar tercengang, kenapa Yudha memperlakukannya seperti ini sekarang?Pasti karena Yara, wanita sialan itu."Melanie" Agnes berbicara pada waktu yang tepat, "Sini, cuci tanganmu, siap-siap untuk makan malam."Saat makan malam, Kakek Susilo merasa tidak enak badan dan tidak turun.Yara sebenarnya tidak mau ikut makan, tetapi dia benar-benar lapar dan hanya bisa memaksakan diri untuk turun bersama Yudha.Makan malam hari ini sangat mewah, jelas sekali Agnes sangat menyambut Melanie.Selama makan, Agnes banyak bertanya kepada Melanie tentang kehidupannya di luar negeri dengan prihatin, menganggukkan kepalanya dan memuji Melanie berulang kali.Tak lama kemudian, topik pembicaraan kembali ke soal memiliki anak."Sekarang perusahaan sudah diserahkan pada Yudha." Agnes terseny
Melanie turun dari mobil di depan rumah sakit, tetapi dia tidak ingin melihat Zaina.Dia bahkan tidak sabar menunggu Zaina meninggal.Namun, jika Zaina meninggal, apa yang akan terjadi pada ayahnya, Santo Lubis?Dia merasa ada yang salah dengan Santo dan Zaina.Satu hanya mencintai istrinya dan tidak peduli dengan putrinya. Satunya lagi memperlakukan orang lain lebih baik daripada putrinya sendiri.Mereka berdua benar-benar pasangan serasi.Setelah memikirkannya, Melanie naik taksi ke kediaman Lubis.Sejak terakhir kali Silvia tidak bisa menghabisi Yara, Melanie marah padanya. Silvia mencarinya beberapa kali, tetapi dia mengabaikannya.Sekarang, ini bukan waktunya untuk mengusir Silvia.Melihat Melanie datang, Silvia sangat gembira, dia tahu putrinya tidak akan menginginkannya."Ibu!" Hal ini jarang terjadi, Melanie memanggil Silvia ibu lagi. "Kamu juga tahu bahwa Zaina sedang sakit, aku menjaganya di rumah sakit akhir-akhir ini. Jadi, nggak bisa menjawab telepon.""Ibu mengerti, ibu m
"Ayah!" Agnes tidak mengerti, Kakek Susilo selalu hebat sepanjang hidupnya, kenapa dia menjadi bingung setelah pensiun?Agnes benar-benar tidak tahu apa yang begitu baik dari Yara, sampai Kakek Susilo begitu berpihak padanya.Agnes menarik Melanie ke depan Kakek Susilo. "Ayah, Melanie juga bisa melukis dan sudah menang banyak penghargaan di dalam dan luar negeri. Ayah bisa menyuruh Melanie mencoba melukiskan mimpimu itu.""Nggak perlu, dia nggak bisa melukisnya." Kakek Susilo dengan tegas menolak."Kakek" Melanie tersenyum dan berkata, "Gimana kalau biarkan aku mencobanya dulu? Kemampuan melukisku memang terbatas, tapi pasti lebih bagus dari pada hasil lukisan tangan kiri Yara.""Itu benar." Agnes menimpali dari samping.Pikiran Melanie berubah dan dia menghela napas lagi, "Yara juga terlalu impulsif, apa pun yang terjadi, dia seharusnya nggak menyayat pergelangan tangannya dan menghancurkan dirinya sendiri.""Apa?" Agnes terkejut, jelas tidak menyangka kalau Yara menggores pergelangan
Ulah siapa?Melanie? Atau Silvia?Lebih tepatnya seharusnya keduanya.Namun, tidak peduli siapa pun pelakunya, mereka hanya akan membawakan banyak masalah tak pada Kakek Susilo.Wajah Yara mengangkat wajah puasnya. "Kakek, jangan khawatir, Yara sudah membalas dendam.""Benarkah?" Kakek Susilo merasa ragu."Benaran, kapan Yara pernah berbohong pada Kakek." Yara mendorong piring buah itu pada Kakek Susilo. "Kakek makanlah. Kakek harus sehat dan panjang umur supaya selalu bisa melindungi Yara."Mendengar ini, Kakek Susilo merasa sedih. Dia tahu umurnya sudah tidak panjang, tetapi dia benar-benar tidak bisa melepaskan Yudha dan Yara.Agnes membawa Melanie ke kamarnya."Haih, sepertinya apa pun yang aku lakukan, Kakek tetap nggak menyukaiku." Melanie tersenyum pahit.Agnes juga tidak bisa melakukan apa-apa. "Nggak tahu obat apa yang Yara berikan pada Kakek Susilo, jangan dimasukkan ke hati."Agnes teringat masalah Yara yang menggores pergelangan tangannya sendiri. "Omong-omong, apa Yara ben
