"Tunggu."Kakek Susilo menghentikan kepergian Yudha."Ajak istrimu beli baju baru hari ini.""Kakek." Yara memandang lelaki tua itu dengan tatapan penuh pinta. "Nggak perlu, aku sudah punya baju, nggak perlu beli baru lagi."Yudha seketika teringat waktu itu di Bar Mistique, saat Yara memakai pakaian yang sangat terbuka.Wajahnya berubah gelap. Dia mengeluarkan sebuah kartu black card dan menyerahkannya kepada Yara. "Aku ada pertemuan penting hari ini. Kamu pergi sama temanmu saja.""Oke." Yara cepat-cepat mengangguk, takut Kakek mengatakan sesuatu lagi.Setelah sarapan, Yara pergi berpamitan kepada Kakek saat hendak keluar."Sana, jalan-jalan sama temanmu. Siangnya cari tempat makan yang enak." Kakek Susilo selalu ingin memanjakan Yara."Ya." Yara sudah sangat lama tidak pergi jalan-jalan bersama Siska.Semua rencana jalan-jalan dengan Siska selalu gagal akhir-akhir ini. Gadis itu rupanya sedang dimabuk kepayang dengan pacarnya sampai lupa dia punya teman."Oh iya, jangan lupa beli pe
Tiba-tiba, suara tidak asing terdengar dari belakang mereka."Ngobrol nggak penting tentang apa kalian perempuan?"Saat Yara berbalik, ternyata itu Tanto."Paman, kamu di sini juga?"Mata Tanto menyapu wajah mereka berdua. "Tentu saja, aku juga sedang mencari persiapan untuk pesta besok."Yara mengangguk mengerti. Dia melihat ada seorang gadis di sebelah Tanto. Wajah itu seperti tidak asing, sepertinya seorang artis.Seolah melihat tatapannya, Tanto mengambil inisiatif dan berkata, "Perkenalkan, ini Rita Ramana. Dia yang menemaniku ke pesta besok."Gadis bernama Rita Ramana ini menggelendot di tubuh Tanto seakan tidak punya tulang.Seperti bandul yang tidak bisa lepas."Halo, Kakak-Kakak." Begitu bibirnya terbuka, suara yang keluar sungguh sangat lembut.Yara tertawa datar. Dia sudah tahu sejak lama bahwa Tanto adalah seorang playboy sejati.Dan dia memang benar-benar ahli. Setelah bertahun-tahun lamanya, dia tidak pernah terjerat skandal sekali pun.Setelah meraih tangan Siska, Yara m
"Lagian kamu nggak menghabiskan uangmu sendiri untuk membelinya."Tanto dengan santai mengambil sebuah gaun putih dan mencocokkannya di depan Siska."Nona Siska, kamu coba yang ini. Menurutku sangat cocok.""Nggak, aku nggak suka warna putih."Siska berjalan menjauh dan berdiri di belakang Yara, seolah ingin menghindar dari orang asing.Yara tahu alasan sebenarnya bukan karena Siska tidak suka warna putih, tapi dia tidak suka dengan Tanto.Akan tetapi, dia kagum dengan selera Tanto. Baru pertama bertemu, dia bisa memilih pakaian yang sangat cocok untuk Siska. Sungguh menakjubkan.Dia berinisiatif bertanya pada Tanto, "Paman, Rita yang tadi di mana?""Gadis lemah, dikata-katai sedikit saja langsung pergi."Kata-kata Tanto terdengar seperti berusaha menyenangkan Siska.Yara melirik Siska yang masih tanpa ekspresi dengan tatapan dingin.Yara membeli kedua gaun dan meminta Siska memilih untuknya sendiri, tetapi Siska selalu menolak meski telah dibujuk.Tanto masih enggan pergi. "Ya sudah,
