Yara hanya bisa mengeluh dalam hati. Dia benar-benar tidak pernah tahu bahwa Yudha ternyata memperhatikan dia. Mungkin sudah kebiasaan seorang pebisnis.Keduanya berhenti bicara lagi.Yudha sebenarnya ingin mengucapkan terima kasih kepada Yara karena telah merawatnya tadi malam. Namun, sebelum dia bisa berkata apa-apa, dia teringat akan kelakuan memalukannya tadi malam.Jika dia mengungkitnya sendiri, bukankah dia akan mengingatkan Yara?Yara tampak bingung saat dia melihat pria di seberangnya tampak berangsur-angsur memerah dari leher sampai telinganya. Seperti ... saat dia kepanasan tadi malam.Memikirkan kejadian tadi malam, Yara juga merasa malu dan segera mengeluarkan ponsel untuk mengalihkan perhatiannya.Restoran menyajikan makanannya dengan segera. Saat si pelayan kembali masuk, dia merasa seisi ruangan ini dipenuhi dengan suasana canggung dan ambigu.Bosnya mengirimkan anggur merah dan kue penutup. Setelah meletakkannya, pelayan mengangguk kepada mereka berdua dan segera pergi
"Yara!" Yudha tiba-tiba berdiri, memotong perkataan Yara.Dia berjalan selangkah demi selangkah. Kesabarannya sudah di ambang batas dan udara di sekitar dipenuhi kilatan amarah.Yara pun berdiri dan mundur ketakutan, selalu berusaha menjaga jarak aman dari Yudha."Kamu ingin tahu jawabannya?" ucapnya dengan nada dingin."Apa?" Yara masih agak marah. "Aku ingin dengar bagaimana kamu ingin menjelaskannya.""Apa yang ingin kamu dengar?" Pria itu mencibir, matanya penuh dengan rasa jijik. "Kamu ingin dengar aku tertarik padamu? Nggak bisa menahan diri?"Mana mungkin Yara berani memikirkan hal ini? Mendengarnya saja sudah membuat jantungnya berdetak lebih cepat seperti akan pingsan.Dia menelan ludah, tetapi sebelum terpikir apa yang harus dia katakan, pintu ruang pribadi itu terbuka."Nona Melanie, silakan masuk!: Pelayan itu berbalik ke samping dan menatap Yara dengan pandangan aneh.Tak lama kemudian, Melanie masuk sambil membawa boneka beruang besar. "Yudha, Rara, apa aku terlambat?"Yu
"Melanie!" Yara menatapnya marah. "Nggak peduli betapa menjijikkannya aku, nggak mungkin semenjijikkan kamu.""Oh ya?" Melanie menatap Yara dari atas ke bawah. "Ck, ck, kamu bahkan dandan dan pakai gaun. Siapa yang mau kamu goda?"Dia berkata penuh kebencian, "Yara, ingat harga dirimu dan menjauhlah dari Yudha. Kalau nggak, apa yang terjadi hari ini hanya akan menjadi hidangan pembuka saja."Yara mengeluarkan selembar tisu dan menyeka sudut mulutnya.Dia memuntahkan semua steak yang baru saja dia makan. Perutnya mual dan dia merasa sangat tidak nyaman.Dia tidak ingin makan steak lagi selamanya."Jijik!" Melanie mendengus dan melenggang pergi.Yara bersandar lemah di dinding, air mata mengalir tanpa sadar.Melanie benar. Dia memang tidak punya harga diri. Dia masih menyimpan ilusi tentang Yudha. Dia pantas untuk dipermalukan.Saat Melanie kembali ke restoran, dia melihat Yudha berdiri di depan pintu.Dia mengambil berlari ke depan beberapa langkah. "Yudha, kamu mau pulang? Bisa antar a
"Kak," Yara tersenyum dengan wajah lelahnya. "Lupakan saja urusan aku dan Yudha."Dia benar-benar lelah dan tidak ingin memberi Yudha kesempatan untuk melukai dirinya lagi."Rara, dengarkan aku. Yudha menceritakan padaku apa yang terjadi hari ini." Felix menatap Yara dengan mata sedih. "Dia juga nggak nyangka Melanie mau datang."Namun, Yara tidak merasa senang.Dia tersenyum pahit, "Terus? Kalaupun dia tahu, apa dia akan menghentikannya?"Felix tertegun sejenak, lalu segera berkata, "Rara, di sinilah letak kelicikan Melanie. Kamu jangan sampai jatuh ke dalam perangkapnya.""Perangkap? Kamu bisa melihatnya, 'kan? Apa mungkin Yudha nggak bisa melihatnya?" Hati Yara benar-benar sudah hancur lebur.Selama ini, bukannya dia tidak bisa mengalahkan Melanie. Hanya Yudha saja yang selama ini memihak Melanie."Rara, percaya kata-kataku. Beri Yudha kesempatan lagi. Beri kesempatan untuk anak-anak dalam perutmu juga." Kata-kata Felix terdengar berapi-api.Yara tetap diam dan tidak berbicara.Tiba