"Bibi menyelinap keluar?" Yara merasa khawatir. "Apa kondisi Bibi baik-baik saja?""Nggak apa-apa, nggak separah itu." Zaina tersenyum.Zaina menatap Yara dengan lembut.Tidak tahu kenapa, sejak pertama kali Zaina melihat Yara, ketika Yara masih kecil, dia sangat menyukai Yara.Selama bertahun-tahun, dia hanya menjalankan tanggung jawabnya sebagai ibu terhadap Melanie. Sedangkan dia menyukai Yara dari lubuk hatinya.Mengetahui bahwa putrinya telah melakukan hal itu pada Yara, dia hampir tidak bisa tidur di malam hari."Bibi." Yara melihat air mata di mata Zaina, dia segera bangkit dan duduk di sampingnya, "Bibi, ada apa? Apa kamu merasa nggak nyaman?"Selama dua hari berturut-turut, Melanie pergi ke kediaman Lastana. Tidak tahu apa ada orang yang merawat Zaina di rumah sakit."Nggak." Zaina menggelengkan kepalanya. "Bibi baik-baik saja."Dia dengan lembut memegang tangan Yara, "Yara, Bibi minta maaf padamu atas nama Melanie, ya?""Hah?" Yara membeku, benar-benar bingung bagaimana harus
Pada hari yang telah disepakati, Yudha menerima telepon dari Revan di pagi hari."Pak Yudha, saya di Meria sekarang, sedang menunggu penerbangan pulang. Seluruh informasinya sudah hampir lengkap.""Bagus." Yudha agak terkejut. Dia tidak menyangka Revan perlu pergi ke Meria. dia menambahkan, "Hati-hati di perjalanan. Aku tunggu kepulanganmu.""Pak Yudha." Revan menatap dokumen di tangannya. "Saya akan pergi ke rumahmu setelah sampai di sana. Sebelum itu ... siapkan mentalmu.""Oke." Yudha menutup telepon. Dia sebenarnya merasakan sedikit firasat buruk dalam hatinya.Dia menatap kalender dan melihat hari persidangan perceraiannya akan tiba dua hari lagi. Masih ada waktu.Satu hari terasa sangat panjang bagi Yudha. Dia meninggalkan semua pekerjaan dan kembali ke rumah keluarga besar untuk bermain sebentar dengan Agnes dan Yovi, lalu kembali ke vilanya dan menunggu.Agnes bertanya, "Kerjaanmu hari ini sudah selesai 'kan? Kenapa buru-buru pergi? Temani anakmu lebih lama lagi."Sejak ada Yov
Saat masuk ke ruang tamu, Santo jelas merasa agak malu, tapi Felix dan Gio bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan bicara dengannya seperti biasa.Yara membawa album foto yang baru diambilnya dan mereka semua berkumpul untuk melihat."Ayah, lihat, ini foto pernikahanmu. Kalian masih sangat muda waktu itu, sangat tampan dan cantik."Santo tersenyum dan mengulurkan tangan untuk menyentuh Zaina di foto itu."Senyum Ibu sangat cantik di foto ini. Yang ini, Ayah, kamu sangat tampan ...."Sambil berbicara, Yara memperhatikan ekspresi Santo. Di dalamnya banyak foto-foto Melanie. Dia berusaha untuk menyebutnya sesedikit mungkin.Lambat laun, raut wajah Santo menjadi semakin serius.Tiba-tiba, air mata menetes membasahi album foto."Ayah, kamu kenapa?" Yara sedikit panik dan berusaha menyingkirkan album foto itu. "Kita lihat besok lagi saja, nggak apa-apa."Santo menunduk. Tangannya membelai wanita yang ada di foto tersebut dengan penuh kasih sayang. "Kenapa aku nggak pulang lebih cepat