Setelah Yara kembali, dia pertama-tama menunjukkan barang belanjaannya kepada Kakek Susilo dan secara khusus mengatakan bahwa Tanto membantu memilihkan untuknya.Kakek itu mengangguk-angguk. "Anak itu nggak bisa apa-apa, tapi dia pintar milih barang-barang seperti ini. Karena dia yang pilih, kamu nggak usah khawatir."Yara kembali ke kamarnya, mengemasi barang-barangnya, lalu mengirim pesan kepada Siska."Siska, terima kasih sudah menemaniku hari ini. Kapan-kapan aku traktir kamu makan ya, kalau ada kesempatan."Namun, setelah dia selesai mandi, Siska masih belum membalasnya.Yara berpikir sejenak dan menelepon.Saat ini, di rumah kontrakan Siska, tubuhnya dikekang Tanto, dipaksa bercumbu.Pria itu menggunakan seluruh kekuatannya seperti sedang balas dendam, tidak memberi kesempatan baginya untuk melawan.Saat mendengar telepon berdering, Siska tersadar dan berkata dengan suara serak, "Ada telepon.""Kamu sudah seperti ini, masih mau jawab telepon?"Tanto jelas tidak senang, kembali me
Jamuan makan malam amal keluarga Lastana selalu menjadi sorotan di kalangan orang-orang kaya Kota Selayu. Setiap tahunnya bisa mengumpulkan donasi hingga ratusan miliar.Tema jamuan makan malam tahun ini adalah "Suara Bunga Mekar". Penggalangan dananya akan digunakan untuk membangun sekolah dan membeli buku untuk anak-anak perempuan di daerah tertinggal.Agar setiap anak perempuan menerima program wajib belajar, mengikuti suara hati, dan mengejar cahaya dalam hati mereka.Jamuan makan malam diadakan di lantai atas Hotel Royal, dihadiri kalangan sosial orang-orang kaya dan berkuasa di sana.Kakek Susilo sebenarnya tidak harus hadir, tetapi dia datang demi melindungi Rara kecilnya.Alhasil, seluruh keluarga Lastana semuanya keluar, kecuali Felix Lastana yang masih di luar negeri.Yara melihat Tanto ditemani oleh seorang wanita, tapi bukan Rita. Entah siapa dia.Begitu rombongan turun dari mobil, orang-orang jadi sangat ramai.Kakek Susilo hari ini menggunakan kursi roda dan meminta Yara
Melanie menatap Yudha dengan tatapan memelas.Yudha mengerutkan keningnya. "Tentu saja.""Kalau begitu, jangan tunggu lama-lama. Berapa lama kamu ingin terus bersama Yara?"Wajah Agnes berubah dingin. "Karena kamu sudah memutuskan untuk menikah dengan Melly, hari ini cuma untuk memberi kesempatan biar semua orang nggak kaget.""Tapi Kakek ...." Yudha jelas masih sangat enggan."Kakek bukan anak kecil. Menangani urusanmu sendiri dengan baik saja sudah berbakti namanya."Agnes mengeluarkan sisi kerasnya dan berbalik pergi sebelum Yudha sempat bicara lagi."Yudha ...." panggil Melanie ragu-ragu, menarik lengan baju Yudha dengan hati-hati.Yudha merunduk dan memberi tatapan yang menunjukkan amarah."Yudha, kali ini memang ibumu yang memintaku, bukan karena permainanku."Melanie hampir menangis. "Kalau kamu nggak mau, biar aku bilang ke ibumu.""Nggak perlu." Yudha berkata dengan suara dingin, "Nggak masalah kamu menari dengan siapa saja."Tak lama, acara dimulai.Setelah pembawa acara memb
"Hei, kebetulan sekali. Nyonya Lastana?""Ada apa? Bukannya kamu harus menari dengan Tuan Lastana untuk membuka acara?""Oh, maaf, aku lupa. Semua orang tahu kamu mendapatkan identitas itu dengan cara yang memalukan. Nggak ada yang menganggapmu serius. Tuan Lastana sedang berdansa bersama pujaan hatinya."Mereka adalah dua sahabat baik Melanie, Judy dan Winona.Sejak Yudha menggandeng tangan Melanie, mereka selalu memperhatikan Yara.Mereka awalnya mengira Yara akan bersembunyi bersama Kakek Susilo. Tak disangka, wanita tidak tahu malu ini berani keluar mempermalukan dirinya sendiri.Yara menatap mereka dingin. "Minggir."Mereka berdua seperti tidak mendengar dan masih berdiri bersama menghalangi jalan, memandang Yara seakan menantang."Memangnya siapa kamu, main perintah-perintah? Kamu kira, kamu ini benar-benar Nyonya Lastana?""Kalau kamu punya otak, cepat-cepatlah bercerai dan beri jalan untuk Melly.""Yara, atau jangan-jangan kamu pergi ke ranjang Kakek Lastana juga? Kenapa dia sa