Dokter itu melirik Felix dan sikapnya tampak jelas lebih ramah. "Reaksi kehamilan itu tergantung kondisi setiap ibu hamil. Sebagai anggota keluarga, Anda harus memasak makanan yang lebih disukai si ibu hamil, jaga perasaannya, dan lain sebagainya. Akan saya resepkan obat, jangan lupa dikonsumsi tepat waktu."Terakhir, dia menambahkan instruksi lain, "Anda harus datang tepat waktu untuk tes kehamilan selanjutnya. Situasi Anda kurang baik."Wajah Yara memucat dalam sekejap.Felix membantu menguruskan yang selanjutnya. Hari sudah siang saat semuanya selesai.Setelah masuk ke dalam mobil, Yara masih terlihat melamun. Dia tidak ingin kehilangan kedua anaknya."Rara, kamu mau makan apa?" tanya Felix.Yara menggelengkan kepala. Suasana hatinya sedang buruk, dia benar-benar tidak nafsu makan."Rara, kamu dengar apa kata dokter tadi, kamu makan terlalu sedikit." Felix berpikir sejenak, lalu menelepon seseorang.Yara mendengarkan di samping. Felix rupanya menelepon untuk menanyakan restoran yang
"Hah? Bukan, kamu salah paham, dia bukan pacarku." Yara cepat-cepat menjelaskan."Aku kakaknya." Felix tersenyum ringan. "Oke, pesan ini saja.""Maaf, tapi kakak malah lebih membuat iri. Pacar 'kan bisa saja putus, sedangkan kakak itu selamanya." Pelayan itu tersenyum, lalu pergi.Keduanya saling memandang dan membuang muka sambil tersenyum.Hidangan mereka segera tersaji. Rupanya, teman Felix memang bisa diandalkan.Yara juga memperhatikan dengan cermat, tidak ada satu pun hidangan pesanan Felix yang mengandung daging sapi.Perasaannya jadi jauh lebih baik dan dia makan banyak. "Kak, aku benar-benar menguras dompetmu.""Asal kamu senang." Felix bangkit berdiri. "Tunggu sebentar, aku panggilkan pelayan untuk membungkus sisanya.""Oke." Yara menunggu dengan tenang.Beberapa saat kemudian, pelayan sebelumnya datang. Saat dia melihat Yara, dia tampak tidak percaya, "Nona, kakakmu benar-benar keterlaluan.""Ada apa?" Yara kebingungan. Felix memang sudah pergi agak lama. Kenapa dia belum ju
Felix menatap Yara tanpa berkedip. Matanya penuh penyesalan dan permintaan maaf yang tak ada habisnya, seolah-olah ... dia melihat orang lain melalui Yara.Seseorang yang pernah tersakiti karenanya, tetapi apa pun yang dia berikan tidak akan pernah menghapusnya.Yara bahkan menyadari bahwa mata Felix memerah.Mungkinkah penyesalan benar-benar bisa mengubah seseorang?Perhatian Yara mau tak mau teralih. Jika Yudha menyesal suatu hari nanti, apa yang akan terjadi padanya?Mobil itu segera menyala kembali, dan Felix mengantar Yara sampai ke apartemen."Dalam beberapa hari ini, aku akan carikan asisten rumah tangga yang cocok. Kalian nggak boleh pesan makanan dari luar lagi mulai sekarang.""Kak Felix!" Yara benar-benar merasa dikalahkan dan tidak berdaya."Oke, cepat masuk, aku mau pulang dulu." Felix tidak memberi Yara waktu untuk terus bergelut dengan masalah ini."Ya sudah, Kak Felix, hati-hati di jalan."Saat Yara sampai di atas, Siska tidak ada di rumah. Situasi ini membuatnya sediki
Yara kaget saat mengetahui Siska tidak memakai topeng.Dia sangat terkejut. Dia tidak tahu kapan ini dimulai. Apakah setelah bertemu Tanto? Atau setelah putus dari Tanto?Dia menonton sebentar dan menyadari bahwa popularitas ruang siaran langsungnya sangat tinggi dan meningkat dua kali lipat beberapa kali.Yara pun memperhatikan banyak orang dalam kolom komentar yang memanggil Siska dengan panggilan sayang, dan Siska pun menanggapinya dengan tertawa dan bercanda.Apalagi setelah Siska tersambung dengan penyiar yang berkolaborasi dengannya, dia tidak lagi berkomentar pedas, tetapi malah terkesan menggoda lawan bicaranya.Yara segera menutup siaran langsung itu, menunggu Siska keluar dengan hati berat.Faktanya, saat masih di sekolah, ada banyak sekali orang yang memuji Siska karena kecantikannya. Dia adalah seorang dewi dengan wajah cerah dan bahkan lebih cantik tanpa riasan. Hanya saja, mulutnya sangat berbisa dan sifatnya selalu sadar diri. Karena itulah dia tidak pernah punya pacar.