Segera setelah pintu kamar mandi terbuka, bau menyengat menghantam. Ada noda air berwarna kuning di lantai. Tidak perlu ditanya lagi apa itu.Santo membelakangi semua orang, meringkuk di sudut ruangan. Seluruh tubuhnya gemetar."Kalian keluar dulu." Yara merasa dadanya sangat sesak dan meminta semuanya pergi."Rara, nggak apa-apa, biarkan aku membantumu." Siska bergegas berkata."Nggak usah." Yara menggeleng dan menatap mereka dengan memohon, "Keluar dulu, oke? Keluar!""Ayo, kita tunggu di ruang tamu." Gio akhirnya merespons, mengangguk kepada Yara, dan menarik pergi Felix dan Siska.Yara berdiri di ambang pintu, mengendus-endus, dan berseru lirih, "Ayah, mereka sudah pergi. Nggak apa-apa."Santo masih meringkuk di pojokan.Dia adalah kepala keluarga Lubis, yang berwibawa dan terhormat seumur hidup. Tapi sekarang ... pikirannya sudah tidak jernih lagi dan menghadapi hal semacam ini saja tidak bisa."Ayah!" Yara dengan hati-hati melangkah maju dan menarik lembut pakaian Santo. "Ayah, n
Yara juga berdiri dan menatap mata Melanie. "Bahkan meski mereka tahu kebenarannya dan menukar kita kembali, mereka tetap akan sangat mencintaimu dengan kasih sayang yang sama.""Melanie, kamu kehilangan dua orang yang paling menyayangimu. Kamu benar-benar nggak menyesalinya?" Yara sedikit emosional."Nggak!" kata Melanie dengan sangat tegas. "Yara, asal kamu tahu, nggak ada kata "menyesal" dalam kamus hidupku. Ambil barang-barangmu dan cepat pergi. Nggak usah ngoceh nggak jelas di sini."Yara menggelengkan kepalanya, mengambil album foto itu dan mengatakan satu hal lagi, "Jaga dirimu baik-baik."Dia keluar dari vila, mengucapkan selamat tinggal kepada Amel, dan segera pergi.Amel kembali ke vila dan melihat Melanie melamun sambil memandangi foto Zaina. Dia bertanya dengan suara kecil, "Bu, kamu juga kangen ibumu?""Dia bukan ibuku." Melanie mengambil foto itu dari dinding dan melemparkannya ke lantai. "Aku nggak kangen dia. Nggak sedikit pun!"Orang yang paling disayangi Zaina semasa
Setelah kehilangan Santo sekali, Yara dan yang lainnya tidak berani ceroboh lagi, terutama Siska."Rara, aku janji nggak akan membiarkan Paman Santo lepas dari pandanganku."Yara tertawa sambil menggelengkan kepalanya. "Oke, tutup pintunya, dia nggak akan bisa keluar. Aku keluar sebentar."Karena Santo selalu bicara soal menemui Zaina, Yara ingin pergi ke rumah keluarga Lubis untuk mengambil foto-foto Zaina. Dia sudah menelepon Melanie.Sampai di sana, dia melihat Amel sudah menunggunya dari kejauhan."Bibi Rara!" Amel melihat kedatangannya dan langsung berlari menghampiri. "Bibi Rara, kamu di sini."Yara memeluk Amel. "Wah, Amel sudah tambah tinggi dan cantik.""Bibi Rara juga tambah cantik," balas si kecil bermulut manis.Yara membawanya masuk ke dalam vila. Melanie sudah menunggu di ruang tamu."Barangnya di lantai atas, mungkin di kamar mereka." Melanie bangkit dan berjalan ke arah tangga. "Ayo kuantar ke atas.""Terima kasih." Yara meminta Amel bermain sendirian dan mengikuti ke a
Ini pertama kalinya Amel melihat Yudha berbicara sangat serius dengannya. Wajahnya langsung terlihat takut dan dia berbisik, "Amel kasihan sama Ibu.""Ibumu kenapa?" Yudha berjongkok dan sedikit melunakkan nada bicaranya.Amel menggeleng dan mengulangi, "Ibu kasihan sekali."Yudha tidak bertanya lagi dan mengelus kepala si kecil. "Amel, mungkin suasana hati ibumu sedang buruk. Paman akan menghiburnya, tenang saja.""Terima kasih, Paman." Amel menghela napas dan melanjutkan bermain.Yudha duduk di sofa dan menunggu. Pikirannya terus terbayang penampilan Melanie barusan. Gelagatnya seperti orang mabuk, tapi tidak ada bau alkohol sama sekali di dalam kamar. Bau itu ...Yudha belum pernah merasakan bau seperti itu sebelumnya. Menyengat dan sangat tidak enak.Dia menunggu beberapa saat dan kemudian melihat Melanie turun. Melanie sudah berganti pakaian dan menata rambutnya, nyaris seperti orang yang berbeda, membuat Yudha bertanya-tanya apakah yang dilihatnya tadi itu hanya ilusi."Yudha, ke