Dia menyentuh kepalanya yang menerima pukulan dari Winona. Untung cuma sedikit berdarah.Dia membasuh bagian tubuhnya yang kotor dengan air bersih dan menata rambutnya sebelum keluar.Semakin mereka berharap dia menghilang begitu saja, semakin tidak ingin dia mengabulkan harapan mereka itu."Bagaimana keadaanmu?" Suara di luar pintu mengagetkan Yara.Dia berbalik dan melihat ternyata itu Tanto."Paman, kenapa nggak pergi berdansa dengan pasanganmu? Kamu ingin mendapat kursi paling depan melihatku dipermalukan?"Tanto mendesah ringan. "Kamu masih bisa bercanda, sepertinya kamu baik-baik saja."Dia berjalan perlahan di belakang Yara dengan tangan di belakang punggung."Paman, aku baik-baik saja. Pergilah berdansa bersama pasanganmu.""Jangan khawatir. Wanita seperti dia cuma mencari tiket masuk ke pesta semacam ini. Siapa pun pasangan dansanya, dia nggak peduli sama sekali."Benar saja, Yara melihat dari kejauhan wanita yang baru saja membantunya sedang memeluk pria lain dan menari denga
Pada hari yang telah disepakati, Yudha menerima telepon dari Revan di pagi hari."Pak Yudha, saya di Meria sekarang, sedang menunggu penerbangan pulang. Seluruh informasinya sudah hampir lengkap.""Bagus." Yudha agak terkejut. Dia tidak menyangka Revan perlu pergi ke Meria. dia menambahkan, "Hati-hati di perjalanan. Aku tunggu kepulanganmu.""Pak Yudha." Revan menatap dokumen di tangannya. "Saya akan pergi ke rumahmu setelah sampai di sana. Sebelum itu ... siapkan mentalmu.""Oke." Yudha menutup telepon. Dia sebenarnya merasakan sedikit firasat buruk dalam hatinya.Dia menatap kalender dan melihat hari persidangan perceraiannya akan tiba dua hari lagi. Masih ada waktu.Satu hari terasa sangat panjang bagi Yudha. Dia meninggalkan semua pekerjaan dan kembali ke rumah keluarga besar untuk bermain sebentar dengan Agnes dan Yovi, lalu kembali ke vilanya dan menunggu.Agnes bertanya, "Kerjaanmu hari ini sudah selesai 'kan? Kenapa buru-buru pergi? Temani anakmu lebih lama lagi."Sejak ada Yov
Saat masuk ke ruang tamu, Santo jelas merasa agak malu, tapi Felix dan Gio bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan bicara dengannya seperti biasa.Yara membawa album foto yang baru diambilnya dan mereka semua berkumpul untuk melihat."Ayah, lihat, ini foto pernikahanmu. Kalian masih sangat muda waktu itu, sangat tampan dan cantik."Santo tersenyum dan mengulurkan tangan untuk menyentuh Zaina di foto itu."Senyum Ibu sangat cantik di foto ini. Yang ini, Ayah, kamu sangat tampan ...."Sambil berbicara, Yara memperhatikan ekspresi Santo. Di dalamnya banyak foto-foto Melanie. Dia berusaha untuk menyebutnya sesedikit mungkin.Lambat laun, raut wajah Santo menjadi semakin serius.Tiba-tiba, air mata menetes membasahi album foto."Ayah, kamu kenapa?" Yara sedikit panik dan berusaha menyingkirkan album foto itu. "Kita lihat besok lagi saja, nggak apa-apa."Santo menunduk. Tangannya membelai wanita yang ada di foto tersebut dengan penuh kasih sayang. "Kenapa aku nggak pulang lebih cepat
Segera setelah pintu kamar mandi terbuka, bau menyengat menghantam. Ada noda air berwarna kuning di lantai. Tidak perlu ditanya lagi apa itu.Santo membelakangi semua orang, meringkuk di sudut ruangan. Seluruh tubuhnya gemetar."Kalian keluar dulu." Yara merasa dadanya sangat sesak dan meminta semuanya pergi."Rara, nggak apa-apa, biarkan aku membantumu." Siska bergegas berkata."Nggak usah." Yara menggeleng dan menatap mereka dengan memohon, "Keluar dulu, oke? Keluar!""Ayo, kita tunggu di ruang tamu." Gio akhirnya merespons, mengangguk kepada Yara, dan menarik pergi Felix dan Siska.Yara berdiri di ambang pintu, mengendus-endus, dan berseru lirih, "Ayah, mereka sudah pergi. Nggak apa-apa."Santo masih meringkuk di pojokan.Dia adalah kepala keluarga Lubis, yang berwibawa dan terhormat seumur hidup. Tapi sekarang ... pikirannya sudah tidak jernih lagi dan menghadapi hal semacam ini saja tidak bisa."Ayah!" Yara dengan hati-hati melangkah maju dan menarik lembut pakaian Santo. "Ayah, n
Yara juga berdiri dan menatap mata Melanie. "Bahkan meski mereka tahu kebenarannya dan menukar kita kembali, mereka tetap akan sangat mencintaimu dengan kasih sayang yang sama.""Melanie, kamu kehilangan dua orang yang paling menyayangimu. Kamu benar-benar nggak menyesalinya?" Yara sedikit emosional."Nggak!" kata Melanie dengan sangat tegas. "Yara, asal kamu tahu, nggak ada kata "menyesal" dalam kamus hidupku. Ambil barang-barangmu dan cepat pergi. Nggak usah ngoceh nggak jelas di sini."Yara menggelengkan kepalanya, mengambil album foto itu dan mengatakan satu hal lagi, "Jaga dirimu baik-baik."Dia keluar dari vila, mengucapkan selamat tinggal kepada Amel, dan segera pergi.Amel kembali ke vila dan melihat Melanie melamun sambil memandangi foto Zaina. Dia bertanya dengan suara kecil, "Bu, kamu juga kangen ibumu?""Dia bukan ibuku." Melanie mengambil foto itu dari dinding dan melemparkannya ke lantai. "Aku nggak kangen dia. Nggak sedikit pun!"Orang yang paling disayangi Zaina semasa
Setelah kehilangan Santo sekali, Yara dan yang lainnya tidak berani ceroboh lagi, terutama Siska."Rara, aku janji nggak akan membiarkan Paman Santo lepas dari pandanganku."Yara tertawa sambil menggelengkan kepalanya. "Oke, tutup pintunya, dia nggak akan bisa keluar. Aku keluar sebentar."Karena Santo selalu bicara soal menemui Zaina, Yara ingin pergi ke rumah keluarga Lubis untuk mengambil foto-foto Zaina. Dia sudah menelepon Melanie.Sampai di sana, dia melihat Amel sudah menunggunya dari kejauhan."Bibi Rara!" Amel melihat kedatangannya dan langsung berlari menghampiri. "Bibi Rara, kamu di sini."Yara memeluk Amel. "Wah, Amel sudah tambah tinggi dan cantik.""Bibi Rara juga tambah cantik," balas si kecil bermulut manis.Yara membawanya masuk ke dalam vila. Melanie sudah menunggu di ruang tamu."Barangnya di lantai atas, mungkin di kamar mereka." Melanie bangkit dan berjalan ke arah tangga. "Ayo kuantar ke atas.""Terima kasih." Yara meminta Amel bermain sendirian dan mengikuti ke a
Ini pertama kalinya Amel melihat Yudha berbicara sangat serius dengannya. Wajahnya langsung terlihat takut dan dia berbisik, "Amel kasihan sama Ibu.""Ibumu kenapa?" Yudha berjongkok dan sedikit melunakkan nada bicaranya.Amel menggeleng dan mengulangi, "Ibu kasihan sekali."Yudha tidak bertanya lagi dan mengelus kepala si kecil. "Amel, mungkin suasana hati ibumu sedang buruk. Paman akan menghiburnya, tenang saja.""Terima kasih, Paman." Amel menghela napas dan melanjutkan bermain.Yudha duduk di sofa dan menunggu. Pikirannya terus terbayang penampilan Melanie barusan. Gelagatnya seperti orang mabuk, tapi tidak ada bau alkohol sama sekali di dalam kamar. Bau itu ...Yudha belum pernah merasakan bau seperti itu sebelumnya. Menyengat dan sangat tidak enak.Dia menunggu beberapa saat dan kemudian melihat Melanie turun. Melanie sudah berganti pakaian dan menata rambutnya, nyaris seperti orang yang berbeda, membuat Yudha bertanya-tanya apakah yang dilihatnya tadi itu hanya ilusi."Yudha, ke