Selama beberapa hari berikutnya, Yara menghabiskan waktu bersama Yola dan Santo di siang hari. Lalu malamnya mengerjakan desain perhiasan bertemakan "Pulau" itu.Tapi, inspirasinya seakan sedang surut dan ide-ide yang dia pikirkan masih kurang memuaskan.Sidang perceraiannya semakin dekat.Di suatu sore, Yudha menerima telepon dari Amel sebelum pulang dari kantor."Paman sedang sibuk?" ucap gadis kecil itu dengan suara manis. "Amel sudah lama nggak ketemu Paman. Paman sedang sibuk bersama adikku ya?"Yudha terdiam. Beberapa waktu telah berlalu sejak Yovian datang ke rumah. Dia memang sudah lama belum bertemu Amel.Sejenak, dia merasa malu. "Paman minta maaf. Malam ini Paman ke rumahmu, oke?""Sekarang saja. Ayo makan di luar bersama Ibu." Amel tertawa usil. "Tapi jangan bilang Ibu. Beri dia kejutan.""Oke." Yudha menjawab ringan.Dia membereskan pekerjaannya sebentar dan segera pergi ke rumah keluarga Lubis. Tak disangka, Amel sudah menunggu di depan pintu."Amel ...""Ssst!" Amel mene
"Nggak mungkin." Yara berpikir, satu-satunya pria yang dekat dengannya baru-baru ini adalah Felix.Menurutnya, dengan sifat Felix, dia tidak mungkin punya ini seperti ini. Saran dari Gio juga rasanya tidak mungkin sampai ke sini.Dia tidak tahu siapa lagi yang mungkin."Rara, gawat!"Yara tiba-tiba mendengar suara Siska dari belakangnya. Dia buru-buru menutup telepon. "Safira, aku ada urusan mendadak. Sampai di sini dulu ya, terima kasih!""Ada apa?" Dia menatap Siska dengan cemas."Ayahmu ... ayahmu hilang." Siska terengah-engah karena kelelahan. Dia jelas sudah mencari di sekitar untuk mencoba mencarinya sebelum memberi tahu Yara.Suaranya seperti menahan tangisan. "Kami terlalu fokus dengan Yola. Aku nggak tahu sejak kapan ayahmu pergi.""Nggak apa-apa. Tolong jaga Yola dulu, aku akan mencarinya." Yara menenangkan Siska dan segera menelepon polisi.Setelah menelepon polisi, dia menelepon Felix dan Gio."Oke, jangan khawatir, kami akan membantu mencari." Felix menenangkan Yara dan me
Keesokan harinya setelah sarapan, cuaca di luar sangat cerah. Yara ingin mengajak Yola dan Santo berjalan-jalan."Aku ikut juga." Siska melambaikan kedua tangannya. Reaksi kehamilannya sudah jauh membaik akhir-akhir ini. Usia kandungannya sudah lima minggu.Yara meminta pengasuh memakaikan baju kepada Yola sementara dia pergi membantu Santo."Ayah, ganti baju dulu, lalu pergi jalan-jalan, oke?""Jalan-jalan?" Santo berpikir sejenak, "Ketemu Zaina?"Hati Yara terasa pilu. Dia hanya bisa berbohong, "Ya, jalan-jalan, menemui ibuku. Ayo Ayah, aku bantu pakai baju.""Oke, ketemu Zaina, ketemu Zaina ..." Santo terus bergumam dan segera berganti pakaian.Mereka turun ke bawah dan pergi ke lapangan kompleks. Yola di dalam kereta dorong bayi. Mata lebarnya berkedip-kedip, melihat ke mana-mana penuh rasa ingin tahu.Yara awalnya khawatir anaknya terlalu kecil untuk dibawa keluar. Tapi pengasuhnya mengatakan bahwa Yola tumbuh dengan sangat baik. Cuacanya sedang bagus, tidak terlalu dingin dan tid