Selama beberapa hari berikutnya, Yara menghabiskan waktu bersama Yola dan Santo di siang hari. Lalu malamnya mengerjakan desain perhiasan bertemakan "Pulau" itu.Tapi, inspirasinya seakan sedang surut dan ide-ide yang dia pikirkan masih kurang memuaskan.Sidang perceraiannya semakin dekat.Di suatu sore, Yudha menerima telepon dari Amel sebelum pulang dari kantor."Paman sedang sibuk?" ucap gadis kecil itu dengan suara manis. "Amel sudah lama nggak ketemu Paman. Paman sedang sibuk bersama adikku ya?"Yudha terdiam. Beberapa waktu telah berlalu sejak Yovian datang ke rumah. Dia memang sudah lama belum bertemu Amel.Sejenak, dia merasa malu. "Paman minta maaf. Malam ini Paman ke rumahmu, oke?""Sekarang saja. Ayo makan di luar bersama Ibu." Amel tertawa usil. "Tapi jangan bilang Ibu. Beri dia kejutan.""Oke." Yudha menjawab ringan.Dia membereskan pekerjaannya sebentar dan segera pergi ke rumah keluarga Lubis. Tak disangka, Amel sudah menunggu di depan pintu."Amel ...""Ssst!" Amel mene
"Nggak mungkin." Yara berpikir, satu-satunya pria yang dekat dengannya baru-baru ini adalah Felix.Menurutnya, dengan sifat Felix, dia tidak mungkin punya ini seperti ini. Saran dari Gio juga rasanya tidak mungkin sampai ke sini.Dia tidak tahu siapa lagi yang mungkin."Rara, gawat!"Yara tiba-tiba mendengar suara Siska dari belakangnya. Dia buru-buru menutup telepon. "Safira, aku ada urusan mendadak. Sampai di sini dulu ya, terima kasih!""Ada apa?" Dia menatap Siska dengan cemas."Ayahmu ... ayahmu hilang." Siska terengah-engah karena kelelahan. Dia jelas sudah mencari di sekitar untuk mencoba mencarinya sebelum memberi tahu Yara.Suaranya seperti menahan tangisan. "Kami terlalu fokus dengan Yola. Aku nggak tahu sejak kapan ayahmu pergi.""Nggak apa-apa. Tolong jaga Yola dulu, aku akan mencarinya." Yara menenangkan Siska dan segera menelepon polisi.Setelah menelepon polisi, dia menelepon Felix dan Gio."Oke, jangan khawatir, kami akan membantu mencari." Felix menenangkan Yara dan me
Keesokan harinya setelah sarapan, cuaca di luar sangat cerah. Yara ingin mengajak Yola dan Santo berjalan-jalan."Aku ikut juga." Siska melambaikan kedua tangannya. Reaksi kehamilannya sudah jauh membaik akhir-akhir ini. Usia kandungannya sudah lima minggu.Yara meminta pengasuh memakaikan baju kepada Yola sementara dia pergi membantu Santo."Ayah, ganti baju dulu, lalu pergi jalan-jalan, oke?""Jalan-jalan?" Santo berpikir sejenak, "Ketemu Zaina?"Hati Yara terasa pilu. Dia hanya bisa berbohong, "Ya, jalan-jalan, menemui ibuku. Ayo Ayah, aku bantu pakai baju.""Oke, ketemu Zaina, ketemu Zaina ..." Santo terus bergumam dan segera berganti pakaian.Mereka turun ke bawah dan pergi ke lapangan kompleks. Yola di dalam kereta dorong bayi. Mata lebarnya berkedip-kedip, melihat ke mana-mana penuh rasa ingin tahu.Yara awalnya khawatir anaknya terlalu kecil untuk dibawa keluar. Tapi pengasuhnya mengatakan bahwa Yola tumbuh dengan sangat baik. Cuacanya sedang bagus, tidak terlalu dingin dan tid